Suasana mencekam menyelimuti. Semua jiwa yang menyaksikan peristiwa itu dilanda kegugupan.
Elena, pemimpin para siluman tersentak mundur. Sementara para prajurit yang mengelilingi terhempas beberapa meter.
Griffin bahkan belum melemparkan bola hitam kumpulan api neraka di tangannya. Hanya sekedar hawa saja, tetapi sudah mampu membuat kehebohan.
Dewa kegelapan itu berdiri perlahan, mengangkat kepala congkak dengan Mika yang terkulai lemas dalam pelukannya.
"Kau? Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke tempat ini?"
Pandangan Griffin pekat mencemooh. "Kau sungguh ingin tahu siapa aku?" Dia menyapu pandangan. Untuk ukuran begundal lemah seperti ini bukanlah apa-apa baginya.
Dewa kegelapan itu melepaskan bola api. Hawa panas yang mendebarkan langsung mengubah semua yang di depan menjadi abu tak tersisa.
Pengaruh tak hanya mencakup di dalam istana, tetapi menembus keluar hingga membuat kerusuhan besar-besaran terjadi. Siapa sebenarnya orang ini?
Elena yang melihat itu menjadi panik, dia berusaha menyerang. Namun baru melangkah setengah meter, tubuhnya kembali terhempas ke belakang. Cairan merah keluar dari bibir dan hidung.
Siapa pun dia, sosok itu bukanlah orang lemah. Bahkan tak tersentuh, seolah ada lapisan pelindung di sekelilingnya l.
"Lari lah. Sebelum aku berubah pikiran. Bukankah kau harus melaporkan hal ini pada atasanmu?"
Tak ingin melakukan kecerobohan. Elena segera melesat meninggalkan istananya sendiri, kabur mencari pertolongan.
Setelah tak ada lagi yang tersisa di tempat itu. Griffin menurunkan Mika dari pelukannya. Membaringkan tubuh peri lemah itu di lantai sambil menatap wajah Mika yang pucat.
Pelan tangannya memiringkan bahu gadis itu, menatap luka yang tersebar di berbagai tempat. Luka yang sama persis seperti yang dimiliki oleh Griffin.
"Ternyata memang dia sumbernya. Pantas saja aku merasa sakit."
Griifin menyentuh dahi Mika, memberi mantra penyembuh untuk memulihkan luka.
Perlahan, mata gadis itu mengerjap. Lalu terbuka menatap sosok yang menaungi dirinya.
"Akhh. Kenapa kau ada di atasku? Apa yang kau lakukan?" Mika panik, menyeret bokongnya mundur, tetapi langsung ditarik kembali oleh Griffin untuk mendekat.
"Kau ... Mulai sekarang, kau ada milikku. Seluruh hidupmu didedikasikan kepadaku, nyawamu ditanganku, napasmu, darahmu, semuanya. Kau harus terus berada di sampingku dan jangan pernah kabur."
"Hah? Kau ini bicara apa?" Mika mengangkat tangannya dan menempel ke dahi Griffin. "Badanmu panas, kurasa kau terkena demam jadi bicara melantur."
"Aku tidak demam."
"Oh, kalau begitu, mungkin kau gila."
"Aku tidak gila." Griffin membentak. Otot di wajahnya menegang menahan marah. "Jangan berbicara sembarangan padaku, atau aku akan membunuhmu."
"K-kau akan membunuhku? Kenapa kau mau membunuhku? Memangnya aku salah apa?"
"Kau salah apa?" Griffin menyikap lengan bajunya, menunjukkan luka sabetan pedang yang sama dengan milik Mika. "Lihat ini. Ini semua karenamu. Kau lah yang menyebabkan luka ini."
Mika terkesiap, menutup bibirnya sendiri. "B-bagaimana bisa?"
"Mana aku tahu. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa yang sudah kau lakukan? Dan siapa kau sebenarnya? Kenapa kau mengikat ragamu dengan ragaku? Hah?"
Griffin mencengkram pipi Mika, mendesak peri itu untuk bicara.
"Ak-aku tidak tahu."
"Omong kosong! Katakan padaku. Apa sebenarnya tujuanmu? Siapa yang menyuruhmu?"
"Aku bilang, aku tidak tahu." Mika memberontak dan melepas cekalan tangan Griffin di pipinya. "Kau pikir aku mau terikat denganmu, hah? Percaya diri sekali. Dasar orang gila."
Griffin mengeram kesal. Lalu mendorong peri itu, memenjarakan di antara dua kukungan tangan. "Jangan membentakku siluman kecil. Atau aku benar-benar akan melenyapkanmu."
Bibir Mika menekuk. Posisi mereka yang berdekatan seperti ini membuat jantungnya berdebar. Apalagi aroma napas Griffin yang menyenangkan membuat tubuhnya terasa aneh.
Mika diam-diam menatap bibir laki-laki itu, teringat dua hari yang lalu mereka berciuman. Dia bahkan masih ingat bagaimana rasanya dan juga sensasinya.
Ternyata ciuman itu menyenangkan juga, ya. Meskipun bukan dengan orang yang dia cintai.
Bibir Griffin terasa lembut dan kenyal. Juga sedikit manis, menciptakan rasa candu yang ingin Mika ulang.
"Apa yang kau pikirkan?" pertanyaan Griffin membuat Mika tersentak. Lamunannya buyar dan kembali pada realita.
Ah, apa yang dia pikirkan. Laki-laki di atasnya ini ingin membunuhnya. Kenapa dia malah terpikirkan ciuman kemarin. Tapi kalau Griffin mau lagi, Mika juga tak masalah.
"Aku tidak akan menciummu lagi," kata Griffin tiba-tiba.
"Eh? Mana ada! Aku juga tidak mau ciuman denganmu lagi."
"Lalu--"
"Sudah, sudah. Jangan dibahas." Mika memotong. "Makanya kau jangan menindihku seperti ini. Bagaimana kalau orang lain lihat dan mereka salah sangka. Aku sudah bilang kalau aku punya lelaki idamanku sendiri. Jadi, hubungan di antara kita takkan berhasil."
"Hubungan apa yang kau maksud?"
"T-tadi kau bilang kalau aku adalah milikmu. Bukankah itu berarti kau menyukaiku?"
Mata Griffin membola tak percaya. Mika benar-benar salah tangkap dengan apa yang dia jelaskan.
"Bukan itu maksudku, tapi--"
Belum selesai Griffin berbicara, Mika langsung mendorong tubuh laki-laki itu agar terbebas dari kurungan tangannya. "Menyingkir. Aku mau pulang. Kuilku terlalu lama kosong dan aku harus menyiram tanaman," katanya dan langsung berjalan pergi meninggalkan Griffin.
"Hey, mau kemana kau?"
"Jangan ikuti aku. Aku sudah bilang kalau aku sudah punya tambatan hati. Kau carilah perempuan lain, aku tahu lama dipenjara membuatmu stress karena tidak bertemu wanita. Tapi jangan seputus asa itu."
Griffin segera menyusul dan mencengkram tangan Mika, tetapi upaya itu gagal karena Mika langsung terbang begitu saja.
"Sialan," maki Griffin kesal. "Lepaskan dulu mantra pengikatmu, jangan kabur."
Namun, Mika tetap lenyap. Pergi meninggalkan Griffin yang kesal setengah mati.
Sementara di tempat lain, Elena yang baru tiba dikediaman pemimpinnya langsung terjatuh.
Efek api neraka yang dia terima masih bekerja. Mulutnya terus mengeluarkan darah, memancing atensi dari pimpinannya Elgard. Rasa istana siluman perbatasan barat.
"Apa yang terjadi padamu?"
"Mo-mohon ampun paduka, telah terjadi kekacauan besar-besaran di istana utama. Seseorang entah siapa masuk ke dalam dan membunuh hampir setengah prajurit yang ada."
"Seseorang? Siapa?"
"H-hamba tidak tahu. Yang jelas, dia sangat kuat dan tak tersentuh."
Mata Elgard menyipit. Tanpa menunggu ia segera meluncur ke tempat kejadian untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Dan betapa terkejutnya laki-laki itu, kala menemukan api hitam amaterasu masih berkobar menyala di hampir seluruh penjuru istananya.
"Mungkinkan ini adalah dia?" Elgard mengepal tangan, bibirnya mendesis kesal. Dia melepaskan sihir pengunci dan menyerap seluruh api yang membakar. "Kalau ini memang ulah dewa kegelapan itu, maka perang besar sesuai ramalan akan terjadi. Tapi bagaimana bisa? Siapa yang melepaskannya? Apa penduduk khayangan yang melakukan ini semua? Atau ada pihak lain?"
Gelap. Hanya satu kata itu saja yang dapat mewakili dari semua pemandangan yang saat ini sedang berada di hadapan Griffin.Selepas terbebas dari kuil yang memenjarakannya selama puluhan ribu tahun. Tempat pertama yang siluman rubah itu kunjungi adalah tempat di mana panglima perangnya berada. Seseorang yang bisa membantunya untuk melancarkan rencana pembalasan dendam.Angin diam-diam mendesau. Menebar hawa dingin dan mencekam bagi satu-satunya peziarah pada makam kematian tempat bertumpuknya jiwa tersesat.Langkah kakinya tegap berjalan, memijak pada tulang belulang rapuh yang berserakan dan tersebar hampir di seluruh tempat."Bangunlah, Draco. Tidakkah kau mau menyambut tuanmu," ucap Griffin.Tiba-tiba tanah bergetar. Seperti gempa kecil yang melanda tempat itu. Langit hitam, kerumunan awan berkumpul menciptakan pusaran yang disertai badai. Siap menyambut kebangkitan makhlu mitologi tunggangan sang dewa kegelapan.Bumi di mana Griffin berpijak sayup-sayup mengeluarkan geraman. Sesoso
Sekarang, Giffin sudah menemukan satu fakta baru. Bahwa memang benar dirinya terikat dengan Mikaila. Entah bagaimana dan siapa dalangnya, Griffin tak bisa menebak.Mendapati situasi rumit yang terjadi. Sang Dewa kegelapan bermenung ria. Dia duduk dengan sebelah kaki menekuk tinggi, tangannya yang bertumpu pada lutut, dan telunjuk menekan pelipis.Entah apa gaya itu.Dahulu semasa dia berjaya, laki-laki itu memang sudah suka termenung. Draco yang menemukan tuannya pada ritual lama, jadi tidak heran lagi melihat Griffin yang memang sudah aneh sejak dahulu.Orang-orang memang mengenal Griffin sebagai sosok yang kaku dan kejam, tetapi dibalik itu semua sebenarnya Griffin memiliki beberapa hal yang dia sembunyikan pada khalayak umum.Seperti kebiasaan bengongnya saat ini, yang bahkan meski sudah puluhan ribu tahun ternyata tidak juga berubah.Draco berpikir, apakah selama dipenjara dalam dimensi waktu itu. Griffin juga sering termenung seperti saat ini. Sepertinya iya.Puluhan ribu tahun m
Sebuah taman yang ditumbuhi oleh beragam bunga dan jenis tanaman adalah pemandangan pertama yang menyambut Griffin dan Draco. Dua makhluk sama spesies beda tingkatan itu berjalan berkeliling melihat semua yang bisa ditangkap oleh mata mereka.“Apa saya boleh memakan buah di sini, Tuan?” Draco bertanya. Rubah itu merasa terpesona dengan banyak sekali buah-buahan yang tumbuh hampir mengalahkan jumlah daun pada pohon apel.“Tak masalah. Makan saja.”“Tapi kita akan terlihat seperti pencuri, Tuan.”Griffin diam sebentar, memegang dagu sembari berpikir. “Hmm, kurasa tidak. Karena kita sudah minta izin.”“Kapan?”“Sekarang.” Griffin berteriak ke udara terbuka. "Minta apel, ya." Setelah mengucapkan kata itu dia menoleh pada Draco sambil melanjutkan ucapannya sendiri. "Iya, ambil saja. Nah, sudah, 'kan.""Anda sangat jenius sekali, Tuan." Mereka berdua senang hati memetik buah-buahan yang ada. Menggigit sekali lalu membuangnya sembarangan. Sebuah kelakuan yang kalau pemilik kebun tahu, dua r
Genderang tabuh berkumandang. Derap kaki menghentak bumi, diiringi riuh teriakan ratusan ribu bala tentara siluman. Masing-masing mereka memegang senjata kegelapan yang dapat menembus jantung musuh dalam satu tebasan. Di seberang sana, ratusan meter jaraknya. Pasukan khayangan dewa dunia atas, menelan ludah gugup. “Apa kita bisa bertahan?” “Aku tidak tahu.” Gigil merambat sampai ke tulang, mengantarkan teror dan kecemasan yang pekat. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mati, tetapi malaikat pencabut nyawa seolah menyeringai di depan mata. Siap mencabut jiwa-jiwa yang kehilangan asa. Di atas mereka, Griffin, menyungging senyum cemooh. Duduk di singgasana berupa awan gelap buatannya. Menyilang kaki, menikmati indah pertunjukkan. “Ah, manis sekali. Aku suka hawa takut mati ini," katanya terkekeh pelan. “Bahkan aromanya bisa dikecap lidahku.” Griffin merentangkan tangan sambil memejam, seolah sangat menikmati situasi yang ada. Satu tangan di angkat ke atas, mengarahkannya ke pas
Dua puluh ribu tahun berlalu.Mikaila. Seorang pelayan yang bertugas menjaga kebun di perbatasan istana ditertawakan teman sesama pelayan akibat salah mengambil bibit buah."Plum dan peach adalah buah yang sama, Mika." Nona Rachel berbicara. Tangannya menimang-nimang sebiji anggur. Hasil yang ia petik dari kebun istana dan memakannya. Manis. Nona Rachel tersenyum senang.Di tempat ini, perbatasan istana yang dekat dengan danau kehidupan adalah lokasi ragam tumbuhan tumbuh. Mulai dari tanaman obat, hias, juga buah-buahan. Semua diatur oleh Nona Rachel sebagai pengamat.Kalau di dunia manusia. Rachel adalah mandor dan Mika adalah tukang kebun."Cari lagi. Kau harus mempelajari banyak tanaman untuk bisa menjaga tempat ini sepenuhnya.""Anda sungguh akan berkelana Nona Rachel? Kurasa aku masih terlalu payah mengingat ribuan tanaman di tempat ini.""Masaku sudah tiba, Mikaila. Tugasku menyebar benih baru di dunia manusia, memperbaharui semua anugrah yang diturunkan khayangan. Akhir-akhir
"Menjauh dariku," teriak salah satu dari mereka. Seharusnya kalimat itu diucapkan oleh Mikaila, tetapi aneh karena justru ia dapati suara cemprengnya berubah menjadi suara laki-laki dewasa yang berat. "Ah, apa yang terjadi pada suaraku? Hallo? Tes, satu, dua."Dua matanya membola, menutup bibir sendiri karena sensasi terkejut. "Apa aku sakit tenggorokkan?"Sementara sosok yang ia kenali sebagai dirinya, berada di atas, menahan bobot tubuh menaungi Mikaila yang berada di bawah."Siapa kau?""Aku Griffin, dewa kegelapan.""Dewa kejahatan? Kau penjahat ya, ternyata. Kenapa kau jadi aku dan aku jadi kau?" Lelaki yang baru memperkenalkan diri sebagai Dewa kegelapan itu ingin membetulkan julukan yang diberi Mika, tetapi terlalu malas. Bukan itu sekarang yang penting, tetapi penyebab kenapa tubuh mereka saling bertukar. Mika menjadi lelaki misterius penghuni tempat aneh, dan sebaliknya, lelaki itu menempati raga Mika.Histeria menyergap jiwa. Mika kembali memekik kencang. Matanya belingsat
Bola gas pijar raksasa merangkak naik ke permukaan. Cahaya menerabas gelap dan menyelubungi seluruh dunia atas dengan kehangatan. Mikaila baru saja terjaga dari tidur. Kejadian kemarin masih membekas dalam ingatan. Peri itu bertekad, apa pun yang ia alami di hutan terlarang akan ditelan bulat-bulat tanpa memberitahu orang lain.Sekarang, Mika resmi menjadi penghuni tunggal daerah kebun istana. Nona Rachel telah pergi, dia meninggalkan surat pamit di atas meja untuk Mika. Surat yang berisi perintah untuk menjaga kuil selama Nona Rachel tidak ada.Mika merasa kehilangan, tetapi tak ada yang bisa dilakukan untuk menutupi itu.Jadi hari ini, peri itu mengunjungi kawan lama di daerah barat dunia atas, sebuah distrik hiburan. Tempat dimana manusia dan makhluk astral lain bersatu untuk melakukan transaksi jual beli atau sekedar mencari kesenangan. Baik itu perbudakan, senjata ilegal, pelacuran, ramuan sihir, dan lainnya.Meski berbahaya, wilayah ini diizinkan untuk ada. Pemerintah khayanga
Sebuah taman yang ditumbuhi oleh beragam bunga dan jenis tanaman adalah pemandangan pertama yang menyambut Griffin dan Draco. Dua makhluk sama spesies beda tingkatan itu berjalan berkeliling melihat semua yang bisa ditangkap oleh mata mereka.“Apa saya boleh memakan buah di sini, Tuan?” Draco bertanya. Rubah itu merasa terpesona dengan banyak sekali buah-buahan yang tumbuh hampir mengalahkan jumlah daun pada pohon apel.“Tak masalah. Makan saja.”“Tapi kita akan terlihat seperti pencuri, Tuan.”Griffin diam sebentar, memegang dagu sembari berpikir. “Hmm, kurasa tidak. Karena kita sudah minta izin.”“Kapan?”“Sekarang.” Griffin berteriak ke udara terbuka. "Minta apel, ya." Setelah mengucapkan kata itu dia menoleh pada Draco sambil melanjutkan ucapannya sendiri. "Iya, ambil saja. Nah, sudah, 'kan.""Anda sangat jenius sekali, Tuan." Mereka berdua senang hati memetik buah-buahan yang ada. Menggigit sekali lalu membuangnya sembarangan. Sebuah kelakuan yang kalau pemilik kebun tahu, dua r
Sekarang, Giffin sudah menemukan satu fakta baru. Bahwa memang benar dirinya terikat dengan Mikaila. Entah bagaimana dan siapa dalangnya, Griffin tak bisa menebak.Mendapati situasi rumit yang terjadi. Sang Dewa kegelapan bermenung ria. Dia duduk dengan sebelah kaki menekuk tinggi, tangannya yang bertumpu pada lutut, dan telunjuk menekan pelipis.Entah apa gaya itu.Dahulu semasa dia berjaya, laki-laki itu memang sudah suka termenung. Draco yang menemukan tuannya pada ritual lama, jadi tidak heran lagi melihat Griffin yang memang sudah aneh sejak dahulu.Orang-orang memang mengenal Griffin sebagai sosok yang kaku dan kejam, tetapi dibalik itu semua sebenarnya Griffin memiliki beberapa hal yang dia sembunyikan pada khalayak umum.Seperti kebiasaan bengongnya saat ini, yang bahkan meski sudah puluhan ribu tahun ternyata tidak juga berubah.Draco berpikir, apakah selama dipenjara dalam dimensi waktu itu. Griffin juga sering termenung seperti saat ini. Sepertinya iya.Puluhan ribu tahun m
Gelap. Hanya satu kata itu saja yang dapat mewakili dari semua pemandangan yang saat ini sedang berada di hadapan Griffin.Selepas terbebas dari kuil yang memenjarakannya selama puluhan ribu tahun. Tempat pertama yang siluman rubah itu kunjungi adalah tempat di mana panglima perangnya berada. Seseorang yang bisa membantunya untuk melancarkan rencana pembalasan dendam.Angin diam-diam mendesau. Menebar hawa dingin dan mencekam bagi satu-satunya peziarah pada makam kematian tempat bertumpuknya jiwa tersesat.Langkah kakinya tegap berjalan, memijak pada tulang belulang rapuh yang berserakan dan tersebar hampir di seluruh tempat."Bangunlah, Draco. Tidakkah kau mau menyambut tuanmu," ucap Griffin.Tiba-tiba tanah bergetar. Seperti gempa kecil yang melanda tempat itu. Langit hitam, kerumunan awan berkumpul menciptakan pusaran yang disertai badai. Siap menyambut kebangkitan makhlu mitologi tunggangan sang dewa kegelapan.Bumi di mana Griffin berpijak sayup-sayup mengeluarkan geraman. Sesoso
Suasana mencekam menyelimuti. Semua jiwa yang menyaksikan peristiwa itu dilanda kegugupan.Elena, pemimpin para siluman tersentak mundur. Sementara para prajurit yang mengelilingi terhempas beberapa meter.Griffin bahkan belum melemparkan bola hitam kumpulan api neraka di tangannya. Hanya sekedar hawa saja, tetapi sudah mampu membuat kehebohan.Dewa kegelapan itu berdiri perlahan, mengangkat kepala congkak dengan Mika yang terkulai lemas dalam pelukannya. "Kau? Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke tempat ini?"Pandangan Griffin pekat mencemooh. "Kau sungguh ingin tahu siapa aku?" Dia menyapu pandangan. Untuk ukuran begundal lemah seperti ini bukanlah apa-apa baginya. Dewa kegelapan itu melepaskan bola api. Hawa panas yang mendebarkan langsung mengubah semua yang di depan menjadi abu tak tersisa.Pengaruh tak hanya mencakup di dalam istana, tetapi menembus keluar hingga membuat kerusuhan besar-besaran terjadi. Siapa sebenarnya orang ini?Elena yang melihat itu menjadi panik, dia
Bola gas pijar raksasa merangkak naik ke permukaan. Cahaya menerabas gelap dan menyelubungi seluruh dunia atas dengan kehangatan. Mikaila baru saja terjaga dari tidur. Kejadian kemarin masih membekas dalam ingatan. Peri itu bertekad, apa pun yang ia alami di hutan terlarang akan ditelan bulat-bulat tanpa memberitahu orang lain.Sekarang, Mika resmi menjadi penghuni tunggal daerah kebun istana. Nona Rachel telah pergi, dia meninggalkan surat pamit di atas meja untuk Mika. Surat yang berisi perintah untuk menjaga kuil selama Nona Rachel tidak ada.Mika merasa kehilangan, tetapi tak ada yang bisa dilakukan untuk menutupi itu.Jadi hari ini, peri itu mengunjungi kawan lama di daerah barat dunia atas, sebuah distrik hiburan. Tempat dimana manusia dan makhluk astral lain bersatu untuk melakukan transaksi jual beli atau sekedar mencari kesenangan. Baik itu perbudakan, senjata ilegal, pelacuran, ramuan sihir, dan lainnya.Meski berbahaya, wilayah ini diizinkan untuk ada. Pemerintah khayanga
"Menjauh dariku," teriak salah satu dari mereka. Seharusnya kalimat itu diucapkan oleh Mikaila, tetapi aneh karena justru ia dapati suara cemprengnya berubah menjadi suara laki-laki dewasa yang berat. "Ah, apa yang terjadi pada suaraku? Hallo? Tes, satu, dua."Dua matanya membola, menutup bibir sendiri karena sensasi terkejut. "Apa aku sakit tenggorokkan?"Sementara sosok yang ia kenali sebagai dirinya, berada di atas, menahan bobot tubuh menaungi Mikaila yang berada di bawah."Siapa kau?""Aku Griffin, dewa kegelapan.""Dewa kejahatan? Kau penjahat ya, ternyata. Kenapa kau jadi aku dan aku jadi kau?" Lelaki yang baru memperkenalkan diri sebagai Dewa kegelapan itu ingin membetulkan julukan yang diberi Mika, tetapi terlalu malas. Bukan itu sekarang yang penting, tetapi penyebab kenapa tubuh mereka saling bertukar. Mika menjadi lelaki misterius penghuni tempat aneh, dan sebaliknya, lelaki itu menempati raga Mika.Histeria menyergap jiwa. Mika kembali memekik kencang. Matanya belingsat
Dua puluh ribu tahun berlalu.Mikaila. Seorang pelayan yang bertugas menjaga kebun di perbatasan istana ditertawakan teman sesama pelayan akibat salah mengambil bibit buah."Plum dan peach adalah buah yang sama, Mika." Nona Rachel berbicara. Tangannya menimang-nimang sebiji anggur. Hasil yang ia petik dari kebun istana dan memakannya. Manis. Nona Rachel tersenyum senang.Di tempat ini, perbatasan istana yang dekat dengan danau kehidupan adalah lokasi ragam tumbuhan tumbuh. Mulai dari tanaman obat, hias, juga buah-buahan. Semua diatur oleh Nona Rachel sebagai pengamat.Kalau di dunia manusia. Rachel adalah mandor dan Mika adalah tukang kebun."Cari lagi. Kau harus mempelajari banyak tanaman untuk bisa menjaga tempat ini sepenuhnya.""Anda sungguh akan berkelana Nona Rachel? Kurasa aku masih terlalu payah mengingat ribuan tanaman di tempat ini.""Masaku sudah tiba, Mikaila. Tugasku menyebar benih baru di dunia manusia, memperbaharui semua anugrah yang diturunkan khayangan. Akhir-akhir
Genderang tabuh berkumandang. Derap kaki menghentak bumi, diiringi riuh teriakan ratusan ribu bala tentara siluman. Masing-masing mereka memegang senjata kegelapan yang dapat menembus jantung musuh dalam satu tebasan. Di seberang sana, ratusan meter jaraknya. Pasukan khayangan dewa dunia atas, menelan ludah gugup. “Apa kita bisa bertahan?” “Aku tidak tahu.” Gigil merambat sampai ke tulang, mengantarkan teror dan kecemasan yang pekat. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mati, tetapi malaikat pencabut nyawa seolah menyeringai di depan mata. Siap mencabut jiwa-jiwa yang kehilangan asa. Di atas mereka, Griffin, menyungging senyum cemooh. Duduk di singgasana berupa awan gelap buatannya. Menyilang kaki, menikmati indah pertunjukkan. “Ah, manis sekali. Aku suka hawa takut mati ini," katanya terkekeh pelan. “Bahkan aromanya bisa dikecap lidahku.” Griffin merentangkan tangan sambil memejam, seolah sangat menikmati situasi yang ada. Satu tangan di angkat ke atas, mengarahkannya ke pas