Beberapa saat sebelumnya.Bara baru saja pulang, bi Heni, pelayan yang sudah bekerja selama tiga puluh tahun lamanya di sana nampak membukakan pintu untuk Bara. Lalu, wanita itu menurunkan barang-barang yang dibawa oleh Bara menuju kamar Hesti.Semenjak Hana mengalami kecelakaan, Bara membawa Hesti dan mereka selalu tidur di dalam kamar utama. Bi Heni sempat melayangkan protesnya, tetapi Bara langsung mengancam bi Heni.Bara berkata jika dia memiliki kuasa yang besar, jika bi Heni melawan Bara, maka pria itu akan membunuh bi Heni. Pria itu bahkan semenjak saat itu tidak pernah memperbolehkan bi Heni untuk keluar dari rumah.Bahkan, bi Heni tidak diperbolehkan untuk memegang ponsel. Bara juga memutuskan semua sambungan telepon yang ada di kediaman Aditama, dia memutuskan semua akses yang bisa digunakan untuk berkomunikasi.Rumah mewah itu bahkan dijaga oleh beberapa pengawal, baik di depan ataupun di belakang rumah tersebut. Pria itu sangat licik.Wanita itu menurut, dia tak lagi melay
Mendengar suara adzan yang berkumandang membuat Hana terbangun dari tidurnya, dengan begitu perlahan dia duduk dan menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur.Lalu, wanita itu nampak meraba-raba ke arah samping. Dia berusaha untuk mencari suaminya, tetapi dia merasa kalau kasur itu kosong."Mas Bara, kamu di mana?" tanya Hana.Terdengar seperti ada orang yang sedang bergerak di atas sofa, tetapi tidak ada ucapan yang terdengar. Hana merasa heran, jika saja bisa melihat, Hana pasti tahu sebenarnya ada apa di sofa dan ada siapa."Mas! Apa kamu sedang tidur di atas sofa? Atau kamu sedang di kamar mandi?" tanya Hana.Tidak ada sahutan sama sekali, Hana yang merasa penasaran berusaha untuk turun dari tempat tidur. Dia memakai sandal yang selalu dia simpan di dalam laci nakas, lalu dia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan begitu perlahan dan juga hati-hati.Tanpa Hana tahu, Bara dan juga Hesti sedang berada di atas sofa. Keduanya baru saja selesai berolah raga yang mengha
"Mas, kamu sedang apa?" tanya Hana pura-pura tidak tahu.Bara yang sudah selesai bersiap langsung menghampiri istrinya yang sedang duduk di atas sofa, lalu dia ikut duduk di atas sofa dan memeluk istrinya tersebut.Jijik sekali rasanya Hana mendapatkan pelukan dari Bara, tetapi dia pura-pura menikmati pelukan dari suaminya. Dia bahkan terlihat tersenyum dengan sangat manis di mata Bara."Aku baru selesai bersiap mau kerja, kamu butuh apa?"Mual sekali Hana mendengar apa yang dipertanyakan oleh Bara, karena kata-kata yang keluar dari bibir pria itu terdengar begitu manis sekali."Aku ingin menghubungi temanku, Mas. Apakah kamu melihat ponselku?""Kamu lupa ya, Sayang. Kamu kan' dulu mengalami kecelakaan, jadi ponselnya juga hilang saat kamu kecelakaan waktu itu.""Benarkah?" tanya Hana merasa tidak percaya."Iya, Sayang. Itu benar, memangnya kamu mau menghubungi siapa? Biar aku yang telepon, biar kamu bisa langsung ngobrol sama orang itu.""Sama teman-teman aku, Mas. Masa pakai ponsel
Saat tiba di dalam kamar mandi, Hesti terus saja menjerit kesakitan sambil mengguyur pahanya dan juga area intinya yang tersiram jus buah yang dia buat.Kulit wanita itu nampak melepuh, bahkan area intinya juga mengalami hal yang sama. Hesti semakin berteriak dengan begitu kencang, karena walaupun dia sudah mengguyurnya dengan air dingin, tetap saja terasa perih dan malah semakin memerah.Hana yang mendengar teriakan Hesti dengan langkah perlahan menghampiri wanita itu, lalu dia berdiri di ambang pintu kamar mandi dan berkata."Hesti, sebenarnya ada apa? Kenapa kamu berteriak kepanasan? Bukankah yang tak sengaja aku tumpahkan adalah jus buah tapi kenapa kamu malah berteriak kepanasan?"Hesti terdiam sesaat, dia merasa geram sekali mendengar pertanyaan dari Hana. Sungguh dia merasa kesal karena apa yang dia rencanakan sudah gagal.Bukannya Hana yang terluka, tetapi kini malah dirinya yang terluka. Benar-benar sial nasib dia pagi ini. Padahal, dia sudah berpikir jika Hana yang akan terl
Setengah jam kemudian Bara memang datang ke rumah sakit, pria itu langsung duduk tepat di samping Hana yang sedang duduk di bangku tunggu.Namun, wajahnya terlihat acuh tak acuh. Dia seolah tidak peduli apa pun yang akan terjadi kepada istrinya, karena menurutnya Hana sangatlah merepotkan.Kalau saja membunuh tanpa menghilangkan jejak itu gampang, Bara pasti sudah melakukan pembunuhan itu dengan gampang."Sayang, aku sudah datang. Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu meminta aku untuk datang ke rumah sakit? Bukankah sudah ada Hesti yang mengantar kamu?""Kamu sudah datang, Mas?" tanya Hana yang padahal dia sendiri tahu kalau Bara memang sudah datang sejak tadi."Iya, aku sudah datang. Terus kenapa kamu nyuruh aku datang ke sini?""Itu, Mas. Sebenarnya aku sih nggak apa-apa, cuma butuh dijahit aja robekan di kepalanya. Tapi kata dokter harus ada tanda tangan dari suami, soalnya aku itu kan' buta. Takutnya nanti kalau dijahit malah merusak saraf mata," ujar Hana.Sebenarnya apa yang dikataka
Setelah berbicara dengan pengacara keluarga Aditama, Hana memutuskan untuk pergi membeli buah. Dia sengaja membeli buah yang cukup banyak, lalu dia membeli keranjang dan memasukkan buah itu ke dalam keranjang.Dia juga mengambil uang tunai untuk keperluannya, setelah itu dia segera pergi ke ruang perawatan Hesti.Saat Hana masuk ke dalam ruangan Hesti, ternyata di sana masih ada Bara. Bara nampak perhatian sekali, pria itu begitu telaten mengurusi Hesti.Melihat kedatangan Hana, Bara dengan cepat bangun dan menghampiri istrinya. "Kamu sudah selesai dijahitnya, Sayang?""Sudah, Mas. Makanya aku datang ke sini, aku sengaja membelikan buah untuk Hesti. Aku juga tadi mengambil uang untuk keperluan aku, takutnya pengen jajan gitu kalau lagi di rumah. Nggak apa-apa, kan?""Nggak apa-apa, sini aku bawain buahnya.""Tidak perlu, biar aku saja yang bawa. Aku ingin memberikannya secara langsung kepada Hesti.""Iya, Sayang. Terserah kamu saja," ujar Bara.Tentunya Hana yang pura-pura buta dengan
Saat Hana ingin membawa Bara menuju rumah sakit, pria itu bersikeras tidak ingin pergi ke sana. Hana tahu pasti kalau suaminya itu memang takut jika mendapatkan pemeriksaan dokter, apalagi kalau harus disuntik.Bara malah meminta Hana untuk mencarikan tukang urut, pra itu berkata kakinya seakan hendak patah. Pinggangnya juga terasa panas dan seakan hendak putus."Kamu beneran nggak mau dibawa ke rumah sakit, Mas?""Iya, carikan tukang urut aja yang bagus. Lagian itu lantai kenapa bisa licin kayak gitu?""Nggak tau, Mas. Tadi aku lihat lantainya nggak kenapa-kenapa, mungkin sepatu kamu yang licin, Mas. Sudah lama terpakai, nanti kamu harus beli sepatu baru.""Iya, iya. Sekarang carikan tukang urutnya, Mas udah gak tahan sakitnya.""Iya," jawab Hana.Hana menyeringai, lalu dia pergi ke taman belakang dan langsung menelpon pengacaranya. Hanya pria itu yang bisa dia andalkan, dia belum bisa jujur kepada bi Heni.Takutnya wanita itu akan keceplosan saat berbicara kalau Bara mengancam wanit
Hana ingin sekali marah karena ketika dia bertanya, bi Heni malah terlihat seperti orang linglung. Dia seakan tidak paham dengan apa yang dipertanyakan oleh Hana, tapi dia berusaha untuk sabar."Bi, aku sedang bertanya tentang makam putriku? Kenapa Bibi malah balik bertanya?""Maaf, Nyonya. Abisan Nyonya itu aneh, saya tidak pernah mendengar tentang pemakaman putri anda. Tapi, anda tiba-tiba saja mempertanyakan hal itu. Jadinya saya bingung mau jawab apa,'' terang Bi Heni.Kaget?Tentu saja Hana merasa kaget mendengar apa yang dikatakan oleh bi Heni, Bara berkata jika putri mereka sudah meninggal dunia. Namun, bi Heni malah tidak pernah mendengar pemakaman tentang putrinya."Bi, tolong jangan bercanda. Mas Bara bilang kalau putri kami sudah meninggal, makanya aku bertanya tentang makamnya. Setidaknya, kalau aku tidak bisa merawatnya, aku ingin sering pergi ziarah ke kuburannya.""Ya ampun, Nyonya. Seingat Bibi, setelah Nyonya kecelakaan, nona Hani tetap dirawat di rumah sakit sampai 2