"Menjauh dariku," teriak salah satu dari mereka. Seharusnya kalimat itu diucapkan oleh Mikaila, tetapi aneh karena justru ia dapati suara cemprengnya berubah menjadi suara laki-laki dewasa yang berat. "Ah, apa yang terjadi pada suaraku? Hallo? Tes, satu, dua."
Dua matanya membola, menutup bibir sendiri karena sensasi terkejut. "Apa aku sakit tenggorokkan?"
Sementara sosok yang ia kenali sebagai dirinya, berada di atas, menahan bobot tubuh menaungi Mikaila yang berada di bawah.
"Siapa kau?"
"Aku Griffin, dewa kegelapan."
"Dewa kejahatan? Kau penjahat ya, ternyata. Kenapa kau jadi aku dan aku jadi kau?"
Lelaki yang baru memperkenalkan diri sebagai Dewa kegelapan itu ingin membetulkan julukan yang diberi Mika, tetapi terlalu malas.
Bukan itu sekarang yang penting, tetapi penyebab kenapa tubuh mereka saling bertukar. Mika menjadi lelaki misterius penghuni tempat aneh, dan sebaliknya, lelaki itu menempati raga Mika.
Histeria menyergap jiwa. Mika kembali memekik kencang. Matanya belingsatan, memegang dada tak menemukan payudara, memegang kepala tak menemukan rambut indahnya. Memegang gaun, gaunnya berubah menjadi jubah hitam aneh. "Aku jadi jelek."
Griffin tersinggung berat. Seumur hidup, belum ada satu makhluk pun yang berani menghinanya. Meski kejam, tampangnya rupawan seperti pangeran. Jadi, jangan main-main.
"Kau, kenapa kau jadi aku dan aku jadi kau," tunjuk Mika tak terima. "Ini kiamat, ini bencana alam. Apa yang harus kulakukan? Ayo, tanggung jawab, penjahat."
"Berisik. Tutup mulut cerewetmu atau aku akan merobeknya.
Mika mingkem. Teringat adegan ciuman yang barusan terjadi. Napasnya memburu, kesal karena itu adalah ciuman pertama selama dua ribu tahun dia hidup.
"Kau merenggut kesucian bibirku. Dasar orang cabul." Mika mendorong tubuh yang adalah miliknya. Akibat tenaga baru yang dia miliki, peri lemah itu tak bisa mengukur kekuatan hingga menghempaskan orang di atasnya jauh ke belakang.
"Ugh!" Griffin mengaduh, tubuhnya terpental jauh. Nyeri langsung menyebar di sekitaran bokong. "Sialan kau. Berani-beraninya--"
"Diam kau jelek!"
"Apa!" Yang dimaki makin tersinggung berat. Apa pun itu, orang yang sudah menghinanya harus di hukum berat. Griffin bangkit dan secepat kilat sudah ada di hadapan Mika, menekan kembali leher tubuhnya sendiri.
"Aku benar-benar akan membunuhmu. Kau menguji kesabaranku."
Tubuh besar Mika mengambang di udara. Kembali menerima rangsangan sesak yang menghambat jalur napasnya. Namun, hal serupa ternyata juga terjadi pada tubuh Griffin. Apa yang Mika rasakan, juga dirasakan olehnya. Ini aneh.
Dia menambah tenaga, rasa sakit semakin pekat. Mengurangi tekanan dan rasa sakit berkurang.
Sebuah simbol aneh muncul di dada Mika. Terang dan redup dalam waktu beberapa detik.
"Ada yang salah dengan ini," katanya sambil melepaskan Mika. Membuat peri lemah itu jatuh terjerembab.
Griffin menyipit mata bertanya-tanya. Eskpresi kejam dan dingin tergambar jelas di raut milik Mika. Sangat berbeda dengan yang biasa diperlihatkan gadis konyol itu.
Sementara Mika sendiri ditubuh Griffin, terbatuk-batuk mengatur napas. Dia menatap benci dan berniat ingin membalas, tetapi sadar tak punya daya.
Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua.
"Kau ... Siapa kau sebenarnya? Apa yang sudah kau lakukan?" tanya Griffin. "Ini pasti karena ulahmu."
"Bukan! Ini karena ulahmu. Gara-gara kau, suaraku jadi aneh dan rambutku juga aneh," katanya sambil meringis. "Kau juga bahkan menyakitiku. Cepat kembalikan tubuhku, aku tak mau mendiami tubuhmu yang--"
Belum selesai Mika berbicara. Lelaki itu mendadak melesat dan menindih perut Mika. Memenjarakannya di antara dua tangan.
Napas mereka berembus hangat. Sangat dekat dan saling berpandangan. Mika memperhatikan wajahnya sendiri, dia baru tahu kalau rupanya seperti ini dari kacamata orang lain.
"Ternyata aku cantik."
"Diam!"
"Bibirku juga bagus."
"Aku bilang diam."
Mika menatap payudaranya sendiri, menjulurkan tangan dan menyentuh benda kenyal itu. "Wow, sangat lembut," katanya mengulum senyum. Satu tangan tak mau ketinggalan, ikut meremas yang sebelah kiri. "Rasanya sangat berbeda saat aku menyentuhnya menggunakan tubuh orang lain. Apa ini karena tanganmu besar?"
Mika mengamati jemarinya dan bergerak-gerak riang. Bahagia dengan tingkah cabul yang ia lakukan.
"Hentikan."
"Tidak mau. Ini enak, lembut dan hangat seperti kue."
Griffin menepis tangan Mika. "Aku bilang hentikan!"
Sejujurnya, dewa kegelapan itu merasa ada sesuatu yang aneh saat Mika meremas dada. Rangsangan alamiah menyebabkan libidonya naik dan dia tak mau lepas kendali.
"Aku mau pegang! Ini 'kan payudaraku."
"Tidak boleh, Peri Tengil. Kau ini tidak tahu malu. Padahal kau perempuan, tetapi tingkahmu sangat mesum terhadap laki-laki."
"Memangnya kenapa. Ini 'kan--"
"Ini memang tubuhmu, tapi..."
"Tapi apa?"
Griffin mengetat gigi. Dia ingin menjelaskan apa yang terjadi, tetapi terlalu malu mengatakannya.
"Jangan menambah masalah dengan sesuatu yang tidak perlu, katanya bijak. "Aku harus keluar dari tempat ini segera. Dan ini adalah tugasmu untuk membuka formasi segel itu."
"Aku?"
"Kau mendiami tubuhku. Jadi kekuatanku seluruhnya ada dalam kendalimu. Keluarkan api neraka dan hancurkan dinding dimensi ini selagi lemah."
"Tidak mau!" Mika menolak menggembungkan pipinya. Dia menoleh ke kiri dan melipat tangan. Enak saja orang ini memerintah dirinya, memangnya dia siapa.
"Kenapa kau tidak mau?"
"Kembalikan dulu tubuhku. Nanti kalau kau sudah bebas, kau malah kabur dan menggoda para pria menggunakan itu," tunjuknya dengan bibir pada payudaranya sendiri.
Dewa kegelapan mengembuskan napas berat. Pening tak habis pikir dengan perempuan kecil cabul yang dia temui ini.
"Baiklah kalau begitu, kita akan menukar tubuh kita kembali."
Griffin mendekat dan menyosor bibir Mika. Namun, sigap gadis itu menghindar. Kembali untuk percobaan kedua dan Mika menghindar lagi. Percobaan ketiga, keempat, dan seterusnya.
"Diam di tempat!" maki Griffin kesal. Ingin rasanya memukul Mika sekuat tenaga. Gadis ini selain cabul, narsistik, ternyata juga keras kepala. Namun Griffin membatalkan niat, tahu hal itu akan berimbas pada dirinya sendiri.
"Aku tidak mau dicium olehmu.""Kenapa?"
"Dasar lelaki cabul. Itu saja masih ditanya, tentu saja karena aku tidak menyukaimu. Sudah kubilang, aku ini menyukai orang lain."
"Kau yang cabul. Enak saja mengataiku cabul. Kau bilang kau ingin kita bertukar kembali. Maka dari itu kita harus melakukan hal yang sebelumnya."
Mika menggeleng. Semakin menggembungkan pipinya. "Aku tidak mau, pasti ada cara lain."
Kesal dan emosi. Dewa kegelapan menekan dua pipi Mika dengan sebelah tangan dan melumatnya paksa. Ini harus dilakukan atau mereka tidak akan pernah keluar.
Tubuh Mika kaget, menggeliat berusaha melepaskan diri, tetapi Griffin menekan ciumannya dengan menghisap bibir lembut Mika.
Denyut kekuatan energi yang aneh berpendar, menggagalkan kontrak jiwa mereka. Cahaya warna-warni berseliweran.
Getaran kuat mengguncang tempat itu. Mika yang terdesak bercampur takut tak sengaja melepaskan kekuatan besar menggunakan sihir milik dewa kegelapan. Menyebabkan runtuhnya formasi segel.
Dinding dimensi berlubang. Tubuh mereka terangkat ke udara, masih dengan posisi bibir saling melumat.
Sampai akhirnya keduanya terpental menjauh. Dewa kegelapan kembali ke tubuh asli, begitu juga dengan Mika.
"Akhirnya. Aku bisa kembali ke tubuhku sendiri," ucap Giffin. Perlahan mahkotanya terbentuk, wujud asli penguasa api neraka terlihat. Sembilan ekor rubah mengibas angkuh, juga baju zirah perang yang ia gunakan. Penampakkannya saat ini sangat berbahaya. Hawa iblis yang pekat terasa memberatkan atmosfir sekitar. Mika yang melihatnya jadi takut.
Griffin Menatap portal yang terbuka dan melesat ke angkasa meninggalkan Mika.
Kini ia berdiri di tengah langit malam, memejam mata merasakan embusan angin menerbangkan rambut panjangnya. Tangannya di rentangkan dan saat dua matanya terbuka, api neraka langsung menyelimuti sekeliling.
"Aku kembali."
Bola gas pijar raksasa merangkak naik ke permukaan. Cahaya menerabas gelap dan menyelubungi seluruh dunia atas dengan kehangatan. Mikaila baru saja terjaga dari tidur. Kejadian kemarin masih membekas dalam ingatan. Peri itu bertekad, apa pun yang ia alami di hutan terlarang akan ditelan bulat-bulat tanpa memberitahu orang lain.Sekarang, Mika resmi menjadi penghuni tunggal daerah kebun istana. Nona Rachel telah pergi, dia meninggalkan surat pamit di atas meja untuk Mika. Surat yang berisi perintah untuk menjaga kuil selama Nona Rachel tidak ada.Mika merasa kehilangan, tetapi tak ada yang bisa dilakukan untuk menutupi itu.Jadi hari ini, peri itu mengunjungi kawan lama di daerah barat dunia atas, sebuah distrik hiburan. Tempat dimana manusia dan makhluk astral lain bersatu untuk melakukan transaksi jual beli atau sekedar mencari kesenangan. Baik itu perbudakan, senjata ilegal, pelacuran, ramuan sihir, dan lainnya.Meski berbahaya, wilayah ini diizinkan untuk ada. Pemerintah khayanga
Suasana mencekam menyelimuti. Semua jiwa yang menyaksikan peristiwa itu dilanda kegugupan.Elena, pemimpin para siluman tersentak mundur. Sementara para prajurit yang mengelilingi terhempas beberapa meter.Griffin bahkan belum melemparkan bola hitam kumpulan api neraka di tangannya. Hanya sekedar hawa saja, tetapi sudah mampu membuat kehebohan.Dewa kegelapan itu berdiri perlahan, mengangkat kepala congkak dengan Mika yang terkulai lemas dalam pelukannya. "Kau? Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke tempat ini?"Pandangan Griffin pekat mencemooh. "Kau sungguh ingin tahu siapa aku?" Dia menyapu pandangan. Untuk ukuran begundal lemah seperti ini bukanlah apa-apa baginya. Dewa kegelapan itu melepaskan bola api. Hawa panas yang mendebarkan langsung mengubah semua yang di depan menjadi abu tak tersisa.Pengaruh tak hanya mencakup di dalam istana, tetapi menembus keluar hingga membuat kerusuhan besar-besaran terjadi. Siapa sebenarnya orang ini?Elena yang melihat itu menjadi panik, dia
Gelap. Hanya satu kata itu saja yang dapat mewakili dari semua pemandangan yang saat ini sedang berada di hadapan Griffin.Selepas terbebas dari kuil yang memenjarakannya selama puluhan ribu tahun. Tempat pertama yang siluman rubah itu kunjungi adalah tempat di mana panglima perangnya berada. Seseorang yang bisa membantunya untuk melancarkan rencana pembalasan dendam.Angin diam-diam mendesau. Menebar hawa dingin dan mencekam bagi satu-satunya peziarah pada makam kematian tempat bertumpuknya jiwa tersesat.Langkah kakinya tegap berjalan, memijak pada tulang belulang rapuh yang berserakan dan tersebar hampir di seluruh tempat."Bangunlah, Draco. Tidakkah kau mau menyambut tuanmu," ucap Griffin.Tiba-tiba tanah bergetar. Seperti gempa kecil yang melanda tempat itu. Langit hitam, kerumunan awan berkumpul menciptakan pusaran yang disertai badai. Siap menyambut kebangkitan makhlu mitologi tunggangan sang dewa kegelapan.Bumi di mana Griffin berpijak sayup-sayup mengeluarkan geraman. Sesoso
Sekarang, Giffin sudah menemukan satu fakta baru. Bahwa memang benar dirinya terikat dengan Mikaila. Entah bagaimana dan siapa dalangnya, Griffin tak bisa menebak.Mendapati situasi rumit yang terjadi. Sang Dewa kegelapan bermenung ria. Dia duduk dengan sebelah kaki menekuk tinggi, tangannya yang bertumpu pada lutut, dan telunjuk menekan pelipis.Entah apa gaya itu.Dahulu semasa dia berjaya, laki-laki itu memang sudah suka termenung. Draco yang menemukan tuannya pada ritual lama, jadi tidak heran lagi melihat Griffin yang memang sudah aneh sejak dahulu.Orang-orang memang mengenal Griffin sebagai sosok yang kaku dan kejam, tetapi dibalik itu semua sebenarnya Griffin memiliki beberapa hal yang dia sembunyikan pada khalayak umum.Seperti kebiasaan bengongnya saat ini, yang bahkan meski sudah puluhan ribu tahun ternyata tidak juga berubah.Draco berpikir, apakah selama dipenjara dalam dimensi waktu itu. Griffin juga sering termenung seperti saat ini. Sepertinya iya.Puluhan ribu tahun m
Sebuah taman yang ditumbuhi oleh beragam bunga dan jenis tanaman adalah pemandangan pertama yang menyambut Griffin dan Draco. Dua makhluk sama spesies beda tingkatan itu berjalan berkeliling melihat semua yang bisa ditangkap oleh mata mereka.“Apa saya boleh memakan buah di sini, Tuan?” Draco bertanya. Rubah itu merasa terpesona dengan banyak sekali buah-buahan yang tumbuh hampir mengalahkan jumlah daun pada pohon apel.“Tak masalah. Makan saja.”“Tapi kita akan terlihat seperti pencuri, Tuan.”Griffin diam sebentar, memegang dagu sembari berpikir. “Hmm, kurasa tidak. Karena kita sudah minta izin.”“Kapan?”“Sekarang.” Griffin berteriak ke udara terbuka. "Minta apel, ya." Setelah mengucapkan kata itu dia menoleh pada Draco sambil melanjutkan ucapannya sendiri. "Iya, ambil saja. Nah, sudah, 'kan.""Anda sangat jenius sekali, Tuan." Mereka berdua senang hati memetik buah-buahan yang ada. Menggigit sekali lalu membuangnya sembarangan. Sebuah kelakuan yang kalau pemilik kebun tahu, dua r
Genderang tabuh berkumandang. Derap kaki menghentak bumi, diiringi riuh teriakan ratusan ribu bala tentara siluman. Masing-masing mereka memegang senjata kegelapan yang dapat menembus jantung musuh dalam satu tebasan. Di seberang sana, ratusan meter jaraknya. Pasukan khayangan dewa dunia atas, menelan ludah gugup. “Apa kita bisa bertahan?” “Aku tidak tahu.” Gigil merambat sampai ke tulang, mengantarkan teror dan kecemasan yang pekat. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mati, tetapi malaikat pencabut nyawa seolah menyeringai di depan mata. Siap mencabut jiwa-jiwa yang kehilangan asa. Di atas mereka, Griffin, menyungging senyum cemooh. Duduk di singgasana berupa awan gelap buatannya. Menyilang kaki, menikmati indah pertunjukkan. “Ah, manis sekali. Aku suka hawa takut mati ini," katanya terkekeh pelan. “Bahkan aromanya bisa dikecap lidahku.” Griffin merentangkan tangan sambil memejam, seolah sangat menikmati situasi yang ada. Satu tangan di angkat ke atas, mengarahkannya ke pas
Dua puluh ribu tahun berlalu.Mikaila. Seorang pelayan yang bertugas menjaga kebun di perbatasan istana ditertawakan teman sesama pelayan akibat salah mengambil bibit buah."Plum dan peach adalah buah yang sama, Mika." Nona Rachel berbicara. Tangannya menimang-nimang sebiji anggur. Hasil yang ia petik dari kebun istana dan memakannya. Manis. Nona Rachel tersenyum senang.Di tempat ini, perbatasan istana yang dekat dengan danau kehidupan adalah lokasi ragam tumbuhan tumbuh. Mulai dari tanaman obat, hias, juga buah-buahan. Semua diatur oleh Nona Rachel sebagai pengamat.Kalau di dunia manusia. Rachel adalah mandor dan Mika adalah tukang kebun."Cari lagi. Kau harus mempelajari banyak tanaman untuk bisa menjaga tempat ini sepenuhnya.""Anda sungguh akan berkelana Nona Rachel? Kurasa aku masih terlalu payah mengingat ribuan tanaman di tempat ini.""Masaku sudah tiba, Mikaila. Tugasku menyebar benih baru di dunia manusia, memperbaharui semua anugrah yang diturunkan khayangan. Akhir-akhir
Sebuah taman yang ditumbuhi oleh beragam bunga dan jenis tanaman adalah pemandangan pertama yang menyambut Griffin dan Draco. Dua makhluk sama spesies beda tingkatan itu berjalan berkeliling melihat semua yang bisa ditangkap oleh mata mereka.“Apa saya boleh memakan buah di sini, Tuan?” Draco bertanya. Rubah itu merasa terpesona dengan banyak sekali buah-buahan yang tumbuh hampir mengalahkan jumlah daun pada pohon apel.“Tak masalah. Makan saja.”“Tapi kita akan terlihat seperti pencuri, Tuan.”Griffin diam sebentar, memegang dagu sembari berpikir. “Hmm, kurasa tidak. Karena kita sudah minta izin.”“Kapan?”“Sekarang.” Griffin berteriak ke udara terbuka. "Minta apel, ya." Setelah mengucapkan kata itu dia menoleh pada Draco sambil melanjutkan ucapannya sendiri. "Iya, ambil saja. Nah, sudah, 'kan.""Anda sangat jenius sekali, Tuan." Mereka berdua senang hati memetik buah-buahan yang ada. Menggigit sekali lalu membuangnya sembarangan. Sebuah kelakuan yang kalau pemilik kebun tahu, dua r
Sekarang, Giffin sudah menemukan satu fakta baru. Bahwa memang benar dirinya terikat dengan Mikaila. Entah bagaimana dan siapa dalangnya, Griffin tak bisa menebak.Mendapati situasi rumit yang terjadi. Sang Dewa kegelapan bermenung ria. Dia duduk dengan sebelah kaki menekuk tinggi, tangannya yang bertumpu pada lutut, dan telunjuk menekan pelipis.Entah apa gaya itu.Dahulu semasa dia berjaya, laki-laki itu memang sudah suka termenung. Draco yang menemukan tuannya pada ritual lama, jadi tidak heran lagi melihat Griffin yang memang sudah aneh sejak dahulu.Orang-orang memang mengenal Griffin sebagai sosok yang kaku dan kejam, tetapi dibalik itu semua sebenarnya Griffin memiliki beberapa hal yang dia sembunyikan pada khalayak umum.Seperti kebiasaan bengongnya saat ini, yang bahkan meski sudah puluhan ribu tahun ternyata tidak juga berubah.Draco berpikir, apakah selama dipenjara dalam dimensi waktu itu. Griffin juga sering termenung seperti saat ini. Sepertinya iya.Puluhan ribu tahun m
Gelap. Hanya satu kata itu saja yang dapat mewakili dari semua pemandangan yang saat ini sedang berada di hadapan Griffin.Selepas terbebas dari kuil yang memenjarakannya selama puluhan ribu tahun. Tempat pertama yang siluman rubah itu kunjungi adalah tempat di mana panglima perangnya berada. Seseorang yang bisa membantunya untuk melancarkan rencana pembalasan dendam.Angin diam-diam mendesau. Menebar hawa dingin dan mencekam bagi satu-satunya peziarah pada makam kematian tempat bertumpuknya jiwa tersesat.Langkah kakinya tegap berjalan, memijak pada tulang belulang rapuh yang berserakan dan tersebar hampir di seluruh tempat."Bangunlah, Draco. Tidakkah kau mau menyambut tuanmu," ucap Griffin.Tiba-tiba tanah bergetar. Seperti gempa kecil yang melanda tempat itu. Langit hitam, kerumunan awan berkumpul menciptakan pusaran yang disertai badai. Siap menyambut kebangkitan makhlu mitologi tunggangan sang dewa kegelapan.Bumi di mana Griffin berpijak sayup-sayup mengeluarkan geraman. Sesoso
Suasana mencekam menyelimuti. Semua jiwa yang menyaksikan peristiwa itu dilanda kegugupan.Elena, pemimpin para siluman tersentak mundur. Sementara para prajurit yang mengelilingi terhempas beberapa meter.Griffin bahkan belum melemparkan bola hitam kumpulan api neraka di tangannya. Hanya sekedar hawa saja, tetapi sudah mampu membuat kehebohan.Dewa kegelapan itu berdiri perlahan, mengangkat kepala congkak dengan Mika yang terkulai lemas dalam pelukannya. "Kau? Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke tempat ini?"Pandangan Griffin pekat mencemooh. "Kau sungguh ingin tahu siapa aku?" Dia menyapu pandangan. Untuk ukuran begundal lemah seperti ini bukanlah apa-apa baginya. Dewa kegelapan itu melepaskan bola api. Hawa panas yang mendebarkan langsung mengubah semua yang di depan menjadi abu tak tersisa.Pengaruh tak hanya mencakup di dalam istana, tetapi menembus keluar hingga membuat kerusuhan besar-besaran terjadi. Siapa sebenarnya orang ini?Elena yang melihat itu menjadi panik, dia
Bola gas pijar raksasa merangkak naik ke permukaan. Cahaya menerabas gelap dan menyelubungi seluruh dunia atas dengan kehangatan. Mikaila baru saja terjaga dari tidur. Kejadian kemarin masih membekas dalam ingatan. Peri itu bertekad, apa pun yang ia alami di hutan terlarang akan ditelan bulat-bulat tanpa memberitahu orang lain.Sekarang, Mika resmi menjadi penghuni tunggal daerah kebun istana. Nona Rachel telah pergi, dia meninggalkan surat pamit di atas meja untuk Mika. Surat yang berisi perintah untuk menjaga kuil selama Nona Rachel tidak ada.Mika merasa kehilangan, tetapi tak ada yang bisa dilakukan untuk menutupi itu.Jadi hari ini, peri itu mengunjungi kawan lama di daerah barat dunia atas, sebuah distrik hiburan. Tempat dimana manusia dan makhluk astral lain bersatu untuk melakukan transaksi jual beli atau sekedar mencari kesenangan. Baik itu perbudakan, senjata ilegal, pelacuran, ramuan sihir, dan lainnya.Meski berbahaya, wilayah ini diizinkan untuk ada. Pemerintah khayanga
"Menjauh dariku," teriak salah satu dari mereka. Seharusnya kalimat itu diucapkan oleh Mikaila, tetapi aneh karena justru ia dapati suara cemprengnya berubah menjadi suara laki-laki dewasa yang berat. "Ah, apa yang terjadi pada suaraku? Hallo? Tes, satu, dua."Dua matanya membola, menutup bibir sendiri karena sensasi terkejut. "Apa aku sakit tenggorokkan?"Sementara sosok yang ia kenali sebagai dirinya, berada di atas, menahan bobot tubuh menaungi Mikaila yang berada di bawah."Siapa kau?""Aku Griffin, dewa kegelapan.""Dewa kejahatan? Kau penjahat ya, ternyata. Kenapa kau jadi aku dan aku jadi kau?" Lelaki yang baru memperkenalkan diri sebagai Dewa kegelapan itu ingin membetulkan julukan yang diberi Mika, tetapi terlalu malas. Bukan itu sekarang yang penting, tetapi penyebab kenapa tubuh mereka saling bertukar. Mika menjadi lelaki misterius penghuni tempat aneh, dan sebaliknya, lelaki itu menempati raga Mika.Histeria menyergap jiwa. Mika kembali memekik kencang. Matanya belingsat
Dua puluh ribu tahun berlalu.Mikaila. Seorang pelayan yang bertugas menjaga kebun di perbatasan istana ditertawakan teman sesama pelayan akibat salah mengambil bibit buah."Plum dan peach adalah buah yang sama, Mika." Nona Rachel berbicara. Tangannya menimang-nimang sebiji anggur. Hasil yang ia petik dari kebun istana dan memakannya. Manis. Nona Rachel tersenyum senang.Di tempat ini, perbatasan istana yang dekat dengan danau kehidupan adalah lokasi ragam tumbuhan tumbuh. Mulai dari tanaman obat, hias, juga buah-buahan. Semua diatur oleh Nona Rachel sebagai pengamat.Kalau di dunia manusia. Rachel adalah mandor dan Mika adalah tukang kebun."Cari lagi. Kau harus mempelajari banyak tanaman untuk bisa menjaga tempat ini sepenuhnya.""Anda sungguh akan berkelana Nona Rachel? Kurasa aku masih terlalu payah mengingat ribuan tanaman di tempat ini.""Masaku sudah tiba, Mikaila. Tugasku menyebar benih baru di dunia manusia, memperbaharui semua anugrah yang diturunkan khayangan. Akhir-akhir
Genderang tabuh berkumandang. Derap kaki menghentak bumi, diiringi riuh teriakan ratusan ribu bala tentara siluman. Masing-masing mereka memegang senjata kegelapan yang dapat menembus jantung musuh dalam satu tebasan. Di seberang sana, ratusan meter jaraknya. Pasukan khayangan dewa dunia atas, menelan ludah gugup. “Apa kita bisa bertahan?” “Aku tidak tahu.” Gigil merambat sampai ke tulang, mengantarkan teror dan kecemasan yang pekat. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mati, tetapi malaikat pencabut nyawa seolah menyeringai di depan mata. Siap mencabut jiwa-jiwa yang kehilangan asa. Di atas mereka, Griffin, menyungging senyum cemooh. Duduk di singgasana berupa awan gelap buatannya. Menyilang kaki, menikmati indah pertunjukkan. “Ah, manis sekali. Aku suka hawa takut mati ini," katanya terkekeh pelan. “Bahkan aromanya bisa dikecap lidahku.” Griffin merentangkan tangan sambil memejam, seolah sangat menikmati situasi yang ada. Satu tangan di angkat ke atas, mengarahkannya ke pas