Maya mencoba menghubungi Rendra, tapi ponselnya tidak aktif, wanita itu terlihat sangat kesal. Lalu tatapannya mengarah tajam pada Ambar.
“Apa rencana ibu sebenarnya, jika ibu menginginkan yayasan itu, Maya akan berikan, tapi tolong jangan pisahkan Maya dengan Mas Rendra, hanya dia yang Maya punya saat ini,”pinta Maya dengan nada permohonan.
“Apa istimewanya dirimu Maya, hingga mendiang suamiku memilih dirimu untuk menjadi menantu dan menyerahkan yayasan Mery gold padamu!”sarkas Ambar.
“Ibu menginginkan Mery Gold, ambilah, akan aku berikan, tolong jangan campuri lagi pernikahanku dengan Mas Rendra,”pinta Maya sekali lagi kali ini ia memohon sambil berlutut di depan ibu mertuanya.
“Mery gold akan menjadi miliku tanpa kamu akan menyerahkannya, sebentar lagi Kamu dan Rendra akan bercerai, dan semuanya otomatis akan pindah ke tanganku, “jawab Ambar dengan menyilangkan kedua tanganya di dada
Maya bangkit dari jongkoknya, dan menatap sinis wanita dengan potongan rambut bob itu.
“Ibu memberikan pil kontrasepsi padaku, ibu sengaja memberikan itu padaku supaya aku tidak hamil, anak Mas Rendra,”sarkas Maya
“Oh... jadi kamu sudah menyadarinya, tapi sayang sudah terlambat, beberapa hari lagi kalian akan bercerai, dan semuanya selesai,”Ambar lalu menghubungi security dan menyuruh mengusir Maya dari kantornya.
Maya terlihat menahan tangis, apalagi sudah berkali-kali menghubungi suaminya, tapi ponsel Rendra tidak aktif. Akhirnya Maya memutuskan untuk menyusul Rendra ke Bandara.
Sesampainya disana Maya pun kecewa, karena ia terlambat, suaminya itu sudah terbang ke Singapura.
“Ini pasti rencana Bu Ambar, dia benar-benar ingin memisahkan diriku dengan Mas Rendra,”gumam Maya seraya mengusap bulir bening yang menumpuk di pelupuk matanya.
Dengan melangkah gontai, Maya meninggalkan Bandara, berharap sang suami akan menghubunginya, secepatnya.
Hari sudah gelap, ketika Maya memarkirkan montor maticnya, ia cemas, karena dihalaman rumah Ambar ada mobil jeep milik sang pengacara.Dengan melangkah pelan, Maya masuk ke dalam rumah.
“Nah itu yang ditunggu datang, Maya, duduklah, kami ingi berbicara!”perintah Ambar.
“Maya tak ingin membicarakan masalah perceraian, sebelum berbicara langsung dengan Mas Rendra,”timpal Maya dengan nada kesal.
“Pak Rendra, telah menandatangi berkas perceraianya,”sela Fardian
“Tidak mungkin, kalian pasti memanipulasi tanda tanganya, atau kalian telah meniintimidasi Mas Rendra, ia sangat mencintai diriku, Mas Rendra, tidak akan menceraikankaku, itu janjinya padaku,”sarkas Maya.
“Cukup Maya, bukankah kamu sudah sepakat, jika dalam waktu satu tahun pernikahan kalian kamu belum hamil, kau bersedia bercerai, “tukas Ambar geram.
“Aku tidak hamil, itu karena ibu memberikan padaku pil kontrasepsi, saksinya adalah BI Siti, iya kan?”
“Maaf , Maya, hal itu tidak bisa kita jadikan alasan untuk menolak, perceraian, Pak Rendra telah setuju bercerai,”sela Fardian
“Iya, Maya, dan jaga mulutmu, jangan menuduhku , jika tak ada bukti, aku akan tutut balik dirimu,”ancam Ambar pada Maya.
“Aku tidak mau bercerai!”bentak Maya, lalu wanita itu melangkah pergi dari ruang tamu, tapi baru beberapa langkah, kepalanya terasa berat, matanya berkunang-kunang, lalu tubuh mungil semampai, itu rubuh ke lantai.
Melihat hal itu Fardian dan Ambar terkejut, lalu Fardian pun segera menolong Maya.
“Maya, bangunlah,”panggil Fardian, sambil menepuk pipi Maya dengan pelan.
“Pak Fardian, tolong bawa ke kamar saja,”suruh Ambar.
Fardian mengangkat tubuh Maya, menaiki tangga, sementara Ambar segera menelepon dokter.
Ambar menyusul Fardian dan membawa Maya ke kamar, kini tubuh Maya sudah dibaringkan di tempat tidur dan ditutupi selimut, oleh Fardian.
“Haah... merepotkan saja,”gerutu Ambar sambil menghempaskan tubuh disofa depan pembaringan.
“Bu Ambar, saya akan menunggu diluar,”pamit Fardian
“Baiklah, terima kasih dan maaf telah merepotkan Anda.”
Fardian mengulum senyum, lalu melangkah pergi, lima menit berlalu, seorang dokter wanita datang dan langsung memeriksa Maya.
“Aku rasa, anda tak perlu cemas Bu Ambar, ini kabar yang sangat mengembirakan, Bu Maya hamil,”jelas dokter.
Ambar tampak shock mendengar penuturan sang dokter wanita.
“Ini tidak mungkin dokter, menantu saya mengkonsusi pil kontrasepsi, bagaimana ia bisa hamil?”
Dokter itu pun tersenyum, lalu menjawab pertanyan Ambar.”Mungkin, saja, kelewat satu hari atau beberapa hari, kemungkinan bisa terjadi pembuahan,”jawab dokter, sambil memasukan alat kesehatan ke dalam tasnya.
“Untuk memastikannya, besok pagi periksalah ke rumah sakit untuk melakukan serangakai test, nanti akan diketahui usia kehamilan Bu Maya dan bagaimana kondisi kesehatan janinnya,”suruh dokter
Setelah memberikan penjelasan, dokter itupun bergegas keluar kamar, sementara Ambar terlihat marah dan kesal, ia menatap Maya yang belum sadarkan diri.
‘Kamu harus tanda tangan peceraian itu Maya, sebelum kamu tahu akan kehamilanmu, ‘batin Ambar sambil mengepalkan telapak tanganya
Ambar berjalan menemui sang pengacara yang masih duduk di ruang tamu.
“Pak Fardian, tinggalkan berkas itu, setelah Maya sadar, aku akan mendapatkan tanda tanganya!”perintah Ambar.
“Baiklah Bu Ambar, berkas percerainya aku tinggal, setelah mendapat tanda tangan Maya, segeralah untuk memberitahukanku,”jawab Fardian.
Fardian meninggalkan rumah Ambar, tapi hatinya sangat mencemaskan Maya.
Sementara Ambar, segera menemui Siti, asisten rumah tangga kepercayaannya itu, kebetulan masih mencuci piring di dapur.
“Siti!”panggil Ambar
“Iya Noynya,”jawab Siti , langsung menghentikan aktivitsanya dan menoleh ke arah sang majikan
“Carikan obat pengugur kandungan, ternyata kamu teledor, Maya hamil!”Perintah Ambar dengan kesal
“Maaf, Nyonya, setiap malam aku tak pernah kelewat memberinya pil kontrasepsi,”jawab Siti tertunduduk gemetar.
“Seharusnya setelah memberikan pil itu, Bi Siti memastikan, Maya meminumnya, sekarang carilah jamu atau obat untuk mengugurkan janinya itu!”perintah Ambar
“Apa sebaiknya kita biarkan saja, Nyonya, kasihan, bayi yang tak bersalah itu,”balas Siti
“Diam, kamu Siti, sejak kapan kamu berani memerintahkku, sekali lagi kamu membantahku, aku pecat kamu!”ancam Ambar.
“Baik, Nyonya, saya akan segera mencari obat atau jamu untuk mengugurkan kandungan Non Maya,”jawab Siti.
Wanita berusai 40 tahun itu bergegas pergi, keluar rumah, sedangkan Ambar masih kesal, dan mondar-mandiri menunggu Siti.
Beberapa jam berlalu, Ambar sudah berada di kamar Maya, wanita muda itu masih terlihat memejamkan matanya, tak lama kemudian Maya membuka matanya
“Apa yang terjadi denganku, Bu?”tanya Maya ketika melihat sang mertua sudah duduk disofa.
“Kamu pingsan, karena kelelahan, sekarang kamu sudah sadar, cepat tanda tangan!”
“Sudah kubilang berapa kali, aku akan tanda tangan setelah aku berbicara dengan Mas Rendra,”sahut Maya berusaha bangkit dari duduknya.
“Kamu memang keras kepala, baiklah mungkin kau perlu bukti jika Rendra sudah tidak mencintaimu lagi,”Ambar berkata, lalu meletakan berkas perceraian diatas meja.
Pintu kamar tampak terbuka, terlihat Siti membawakan segelas ramuan jamu.
“Non Maya, aku buatkan jamu untuk Non Maya, kata dokter tadi, non Maya kecapean,”ucap Siti.
“Aku tidak mau minum apapun pemberianmu Bi Siti, pergilah dari kamar ini, aku ingin istirahat!”suruh Maya
“Maya...”gerutu Ambar kesal, lalu wanita baya itu meraih gelas berisi jamu
“Minum!”perintah Ambar
Maya menjadi geram, ia semakin curiga jika minuman itu mungkin racun, dengan cepat ditangkisnya gelas, hingga jatuh pecah .
Plak! “Kamu sekarang terang-terangan membantahku!”bentak Ambar sambil melayangkan tamparan di pipi Maya
“Kalian, ingin meracuniku!”sarkas Maya
“Itu bukan racun, Non Maya,”bantah Siti
“Aku tidak peduli, aku tidak percaya pada kalian, aku hanya ingin bertemu Mas Rendra!”teriak Maya
“Bi Siti, kita keluar!”perintah Ambar, lalu melangkah keluar dan menutup pintu dan menguncinya.
“Jangan biarkan Maya keluar dari rumah ini, sebelum menandatangani berkas perceraianya!”perintah Ambar pada Siti.
Siti, hanya mengangguk paham, dan tak kuasa menolak perintah sang majikan, walau hati kecilnya ia merasa kasihan pada Maya.
Pagi menyapa, Maya masih terlihat cemas dan sedih, sampai sekarang ponsel Rendra masih belum bisa dihubungi, batinya terkoyak, mungkinkah yang dikatakan Ambar benar, bahwa Rendra sudah tak bisa mempertahankan pernikahanya.
Dengan tangan gemetar diraihnya lembaran perceraian diatas meja, ditatapnya nanar dan beruarai air mata, tanda tangan Rendra, sudah terukir di lembaran kertas itu dengan sangat jelas.
Pendengaran Maya dipertajam, ketika mendengar suara langkah mendekati kamarnya, dan tak lama pintu terbuka.
“Baguslah kamu sudah bangun, “ucap Ambar lalu mendekati Maya.
“Kamu ingin bukti ‘kan, jika Rendra, sudah berniat mengakhiri pernikahannya denganmu, lihatlah ini!”perintah Ambar menunjukkan layar ponselnya, disana Rendra terlihat bercumbu mesra dengan Arnia.
Mata Maya seketika berkilat, menatap adegan yang begitu menjijikan, suaminya bertukar lidah, dengan wanita lain.
“Cepatlah beri cucu! Karena hanya seorang cucu yang bisa membuat aku menerimamu sebagai menantu. Jika kamu tidak bisa memberikan cucu padaku, Rendra akan menceraikanmu!” Dada Maya bergemuruh mendengar ucapan ibu mertuanya. Baru beberapa menit yang lalu suaminya berangkat ke kantor, dan mertuanya itu langsung mencecarnya. “Iya, Bu. Kami sudah berikhtiar setiap malam, demi memenuhi keinginan ibu,” kata Maya menahan perih di hatinya.“Kamu beruntung karena dicintai dan dikagumi oleh putraku. Gadis yatim piatu sepertimu pasti bangga menjadi anggota keluarga Dermawan.”Maya terdiam, kata-kata seperti itu selalu didengar oleh telinganya, seakan dirinya wanita yang tidak pantas bersanding dengan Rendra.“Iya, Bu, aku sangat beruntung,” sahut Maya, berusaha tidak memasukkan ucapan ibu mertuanya ke dalam hati. Ambar mendengus dan menatap Maya sinis. “Jangan hanya menjadi parasit di keluargaku, setidaknya kamu harus melahirkan keturunan keluarga Dermawan!” tegasnya. Maya hanya bisa menunduk
Sepulang dari klinik, Maya melihat sang ibu mertua sedang duduk sambil menikmati sore di taman rumahnya yang sangat luas itu. Ingin rasanya Maya bertanya, mengapa sang mertua memberinya pil kontrasepsi alih-alih vitamin sungguhan. Tapi niat itu diurungkan, percuma berdebat dengan ibu mertuanya yang memiliki kuasa atas semuanya di rumah ini. Maya lantas menghampiri Ambar. “Apa perlu Maya buatkan camilan untuk menemani sore Ibu?” tanyanya, berusaha meredakan amarah dalam dadanya.“Oh… kamu sudah pulang,” sahut Ambar acuh tak acuh. “Tidak usah, lebih baik kamu bantu Bi Siti memasak, nanti malam ada tamu spesial yang akan datang,” titah wanita itu.“Baik, Bu.”Maya bergegas menuju dapur untuk memenuhi perintah sang ibu mertua.Sesampainya di dapur, Maya menatap lekat Bi Siti. Ia berpikir wanita yang berusia 40 tahunan itu juga ikut andil dalam rencana busuk Ambar.“Bi... aku ingin tahu, vitamin apa yang diberikan Ibu padaku setiap malam?”Siti tampak terkejut mendengar pertanyaan tiba-t
Mendengar ucapan ibu mertuanya yang lagi-lagi merendahkannya, Maya hanya bisa menghela napas pelan. Setelah terlihat mobil Arnia menghilang di balik pagar tinggi rumahnya, Ambar pun masuk ke dalam rumah.“Bi Siti, antar vitamin itu pada Maya, suruh ia meminumnya!” perintah Ambar pada sang asisten rumah tangga.“Baik, Nyonya,” jawab Siti dengan sangat patuh.Siti beranjak ke dapur, membuka salah satu laci kabinet, kemudian meraih tablet dan mengeluarkan dari bungkusnya. Setelah itu ditaruhnya di nampan beserta segelas air mineral.Diam-diam, Maya memperhatikan apa yang dilakukan Siti, hingga wanita berdaster longgar itu berjalan ke arah tangga, tapi Maya mencegat langkahnya.“Bi Siti, itu untukku ‘kan? Sini biar aku bawa ke kamar, nanti aku minum,” pinta Maya, seraya meraih nampan kecil dari tangan Bi Siti.“Non Maya masih di bawah to, saya kira sudah di kamar,” kata Siti.Maya hanya mengulum senyum, dan melangkahkan kakinya menuju lantai atas. Sesampainya di kamar, pil yang diberikan
Hari ini, Maya kembali menjumpai dokter kandungan untuk melakukan konsultasi. “Dokter, beberapa hari ini saya sudah tidak mengkonsumsi obat kontrasepsi. Apakah kesuburanku tidak terganggu karena terlalu lama mengkonsumsinya?”“Jangan khawatir, begitu Bu Maya tidak mengkonsumsinya, maka siklus akan kembali normal. Perbanyak mengkonsumsi sayur dan buah ya. Jika dalam tiga bulan Anda belum hamil, kita akan melakukan program hamil bersama suami Bu Maya,” kata dokter memberikan saran.Maya hanya terdiam, ia berharap akan segera hamil dalam waktu satu bulan ini. “Baik, Dokter, terima kasih,” kata Maya tampak pasrah.Maya berjalan keluar klinik dan langsung pulang. Sesampainya di rumah mewah milik mertuanya, terlihat ada sebuah mobil asing yang terparkir di halaman.Di sofa ruang tamu, ada seorang pria berpenampilan rapi sedang berbincang dengan Ambar.Pria itu menoleh ke arah pintu depan, ketika terdengar langkah kaki Maya yang memasuki rumah.Sesaat Maya dan pria itu saling tatap, kemud
Waktu menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Rendra belum juga pulang. Maya terlihat khawatir. Sejak sore tadi, ponsel suaminya tidak bisa dihubungi. Tapi tak lama sebuah pesan masuk, bergegas Maya meraih ponselnya dan senyum mengembang di bibir ranumnya.{Aku tidak pulang malam ini, ada meeting dadakan di Bandung, kamu tidurlah dulu.}Chat dari Rendra membuat Maya bernapas lega, meski hal itu sedikit mengusiknya sebab tak biasanya suaminya pergi mendadak. Namun, Maya segera merebahkan tubuhnya di kasur, tanpa suami di sampingnya.Hingga pagi menyapa, Maya perlahan bangkit dan membuka korden kamarnya. Hawa sejuk dihirupnya, tapi tiba-tiba rasa mual menyergap. Dengan setengah berlari, ia pun menuju kamar mandi, memuntahkan cairan kekuningan yang terasa pahit.Maya membasuh mukanya, entah kenapa pagi ini terasa berbeda dengan tubuhnya, rasa pening tiba-tiba datang menyerang kepalanya, hingga Maya memutuskan berbaring lagi di tempat tidur.Maya menoleh ke arah pintu ketika terdengar suara