“Cepatlah beri cucu! Karena hanya seorang cucu yang bisa membuat aku menerimamu sebagai menantu. Jika kamu tidak bisa memberikan cucu padaku, Rendra akan menceraikanmu!”
Dada Maya bergemuruh mendengar ucapan ibu mertuanya. Baru beberapa menit yang lalu suaminya berangkat ke kantor, dan mertuanya itu langsung mencecarnya. “Iya, Bu. Kami sudah berikhtiar setiap malam, demi memenuhi keinginan ibu,” kata Maya menahan perih di hatinya. “Kamu beruntung karena dicintai dan dikagumi oleh putraku. Gadis yatim piatu sepertimu pasti bangga menjadi anggota keluarga Dermawan.” Maya terdiam, kata-kata seperti itu selalu didengar oleh telinganya, seakan dirinya wanita yang tidak pantas bersanding dengan Rendra. “Iya, Bu, aku sangat beruntung,” sahut Maya, berusaha tidak memasukkan ucapan ibu mertuanya ke dalam hati. Ambar mendengus dan menatap Maya sinis. “Jangan hanya menjadi parasit di keluargaku, setidaknya kamu harus melahirkan keturunan keluarga Dermawan!” tegasnya. Maya hanya bisa menunduk tidak berdaya. Ambar hampir beranjak, tapi ia melihat Maya sekali lagi dengan tatapan menilai. “Satu lagi, perbaiki penampilanmu ini. Jangan membuat keluargaku malu dengan wajah kusam dan badan yang tidak terurus seperti itu!” Maya tertegun. Tangannya terangkat untuk mengusap wajahnya yang berpoles makeup tipis, lalu melihat tubuhnya yang melebar dari hari ke hari. Belakangan ini, Maya memang merasa perubahan pada tubuhnya. Ia tidak lagi langsing seperti dulu, wajahnya juga mendadak terlihat kusam. Padahal Maya selalu berhati-hati dan selektif dalam memilih kosmetik. Maya menghela napas panjang. Tidak ingin pusing memikirkan penampilannya, ia segera bersiap pergi ke sebuah klinik kandungan. Ia sudah ada janji dengan seorang dokter untuk memeriksa kesuburannya. Niatnya memeriksakan diri ke dokter tanpa sepengetahuan suaminya, karena Maya ingin memastikan kesuburan dirinya. “Anda datang sendiri?” tanya seorang dokter di depannya. “Untuk saat ini saya dulu yang diperiksa, saya hanya ingin memastikan apakah kesuburan saya ada masalah?” “Bisa, Bu Maya, tapi alangkah baiknya, jika suami Anda juga sama-sama diperiksa.” “Mungkin lain kali suami saya juga periksa.” “Baiklah, kita mulai beberapa tes laboratorium,” kata dokter. Kemudian dokter memulai memeriksa urine dan darah Maya. Hati wanita muda itu tidak tenang, ia takut dirinyalah yang bermasalah dengan kesuburan. Sebab sudah hampir satu tahun ia tak kunjung hamil. “Besok hasil dari tes bisa diketahui Bu Maya,” ucap dokter. Maya mengangguk dan beranjak pergi, dan berharap tidak terjadi sesuatu dengan rahimnya dan kesuburannya. *** Malam ini, Maya dan Rendra pulang cukup larut karena menghadiri acara perjamuan bisnis suaminya di sebuah restoran mewah. Seorang ART di rumah itu tergopoh-gopoh menghampiri Maya yang hendak masuk ke dalam kamar. “Non Maya, jangan lupa minum vitaminnya,” kata wanita tua itu sembari menyodorkan sebuah pil berbentuk bulan dan berwarna putih serta segelas air putih. Maya memang rutin minum vitamin atas perintah ibu mertuanya. Katanya, vitamin itu adalah suplemen khusus untuk meningkatkan kesuburan. Maya mengangguk dan mengambil alih vitamin itu, lalu masuk ke dalam kamar. Baru saja mau memasukkan pil itu ke dalam mulut, tiba-tiba Rendra yang baru keluar dari kamar mandi langsung memeluk Maya, membuat pil di tangan wanita itu terjatuh dan terlempar entah ke mana. “Kamu cantik sekali, Sayang,” bisik Rendra sambil melayangkan ciuman di leher sang istri. Rendra membantu Maya melepas resleting gaunnya. Punggung mulus Maya yang terekspos itu selalu berhasil membuat Rendra selalu bergairah. Terpantik sentuhan-sentuhan yang memabukkan, Maya sampai lupa dengan vitamin yang harus dia minum. Malam itu, ia dan Rendra terlibat gairah cinta yang membara sepanjang malam. Pagi harinya, wajah Rendra dan Maya berseri setelah aktivitas keduanya semalam. Seperti biasa, Rendra langsung ke kantor usai sarapan. Sedangkan Maya membantu membersihkan meja makan setelah kepergian sang suami. “May, semalam kamu tidak lupa ‘kan, minum vitamin yang telah Bi Siti siapkan?” tanya Ambar begitu tiba di meja makan. “Maya sudah minum, Bu,” bohong Maya. Tidak mungkin ia mengaku bahwa vitamin itu jatuh hingga tak terlihat. Ia tak ingin ibu mertuanya itu marah besar karena tidak melakukan apa yang diminta. Ambar tersenyum simpul. “Itu vitamin supaya kamu cepat hamil, kamu masih ingat ‘kan, perjanjian kita? Jika dalam waktu satu tahun kamu tidak hamil, kalian harus berpisah. Biarkan Rendra menikah dengan wanita pilihanku.” Maya menelan ludah pahit. “Maya masih ingat dengan kesepakatan itu,” katanya. Ia tak mungkin lupa, sebab hampir setiap hari Ambar mengatakan tuntutan dan ancaman yang sama. Setelah selesai dengan pekerjaan rumah, Maya pergi ke klinik kandungan untuk mendapatkan hasil tes yang kemarin ia lakukan. Di hadapannya, dokter yang kemarin memeriksanya, menyerahkan lembaran berkas dengan raut wajah serius. “Bu Maya, bagaimana Anda akan cepat hamil, jika Anda mengkonsumsi zat yang mencegah kehamilan?” Deg! Jantung Maya seolah berhenti mendengar ucapan dokter itu. Wajahnya yang memucat tampak terkejut sekaligus bingung. “A-apa maksud Dokter?” tanyanya. “Saya hanya mengkonsumsi vitamin yang diberikan oleh mertua setiap malam.” Dokter tampak menghela napas. “Dalam laporan hasil tes ini, menunjukkan jika dalam tubuh Bu Maya terdapat zat estrogen dan progesteron, kedua zat itu biasanya ada di obat pencegah kehamilan,” jelasnya. Maya terdiam. Kepalanya berpikir dengan cepat. Hanya ada satu kemungkinan … dan itu membuat Maya marah sekaligus sedih. ‘Jadi selama ini aku mengkonsumsi pil kontrasepsi,’ batin Maya getir. ‘Sejak malam pertama pernikahanku, Bu Ambar sudah memberikan aku pil kontrasepsi dengan dalih memberiku vitamin supaya cepat hamil.’ Maya mengusap embun bening menumpuk sudut matanya. Pernikahan yang menurutnya sudah mendapatkan restu, ternyata ingin dihancurkan oleh mertuanya. “Baiklah, Dokter, terima kasih atas penjelasannya,” kata Maya dengan suara parau. “Iya, Bu Maya. Anda bisa datang lagi untuk konsultasi masalah program hamil, dan saya sarankan datang dengan suami Bu Maya, agar hasilnya lebih efektif,” saran dokter tersebut. Namun, pikiran Maya sudah tidak berada di sana. Untuk apa melakukan program kehamilan apabila sejak awal ibu mertuanya tak ingin ia punya anak?Sepulang dari klinik, Maya melihat sang ibu mertua sedang duduk sambil menikmati sore di taman rumahnya yang sangat luas itu. Ingin rasanya Maya bertanya, mengapa sang mertua memberinya pil kontrasepsi alih-alih vitamin sungguhan. Tapi niat itu diurungkan, percuma berdebat dengan ibu mertuanya yang memiliki kuasa atas semuanya di rumah ini. Maya lantas menghampiri Ambar. “Apa perlu Maya buatkan camilan untuk menemani sore Ibu?” tanyanya, berusaha meredakan amarah dalam dadanya.“Oh… kamu sudah pulang,” sahut Ambar acuh tak acuh. “Tidak usah, lebih baik kamu bantu Bi Siti memasak, nanti malam ada tamu spesial yang akan datang,” titah wanita itu.“Baik, Bu.”Maya bergegas menuju dapur untuk memenuhi perintah sang ibu mertua.Sesampainya di dapur, Maya menatap lekat Bi Siti. Ia berpikir wanita yang berusia 40 tahunan itu juga ikut andil dalam rencana busuk Ambar.“Bi... aku ingin tahu, vitamin apa yang diberikan Ibu padaku setiap malam?”Siti tampak terkejut mendengar pertanyaan tiba-t
Mendengar ucapan ibu mertuanya yang lagi-lagi merendahkannya, Maya hanya bisa menghela napas pelan. Setelah terlihat mobil Arnia menghilang di balik pagar tinggi rumahnya, Ambar pun masuk ke dalam rumah.“Bi Siti, antar vitamin itu pada Maya, suruh ia meminumnya!” perintah Ambar pada sang asisten rumah tangga.“Baik, Nyonya,” jawab Siti dengan sangat patuh.Siti beranjak ke dapur, membuka salah satu laci kabinet, kemudian meraih tablet dan mengeluarkan dari bungkusnya. Setelah itu ditaruhnya di nampan beserta segelas air mineral.Diam-diam, Maya memperhatikan apa yang dilakukan Siti, hingga wanita berdaster longgar itu berjalan ke arah tangga, tapi Maya mencegat langkahnya.“Bi Siti, itu untukku ‘kan? Sini biar aku bawa ke kamar, nanti aku minum,” pinta Maya, seraya meraih nampan kecil dari tangan Bi Siti.“Non Maya masih di bawah to, saya kira sudah di kamar,” kata Siti.Maya hanya mengulum senyum, dan melangkahkan kakinya menuju lantai atas. Sesampainya di kamar, pil yang diberikan
Hari ini, Maya kembali menjumpai dokter kandungan untuk melakukan konsultasi. “Dokter, beberapa hari ini saya sudah tidak mengkonsumsi obat kontrasepsi. Apakah kesuburanku tidak terganggu karena terlalu lama mengkonsumsinya?”“Jangan khawatir, begitu Bu Maya tidak mengkonsumsinya, maka siklus akan kembali normal. Perbanyak mengkonsumsi sayur dan buah ya. Jika dalam tiga bulan Anda belum hamil, kita akan melakukan program hamil bersama suami Bu Maya,” kata dokter memberikan saran.Maya hanya terdiam, ia berharap akan segera hamil dalam waktu satu bulan ini. “Baik, Dokter, terima kasih,” kata Maya tampak pasrah.Maya berjalan keluar klinik dan langsung pulang. Sesampainya di rumah mewah milik mertuanya, terlihat ada sebuah mobil asing yang terparkir di halaman.Di sofa ruang tamu, ada seorang pria berpenampilan rapi sedang berbincang dengan Ambar.Pria itu menoleh ke arah pintu depan, ketika terdengar langkah kaki Maya yang memasuki rumah.Sesaat Maya dan pria itu saling tatap, kemud
Waktu menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Rendra belum juga pulang. Maya terlihat khawatir. Sejak sore tadi, ponsel suaminya tidak bisa dihubungi. Tapi tak lama sebuah pesan masuk, bergegas Maya meraih ponselnya dan senyum mengembang di bibir ranumnya.{Aku tidak pulang malam ini, ada meeting dadakan di Bandung, kamu tidurlah dulu.}Chat dari Rendra membuat Maya bernapas lega, meski hal itu sedikit mengusiknya sebab tak biasanya suaminya pergi mendadak. Namun, Maya segera merebahkan tubuhnya di kasur, tanpa suami di sampingnya.Hingga pagi menyapa, Maya perlahan bangkit dan membuka korden kamarnya. Hawa sejuk dihirupnya, tapi tiba-tiba rasa mual menyergap. Dengan setengah berlari, ia pun menuju kamar mandi, memuntahkan cairan kekuningan yang terasa pahit.Maya membasuh mukanya, entah kenapa pagi ini terasa berbeda dengan tubuhnya, rasa pening tiba-tiba datang menyerang kepalanya, hingga Maya memutuskan berbaring lagi di tempat tidur.Maya menoleh ke arah pintu ketika terdengar suara
Maya mencoba menghubungi Rendra, tapi ponselnya tidak aktif, wanita itu terlihat sangat kesal. Lalu tatapannya mengarah tajam pada Ambar.“Apa rencana ibu sebenarnya, jika ibu menginginkan yayasan itu, Maya akan berikan, tapi tolong jangan pisahkan Maya dengan Mas Rendra, hanya dia yang Maya punya saat ini,”pinta Maya dengan nada permohonan.“Apa istimewanya dirimu Maya, hingga mendiang suamiku memilih dirimu untuk menjadi menantu dan menyerahkan yayasan Mery gold padamu!”sarkas Ambar.“Ibu menginginkan Mery Gold, ambilah, akan aku berikan, tolong jangan campuri lagi pernikahanku dengan Mas Rendra,”pinta Maya sekali lagi kali ini ia memohon sambil berlutut di depan ibu mertuanya.“Mery gold akan menjadi miliku tanpa kamu akan menyerahkannya, sebentar lagi Kamu dan Rendra akan bercerai, dan semuanya otomatis akan pindah ke tanganku, “jawab Ambar dengan menyilangkan kedua tanganya di dadaMaya bangkit dari jongkoknya, dan menatap sinis wanita dengan potongan rambut bob itu.“Ibu memberi