Di ruang tamu rumah Nengsih, Asih duduk sembari menautkan jemari kasarnya. kedua pahanya bergetar lantaran perasaan yang tak karuan. Malu, itulah yang Ia rasakan saat ini.Namun, ia akan menanggalkan rasa itu demi putrinya. Selama Beni dan Nengsih tak tahu apa yang telah keluarganya perbuat pada mereka, ia akan bersikap selayaknya orang yang patut dikasihani.Hatinya sudah terlanjur sakit melihat penderitaan Tiara setelah diceraikan oleh Beni. Akalnya telah tertutup oleh kerakusan juga dengki."Bu Asih," sapa Nengsih, ia bergegas menghampiri wanita sepuh yang tengah duduk.Sementara Beni berjalan dengan perasaan tak menentu saat melihat mantan mertuanya. Ia menjabat tangan itu sebagai bentuk sopan santun. Jauh dalam hatinya, Beni sangat keberatan dengan kedatangan Asih, ia takut kalau kehadiran wanita tua itu akan menghancurkan kembali rumah tangganya."Maaf sebelumnya karena lancang datang ke sini," ujar Asih seraya menunduk, ia menampakkan wajah gelisah yang dilancarkan wajah tuanya
Mentari terbenam, menyisakan malam yang dihiasi bintang-bintang. Syadea tengah menatap deburan ombak sembari melakukan video call dengan Abizar.Malam ini, seluruh keluarga Dian sudah berkumpul di resort milik Radit yang dijadikan tempat untuk pernikahan Citra dan Boy. Angin malam mengibaskan pashmina yang dikenakannya."Gimana kak Maira, dia udah bisa senyum belum?" tanya Syadea dengan hati yang sendu. Bukan karena ia memikirkan Farel, tetapi ia mendengar cerita dari Abizar kalau sepupunya itu nampak tak bahagia."Sekarang sih gue gak tahu ya, tapi dua minggu yang lalu gue dengar kalau ternyata kak Maira itu suka sama Kak Boy. Bahkan, gue pernah dengar kalau Kak Boy itu pernah melamar Kak Maira, tapi ditolak, entah deh apa alasannya," ujar Abizar."Serius kak Maira suka sama Kak Boy?" tanya Syadea dengan mata membulat, ia hampir tak menyangka kalau calon kakak iparnya adalah lelaki yang sangat dicintai oleh sepupunya."Iya, tapi gue yakin mereka udah pada dewasa, jadi mereka bisa ber
Farel gegas menarik lengannya dari pundak Maira yang sengaja ditempelkan. Lelaki itu salah tingkah dibuatnya. Ia pun tak menyangka kalau wanita kaku seperti Maira bisa menggodanya."Kenapa?"Maira menangkap tangan Farel sebelum lelaki itu berhasil menjauhkannya. Ia menggenggam jemari Farel erat sembari terus menatap suaminya dalam.Jauh dalam hatinya, Maira deg-degan tak karuan. Namun, ia ingat pesan ustazah Maryam kalau seorang istri harus meninggalkan rasa malu demi meraih keridhaan suaminya."Mai, kamu kesambet, ya?"Farel meletakan tangan satunya lagi di kening Maira, ia merasa aneh dengan apa yang dilakukan istrinya. Namun, tak dipungkiri ia merasa sangat senang dengan perlakuan istimewa ini."Enggak, emang gak boleh godain suami sendiri?" tanya Maira dengan menunjukkan wajah yang kian menggemaskan..Mendengar pertanyaan istrinya dengan ekspresi seperti itu, membuat hati Farel berbunga. Lelaki itu lantas membalas tatapan istrinya dengan mencondongkan wajah ke arahnya."Jadi aku s
Setelah menuntaskan kewajibannya, Farel bersandar pada dipan kasur. Sementara Maira merebahkan kepala di dada bidang suaminya."Terima kasih sudah mau menjalani hidup bersamaku, ya." Farel mengelus-elus kepala istrinya dengan penuh perasaan."Aku benar-benar gak nyangka bisa sedekat ini sama siluman yang tiba-tiba masuk ke kamar lewat jendela," jawab Maira dengan tatapan menerawang. Sesekali ia tersenyum membayangkan malam itu."Saat itu mungkin aku marah, akupun kecewa, terlebih saat Opa dan Papa langsung memutuskan untuk menikahkan kita. Tapi, sekarang aku mengerti, inilah yang disebut keajaiban," kata Farel sembari memerhatikan wajah cantik Maira yang seakan-akan telah menghipnotisnya."Ya, keajaiban. Jodoh memang tak mampu disangka arah kedatangannya. Aku berharap, setelah ini kita berusaha saling mencintai karena Allah. Saling bergandengan tangan seperti ini apapun yang terjadi, ya," kata Maira. Ia mengeratkan tautan jemarinya dengan sang suami kemudian menciumnya.Air mata wanit
"Lu gila ya ngomong begitu sama Kak Maira?"Abizar menarik lengan Syadea setelah jaraknya dengan gadis itu berdekatan."Lo pegang-pegang tangan gue, tau!"Syadea melirik ke arah jemari yang digenggam dan ditarik oleh lelaki yang merupakan sahabatnya. Sejenak Abizar pun melirik ke arah jemarinya yang refleks. Ia tahu, meskipun berteman tetapi Syadea tak ingin bermudah-mudah untuk bersentuhan. Walaubagaimanapun keduannya adalah dua insan berlawanan jenis."Iya, sorry."Abizar lantas melepaskan genggaman tangannya pada Syadea, tetapi kali ini Ia menatap wajah cantik nan imut di hadapannya."Gue cuma kesel aja, kenapa sih Kak Maira beruntung banget. Dia bisa dicintai sama Kak Boy, dia juga mendapatkan Pak Farel," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.Abizar terdiam sejenak, ditatapnya netra gadis nan cantik itu dalam. Jauh dalam hatinya Ia mengerti dengan perasaan juga kekhawatiran Syadea. Hanya saja, menurutnya gadis itu berlebihan."Dea, meskipun Kak Boy mencintai Kak Maira, tapi gue yakin
Citra membirai senyum nan lebar kala kaki jenjang itu melangkah menuju kehidupan baru, kehidupan yang selama ini hanya hadir di dalam mimpi.Begitupun Boy, matanya tak berkedip menatap Citra. Kecantikan istrinya seakan-akan membuat hatinya bergetar dahsyat. Ia bahagia, tetapi sekaligus tersiksa sebab melihat Maira yang berada di samping sang istri tengah melangkah ke arahnya. Tatapan Maira laksana busur panah yang menancap langsung di jantungnya.Namun, Boy segera beristighfar, diam-diam ia menghela napas untuk menetralkan perasaannya. Tak mudah menghilangkan seseorang yang sudah masuk ke dalam hati, tetapi ia tak ingin mengagumi bidadari orang lain kendatipun begitu indah. Boy sadar semua tak lagi sama setelah akad terucap. Kini, ia ingin fokus pada miliknya saja."Di sini Citra, duduk, Nak."Radit dan Rian ikut membantu memapah Citra yang kecantikannya bak seorang putri. Dengan wajah sendu kedua lelaki itu menuntunnya duduk di samping Boy. Ada bahagia, sedih juga haru tercampur di d
"Terima kasih, Mai."Citra tersenyum sembari memeluk erat sepupunya. Pun Maira, air matanya merangsek membanjiri netra lentiknya."Sama-sama," jawab Maira."Semoga kita sama-sama bahagia dengan pasangan kita, ya." Citra berbisik lagi."Aamiin."Setelah puas berpelukan dengan sepupu yang juga sekaligus sahabatnya, Maira lantas menggenggam tangan sang suami di depan pengantin.Dada Boy sempat berdetak kencang saat melihatnya, tetapi ia berusaha menetralkan lagi dengan menatap istrinya."Ayo foto," ajak Citra."Ayo, siap."Maira menanggaapi dengan antusias, ia tak ingin ada yang peka sedikitpun dengan perasaannya. Maira lantas memposisikan diri di sebelah kanan Citra, sementara para suami memeluk istrinya masing-masing."Satu ... dua ... tigaa!"Foto dibidik tepat saat Citra dan Maira tersenyum pada pasangannya masing-masing."Oke," kata fotografer sembari mengangkat jempolnya.Namun, baru saja Maira dan Farel hendak turun, Syadea yang berwajah ceria berlari ke arah mereka dan mengajakny
Citra membirai senyum dari bibir manisnya, tubuh tanpa gamis dan hijab membuatnya nampak seksi. Kulit nan mulus dan terawat membuat Citra kian indah. Sehingga membuat Boy terpana pada kecantikan Citra yang belum pernah dilihatnya."Kamu mau mandi? Kalau mau mandi silakan, nanti aku beresin kamarnya," kata Citra dengan suara lembut, ia masih sangat malu. Namun, ia memberanikan diri dan melawan semua rasa malunya demi menyenangkan suami.Boy bangkit, lelah karena hampir seharian menerima tamu seakan-akan hilang begitu saja. Ia pun mengangguk dan berjalan menghampiri istrinya."Aku mandi dulu, ya."Boy nampak gugup, ia melangkah ke kamar mandi tetapi tak membawa handuk yang dipersiapkan oleh Citra. Sehingga, kening wanita itu mengerut melihat wajah gugup suaminya.Di dalam kamar mandi, Boy tersadar kalau handuk dan baju gantinya tertinggal. Meski sudah halal, ia masih cukup malu untuk keluar tanpa berbusana di depan Citra. Namun, untuk balik lagi pun ia sungkan karena merasa gugup bertem