Sekarang, Giffin sudah menemukan satu fakta baru. Bahwa memang benar dirinya terikat dengan Mikaila. Entah bagaimana dan siapa dalangnya, Griffin tak bisa menebak.
Mendapati situasi rumit yang terjadi. Sang Dewa kegelapan bermenung ria. Dia duduk dengan sebelah kaki menekuk tinggi, tangannya yang bertumpu pada lutut, dan telunjuk menekan pelipis.
Entah apa gaya itu.
Dahulu semasa dia berjaya, laki-laki itu memang sudah suka termenung. Draco yang menemukan tuannya pada ritual lama, jadi tidak heran lagi melihat Griffin yang memang sudah aneh sejak dahulu.
Orang-orang memang mengenal Griffin sebagai sosok yang kaku dan kejam, tetapi dibalik itu semua sebenarnya Griffin memiliki beberapa hal yang dia sembunyikan pada khalayak umum.
Seperti kebiasaan bengongnya saat ini, yang bahkan meski sudah puluhan ribu tahun ternyata tidak juga berubah.
Draco berpikir, apakah selama dipenjara dalam dimensi waktu itu. Griffin juga sering termenung seperti saat ini. Sepertinya iya.
Puluhan ribu tahun menghabiskan waktu untuk termenung ternyata tidak cukup.
"Adakah yang tuan sedang pikirkan?" sapa Draco mendekat, dia dalam wujud mengenakan yukata sederhana. Hal ini sebelumnya memicu perdebatan di antara keduanya. Namun dikarenakan Draco melakukan hal itu untuk menghemat energi, Griffin tak punya pilihan lain selain membiarkan panglimanya dalam pakaian super tradisional.
Kepribadian Draco yang memang lebih condong ke pelayan menjadikannya selalu bersikap selayaknya pembantu ketimbang seorang panglima perang yang sangar dan kejam jika sedang bersama dengan majikannya.
Grififin menjilat bibir, membuang napas panjang, dna menoleh secara dramatis pada Draco. Tatapannya tenang, tidak ada emosi dominan di sana selain kehampaan.
"Draco, aku ingin bertanya padamu."
"Ya, Tuan."
"Menurutmu apa aku ini punya kelemahan?"
Siluman rubah menggeleng cepat, menunduk, dan berkata, "Tentu tidak, Tuanku. Anda adalah sosok terkuat yang pernah ada di dunia ini. Anda tampan dan bersahaja, bijak sana, dan juga murah hati.”
Pujian yang terlalu berlebihan untuk dilontarkan. Griffin adalah kebalikkan dari semua yang Draco barusan ucapkan.
Dewa kegelapan itu diam. Terlihat jelas kalau dia tidak puas dengan jawaban sang panglima. Griffin mengalihkan pandangan menatap ke depan. Sesi bermenungnya kembali dilanjutkan.
Siapa pun dalang dibalik ikatan antara dirinya dan Mika, pasti itu adalah sesuatu yang direncanakan.
Mika bukan sosok yang mengancam, dia tidak kuat, dan terbilang lemah.
Bahkan untuk ukuran peri yang mudah sekali dibunuh oleh Griffin, Mika lebih mudah lagi dibunuh. Semudah membunuh nyamuk. Selain lemah, Mika juga tidak dilengkapi sayap. Yang mana artinya Dia benar-benar sangat lemah.
"Hmm, kurasa itu jawabannya."
"Ada apa, Tuanku?"
"Mereka senagaja mengikatku pada gadis itu sebagai senjata untuk membunuhku."
"Ada yang ingin membunuh tuan?" Draco terkejut, tak dapat menahan diri untuk tidak mengencangkan nada bicaranya sambil menutup mulut dengan jemari tangan. “Kurang ajar sekali.”
"Selama aku hidup bukankah aku selalu ingin dibunuh orang lain, Draco?"
"Ah, benar juga. Tapi bukankah anda sangat kuat dan abadi. Rencana untuk melenyapkan eksistensi anda adalah sia-sia. Siapa orang yang berani melakukan itu kepada Tuan?"
Griffin memindahkan posisi duduknya. Laki-laki itu mengusap dagu licin sambil memandang ke depan. "Tadinya aku berpikir begitu, tapi kurasa kali ini berbeda."
"Berbeda kenapa, Tuanku?"
Griffin menatap tangannya sendiri sebelum mulai berbicara, "Kau tahu. Aku bertemu dengan seorang gadis saat aku terbebas dari segel Psyche."
"Seorang gadis?"
"Hmm. Seorang gadis, dia berasal dari bangsa peri. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi dia terjebak masuk ke dalam segel ku dan diakibatkan adanya entitas lain, dinding dimensi menjadi rusak dan goyah. Karena itulah aku bisa merusaknya dan keluar dari sana."
"Lalu, apa yang menjadi masalah utama?"
Griffin diam sebentar. Menyampaikan hal ini akan membuat kemungkinan informasi soal kelemahan dirinya bisa jadi tersebar.
Apakah Draco bisa dipercaya? Griffin memandang panglimanya itu. Sejauh ini, memang hanya Draco saja yang setia menemani dirinya. Lagi pula siluman rubah itu bersatu dengan pedang yang Griffin gunakan, yang mana artinya, dirinya dan Draco adalah satu kesatuan.
"Gadis itu memegang nyawaku," ucap Griffin akhirnya memberitahu masalah utama yang terjadi.
Draco terkesiap, menarik napas dalam hingga Griffin bisa mendengar bunyinya. Dewa kegelapan itu sungguh merasa terganggu, tapi terlalu malas untuk menegur.
"Memegang nyawa anda? Apa maksudnya, Tuan."
Griffin menampung pipi dengan telapak tangan. "Kau tahu momen saat aku tiba-tiba merasakan rasa sakit luar biasa di tubuhku? Padahal selama ini tidak ada yang pernah berhasil untuk membuatku merasakan sensasi itu, tetapi kemarin aku merasakannya dan itu cukup membuatku terkejut."
"Anda sudah menemukan penyebabnya kenapa?"
"Itulah yang sedang ingin kubicarakan padamu.” Griffin menghela napas sebelum memulai. “Aku dan gadis itu terikat semacam segel yang aku sendiri tidak mengerti apa. Jiwa kami sempat tertukar satu sama lain dan sejak itu apa pun yang gadis peri itu rasakan, aku juga ikut merasakan. Kami terhubung satu sama lain, benar-benar terhubung secara harfiah, yang mana jika gadis peri itu mati, maka hal yang sama juga terjadi padaku. Aku akan mati."
Draco diam memandang dengan tatapan kosong, kali ini tidak terkesiap seperti tadi. Karena kalau siluman rubah itu sampai melakukannya lagi. Griffin akan menghajarnya sampai tidak bisa jalan.
Draco diam dalam pikiran yang berkecamuk. Mendengar tuannya mendapati situasi sulit, dia tentu merasa sedih, tidak tahu harus merespon apa. Informasi ini jelas sangat mengejutkan dan tak memiliki jalan keluar.
Sang tuan yang selama ini dia ikuti tak memiliki kelemahan, sekarang tidak ada angin, tidak ada hujan. Nyawanya berada dalam genggaman seorang peri lemah. Bagaimana jika berita ini tersebar dan orang-orang tahu bahwa cara untuk membunuh sang Dewa kegelapan, Sekarang sudah ditemukan.
Draco jadi cemas.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang tuan?"
"Kurasa kita harus menemui gadis itu. Tidak ada cara lain selain menjaganya dari dekat, sambil mengumpulkan informasi bagaimana membebaskan seluruh pasukan siluman dari kutukan. Karena kalau aku lemah sedikit saja, dia bisa diserang, dan ketika itu terjadi aku akan tewas seketika."
“Apa kita akan menculik peri itu? Kurasa kita memang harus menculiknya tuan. Mengikatnya, menyimpan di dalam lemari dan setiap hari aku akan berkunjung untuk mengumpaninya agar tetap hidup. Itu jalan keluarnya.”
“Tidak, Draco. Kita tidak akan melakukan itu.”
“Kenapa?” kuping serigala Draco yang tadinya berdiri penuh semangat menjadi turun.
“Karena kalau dia merasa tersiksa, maka aku juga akan tersiksa. Ikatan batin antara diriku dan peri itu bukan hanya secara fisik, tetapi juga psikis. Karena itu, semua kegelisahan yang dia rasakan turut serta bisa kurasakan, meski kurasa tidak seluruhnya. Hanya emosi tertentu yang pekat dan dominan.”
Draco mengangguk-angguk paham. “Ternyata cukup rumit juga.”
Griffin mengeluarkan api neraka dari tangannya, menyerang ke tengah udara kosong dan merobek dinding waktu.
“Ayo kita temui gadis itu.”
Draco mengangguk dengan semangat. Merasa antusias dengan petualangan baru bersama sang majikan. Ekor Draco bahkan mengibas-ngibas ke kiri dan ke kanan.
Griffin lalu masuk ke dalam robekan dimensi ruang, diikuti oleh panglimanya yang sedang berbahagia.
Sebuah taman yang ditumbuhi oleh beragam bunga dan jenis tanaman adalah pemandangan pertama yang menyambut Griffin dan Draco. Dua makhluk sama spesies beda tingkatan itu berjalan berkeliling melihat semua yang bisa ditangkap oleh mata mereka.“Apa saya boleh memakan buah di sini, Tuan?” Draco bertanya. Rubah itu merasa terpesona dengan banyak sekali buah-buahan yang tumbuh hampir mengalahkan jumlah daun pada pohon apel.“Tak masalah. Makan saja.”“Tapi kita akan terlihat seperti pencuri, Tuan.”Griffin diam sebentar, memegang dagu sembari berpikir. “Hmm, kurasa tidak. Karena kita sudah minta izin.”“Kapan?”“Sekarang.” Griffin berteriak ke udara terbuka. "Minta apel, ya." Setelah mengucapkan kata itu dia menoleh pada Draco sambil melanjutkan ucapannya sendiri. "Iya, ambil saja. Nah, sudah, 'kan.""Anda sangat jenius sekali, Tuan." Mereka berdua senang hati memetik buah-buahan yang ada. Menggigit sekali lalu membuangnya sembarangan. Sebuah kelakuan yang kalau pemilik kebun tahu, dua r
Genderang tabuh berkumandang. Derap kaki menghentak bumi, diiringi riuh teriakan ratusan ribu bala tentara siluman. Masing-masing mereka memegang senjata kegelapan yang dapat menembus jantung musuh dalam satu tebasan. Di seberang sana, ratusan meter jaraknya. Pasukan khayangan dewa dunia atas, menelan ludah gugup. “Apa kita bisa bertahan?” “Aku tidak tahu.” Gigil merambat sampai ke tulang, mengantarkan teror dan kecemasan yang pekat. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mati, tetapi malaikat pencabut nyawa seolah menyeringai di depan mata. Siap mencabut jiwa-jiwa yang kehilangan asa. Di atas mereka, Griffin, menyungging senyum cemooh. Duduk di singgasana berupa awan gelap buatannya. Menyilang kaki, menikmati indah pertunjukkan. “Ah, manis sekali. Aku suka hawa takut mati ini," katanya terkekeh pelan. “Bahkan aromanya bisa dikecap lidahku.” Griffin merentangkan tangan sambil memejam, seolah sangat menikmati situasi yang ada. Satu tangan di angkat ke atas, mengarahkannya ke pas
Dua puluh ribu tahun berlalu.Mikaila. Seorang pelayan yang bertugas menjaga kebun di perbatasan istana ditertawakan teman sesama pelayan akibat salah mengambil bibit buah."Plum dan peach adalah buah yang sama, Mika." Nona Rachel berbicara. Tangannya menimang-nimang sebiji anggur. Hasil yang ia petik dari kebun istana dan memakannya. Manis. Nona Rachel tersenyum senang.Di tempat ini, perbatasan istana yang dekat dengan danau kehidupan adalah lokasi ragam tumbuhan tumbuh. Mulai dari tanaman obat, hias, juga buah-buahan. Semua diatur oleh Nona Rachel sebagai pengamat.Kalau di dunia manusia. Rachel adalah mandor dan Mika adalah tukang kebun."Cari lagi. Kau harus mempelajari banyak tanaman untuk bisa menjaga tempat ini sepenuhnya.""Anda sungguh akan berkelana Nona Rachel? Kurasa aku masih terlalu payah mengingat ribuan tanaman di tempat ini.""Masaku sudah tiba, Mikaila. Tugasku menyebar benih baru di dunia manusia, memperbaharui semua anugrah yang diturunkan khayangan. Akhir-akhir
"Menjauh dariku," teriak salah satu dari mereka. Seharusnya kalimat itu diucapkan oleh Mikaila, tetapi aneh karena justru ia dapati suara cemprengnya berubah menjadi suara laki-laki dewasa yang berat. "Ah, apa yang terjadi pada suaraku? Hallo? Tes, satu, dua."Dua matanya membola, menutup bibir sendiri karena sensasi terkejut. "Apa aku sakit tenggorokkan?"Sementara sosok yang ia kenali sebagai dirinya, berada di atas, menahan bobot tubuh menaungi Mikaila yang berada di bawah."Siapa kau?""Aku Griffin, dewa kegelapan.""Dewa kejahatan? Kau penjahat ya, ternyata. Kenapa kau jadi aku dan aku jadi kau?" Lelaki yang baru memperkenalkan diri sebagai Dewa kegelapan itu ingin membetulkan julukan yang diberi Mika, tetapi terlalu malas. Bukan itu sekarang yang penting, tetapi penyebab kenapa tubuh mereka saling bertukar. Mika menjadi lelaki misterius penghuni tempat aneh, dan sebaliknya, lelaki itu menempati raga Mika.Histeria menyergap jiwa. Mika kembali memekik kencang. Matanya belingsat
Bola gas pijar raksasa merangkak naik ke permukaan. Cahaya menerabas gelap dan menyelubungi seluruh dunia atas dengan kehangatan. Mikaila baru saja terjaga dari tidur. Kejadian kemarin masih membekas dalam ingatan. Peri itu bertekad, apa pun yang ia alami di hutan terlarang akan ditelan bulat-bulat tanpa memberitahu orang lain.Sekarang, Mika resmi menjadi penghuni tunggal daerah kebun istana. Nona Rachel telah pergi, dia meninggalkan surat pamit di atas meja untuk Mika. Surat yang berisi perintah untuk menjaga kuil selama Nona Rachel tidak ada.Mika merasa kehilangan, tetapi tak ada yang bisa dilakukan untuk menutupi itu.Jadi hari ini, peri itu mengunjungi kawan lama di daerah barat dunia atas, sebuah distrik hiburan. Tempat dimana manusia dan makhluk astral lain bersatu untuk melakukan transaksi jual beli atau sekedar mencari kesenangan. Baik itu perbudakan, senjata ilegal, pelacuran, ramuan sihir, dan lainnya.Meski berbahaya, wilayah ini diizinkan untuk ada. Pemerintah khayanga
Suasana mencekam menyelimuti. Semua jiwa yang menyaksikan peristiwa itu dilanda kegugupan.Elena, pemimpin para siluman tersentak mundur. Sementara para prajurit yang mengelilingi terhempas beberapa meter.Griffin bahkan belum melemparkan bola hitam kumpulan api neraka di tangannya. Hanya sekedar hawa saja, tetapi sudah mampu membuat kehebohan.Dewa kegelapan itu berdiri perlahan, mengangkat kepala congkak dengan Mika yang terkulai lemas dalam pelukannya. "Kau? Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke tempat ini?"Pandangan Griffin pekat mencemooh. "Kau sungguh ingin tahu siapa aku?" Dia menyapu pandangan. Untuk ukuran begundal lemah seperti ini bukanlah apa-apa baginya. Dewa kegelapan itu melepaskan bola api. Hawa panas yang mendebarkan langsung mengubah semua yang di depan menjadi abu tak tersisa.Pengaruh tak hanya mencakup di dalam istana, tetapi menembus keluar hingga membuat kerusuhan besar-besaran terjadi. Siapa sebenarnya orang ini?Elena yang melihat itu menjadi panik, dia
Gelap. Hanya satu kata itu saja yang dapat mewakili dari semua pemandangan yang saat ini sedang berada di hadapan Griffin.Selepas terbebas dari kuil yang memenjarakannya selama puluhan ribu tahun. Tempat pertama yang siluman rubah itu kunjungi adalah tempat di mana panglima perangnya berada. Seseorang yang bisa membantunya untuk melancarkan rencana pembalasan dendam.Angin diam-diam mendesau. Menebar hawa dingin dan mencekam bagi satu-satunya peziarah pada makam kematian tempat bertumpuknya jiwa tersesat.Langkah kakinya tegap berjalan, memijak pada tulang belulang rapuh yang berserakan dan tersebar hampir di seluruh tempat."Bangunlah, Draco. Tidakkah kau mau menyambut tuanmu," ucap Griffin.Tiba-tiba tanah bergetar. Seperti gempa kecil yang melanda tempat itu. Langit hitam, kerumunan awan berkumpul menciptakan pusaran yang disertai badai. Siap menyambut kebangkitan makhlu mitologi tunggangan sang dewa kegelapan.Bumi di mana Griffin berpijak sayup-sayup mengeluarkan geraman. Sesoso
Sebuah taman yang ditumbuhi oleh beragam bunga dan jenis tanaman adalah pemandangan pertama yang menyambut Griffin dan Draco. Dua makhluk sama spesies beda tingkatan itu berjalan berkeliling melihat semua yang bisa ditangkap oleh mata mereka.“Apa saya boleh memakan buah di sini, Tuan?” Draco bertanya. Rubah itu merasa terpesona dengan banyak sekali buah-buahan yang tumbuh hampir mengalahkan jumlah daun pada pohon apel.“Tak masalah. Makan saja.”“Tapi kita akan terlihat seperti pencuri, Tuan.”Griffin diam sebentar, memegang dagu sembari berpikir. “Hmm, kurasa tidak. Karena kita sudah minta izin.”“Kapan?”“Sekarang.” Griffin berteriak ke udara terbuka. "Minta apel, ya." Setelah mengucapkan kata itu dia menoleh pada Draco sambil melanjutkan ucapannya sendiri. "Iya, ambil saja. Nah, sudah, 'kan.""Anda sangat jenius sekali, Tuan." Mereka berdua senang hati memetik buah-buahan yang ada. Menggigit sekali lalu membuangnya sembarangan. Sebuah kelakuan yang kalau pemilik kebun tahu, dua r
Sekarang, Giffin sudah menemukan satu fakta baru. Bahwa memang benar dirinya terikat dengan Mikaila. Entah bagaimana dan siapa dalangnya, Griffin tak bisa menebak.Mendapati situasi rumit yang terjadi. Sang Dewa kegelapan bermenung ria. Dia duduk dengan sebelah kaki menekuk tinggi, tangannya yang bertumpu pada lutut, dan telunjuk menekan pelipis.Entah apa gaya itu.Dahulu semasa dia berjaya, laki-laki itu memang sudah suka termenung. Draco yang menemukan tuannya pada ritual lama, jadi tidak heran lagi melihat Griffin yang memang sudah aneh sejak dahulu.Orang-orang memang mengenal Griffin sebagai sosok yang kaku dan kejam, tetapi dibalik itu semua sebenarnya Griffin memiliki beberapa hal yang dia sembunyikan pada khalayak umum.Seperti kebiasaan bengongnya saat ini, yang bahkan meski sudah puluhan ribu tahun ternyata tidak juga berubah.Draco berpikir, apakah selama dipenjara dalam dimensi waktu itu. Griffin juga sering termenung seperti saat ini. Sepertinya iya.Puluhan ribu tahun m
Gelap. Hanya satu kata itu saja yang dapat mewakili dari semua pemandangan yang saat ini sedang berada di hadapan Griffin.Selepas terbebas dari kuil yang memenjarakannya selama puluhan ribu tahun. Tempat pertama yang siluman rubah itu kunjungi adalah tempat di mana panglima perangnya berada. Seseorang yang bisa membantunya untuk melancarkan rencana pembalasan dendam.Angin diam-diam mendesau. Menebar hawa dingin dan mencekam bagi satu-satunya peziarah pada makam kematian tempat bertumpuknya jiwa tersesat.Langkah kakinya tegap berjalan, memijak pada tulang belulang rapuh yang berserakan dan tersebar hampir di seluruh tempat."Bangunlah, Draco. Tidakkah kau mau menyambut tuanmu," ucap Griffin.Tiba-tiba tanah bergetar. Seperti gempa kecil yang melanda tempat itu. Langit hitam, kerumunan awan berkumpul menciptakan pusaran yang disertai badai. Siap menyambut kebangkitan makhlu mitologi tunggangan sang dewa kegelapan.Bumi di mana Griffin berpijak sayup-sayup mengeluarkan geraman. Sesoso
Suasana mencekam menyelimuti. Semua jiwa yang menyaksikan peristiwa itu dilanda kegugupan.Elena, pemimpin para siluman tersentak mundur. Sementara para prajurit yang mengelilingi terhempas beberapa meter.Griffin bahkan belum melemparkan bola hitam kumpulan api neraka di tangannya. Hanya sekedar hawa saja, tetapi sudah mampu membuat kehebohan.Dewa kegelapan itu berdiri perlahan, mengangkat kepala congkak dengan Mika yang terkulai lemas dalam pelukannya. "Kau? Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke tempat ini?"Pandangan Griffin pekat mencemooh. "Kau sungguh ingin tahu siapa aku?" Dia menyapu pandangan. Untuk ukuran begundal lemah seperti ini bukanlah apa-apa baginya. Dewa kegelapan itu melepaskan bola api. Hawa panas yang mendebarkan langsung mengubah semua yang di depan menjadi abu tak tersisa.Pengaruh tak hanya mencakup di dalam istana, tetapi menembus keluar hingga membuat kerusuhan besar-besaran terjadi. Siapa sebenarnya orang ini?Elena yang melihat itu menjadi panik, dia
Bola gas pijar raksasa merangkak naik ke permukaan. Cahaya menerabas gelap dan menyelubungi seluruh dunia atas dengan kehangatan. Mikaila baru saja terjaga dari tidur. Kejadian kemarin masih membekas dalam ingatan. Peri itu bertekad, apa pun yang ia alami di hutan terlarang akan ditelan bulat-bulat tanpa memberitahu orang lain.Sekarang, Mika resmi menjadi penghuni tunggal daerah kebun istana. Nona Rachel telah pergi, dia meninggalkan surat pamit di atas meja untuk Mika. Surat yang berisi perintah untuk menjaga kuil selama Nona Rachel tidak ada.Mika merasa kehilangan, tetapi tak ada yang bisa dilakukan untuk menutupi itu.Jadi hari ini, peri itu mengunjungi kawan lama di daerah barat dunia atas, sebuah distrik hiburan. Tempat dimana manusia dan makhluk astral lain bersatu untuk melakukan transaksi jual beli atau sekedar mencari kesenangan. Baik itu perbudakan, senjata ilegal, pelacuran, ramuan sihir, dan lainnya.Meski berbahaya, wilayah ini diizinkan untuk ada. Pemerintah khayanga
"Menjauh dariku," teriak salah satu dari mereka. Seharusnya kalimat itu diucapkan oleh Mikaila, tetapi aneh karena justru ia dapati suara cemprengnya berubah menjadi suara laki-laki dewasa yang berat. "Ah, apa yang terjadi pada suaraku? Hallo? Tes, satu, dua."Dua matanya membola, menutup bibir sendiri karena sensasi terkejut. "Apa aku sakit tenggorokkan?"Sementara sosok yang ia kenali sebagai dirinya, berada di atas, menahan bobot tubuh menaungi Mikaila yang berada di bawah."Siapa kau?""Aku Griffin, dewa kegelapan.""Dewa kejahatan? Kau penjahat ya, ternyata. Kenapa kau jadi aku dan aku jadi kau?" Lelaki yang baru memperkenalkan diri sebagai Dewa kegelapan itu ingin membetulkan julukan yang diberi Mika, tetapi terlalu malas. Bukan itu sekarang yang penting, tetapi penyebab kenapa tubuh mereka saling bertukar. Mika menjadi lelaki misterius penghuni tempat aneh, dan sebaliknya, lelaki itu menempati raga Mika.Histeria menyergap jiwa. Mika kembali memekik kencang. Matanya belingsat
Dua puluh ribu tahun berlalu.Mikaila. Seorang pelayan yang bertugas menjaga kebun di perbatasan istana ditertawakan teman sesama pelayan akibat salah mengambil bibit buah."Plum dan peach adalah buah yang sama, Mika." Nona Rachel berbicara. Tangannya menimang-nimang sebiji anggur. Hasil yang ia petik dari kebun istana dan memakannya. Manis. Nona Rachel tersenyum senang.Di tempat ini, perbatasan istana yang dekat dengan danau kehidupan adalah lokasi ragam tumbuhan tumbuh. Mulai dari tanaman obat, hias, juga buah-buahan. Semua diatur oleh Nona Rachel sebagai pengamat.Kalau di dunia manusia. Rachel adalah mandor dan Mika adalah tukang kebun."Cari lagi. Kau harus mempelajari banyak tanaman untuk bisa menjaga tempat ini sepenuhnya.""Anda sungguh akan berkelana Nona Rachel? Kurasa aku masih terlalu payah mengingat ribuan tanaman di tempat ini.""Masaku sudah tiba, Mikaila. Tugasku menyebar benih baru di dunia manusia, memperbaharui semua anugrah yang diturunkan khayangan. Akhir-akhir
Genderang tabuh berkumandang. Derap kaki menghentak bumi, diiringi riuh teriakan ratusan ribu bala tentara siluman. Masing-masing mereka memegang senjata kegelapan yang dapat menembus jantung musuh dalam satu tebasan. Di seberang sana, ratusan meter jaraknya. Pasukan khayangan dewa dunia atas, menelan ludah gugup. “Apa kita bisa bertahan?” “Aku tidak tahu.” Gigil merambat sampai ke tulang, mengantarkan teror dan kecemasan yang pekat. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mati, tetapi malaikat pencabut nyawa seolah menyeringai di depan mata. Siap mencabut jiwa-jiwa yang kehilangan asa. Di atas mereka, Griffin, menyungging senyum cemooh. Duduk di singgasana berupa awan gelap buatannya. Menyilang kaki, menikmati indah pertunjukkan. “Ah, manis sekali. Aku suka hawa takut mati ini," katanya terkekeh pelan. “Bahkan aromanya bisa dikecap lidahku.” Griffin merentangkan tangan sambil memejam, seolah sangat menikmati situasi yang ada. Satu tangan di angkat ke atas, mengarahkannya ke pas