“Tentu saja, Ibu juga ingin mendengar penjelasanmu tentang ini!”
Alan dan Helena−Ibu Alan−pun berjalan masuk ke dalam rumah. Wanita paruh baya itu segera mengambilkan handuk bersih untuk Alan.
“Mandi dan gantilah bajumu dulu. Setelah itu temui Ibu.”
Alan mengangguk sembari menerima handuk yang ibunya berikan. Ia berjalan ke kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya dengan sesekali meringis merasakan perih dari luka-luka di tubuhnya yang terkena air dan sabun.
Bahkan saat mandipun ia kembali menangis memikirkan nasib pernikahannya dengan Riana yang membuat hatinya terasa begitu sakit.
Selesai mandi dan berpakaian, Alan berjalan ke ruang makan dan menemui ibunya yang tengah duduk di meja makan dengan segelas teh hangat dan satu kotak yang berisi obat-obatan.
Paper bag berisi McD tadi juga masih berada di atas meja itu. Dan sialnya itu kembali membuat Alan sedih.
“Kemarilah, biarkan Ibu mengobatimu,” panggil Helena kepada Alan. Pria muda itu berjalan menghampiri ibunya dan duduk di sebelahnya dengan patuh.
“Jadi, apa yang terjadi pada wajahmu? Dan di mana istrimu yang tidak berguna itu?! Ibu baru kembali tadi, tapi tidak melihat kalian berdua,” lanjutnya. Ia mulai mengeluarkan betadine dan meneteskannya pada kapas lalu menempelkannya pada beberapa luka di wajah dan tangan Alan.
Benar, selama tiga hari kemarin ibunya memutuskan untuk pergi ke kota Jakarta, menginap di rumah adik iparnya yang sedang syukuran rumah baru. Paman dan bibinya kebetulan membuka sebuah usaha restoran kecil-kecilan hingga akhirnya menjadi sukses seperti sekarang. Dan Ibunya pergi untuk merasakan enaknya tinggal di rumah mewah dalam beberapa hari.
Alan menyetujuinya dengan senang hati karena ia merasa kasihan pada Riana yang selalu disindir dan diomeli ibunya karena hanya berdiam diri di rumah setelah keguguran.
Alan menghela napas sejenak setelah duduk di kursi meja makan bersama ibunya saling berhadapan. Mencoba menguatkan hatinya agar tidak kembali menangis ketika bercerita pada ibunya. Matanya terlihat sembab karena terlalu banyak menangis.
“Riana menceraikanku, dia bilang dia akan mengirimkan surat cerai besok. Jadi, tadi aku pergi ke rumahnya untuk menemuinya, tapi ia tidak mau bertemu. Ibunya menyuruh penjaga untuk memukuli dan mengusirku.”
“Kurang ajar! Wanita sombong itu!!!” Muka Helena memerah menahan amarah. Ia mengepalkan tangannya erat tidak terima bahwa putra tersayangnya dihina dan dipukulin seperti itu!
Dan lagi gadis tidak berguna itu! Memang bagus jika dia menurut untuk menceraikan putranya, tapi apa harus dengan cara seperti ini?! Setidaknya mereka harus ganti rugi dan memberikan uang sebagai bentuk persetujuan untuk bercerai! Dasar orang kaya yang kikir!
“Ini tidak bisa dibiarkan! Bagaimana bisa mereka memukulimu seperti ini?! Bukankah Ibu sudah memberitahumu?! Seharusnya kau yang menceraikannya lebih dulu! Gadis itu kembali ke keluarganya karena kita miskin! Seharusnya dia minta ke ayahnya untuk memberimu pekerjaan di perusahaan mereka agar hidup kita jauh lebih baik! Tapi apa?! Dia malah dibuang oleh keluarganya dan hanya jadi benalu! Bahkan mengurus diri sendiri saja tidak becus sampai keguguran!”
Alan terdiam dengan kepala tertunduk mendengar semua amarah Ibunya. Untuk beberapa kata ia tidak setuju bahwa ibunya begitu menjelek-jelekkan Riana.
“Ibu, cukup. Ini bukan salah Riana. Ini salahku karena tidak bisa membuatnya bahagia selama hidup denganku. Seharusnya aku bekerja lebih keras lagi agar ia bisa hidup dengan nyaman,”
Mata Helena melotot seolah akan keluar setelah mendengar pembelaan putranya, ia lalu memarahi Alan sembari berkata, “Dasar bodoh! Mau sampai kapan kau jadi budak istrimu!! Seharusnya kau tidak bekerja sekeras itu! Kau bekerja sebagai ojek online saat langit cerah, lalu bekerja lagi di supermarket saat langit gelap! Itu sudah keterlaluan. Lihat sekurus apa tubuhmu saat ini karena terlalu banyak bekerja! Jika Riana mau membujuk orangtuanya untuk membantu dan memberikan uang, maka kau dan dia tidak perlu bekerja keras sampai kehilangan anak kalian!!”
Alan semakin menundukkan kepalanya dengan ekspresi terluka. Ia tahu bahwa ibunya benar. Namun, di hati terkecilnya ia masih berpikir bahwa Riana tidak salah.
Melihat putranya hanya menunduk seperti keledai bodoh, emosi Helena semakin meninggi. Ia kemudian menggebrak meja dan menunjuk Alan dengan emosi, “Kau! Sebaiknya terima saja perceraian itu! Setelah itu dekati Lily Wijaya, aku yakin gadis itu jauh lebih baik dari pada mantan istrimu! Jadilah kaya lalu balas dendammu pada wanita yang sudah membuatmu hancur! Kau tidak boleh memaafkannya!”
Mendengar nama Lily disebut, Alan langsung berdiri dan protes, “Ibu! Jangan libatkan Lily!”
“Tutup mulutmu!” Bentak Helena dengan tak kalah galak. Ia menatap Alan seolah pria itu berukuran sangat kecil di depannya. Pada akhirnya Alan masih seperti putra yang polos di matanya.
Alan tidak terima bahwa ibunya lagi-lagi melibatkan wanita kaya hanya untuk membuat hidup mereka terlihat kaya. Memang benar Lily Wijaya adalah putri bungsu dari keluarga pemilik usaha toko emas terbesar di Pekanbaru. Dan gadis itu adalah teman sekolahnya dulu.
Beruntung Alan mendapatkan beasiswa ketika SMA sehingga ia dapat bersekolah di SMA Cendana yang merupakan salah satu sekolah swasta bergengsi di kota itu. Hingga ia bisa bertemu banyak putra-putri keluarga kaya. Dan tidak semua orang kaya itu sombong. Bahkan beberapa ada yang menjadi temannya, dulu.
Termasuk Lily, yang terkadang masih suka berkunjung ke rumah mereka sebagai sahabat Riana dan juga teman Alan. Ibunya sangat menyukai Lily karena dia selalu memberi Ibunya barang-barang bermerk yang mahal.
“Lakukan saja perintahku. Minta Lily memberimu pekerjaan di toko keluarganya. Ibu yakin dia akan membantumu karena dia terlihat tertarik padamu. Jangan jadi pria bodoh yang merana hanya karena seorang wanita.” Alan mengepalkan tangannya, pikiran dan hatinya berkecamuk antara tidak terima dan sakit hati. Terlebih setelah mendengar ucapan ibunya, ia merasa tidak harus menjadi hancur hanya karena Riana meninggalkannya. Setidaknya, setelah gadis itu kembali ke keluarganya, maka ia pasti akan jauh lebih bahagia bukan? Hah! Sampai akhirpun Alan tidak bisa membenci gadis itu. “Baiklah, aku akan mencoba meminta bantuan Lily. Seperti ucapan Ibu, aku akan mencoba mencari pekerjaan lain dan membuktikan bahwa hidup kita bisa berubah.” Helena akhirnya dapat tersenyum puas setelah mendengar jawaban putranya. Ia menghampiri Alan dan memeluk putranya yang lebih tinggi dua puluh centi darinya itu. “Bagus, kau benar-benar putraku yang cerdas. Ingatlah kau masih harus membiayai pendidikan adikmu, D
Halo, semuanya. Mohon maaf untuk keterlambatan saya dalam update semua cerita saya di sini karena ada beberapa kesibukan di rl yang membuat saya tidak bisa fokus. Di pengumuman kali ini saya ingin memberitahukan sebuah informasi kepada para pembaca sekalian, novel ini sudah direvisi ya setting dan latarnya, jadi bisa dibaca ulang dari bab 1 yaa~~ Dengan perubahan ini aku harap dapat membuat para pembaca lebih mudah dalam mendalami peran setiap karakternya,. Selamat membaca dan semoga semakin suka dengan novel kedua ku di sinii. terimakasih kepada para pembaca sekalian yang sudah setia menantikan setiap bab dari novel-novelku. Untuk novel yang satu lagi akan segera aku tamatkan yaaMohon nantikan update selanjutnya dari novel ini! Terimakasih!
“Alan!”Mendengar suara ibunya dari luar pintu kamar membuat Alan buru-buru menyembunyikan buku tabungan itu dan menyimpannya kembali ke dalam kotak. Ia takut jika ibunya mengetahui tabungan itu maka ibunya akan menggunakannya untuk berfoya-foya.Alan tidak ingin menggunakan uang hasil tabungan mereka untuk sesuatu yang sia-sia.“Ada apa, Bu?” tanya Alan begitu membuka pintu dan menatap pada sosok ibunya yang masih terlihat cemberut.“Apa kau ada uang? Kau tahu, ini sudah siang dan tidak ada bahan makanan apapun di kulkas. Berikan aku uang agar bisa berbelanja!”Tertegun, Alan menatap ibunya dengan ekspresi lemah. Ia pun mengeluarkan dompetnya yang masih setengah basah dan memberikan dua lembar pecahan lima puluh ribu.“Hanya ini yang kumiliki, Bu. Aku akan pergi bekerja nanti malam,” jawab Alan dengan nada lelah.Sejujurnya ia ingin beristirahat hari ini, namun ia tidak bisa mengingat bahwa ia sudah bertekad untuk mengumpulkan uang demi mengubah nasib mereka dan membuktikan pada Rian
Alan menerima tisu dari Tina dan menghapus air matanya lalu menerima botol air mineral dari Ferdi dan meminumnya.“Terimakasih,” ujarnya pelan.Mereka berempat duduk di lantai dengan Alan sebagai pusatnya.“Kami baik-baik saja hingga dua hari lalu. Dan Riana tiba-tiba pergi dari rumahku dengan sebuah surat yang mengatakan dia mau bercerai dariku. Hingga saat ini aku masih belum berbicara dengannya. Dia sudah mengirimkan surat cerai kepadaku siang tadi.”Ketiga pegawai lainnya terdiam menatap Alan dengan prihatin. Siapapun pasti akan sedih dan terkejut karena diceraikan tanpa alasan yang jelas.“Apa isi surat itu kalau kami boleh tahu?” Tina mencoba bertanya dengan hati-hati. Ia sangat penasaran akan alasan Riana menceraikan pria sebaik Alan.“Dia tidak tahan hidup miskin denganku,” jawab Alan lirih.“Apa?! Bagaimana mungkin?! Kau bahkan bekerja sampai subuh demi dia! Dan tiba-tiba dia bilang tidak tahan hidup miskin?! Dasar wanita gila!”“Bang, tolong jangan hina istriku. Ini salahku
Berikan aku nomormu,” kata Damian sembari mengeluarkan ponselnya. Alan menatap Damian sejenak lalu mengeluarkan ponselnya dan mulai menyebutkan satu per satu nomor teleponnya. Setelah saling bertukar nomor, Damian menatap Alan kembali. “Padahal aku berencana untuk mencarimu besok, tetapi ternyata takdir langsung mempertemukan kita,” ujarnya dengan senyum tulus. “Benarkah? Aku bahkan tidak menduga kau akan kembali ke kota kecil ini.”Damian tertawa. “Yeah, kupikir aku juga tidak akan kembali ke sini. Tapi, ternyata ada hal yang harus kulakukan di sini.” Ketika Alan ingin menjawab, ponsel Damian berdering begitu keras. Pria muda berusia 23 tahun itu mengangkat ponselnya dengan ekspresi yang berubah menjadi serius. “Baiklah, aku akan segera masuk,” jawabnya sembari menutup sambungan telepon dan kembali menatap Alan.“Ternyata kau sudah menjadi orang besar ya sekarang?” ujar Alan yang lebih terdengar seperti sebuah pernyataan dari pada pertanyaan. “Begitulah. Kalau begitu aku masuk
Sore itu, Alan mengendarai motor bebeknya pulang dengan senyum lebar sembari membawa sebuah tote bag di gantungan motor yang berisi burger McD kesukaan istrinya. Ia mendapatkan itu semua dari salah seorang pelanggan yang memakai jasa ojek online-nya. “Terimakasih, mas. Ini satu bungkus lagi untuk mas saja. Saya sengaja beli dua untuk diberi ke drivernya satu,” kata pelanggan wanita bernama Weni itu. Ia baru saja memesan jasa antar makanan online dan memesan dua paket makanan dari McD melalui Alan. “Wah! Yang benar, Kak? Terimakasih ya, kebetulan istri saya suka sekali burger McD, tapi setelah menikah dengan Saya dia belum pernah memakan ini lagi,” jawab Alan dengan senyum lebarnya, membuat Weni membulatkan matanya takjub mengetahui pria setampan Alan yang terlihat masih muda ternyata sudah menikah. “Alhamdulillah, Mas. Kalau begitu salam ya Mas untuk istrinya. Saya jadi ikut senang dengarnya.” “Iya Kak, nanti saya sampaikan. Saya permisi dulu ya, Kak.” “Iya, Mas. Hati-hati di jala
Tertegun. Otaknya seolah berhenti berfungsi selama beberapa saat setelah membaca surat itu. Itu benar tulisan tangan Riana, dan ia belum dapat mencerna apa yang baru saja ia baca. Selama satu jam Alan duduk diam di depan meja rias membaca surat di tangannya berulang kali. Suara gemuruh langit yang disusul dengan petir mulai terdengar di luar rumah. Suara siulan angin yang melewati celah-celah lubang udara seolah menjadi musik pengiring kesedihan Alan yang mulai menghantamnya. Setelah membaca surat itu berulang kali, dia menyadari bahwa Riana akan menceraikannya. Wanita yang dia cintai dengan sepenuh hati meninggalkannya. Setelah membaca surat itu berulang kali,. Alan mencengkeram kertas itu dengan satu tangan dan menggertakkan gigi agar tidak berteriak. Kisah cinta yang ia pikir akan bertahan selamanya hancur begitu saja karena ia miskin dan tidak dapat memberikan kemewahan pada istrinya selama pernikahan mereka. Semua kenangan lama bersama Riana mulai bermunculan di dalam kepalany
“Berhenti menyebut nama putriku dari mulut kotormu itu! Kau tidak berhak menemuinya lagi karena kalian akan bercerai besok! Sudah cukup putriku hidup sengsara karenamu! Jadi berhenti mencarinya! Dasar pengemis tak tahu malu!” Hinaan demi hinaan dilontarkan nyonya Jacky pada Alan yang berusaha berdiri dari genangan air kotor di tanah. Wajahnya setengah berlumpur karena terjatuh tadi. Penampilannya benar-benar terlihat seperti seorang pengemis yang menyedihkan di tengah guyuran hujan. Namun, pria itu tidak memedulikan semua hinaan itu. Yang ia pikirkan hanya menemui istrinya untuk berbicara. Ia pun berlutut di tanah menghadap nyonya Jacky, menangis dan memohon agar diizinkan untuk bertemu dengan Riana. “Aku mohon kepadamu, Bu. Izinkan aku bertemu dengan Riana. Aku harus mendengarnya langsung dari Riana mengapa ia menceraikanku? Tolong izinkan kami bertemu, Bu!” Alan mengabaikan tubuhnya yang mulai menggigil karena kedinginan. Ia terus berteriak memanggil nama Riana dengan air mata
Berikan aku nomormu,” kata Damian sembari mengeluarkan ponselnya. Alan menatap Damian sejenak lalu mengeluarkan ponselnya dan mulai menyebutkan satu per satu nomor teleponnya. Setelah saling bertukar nomor, Damian menatap Alan kembali. “Padahal aku berencana untuk mencarimu besok, tetapi ternyata takdir langsung mempertemukan kita,” ujarnya dengan senyum tulus. “Benarkah? Aku bahkan tidak menduga kau akan kembali ke kota kecil ini.”Damian tertawa. “Yeah, kupikir aku juga tidak akan kembali ke sini. Tapi, ternyata ada hal yang harus kulakukan di sini.” Ketika Alan ingin menjawab, ponsel Damian berdering begitu keras. Pria muda berusia 23 tahun itu mengangkat ponselnya dengan ekspresi yang berubah menjadi serius. “Baiklah, aku akan segera masuk,” jawabnya sembari menutup sambungan telepon dan kembali menatap Alan.“Ternyata kau sudah menjadi orang besar ya sekarang?” ujar Alan yang lebih terdengar seperti sebuah pernyataan dari pada pertanyaan. “Begitulah. Kalau begitu aku masuk
Alan menerima tisu dari Tina dan menghapus air matanya lalu menerima botol air mineral dari Ferdi dan meminumnya.“Terimakasih,” ujarnya pelan.Mereka berempat duduk di lantai dengan Alan sebagai pusatnya.“Kami baik-baik saja hingga dua hari lalu. Dan Riana tiba-tiba pergi dari rumahku dengan sebuah surat yang mengatakan dia mau bercerai dariku. Hingga saat ini aku masih belum berbicara dengannya. Dia sudah mengirimkan surat cerai kepadaku siang tadi.”Ketiga pegawai lainnya terdiam menatap Alan dengan prihatin. Siapapun pasti akan sedih dan terkejut karena diceraikan tanpa alasan yang jelas.“Apa isi surat itu kalau kami boleh tahu?” Tina mencoba bertanya dengan hati-hati. Ia sangat penasaran akan alasan Riana menceraikan pria sebaik Alan.“Dia tidak tahan hidup miskin denganku,” jawab Alan lirih.“Apa?! Bagaimana mungkin?! Kau bahkan bekerja sampai subuh demi dia! Dan tiba-tiba dia bilang tidak tahan hidup miskin?! Dasar wanita gila!”“Bang, tolong jangan hina istriku. Ini salahku
“Alan!”Mendengar suara ibunya dari luar pintu kamar membuat Alan buru-buru menyembunyikan buku tabungan itu dan menyimpannya kembali ke dalam kotak. Ia takut jika ibunya mengetahui tabungan itu maka ibunya akan menggunakannya untuk berfoya-foya.Alan tidak ingin menggunakan uang hasil tabungan mereka untuk sesuatu yang sia-sia.“Ada apa, Bu?” tanya Alan begitu membuka pintu dan menatap pada sosok ibunya yang masih terlihat cemberut.“Apa kau ada uang? Kau tahu, ini sudah siang dan tidak ada bahan makanan apapun di kulkas. Berikan aku uang agar bisa berbelanja!”Tertegun, Alan menatap ibunya dengan ekspresi lemah. Ia pun mengeluarkan dompetnya yang masih setengah basah dan memberikan dua lembar pecahan lima puluh ribu.“Hanya ini yang kumiliki, Bu. Aku akan pergi bekerja nanti malam,” jawab Alan dengan nada lelah.Sejujurnya ia ingin beristirahat hari ini, namun ia tidak bisa mengingat bahwa ia sudah bertekad untuk mengumpulkan uang demi mengubah nasib mereka dan membuktikan pada Rian
Halo, semuanya. Mohon maaf untuk keterlambatan saya dalam update semua cerita saya di sini karena ada beberapa kesibukan di rl yang membuat saya tidak bisa fokus. Di pengumuman kali ini saya ingin memberitahukan sebuah informasi kepada para pembaca sekalian, novel ini sudah direvisi ya setting dan latarnya, jadi bisa dibaca ulang dari bab 1 yaa~~ Dengan perubahan ini aku harap dapat membuat para pembaca lebih mudah dalam mendalami peran setiap karakternya,. Selamat membaca dan semoga semakin suka dengan novel kedua ku di sinii. terimakasih kepada para pembaca sekalian yang sudah setia menantikan setiap bab dari novel-novelku. Untuk novel yang satu lagi akan segera aku tamatkan yaaMohon nantikan update selanjutnya dari novel ini! Terimakasih!
“Lakukan saja perintahku. Minta Lily memberimu pekerjaan di toko keluarganya. Ibu yakin dia akan membantumu karena dia terlihat tertarik padamu. Jangan jadi pria bodoh yang merana hanya karena seorang wanita.” Alan mengepalkan tangannya, pikiran dan hatinya berkecamuk antara tidak terima dan sakit hati. Terlebih setelah mendengar ucapan ibunya, ia merasa tidak harus menjadi hancur hanya karena Riana meninggalkannya. Setidaknya, setelah gadis itu kembali ke keluarganya, maka ia pasti akan jauh lebih bahagia bukan? Hah! Sampai akhirpun Alan tidak bisa membenci gadis itu. “Baiklah, aku akan mencoba meminta bantuan Lily. Seperti ucapan Ibu, aku akan mencoba mencari pekerjaan lain dan membuktikan bahwa hidup kita bisa berubah.” Helena akhirnya dapat tersenyum puas setelah mendengar jawaban putranya. Ia menghampiri Alan dan memeluk putranya yang lebih tinggi dua puluh centi darinya itu. “Bagus, kau benar-benar putraku yang cerdas. Ingatlah kau masih harus membiayai pendidikan adikmu, D
“Tentu saja, Ibu juga ingin mendengar penjelasanmu tentang ini!” Alan dan Helena−Ibu Alan−pun berjalan masuk ke dalam rumah. Wanita paruh baya itu segera mengambilkan handuk bersih untuk Alan. “Mandi dan gantilah bajumu dulu. Setelah itu temui Ibu.” Alan mengangguk sembari menerima handuk yang ibunya berikan. Ia berjalan ke kamar mandi dan mulai membersihkan dirinya dengan sesekali meringis merasakan perih dari luka-luka di tubuhnya yang terkena air dan sabun. Bahkan saat mandipun ia kembali menangis memikirkan nasib pernikahannya dengan Riana yang membuat hatinya terasa begitu sakit. Selesai mandi dan berpakaian, Alan berjalan ke ruang makan dan menemui ibunya yang tengah duduk di meja makan dengan segelas teh hangat dan satu kotak yang berisi obat-obatan. Paper bag berisi McD tadi juga masih berada di atas meja itu. Dan sialnya itu kembali membuat Alan sedih. “Kemarilah, biarkan Ibu mengobatimu,” panggil Helena kepada Alan. Pria muda itu berjalan menghampiri ibunya dan duduk d
“Berhenti menyebut nama putriku dari mulut kotormu itu! Kau tidak berhak menemuinya lagi karena kalian akan bercerai besok! Sudah cukup putriku hidup sengsara karenamu! Jadi berhenti mencarinya! Dasar pengemis tak tahu malu!” Hinaan demi hinaan dilontarkan nyonya Jacky pada Alan yang berusaha berdiri dari genangan air kotor di tanah. Wajahnya setengah berlumpur karena terjatuh tadi. Penampilannya benar-benar terlihat seperti seorang pengemis yang menyedihkan di tengah guyuran hujan. Namun, pria itu tidak memedulikan semua hinaan itu. Yang ia pikirkan hanya menemui istrinya untuk berbicara. Ia pun berlutut di tanah menghadap nyonya Jacky, menangis dan memohon agar diizinkan untuk bertemu dengan Riana. “Aku mohon kepadamu, Bu. Izinkan aku bertemu dengan Riana. Aku harus mendengarnya langsung dari Riana mengapa ia menceraikanku? Tolong izinkan kami bertemu, Bu!” Alan mengabaikan tubuhnya yang mulai menggigil karena kedinginan. Ia terus berteriak memanggil nama Riana dengan air mata
Tertegun. Otaknya seolah berhenti berfungsi selama beberapa saat setelah membaca surat itu. Itu benar tulisan tangan Riana, dan ia belum dapat mencerna apa yang baru saja ia baca. Selama satu jam Alan duduk diam di depan meja rias membaca surat di tangannya berulang kali. Suara gemuruh langit yang disusul dengan petir mulai terdengar di luar rumah. Suara siulan angin yang melewati celah-celah lubang udara seolah menjadi musik pengiring kesedihan Alan yang mulai menghantamnya. Setelah membaca surat itu berulang kali, dia menyadari bahwa Riana akan menceraikannya. Wanita yang dia cintai dengan sepenuh hati meninggalkannya. Setelah membaca surat itu berulang kali,. Alan mencengkeram kertas itu dengan satu tangan dan menggertakkan gigi agar tidak berteriak. Kisah cinta yang ia pikir akan bertahan selamanya hancur begitu saja karena ia miskin dan tidak dapat memberikan kemewahan pada istrinya selama pernikahan mereka. Semua kenangan lama bersama Riana mulai bermunculan di dalam kepalany
Sore itu, Alan mengendarai motor bebeknya pulang dengan senyum lebar sembari membawa sebuah tote bag di gantungan motor yang berisi burger McD kesukaan istrinya. Ia mendapatkan itu semua dari salah seorang pelanggan yang memakai jasa ojek online-nya. “Terimakasih, mas. Ini satu bungkus lagi untuk mas saja. Saya sengaja beli dua untuk diberi ke drivernya satu,” kata pelanggan wanita bernama Weni itu. Ia baru saja memesan jasa antar makanan online dan memesan dua paket makanan dari McD melalui Alan. “Wah! Yang benar, Kak? Terimakasih ya, kebetulan istri saya suka sekali burger McD, tapi setelah menikah dengan Saya dia belum pernah memakan ini lagi,” jawab Alan dengan senyum lebarnya, membuat Weni membulatkan matanya takjub mengetahui pria setampan Alan yang terlihat masih muda ternyata sudah menikah. “Alhamdulillah, Mas. Kalau begitu salam ya Mas untuk istrinya. Saya jadi ikut senang dengarnya.” “Iya Kak, nanti saya sampaikan. Saya permisi dulu ya, Kak.” “Iya, Mas. Hati-hati di jala