Rizal tersentak, kemudian geleng-geleng kepala, lantas mengurut kening. Ternyata Harry masih sama keras kepalanya seperti dulu. Setelah apa yang terjadi padanya?Rizal benar-benar tidak habis pikir dengan Abangnya itu. "Terserah kau saja lah, Bang! Aku sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan kau lakukan! Aku sudah capek menasehatimu berkali-kali tapi tidak pernah kau dengarkan!" Rizal berseru jengkel. Pak Harry terlihat tak terpengaruh dengan kekesalan Rizal. Wajahnya malah mengeras. Berkata lagi dengan gigi gemeretak."Zal...seharusnya kau itu mendukungku, bukannya malah menyalahkanku seperti itu! Seharusnya kau itu bisa memahami posisiku saat ini. Aku dikhianati oleh orang kepercayaanku. Aku tidak bisa menerima hal itu, Zal!" Kening Rizal berkerut, menatap Pak Harry lagi.Belum sempat Rizal menimpali, Pak Harry sudah bicara lagi dengan emosi yang membara. "Aku harus membuat Gading mati di tanganku!"Rizal mendengus, ia benar-benar sudah jengah menghadapi Harry. Bebal se
Muka Pak Harry jadi semakin tertekuk, pasti saat ini ia terlihat sangat mengenasakan di mata Pak Damar. "Setelah kau menyuruh anak buahmu untuk membuatku babak belur dan sampai masuk rumah sakit. Sekarang, aku melihatmu dalam keadaan cacat begini karna kau mengalami kecelakaan? Itu adalah balasan yang sangat setimpal, Harry." Lanjut Pak Damar. Seringaian lebar kembali menghiasi bibirnya. Bukannya dia senang melihat orang lain kesusahan, tapi apa yang dialami oleh Pak Harry itu tentu saja adalah sebuah pengecualian, karena dia memang pantas mendapatkannya."Ya...sepertinya itu adalah karma untukku, Pak Damar...aku baru menyesali perbuatanku kepada Pak Damar sekarang...maafkan aku ya, Pak Damar karna dulu aku sudah buatmu sengsara dan sampai masuk rumah sakit...sekali lagi...aku minta maaf..." Jawab Pak Harry dalam tundukan kepala. Saat ini ia merasa kerdil di hadapan Pak Damar. Berbeda sekali dengan dulu. Pak Harry langsung bisa mencerna situasi dengan cepat, dengan hanya melihat da
Pak Harry dan Raisa tersentak secara bersamaan begitu mendengarnya, mencerna dalam sepersekian detik.Kemudian, saling bertukar pandang satu sama lain, tengah menyamakan frequensi.Ruang tamu mendadak lengang. Raisa dan Pak Harry terdiam. Tengah memikirkan syarat yang diajukan oleh Pak Damar tersebut. Sementara Pak Damar menunggu keputusan mereka berdua sembari menenggak minuman di atas meja yang sedari tadi belum tersentuh sama sekali. Air minum itu terasa segar saat melewati tenggorokannya, sebab ia juga baru saja marah-marah, meluapkan emosi yang membuat energinya terkuras habis.Pak Damar yakin sekali jika Pak Harry setuju akan memberikan saham perusahaan miliknya sebesar 50 persen kepada dirinya. Ia sudah mendengar semua keluhan, keputusasaan dan ketidakmampuan mereka berdua dalam merebut hak mereka kembali dari tangan seseorang yang telah mengkhianati mereka. Pak Damar melihat hal itu sebagai peluang bisnis, bisa untuk menambah sumber penghasilan dan sekalian untuk memberi
Dion dan Dimas lalu menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh Anggia. Memperjelas apa yang telah dijelaskan oleh Dimas sebelumnya.Anggia tersentak, sesekali keningnya berkerut, sesekali rahangnya mengeras, sesekali juga mengangguk-angguk. Anggia terdiam untuk beberapa saat setelah keduanya telah selesai menjelaskan. Selagi menunggu Anggia merespon, kedua orang itu kembali saling menenggak minuman di tangan masing-masing sambil menahan senyumnya. Sudah tidak sabar. "Orang itu kaya raya, Mbak Anggia. Kamu dan anakmu akan hidup bahagia nantinya kalau kamu berhasil meyakinkan lelaki itu!" Kata Dion. Mencoba mempengaruhi pikiran Anggia supaya mau diajak bekerja sama. "Dan selain itu, kamu juga akan mendapat bayaran yang tinggi dari kami berdua kalau kamu berhasil melaksanakan tugasmu dengan baik." Sambung Dimas setelah itu. Anggia menatap Dion dan Dimas bergantian, tapi tidak kunjung bersuara. Tiba-tiba rahang Anggia menggeras, tampak berpikir. Ia memperbaiki posisi duduk lebih
Aliando mengusap wajah dengan kasar, menatap lekat sang Ayah seraya berkacak pinggang."Kalau Ayah enggak tau caranya, enggak punya ide dan rencana sama sekali, kenapa Ayah sok-sok an bilang mau membantu merebut semua kekayaan Pak Harry dari tangan musuhnya?!" Aliando berseru kesal. Kemudian, Aliando menghembuskan napas berat, melanjutkan kalimatnya. "Ayah...dengarkan Al...yang akan Ayah hadapi itu...bukan orang sembarangan...mereka adalah kelompok mafia, Ayah! Sangat berbahaya!"Pak Damar balas menghela napas. Dia tahu itu. Ia juga tahu kalau tindakannya itu bisa dibilang bodoh. Ceroboh. Tapi ia sudah terlanjur. Sudah tidak bisa mundur lagi. Satu-satunya cara adalah dengan meminta bantuan kepada putranya. Apalagi putranya itu pernah membantu menyerang markas musuhnya Pak Harry dan berhasil mengalahkannya. Aliando yang sekarang sudah jadi orang yang berkuasa. Siapa yang berani menyinggungnya, mencari masalah dengannya, maka, tamat sudah riwayatnya! "Kan ada kamu, Al. Masak
"Emang aku udah enggak mau berhubungan sama mereka lagi, Nad seperti janjiku sama kamu --tapi kalau kali ini itu benar-benar idenya Ayah. Enggak ada hubungannya sama sekali sama aku." Jelas Aliando.Setelahnya harap-harap cemas karena tidak ingin emosi Nadine jadi meluap. Aliando menghela napas, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Ayah udah terlanjur bilang seperti itu sama mereka, sayang dan Ayah meminta bantuan kepadaku karna Ayah tidak ada ide dan rencana sama sekali. Aku terpaksa mengiyakan mau membantu Ayah karna yang akan Ayah hadapi itu adalah kelompok mafia. Mereka sangat berbahaya, sayang. Ak-aku tidak mau Ayah kenapa-napa nantinya." Kata Aliando lagi. Suaranya melemah di ujung kalimat. Mata Nadine membeliak seketika itu. Menatap suaminya dan Pak Damar bergantian. Benar kah hal itu?Nadine menelan ludah, jadi ikutan mencemaskan Ayah mertuanya. Ia juga tidak mau jika terjadi sesuatu dengan Ayah mertuanya. "Iya. Itu benar, Nad. Benar apa yang barusan dikatakan oleh Alia
Mobil terus berdatangan silih berganti, berhenti di halaman rumahnya Rizal, mobil-mobil itu menurunkan para tukang pukul, yang kemudian langsung bergabung dengan para tukang pukul lainnya. Semangat Raisa langsung membara seketika itu tatkala melihat aktivitas yang sedang dilakukan oleh para tukang pukul -yang sedang melakukan persiapan untuk nanti malam.Raisa terkejut saat Ferdian, Heru dan Reza (mereka adalah anak buahnya yang tetap setia kepada Ayahnya dan dirinya) -datang dengan membawa pasukan.Tentu saja Raisa sangat senang. Ternyata mereka bertiga berhasil merekrut tambahan pasukan dan hal itu pasti akan menambah kekuatan. Mereka bertiga berkata kepada Raisa kalau tukang pukul yang mereka bawa itu adalah campuran dari tukang pukul sebelumnya (yang memilih setia) dan tukang pukul baru. Mendengar hal tersebut, membuat Raisa jadi sedikit terharu. Ternyata masih ada anak buahnya yang setia. Raisa dan Pak Harry merasa sudah cukup dengan pasukannya saat ini, kekuatannya suda
"Eh, pengkhianat. Aku menelfonmu itu bukan mau berbasa-basi denganmu. Aku menelfonmu itu karna mau memberitahu kalau malam ini --aku akan menyerangmu dan aku akan merebut kembali semua apa yang sudah kamu rebut dari kami sebelumnya!" Ucap Raisa dengan suara lantang. Kedua matanya menyala-nyala -memancarkan aura kemarahan. Namun ucapan Raisa malah mendapat sambutan gelak tawa di sebrang sana. Ucapan Raisa yang penuh percaya diri itu malah dianggap sebuah lelucon oleh Gading.Mendengar Gading yang malah tertawa, membuat Raisa jadi geram. Gading tidak percaya? Jika ia bisa melakukan hal itu?Raisa mendengus sebal, satu tangannya terkepal kuat. Namun Raisa tak sengaja melihat jika Ayahnya sedang memberi kode kepadanya, ia pun langsung melirik Ayahnya -yang seakan-akan menyuruh dirinya untuk jangan tersulut emosi.Raisa mengangguk, menurut. Kemudian, memejamkan matanya kuat-kuat, mencoba menekan amarahnya supaya tidak meledak-ledak saja detik ini juga. Ayahnya itu benar. Lebih baik