Mendengar suara adzan yang berkumandang membuat Hana terbangun dari tidurnya, dengan begitu perlahan dia duduk dan menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur.Lalu, wanita itu nampak meraba-raba ke arah samping. Dia berusaha untuk mencari suaminya, tetapi dia merasa kalau kasur itu kosong."Mas Bara, kamu di mana?" tanya Hana.Terdengar seperti ada orang yang sedang bergerak di atas sofa, tetapi tidak ada ucapan yang terdengar. Hana merasa heran, jika saja bisa melihat, Hana pasti tahu sebenarnya ada apa di sofa dan ada siapa."Mas! Apa kamu sedang tidur di atas sofa? Atau kamu sedang di kamar mandi?" tanya Hana.Tidak ada sahutan sama sekali, Hana yang merasa penasaran berusaha untuk turun dari tempat tidur. Dia memakai sandal yang selalu dia simpan di dalam laci nakas, lalu dia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan begitu perlahan dan juga hati-hati.Tanpa Hana tahu, Bara dan juga Hesti sedang berada di atas sofa. Keduanya baru saja selesai berolah raga yang mengha
"Mas, kamu sedang apa?" tanya Hana pura-pura tidak tahu.Bara yang sudah selesai bersiap langsung menghampiri istrinya yang sedang duduk di atas sofa, lalu dia ikut duduk di atas sofa dan memeluk istrinya tersebut.Jijik sekali rasanya Hana mendapatkan pelukan dari Bara, tetapi dia pura-pura menikmati pelukan dari suaminya. Dia bahkan terlihat tersenyum dengan sangat manis di mata Bara."Aku baru selesai bersiap mau kerja, kamu butuh apa?"Mual sekali Hana mendengar apa yang dipertanyakan oleh Bara, karena kata-kata yang keluar dari bibir pria itu terdengar begitu manis sekali."Aku ingin menghubungi temanku, Mas. Apakah kamu melihat ponselku?""Kamu lupa ya, Sayang. Kamu kan' dulu mengalami kecelakaan, jadi ponselnya juga hilang saat kamu kecelakaan waktu itu.""Benarkah?" tanya Hana merasa tidak percaya."Iya, Sayang. Itu benar, memangnya kamu mau menghubungi siapa? Biar aku yang telepon, biar kamu bisa langsung ngobrol sama orang itu.""Sama teman-teman aku, Mas. Masa pakai ponsel
Saat tiba di dalam kamar mandi, Hesti terus saja menjerit kesakitan sambil mengguyur pahanya dan juga area intinya yang tersiram jus buah yang dia buat.Kulit wanita itu nampak melepuh, bahkan area intinya juga mengalami hal yang sama. Hesti semakin berteriak dengan begitu kencang, karena walaupun dia sudah mengguyurnya dengan air dingin, tetap saja terasa perih dan malah semakin memerah.Hana yang mendengar teriakan Hesti dengan langkah perlahan menghampiri wanita itu, lalu dia berdiri di ambang pintu kamar mandi dan berkata."Hesti, sebenarnya ada apa? Kenapa kamu berteriak kepanasan? Bukankah yang tak sengaja aku tumpahkan adalah jus buah tapi kenapa kamu malah berteriak kepanasan?"Hesti terdiam sesaat, dia merasa geram sekali mendengar pertanyaan dari Hana. Sungguh dia merasa kesal karena apa yang dia rencanakan sudah gagal.Bukannya Hana yang terluka, tetapi kini malah dirinya yang terluka. Benar-benar sial nasib dia pagi ini. Padahal, dia sudah berpikir jika Hana yang akan terl
Setengah jam kemudian Bara memang datang ke rumah sakit, pria itu langsung duduk tepat di samping Hana yang sedang duduk di bangku tunggu.Namun, wajahnya terlihat acuh tak acuh. Dia seolah tidak peduli apa pun yang akan terjadi kepada istrinya, karena menurutnya Hana sangatlah merepotkan.Kalau saja membunuh tanpa menghilangkan jejak itu gampang, Bara pasti sudah melakukan pembunuhan itu dengan gampang."Sayang, aku sudah datang. Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu meminta aku untuk datang ke rumah sakit? Bukankah sudah ada Hesti yang mengantar kamu?""Kamu sudah datang, Mas?" tanya Hana yang padahal dia sendiri tahu kalau Bara memang sudah datang sejak tadi."Iya, aku sudah datang. Terus kenapa kamu nyuruh aku datang ke sini?""Itu, Mas. Sebenarnya aku sih nggak apa-apa, cuma butuh dijahit aja robekan di kepalanya. Tapi kata dokter harus ada tanda tangan dari suami, soalnya aku itu kan' buta. Takutnya nanti kalau dijahit malah merusak saraf mata," ujar Hana.Sebenarnya apa yang dikataka
Setelah berbicara dengan pengacara keluarga Aditama, Hana memutuskan untuk pergi membeli buah. Dia sengaja membeli buah yang cukup banyak, lalu dia membeli keranjang dan memasukkan buah itu ke dalam keranjang.Dia juga mengambil uang tunai untuk keperluannya, setelah itu dia segera pergi ke ruang perawatan Hesti.Saat Hana masuk ke dalam ruangan Hesti, ternyata di sana masih ada Bara. Bara nampak perhatian sekali, pria itu begitu telaten mengurusi Hesti.Melihat kedatangan Hana, Bara dengan cepat bangun dan menghampiri istrinya. "Kamu sudah selesai dijahitnya, Sayang?""Sudah, Mas. Makanya aku datang ke sini, aku sengaja membelikan buah untuk Hesti. Aku juga tadi mengambil uang untuk keperluan aku, takutnya pengen jajan gitu kalau lagi di rumah. Nggak apa-apa, kan?""Nggak apa-apa, sini aku bawain buahnya.""Tidak perlu, biar aku saja yang bawa. Aku ingin memberikannya secara langsung kepada Hesti.""Iya, Sayang. Terserah kamu saja," ujar Bara.Tentunya Hana yang pura-pura buta dengan
Saat Hana ingin membawa Bara menuju rumah sakit, pria itu bersikeras tidak ingin pergi ke sana. Hana tahu pasti kalau suaminya itu memang takut jika mendapatkan pemeriksaan dokter, apalagi kalau harus disuntik.Bara malah meminta Hana untuk mencarikan tukang urut, pra itu berkata kakinya seakan hendak patah. Pinggangnya juga terasa panas dan seakan hendak putus."Kamu beneran nggak mau dibawa ke rumah sakit, Mas?""Iya, carikan tukang urut aja yang bagus. Lagian itu lantai kenapa bisa licin kayak gitu?""Nggak tau, Mas. Tadi aku lihat lantainya nggak kenapa-kenapa, mungkin sepatu kamu yang licin, Mas. Sudah lama terpakai, nanti kamu harus beli sepatu baru.""Iya, iya. Sekarang carikan tukang urutnya, Mas udah gak tahan sakitnya.""Iya," jawab Hana.Hana menyeringai, lalu dia pergi ke taman belakang dan langsung menelpon pengacaranya. Hanya pria itu yang bisa dia andalkan, dia belum bisa jujur kepada bi Heni.Takutnya wanita itu akan keceplosan saat berbicara kalau Bara mengancam wanit
Hana ingin sekali marah karena ketika dia bertanya, bi Heni malah terlihat seperti orang linglung. Dia seakan tidak paham dengan apa yang dipertanyakan oleh Hana, tapi dia berusaha untuk sabar."Bi, aku sedang bertanya tentang makam putriku? Kenapa Bibi malah balik bertanya?""Maaf, Nyonya. Abisan Nyonya itu aneh, saya tidak pernah mendengar tentang pemakaman putri anda. Tapi, anda tiba-tiba saja mempertanyakan hal itu. Jadinya saya bingung mau jawab apa,'' terang Bi Heni.Kaget?Tentu saja Hana merasa kaget mendengar apa yang dikatakan oleh bi Heni, Bara berkata jika putri mereka sudah meninggal dunia. Namun, bi Heni malah tidak pernah mendengar pemakaman tentang putrinya."Bi, tolong jangan bercanda. Mas Bara bilang kalau putri kami sudah meninggal, makanya aku bertanya tentang makamnya. Setidaknya, kalau aku tidak bisa merawatnya, aku ingin sering pergi ziarah ke kuburannya.""Ya ampun, Nyonya. Seingat Bibi, setelah Nyonya kecelakaan, nona Hani tetap dirawat di rumah sakit sampai 2
Mata Hana terasa memanas, otaknya seakan hendak meledak. Hatinya terasa ditusuk sembilu, jantungnya seakan hendak berhenti berdetak. Dia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Bara.Jika pria itu ingin membunuh dirinya, itu masih dirasa masuk akal karena dirinya adalah orang lain. Hana hanyalah istrinya, tetapi Hani, putri cantik itu adalah darah daging Bara, bagaimana mungkin pria itu tega membunuh darah dagingnya sendiri, pikir Hana.Namun, Hana mulai berpikir jika Bara benar-benar seorang pria yang terobsesi. Bara hanya memiliki hati, tetapi pria itu tidak memiliki nurani."Tolong bantu aku, Om."Itulah kata yang Hana katakan kepada pengacara kepercayaannya, tidak lama kemudian pengacaranya itu mengirimkan orang kepercayaannya.Orang itu membantu Hana untuk mengecek CCTV saat 4 bulan yang lalu, rekaman CCTV tepat di hari Bara mengambil Hani dari rumah sakit.Dalam rekaman CCTV itu terlihat Bara dan juga Hesti membawa Hani, kedua manusia berhati busuk itu me
Selama satu minggu di Villa, Hana benar-benar menikmati harinya bersama dengan Bertrand dan juga Hani. Dia selalu bisa menyenangkan hati suaminya, dia juga selalu bisa menyenangkan hati Hani. Awalnya dia mengira jika Bertrand akan egois, suaminya akan meminta banyak waktu darinya hanya untuk berduaan saja dengan Bertrand. Karena pada kenyataannya mereka memang pasangan pengantin baru. Namun, justru Bertrand selalu ingin pergi ke manapun untuk menikmati hari bersama dengan Hani. Pria itu seolah mengerti keinginan dari Hana yang memang sudah sangat lama tidak bertemu dengan putri cantiknya. Bertrand selalu mendahulukan keinginan putri cantiknya, dia selalu memanjakan putri cantiknya karena pria itu berpikir jika dia memanjakan putrinya, maka Hana akan semakin mencintai dirinya. "Sudah satu minggu loh, mau nambah waktu atau mau pulang ke Jakarta aja?" Bertrand memeluk Hana yang kini sedang berada di depan jendela kamar yang terbuka, wanita itu sedang menikmati udara segar di sana.
Saat mendapatkan pemeriksaan ternyata Hana dinyatakan baik-baik saja, hanya saja dia perlu beristirahat dan diberikan vitamin oleh dokter.Bertrand juga mendapatkan tindakan, wajah tampannya langsung diobati dan diolesi salep luka. Kini keduanya sudah terlihat baik-baik saja, keduanya sudah pulang ke Villa."Bagaimana keadaan kalian?" tanya Helma dengan cemas.Semalaman dia tidak bisa tidur pulas, karena terus saja memikirkan bagaimana nasib menantunya itu. Dia sangat tahu kalau Hana adalah wanita baik, dia begitu gelisah saat mengetahui Bara menculik menantunya itu."Kami baik, Mom. Mana Hani?" tanya Hana.Padahal dia yang sudah diculik, tetapi tetap saja dia mengkhawatirkan kondisi putri cantiknya. Helma menghela napas panjang lalu memeluk Hana."Hani baik, dia sama Bobby. Kita langsung pulang ke ibu kota saja, Mom khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan lagi." Helma mengurai pelukannya, lalu dia mengusap puncak kepala Hana."Jangan khawatir, Mom. Bara sudah ditangkap polisi
Hana menjerit-jerit karena ketakutan, dia takut akan dinodai oleh mantan suaminya. Karena wajah Bara terlihat diselimuti kabut hasrat, dia takut pria itu akan nekat dan melakukan hal yang di luar dugaannya.Pria itu pernah mencoba membunuh dirinya beberapa kali, sungguh Hana takut jika Bara akan memperkosa dirinya, setelah itu dia akan dibunuh dan dilempar ke jurang. Hani pasti tidak akan pernah lagi mendapatkan kasih sayang dari dirinya, walaupun pada kenyataannya Bertrand pasti memanjakan putri kecilnya itu. Namun, dia tidak mau mati konyol."Tolong jangan melakukan hal yang aneh, Mas!"Hana kembali berteriak ketika dia melihat Bara yang kini sudah berada di atas tubuhnya, pria itu menatap dirinya dengan tatapan lapar dengan tangannya yang terus saja mengurut miliknya. "Mana mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan emas ini," ujar Bara yang nampak memosisikan miliknya agar sejajar dengan milik Hana.Jika saja dia memiliki kekuatan, Hana rasanya ingin menendang pria itu. Sayangnya, di
Hana menggeliatkan tubuhnya, dia lalu berusaha untuk menggerakkan kedua tangannya tetapi tidak bisa. Dia juga berusaha untuk menggerakkan kedua kakinya tetapi tidak bisa. Hana merasakan kepalanya begitu berat, dia juga merasakan kalau matanya begitu sulit untuk terbuka. Namun, wanita itu berusaha untuk membuka matanya.Sinar matahari yang menerobos masuk lewat celah membuat dia silau. Namun, Hana berusaha untuk melawan silaunya cahaya dengan matanya yang memicing. "Ini di mana? Kenapa badan aku sakit semua? Kenapa juga kedua tangan dan kedua kakiku begitu sulit untuk digerakkan?"Hana merasakan tubuhnya begitu sakit, dia jadi berpikir apakah tadi malam dia sudah melakukannya atau belum bersama dengan Bertrand.Namun, jika dia sudah melakukannya dengan Bertrand, Kenapa dia tidak mengingatnya sama sekali. Wanita itu mencoba untuk mengedarkan pandangannya, tiba-tiba saja matanya melotot karena dia berada di tempat yang asing. "Di aman ini?" tanya Hana yang tiba-tiba saja merasa panik.
Beberapa hari yang lalu. Bara baru saja melakukan makan siangnya, pria itu berjalan sambil menunduk dan tak berani menatap orang-orang yang ada di sana. Setiap kali dia menatap mata orang yang ada di sana, dia pasti akan menjadi sasaran empuk untuk dipukuli. Wajah Bara yang tampan sudah berubah, banyak luka bekas pukulan. Bukan hanya di wajahnya, tapi juga di beberapa bagian tubuhnya. Ada juga luka sayatan di pipinya. Tubuhnya yang dulu begitu gagah, kini nampak kurus kering. Kalau Hana bertemu dengan pria itu, pasti Hana tidak akan mengenalinya. Bara benar-benar tersiksa berada di penjara, sayangnya dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia juga merasa tersiksa karena mengetahui Hesti yang sedang hamil, usia kandungan wanita itu sudah memasuki usia dua puluh empat minggu. Perut Hesti sudah menonjol, tetapi sayangnya wanita itu tak kunjung bisa keluar dari dalam penjara. Padahal, Hesti sudah melakukan berbagai cara. Dia sudah berpura-pura sakit, dia sudah melakukan hal agar bisa kelu
Bertrand terus aja berusaha untuk menggoda Hana, tentu saja rayuannya begitu manjur karena wajah Hana kini sudah memerah. Tubuh wanita itu bahkan sudah menegang, meremang dan merasakan panas dingin akibat sentuhan yang dilakukan oleh Bertrand terhadap dirinya.Berkali-kali Hana mencoba melepaskan diri dari pria itu, tetapi sayangnya jerat cinta pria itu benar-benar di luar dugaannya."Bear, tunggu sebentar. Jangan sekarang, aku mau mandi dulu. Aku bau banget loh, nanti kamu boleh melakukan apa pun setelah aku mandi."Hana merasa tidak pede jika harus melakukan malam pertamanya tanpa mandi terlebih dahulu. Karena takut kalau Bertrand tidak merasa nyaman."Sekarang aja, gak usah nanti." Bertrand malah mengecupi leher jenjang Hana."Bear! Please," ujar Hana memelas.Akhirnya Bertrand melepaskan kungkungannya, dia langsung bangun dan duduk di tepian tempat tidur."Untuk apa sih kamu mandi? Padahal kamu itu udah wangi banget," ujar Bertrand sambil menatap miliknya yang kini sudah berdiri d
Selama Helma sakit, Hana selalu menginap di kediaman Alexander. Dia mengurusi Helma dan juga Hani dengan baik, tentu saja hal itu berdampak baik untuk Hana karena Helma nampak menyayangi wanita itu.Bertrand juga merasa senang, selama Hana di kediamannya, pria itu selalu berusaha untuk mencari cara agar wanita itu bersimpati kepada dirinya.Setelah satu minggu dirawat oleh Hana, Helma telah pulih. Pagi ini Helma, Hana dan juga Bertrand nampak menikmati sarapan paginya dengan tentang. Sedangkan Hani, tentunya sudah sarapan terlebih dahulu dan kini sedang jalan-jalan di taman kompleks dengan pelayan."Kapan kalian menikah?" tanya Helma setelah dia menyelesaikan sarapannya.Uhuk! Uhuk!Hana sampai tersedak karena kaget, biasanya Helma menatap dirinya dengan tatapan tidak suka. Namun, kali ini Helma mengagetkan dirinya karena menanyakan masalah pernikahan."Pelan-pelan makannya, minumlah dulu," ujar Bertrand yang langsung memberikan segelas air putih kepada Hana."Makasih," ujar Hana sete
Hani benar-benar merasa kesal kepada Bertrand, dia memang bisa tidur bersama dengan Hani, tetapi pria itu juga memaksa ingin tidur di kamar putri mereka. Walaupun Bertrand adalah ayah biologis dari Hani, tetapi tidak pantas rasanya untuk mereka tidur di dalam kamar yang sama bersama dengan putri mereka. "Kamu tuh gak boleh tidur satu kamar dengan aku, karena kita belum menikah." Bertrand yang melihat Hana melarang dirinya untuk tidur di sana malah tersenyum, lalu dia menjawil dagu Hana. Hana merasa tidak suka dengan apa yang dia lakukan oleh Bertrand, lalu dia menepis kasar tangan pria itu. "Gak usah macam-macam!" ujar Hana. "Aih! Kamu tuh marah-marah terus, hilang nanti cantiknya. Lagian aku tuh bukan mau tidur satu kamar dengan kamu, tapi mau tidur satu kamar dengan Hani. Geer," ujar Bertrand. Padahal, tentu saja dia ingin tidur satu kamar dengan Hana. Ini adalah kesempatan emas bagi dirinya, rasanya tidak perlu disia-siakan. Hani hanyalah dia jadikan sebagai alasan.
Hana merasa begitu kesal sekali karena Bertrand dengan berani mencium bibirnya, padahal walaupun dia setuju untuk menikah dengan pria itu, tetap saja hal itu tidak boleh dilakukan. Hana juga merasa kesal kepada dirinya sendiri, karena begitu syok wanita itu tidak melakukan apa pun. Dia malah hanya terdiam sambil memperhatikan apa yang dilakukan oleh Bertrand."Aku tidak messum, aku berkata yang sesungguhnya. Aku masih sangat ingat kalau dulu aku menyentuh kamu, aku masih sangat ingat kalau aku dulu mencium bibir ini. Rasanya--""Stop! Jangan bicara lagi, gak guna juga ngurusin gituan. Mending aku pulang aja, kamu tuh nyebelin banget!" Hana yang kesal langsung mendorong dada Bertrand, setelah itu dia melangkahkan kakinya untuk keluar dari kediaman Alexander. Rasanya berlama-lama berada di sana juga dirasa percuma, karena Hani kini sedang bersama dengan Helma. Keduanya pasti akan pergi dalam waktu yang lama, karena mereka pergi untuk keliling komplek.Namun, saat dia keluar dari pint