Beranda / Romansa / Balada Perawan Tua / 3. Tuhan, Bantu Aku

Share

3. Tuhan, Bantu Aku

Penulis: Rahayu Veni
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 17:51:29

Sudah tiga puluh menit aku berada di ruangan Pak Anggara, namun tidak ada sepatah-katapun keluar dari bibirnya. Bibir sexy yang menurut Mayang kissable itu sedari tadi.

"Pak?" Aku akhirnya memberanikan diri untuk memanggil namanya. Bukannya apa-apa, pekerjaanku masih banyak dan jika terus-terusan berada di sini tanpa ada tujuan yang pasti, pekerjaanku akan terbengkalai pastinya yang bisa mengakibatkan aku tidak bisa pulang tepat waktu. Aku kan karyawan teladan yang selalu datang dan pulang tepat waktu.

Pak Anggara mendongak. "Ya?" 

Aku menatapnya heran, kenapa dia malah bertanya? Bukannya dia yang tadi memintaku untuk duduk di kursi panas sepanas api neraka? Oke, aku terlalu berlebihan. Kursinya sangat nyaman dan tidak panas sama sekali.

Aku mencoba tersenyum meskipun sedikit kesal. "Tadi Bapak panggil saya, kalau boleh tahu untuk apa ya Pak?"

Pak Anggara manggut-manggut. "Oh itu, saya cuma mau panggil kamu saja."

What the hell? Apa katanya? Cuma mau manggil? Memang dasar sialan atasanku ini. Mentang-mentang bos jadi seenaknya sama wong cilik macam aku.

Aku tetap mempertahankan senyumanku. "Jadi, tidak ada masalah apa-apa Pak?" tanyaku memastikan.

Pak Anggara mengangguk. "Tidak ada masalah, laporan kamu tidak ada masalah. Yang jadi masalah, kamu kebanyakan ngobrol sama si Mayang makanya saya panggil ke sini."

Aku menatapnya dengan tatapan bertanya lalu menoleh perlahan untuk melihat ke arah belakang, ternyata kaca di ruangan atasanku bisa di setting untuk bisa melihat keadaan sekeliling. Aku kira selama ini kaca di ruangan atasanku ini tidak ada gunanya. Sial, berarti selama ini Pak Anggara bisa tahu jika aku sering bergosip dengan Mayang. Haduh, besok-besok aku akan begosip lewat chatt saja supaya lebih aman.

Akhirnya aku berhasil keluar dari ruangan atasanku. Mayang, sudah siap bertanya namun dengan tatapan mata aku berkata jika jangan bertanya.

[Keliatan bapake. jangan ngobrol.] Aku mengirimkan pesan singkat di aplikasi pesan yang sudah aku tautkan pada komputerku.

[Ciyus? Bukannya itu kaca cuma buat ngaca doang?] Ternyata bukan hanya aku yang tidak mengetahui fungsi ganda kaca besar yang ada menjadi dinding pembatas ruangan atasanku.

[Ciyus, tadi aku lihat sendiri kalau di setting pake remote langsung terang benderang bisa lihat ke seluruh penjuru ruangan.]

[Anjayati widodo! Jadi selama ini bapake bisa lihat dong kelakuan kita. Anjir! Mas Cahya kenapa nggak pernah bilang-bilang sih kalau kaca itu bisa jadi tembus pandang!] Mayang menambahkan emoji menangis di akhir ketikkannya.

[Makanya kita harus fokus, jangan keliatan ngobrol. Ocre?]

[Hiks, mudah-mudahan nggak di SP ya karena kebanyakan ngobrol.]

[Kata Mas Cahya, yang penting kerjaan beres. Bapake bukan orang yang suka nyinyir karena kita kebanyakan ngobrol kalo kerjaan kita beres.]

Aku dan Mayang memutuskan untuk mengobrol lewat pesan singkat sembari mengerjakan pekerjaan kami. 

Entah perasaanku saja atau memang karena efek jomlo sedari orok, aku merasa jika da seseorang yang selalu memperhatikanku. Aku memandang ke arah kaca besar ruangan atasanku lalu menggelengkan kepala untuk mengenyahkan pemikiran gila tentang atasanku yang diam-diam tengah memperhatikanku. Aku rasa, Pak Anggara tidak sekurang kerjaan itu untuk memperhatikan remahan rengginang sepertiku ini. Apalagi setelah melihat wanita yang tadi terang-terangan ditolaknya, makin sadar dirilah diriku ini.

Oke, kembali ke dunia nyata. Aku kembali fokus meneliti grafik, tabel yang berisi angka-angka tentang penjualan parfum dan produk kecantikan yang dijual oleh perusahaan tempatku bekerja. Meskipun masih tergolong perusahaan baru dan kecil namun produk-produk kami bisa bersaing di pasaran. Aku, yang sudah bekerja sejak perusahaan ini didirikan sangat tahu bagaimana usaha Pak Anggara membangun bisnisnya. Setahuku, orang tuanya juga memiliki perusahaan namun aku tidak tahu alasan mengapa Pak Anggara memilih untuk membangun usahanya sendiri dibandingkan meneruskan perusahaan orang tuanya.

"Kayaknya kita mesti ajak bapake buat live deh," ucapku ketika melihat hasil penjualan online hari ini tidak jauh berbeda dari hari sebelumnya.

"Kenapa emang?" tanya Mayang.

"Ini, aku kan lihat live produk sebelah. Nah, mereka ajak bos mereka yang ganteng buat live, banyak yang join live sama beli. Kalau kita coba gimana? Biarin lah dibilang ikut-ikutan yang penting kan jualan laris. Apalagi mukanya bapake kan ganteng, bisa jadi daya tarik buat yang mau beli." Aku memperlihatkan layar ponselku yang sedang menampilkan sesi live shopping sebuah brand.

Mayang manggut-manggut. "Usulin aja Kak sama anak marketing," kata Mayang. 

Aku mengangguk. Aku langsung menghubungi tim marketing yang mengurusi penjualan online. Bibirku mengerucut ketika mengetahui jawaban mereka, ternyata Pak Anggara menolak.

"Kenapa Kak?" tanya Mayang.

"Katanya mereka pernah nyaranin ke bapake, tapi bapake nolak," jawabku lesu. Aneh, anak buahnya ingin jualan jadi laris kok malah nggak mau.

"Nggak pede kali, atau nggak memang bapake nggak suka disorot. Aku liat-liat emang di socmed-nya juga jarang nampilin fotonya dia. Kebanyakan pemandangan aja," ucap Mayang.

"Rugi banget muka ganteng nggak dipamerin. Aku sih udah jelas nggak pernah pajang foto karena nggak fotogenic dan mukanya standar, kalau modelan artis mah pasti cekrak-cekrek mulu anywhere, everywhere," kataku sembari menghela nafas.

"Kak San bujuk aja bapake, kali aja kalau sama Kak San bapake nurut," usul Mayang yang sangat tidak masuk akal.

"Sama anak marketing aja yang jobdesc-nya mereka si bapak nolak, apalagi sama aku May," kataku sembari menggeleng-gelengkan kepala. Memang ada-ada saja isi kepala si Mayang ini, kebanyakan nonton dracin memang.

"Nolak apa San?" 

"Astaganaga!" seruku kaget karena tiba-tiba saja Pak Anggara bertanya, macam makhluk halus kedatangannya tidak terdengar.

"Kamu kaget?" tanyanya dengan raut wajah tidak bedosa.

Aku mengelus-elus dadaku. "Enggak Pak, biasa aja," ucapku sembari mendelik.

"Tadi kamu bilang saya nolak kamu? Emang kamu kapan menyatakan cinta sama saya?" tanyanya.

Mayang terkikik.

"Mana ada saya nyatain cinta sama Bapak. Saya lagi ngobrol sama Mayang, kalau Bapak ikut jadi host waktu live shopping mungkin aja penjualan kita meningkat." Meskipun kesal tentu saja aku harus menjawab pertanyaan atasanku kan.

"Baru mungkin kan?" 

"Ya kalau nggak dicoba nggak akan tahu hasilnya Pak," jawabku.

"Seberapa yakin kalau penjualan kita akan meningkat kalau saya ikut live?" tanyanya dengan pandangan setajam cutter yang baru dibeli.

Aku berpikir keras dan cepat. "100%," jawabku.

Terlihat alis sebelah kanan Pak Anggara naik. "Seyakin itu?"

Aku mengangguk cepat. 

Pak Anggara mengangguk-anggukan kepalanya. "Oke, saya akan coba jadi host. Kita lihat seberapa naik penjualan kita. Kalau tidak naik, kamu berhadapan sama saya ya San."

Aku merinding, apalagi ketika mendapat tatapan super tajam dari sang pemilik perusahan. Aku hanya bisa berdoa jika penjualan hari ini dan besok akan naik secara signifikan ketika atasanku itu ikut menjadi host pada live shopping sore ini.

Tuhan, bantu aku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Balada Perawan Tua   4. Aku Antar

    "Lo pake ajian apa San sampe Bapak jadi mau ikutan host?" bisik Mas Cahya ketika kami sedang melihat langsung live shopping perdana yang dipandu oleh owner perusahaan kami yang gantengnya endulita kalau kata Mayang."Nggak pake ajian Mas, pake kalimat yang baik dan benar sesuai PUEBI dan tentunya disampaikan dengan cara yang sangat meyakinkan," jawabku asal. Akupun tidak menyangka jika hanya dalam sekali percobaan Pak Anggara mau mencoba ajakan untuk menjadi host di live shopping exclusive sore ini.Kulihat Mas Cahya mengangguk-angguk. "Keren emang lo, pantesan aja jadi kesayangan si Bapak," ucap Mas Cahya membuatku mendelik. Kesayangan pala lo peang, kalau kesayangan udah dinikahin bukannya disuruh bikin laporan. Mas Cahya menahan tawanya. "Sinis banget si lo, jodoh sama dia baru tahu rasa.""Aku? Jodoh sama si Bapak? Ya bakal bahagia lah pastinya. Aku bakalan jadi sosialita yang ogah kenal Mas Cahya," kataku.Mas Cahya terkikik geli. "Gue doain, jadi lo sama si Bapak.""Amin." Mesk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Balada Perawan Tua   5. Pantes Kamu Jomlo

    Menaiki mobil mewah keluaran Eropa pernah menjadi salah satu cita-citaku. Namun, ketika kesempatan itu datang bukan kebahagiaan yang aku rasakan tapi ketakutan luar biasa karena duduk bersebelahan dengan atasan yang ganteng tapi bisa mematikkan. Saat tadi aku mengatakan pada Mayang jika akan ditraktir makan oleh Pak Anggara, langsung saja Mayang mengeluarkan khayalan-khayalan layaknya drama China yang sering ia tonton akhir-akhir ini. Mayang mendoakan supaya aku dan Pak Anggara berjodoh dan aku hanya mengaminkan saja. Toh, tidak akan menjadi kenyataan karena aku hanya remahan rengginang sementara Pak Anggara adalah berlian. Aku hanya diam sepanjang perjalanan menuju tempat yang tadi disebutkan pria yang duduk tenang sembari sesekali mengecek ponselnya. Pak Danang, sopir kantor yang bertugas mengantar-jemput Pak Anggara pun terlihat fokus menyetir dan tidak berkeinginan untuk mengobrol. Jika aku perhatikan, kami mirip dengan penumpang taksi online yang tidak mengenal sopirnya sama se

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Balada Perawan Tua   6. Kalau Digigit Saya, Jontor Nggak?

    Sudah pukul sepuluh pagi namun aku belum melihat karyawan yang beberapa hari ini mampu mengalihkan pandanganku. Tidak biasanya wanita itu belum datang. Sandrina adalah orang yang selalu tepat waktu baik datang ataupun pulang. "Si Sandrina ke mana?" kebetulan Cahya masuk ke ruanganku untuk mengabarkan jika aku harus segera berangkat meeting dengan pemilik pabrik tempat kami memproduksi produk yang kami jual karena belum memiliki pabrik sendiri. "Sakit katanya Pak, tadi dia telepon lagi di rumah sakit," jawab Cahya. Sakit? Kok bisa? Semalam dia tidak apa-apa malah terlihat bahagia menikmati aneka macam hidangan laut. Mengingat kejadian semalam membuatku ingin tersenyum sangat lebar, tapi tidak mungkin karena ada Cahya ada di sini. Aku tidak ingin asisten yang sudah menemani seumur perusahaanku ini menatapku penuh curiga. "Sakit apa?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen yang sedang kuperiksa. Cahya tidak langsung menjawab sepertinya ia sedang berpikir kenapa aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Balada Perawan Tua   7. Kamu Mau Dijodohin?

    Aku memegangi dadaku yang sedari tadi enggan berdetak dengan normal. Setelah mendengar pertanyaan absurd dari atasanku yang mendadak gila itu, perasaanku langsung tidak karuan."San, inget San. Langit dan bumi susah digapai. Napak tanah jangan terbang-terbang." Aku merapalkan mantra supaya tidak terlena oleh hal yang bisa saja tidak akan nyata. "Nasib jadi jomlo menahun, ditanya gitu aja langsung dag-dig-dug nggak karuan." Aku tidak habis pikir dengan jantungku. Iya sih, Pak Anggara itu ganteng tapi kan nggak harus sereceh ini dong jantung, masa gitu doang udah berasa mau copot. Untung saja jantung ini buatan Tuhan coba kalau buatan manusia, sudah porak-poranda. Tidak ingin membuat masalah dengan pikiran dan jantungku lebih dalam, aku memilih untuk tidur. Niat hati ingin tidur tenang sembari bermimpi banyak uang, nyatanya yang bisa kulakukan adalah berbaring dengan ponsel di tangan dan menonton drama tentang terlahir kembali di tahun 80-an. Cerita tidak masuk akal tapi selalu aku t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Balada Perawan Tua   8. Salah Tidak Sih?

    Terkadang aku berpikir, mengapa aku masih jomlo di usia di mana kebanyakan orang-orang sudah berkeluarga? Kan kalau sudah berkeluarga aku tidak harus malas pulang ke rumah orang tuaku. Sebenarnya bukan malas bertemu orang tua, tapi malas dengan kejulidan tetangga yang makin merajalela. Jika harus pulang pun aku lebih memilih tidak keluar rumah karena malas meladeni pertanyaan mereka yang tidak jauh dari masalah jodoh. Apalagi mayoritas gadis-gadis di kampungku sudah banyak yang menikah. Aku ingin menghilang saja jika sedang pulang ke sana. Seperti saat ini, malas sekali aku keluar dari rumah."Neng, cepetan atuh!" ucap mama yang tadi meminta tolong dibelikan garam dan gula. Aku mendengkus lalu berjalan untuk menuju warung terdekat sambil berdoa tidak ada ibu-ibu julid yang berbelanja di sana. “Beli!” Aku sudah berada di warung terdekat dan beruntung tidak ada seorangpun yang sedang berbelanja di sana.Tidak lama ada ibu pemilik warung datang. "Eh, ada Neng Vera," katanya. "Lagi libu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Balada Perawan Tua   9. Keracunan Cinta

    Kembali ke dunia nyata sebagai pencari nafkah untuk diri sendiri membuatku merasa lebih baik setelah acara perkenalan yang tidak berjalan baik. Baiklah, mungkin aku terlalu berlebihan atau apalah itu. Tapi, jujur aku tidak suka dengan cara penyampaian Deni tentang kodrat wanita yang malah membuatku tidak nyaman. Entahlah, dari awal juga aku merasa tidak nyaman jadi jangan salahkan aku jika apapun yang dikatakan dan dilakukannya salah. Egois memang, tapi aku tidak bisa membohongi hatiku sendiri dan aku tidak ingin berbohong karena bohong itu dosa dan bisa buat kita sengsara. "San." Aku yang sedang menatap layar komputer langsung menoleh ke sumber suara, ternyata Mas Cahya."Kenapa Mas?" tanyaku."Dipanggil Bapak," jawab Mas Cahya. Aku mengangguk lalu gegas menuju ruangan atasanku. Ketika aku masuk ke dalam ruangannya, aku melihat Pak Anggara sedang fokus menatap layar laptop. Baru saja aku akan membuka mulut untuk bertanya ada keperluan apa hingga aku dipanggil, Pak Anggara sudah terl

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Balada Perawan Tua   10. Calon Aku

    Aku tersenyum ketika melihat wajah Sandrina memberengut saat membaca pesanku yang terakhir. Sungguh menggemaskan sekali. Entah mengapa menjahili Sandrina menjadi kebahagian sendiri untukku akhir-akhir ini. Semacam hiburan di tengah-tengah teror blind date yang sering ibuku rencanakan. Bukan aku tidak tahu jika ibuku ingin segera melihatku berkeluarga. Aku tidak menyalahkan sikap ibuku. Ia pasti khawatir anak semata wayangnya ini tidak akan ada yang menemani di hari tua nanti. Namun, terkadang aku merasa kesal juga jika terus-terusan harus berkenalan dengan anak temannya. Aku kembali menatap Sandrina dari balik kaca ruanganku. Ia sedang dalam mode serius namun kulihat sesekali ia berdiskusi dengan Mayang bahkan tersenyum. Senyumnya yang dulu terlihat biasa saja entah mengapa menjadi terlihat sangat istimewa.Ketika aku sedang larut dalam lamunanku tentang Sandrina, ada seseorang mengetuk pintu. Ternyata Cahya. Ia menginformasikan laporan yang harus segera aku review dan mengingatakan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Balada Perawan Tua   11. Lamaran, Tunangan, Siraman, Nikahan

    Sandrina tentu saja terkejut ketika mendengar ucapan Anggara yang tiba-tiba. Siapa yang tidak akan terkejut disebut calon istri oleh seseorang, terlebih orang itu adalah pemilik perusahaan tempat kita mencari nafkah. Sandrina langsung mengibas-ngibaskan tangannya. "Bu-bu..." Namun perkataannya tidak bisa dilanjutkan karena Anggara langsung mengapit lengannya dan mengatakan dengan tegas pada ibunya bahwa Sandrina adalah calon istrinya.Meiske, ibu kandung Anggara, terlihat sumringah ketika mendengar dengan jelas bahwa wanita manis di depannya adalah kekasih anak semata wayangnya. Pantas saja anaknya itu tidak pernah mau dikenalkan atau mencoba berhubungan dengan wanita yang ia kenalkan."Jadi, kalian kenal di mana?" tanya Meiske. Mereka sedang berada di sebuah restauran yang menyajikan makanan khas Thailand.Sandrina memandang Anggara."Temen di kantor," jawab Anggara.Mata Meiske membola. "Kamu kerja di tempat Angga?"Sandrina mengangguk takut-takut. Jujur, ia takut seperti di drama-

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08

Bab terbaru

  • Balada Perawan Tua   11. Lamaran, Tunangan, Siraman, Nikahan

    Sandrina tentu saja terkejut ketika mendengar ucapan Anggara yang tiba-tiba. Siapa yang tidak akan terkejut disebut calon istri oleh seseorang, terlebih orang itu adalah pemilik perusahaan tempat kita mencari nafkah. Sandrina langsung mengibas-ngibaskan tangannya. "Bu-bu..." Namun perkataannya tidak bisa dilanjutkan karena Anggara langsung mengapit lengannya dan mengatakan dengan tegas pada ibunya bahwa Sandrina adalah calon istrinya.Meiske, ibu kandung Anggara, terlihat sumringah ketika mendengar dengan jelas bahwa wanita manis di depannya adalah kekasih anak semata wayangnya. Pantas saja anaknya itu tidak pernah mau dikenalkan atau mencoba berhubungan dengan wanita yang ia kenalkan."Jadi, kalian kenal di mana?" tanya Meiske. Mereka sedang berada di sebuah restauran yang menyajikan makanan khas Thailand.Sandrina memandang Anggara."Temen di kantor," jawab Anggara.Mata Meiske membola. "Kamu kerja di tempat Angga?"Sandrina mengangguk takut-takut. Jujur, ia takut seperti di drama-

  • Balada Perawan Tua   10. Calon Aku

    Aku tersenyum ketika melihat wajah Sandrina memberengut saat membaca pesanku yang terakhir. Sungguh menggemaskan sekali. Entah mengapa menjahili Sandrina menjadi kebahagian sendiri untukku akhir-akhir ini. Semacam hiburan di tengah-tengah teror blind date yang sering ibuku rencanakan. Bukan aku tidak tahu jika ibuku ingin segera melihatku berkeluarga. Aku tidak menyalahkan sikap ibuku. Ia pasti khawatir anak semata wayangnya ini tidak akan ada yang menemani di hari tua nanti. Namun, terkadang aku merasa kesal juga jika terus-terusan harus berkenalan dengan anak temannya. Aku kembali menatap Sandrina dari balik kaca ruanganku. Ia sedang dalam mode serius namun kulihat sesekali ia berdiskusi dengan Mayang bahkan tersenyum. Senyumnya yang dulu terlihat biasa saja entah mengapa menjadi terlihat sangat istimewa.Ketika aku sedang larut dalam lamunanku tentang Sandrina, ada seseorang mengetuk pintu. Ternyata Cahya. Ia menginformasikan laporan yang harus segera aku review dan mengingatakan

  • Balada Perawan Tua   9. Keracunan Cinta

    Kembali ke dunia nyata sebagai pencari nafkah untuk diri sendiri membuatku merasa lebih baik setelah acara perkenalan yang tidak berjalan baik. Baiklah, mungkin aku terlalu berlebihan atau apalah itu. Tapi, jujur aku tidak suka dengan cara penyampaian Deni tentang kodrat wanita yang malah membuatku tidak nyaman. Entahlah, dari awal juga aku merasa tidak nyaman jadi jangan salahkan aku jika apapun yang dikatakan dan dilakukannya salah. Egois memang, tapi aku tidak bisa membohongi hatiku sendiri dan aku tidak ingin berbohong karena bohong itu dosa dan bisa buat kita sengsara. "San." Aku yang sedang menatap layar komputer langsung menoleh ke sumber suara, ternyata Mas Cahya."Kenapa Mas?" tanyaku."Dipanggil Bapak," jawab Mas Cahya. Aku mengangguk lalu gegas menuju ruangan atasanku. Ketika aku masuk ke dalam ruangannya, aku melihat Pak Anggara sedang fokus menatap layar laptop. Baru saja aku akan membuka mulut untuk bertanya ada keperluan apa hingga aku dipanggil, Pak Anggara sudah terl

  • Balada Perawan Tua   8. Salah Tidak Sih?

    Terkadang aku berpikir, mengapa aku masih jomlo di usia di mana kebanyakan orang-orang sudah berkeluarga? Kan kalau sudah berkeluarga aku tidak harus malas pulang ke rumah orang tuaku. Sebenarnya bukan malas bertemu orang tua, tapi malas dengan kejulidan tetangga yang makin merajalela. Jika harus pulang pun aku lebih memilih tidak keluar rumah karena malas meladeni pertanyaan mereka yang tidak jauh dari masalah jodoh. Apalagi mayoritas gadis-gadis di kampungku sudah banyak yang menikah. Aku ingin menghilang saja jika sedang pulang ke sana. Seperti saat ini, malas sekali aku keluar dari rumah."Neng, cepetan atuh!" ucap mama yang tadi meminta tolong dibelikan garam dan gula. Aku mendengkus lalu berjalan untuk menuju warung terdekat sambil berdoa tidak ada ibu-ibu julid yang berbelanja di sana. “Beli!” Aku sudah berada di warung terdekat dan beruntung tidak ada seorangpun yang sedang berbelanja di sana.Tidak lama ada ibu pemilik warung datang. "Eh, ada Neng Vera," katanya. "Lagi libu

  • Balada Perawan Tua   7. Kamu Mau Dijodohin?

    Aku memegangi dadaku yang sedari tadi enggan berdetak dengan normal. Setelah mendengar pertanyaan absurd dari atasanku yang mendadak gila itu, perasaanku langsung tidak karuan."San, inget San. Langit dan bumi susah digapai. Napak tanah jangan terbang-terbang." Aku merapalkan mantra supaya tidak terlena oleh hal yang bisa saja tidak akan nyata. "Nasib jadi jomlo menahun, ditanya gitu aja langsung dag-dig-dug nggak karuan." Aku tidak habis pikir dengan jantungku. Iya sih, Pak Anggara itu ganteng tapi kan nggak harus sereceh ini dong jantung, masa gitu doang udah berasa mau copot. Untung saja jantung ini buatan Tuhan coba kalau buatan manusia, sudah porak-poranda. Tidak ingin membuat masalah dengan pikiran dan jantungku lebih dalam, aku memilih untuk tidur. Niat hati ingin tidur tenang sembari bermimpi banyak uang, nyatanya yang bisa kulakukan adalah berbaring dengan ponsel di tangan dan menonton drama tentang terlahir kembali di tahun 80-an. Cerita tidak masuk akal tapi selalu aku t

  • Balada Perawan Tua   6. Kalau Digigit Saya, Jontor Nggak?

    Sudah pukul sepuluh pagi namun aku belum melihat karyawan yang beberapa hari ini mampu mengalihkan pandanganku. Tidak biasanya wanita itu belum datang. Sandrina adalah orang yang selalu tepat waktu baik datang ataupun pulang. "Si Sandrina ke mana?" kebetulan Cahya masuk ke ruanganku untuk mengabarkan jika aku harus segera berangkat meeting dengan pemilik pabrik tempat kami memproduksi produk yang kami jual karena belum memiliki pabrik sendiri. "Sakit katanya Pak, tadi dia telepon lagi di rumah sakit," jawab Cahya. Sakit? Kok bisa? Semalam dia tidak apa-apa malah terlihat bahagia menikmati aneka macam hidangan laut. Mengingat kejadian semalam membuatku ingin tersenyum sangat lebar, tapi tidak mungkin karena ada Cahya ada di sini. Aku tidak ingin asisten yang sudah menemani seumur perusahaanku ini menatapku penuh curiga. "Sakit apa?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen yang sedang kuperiksa. Cahya tidak langsung menjawab sepertinya ia sedang berpikir kenapa aku

  • Balada Perawan Tua   5. Pantes Kamu Jomlo

    Menaiki mobil mewah keluaran Eropa pernah menjadi salah satu cita-citaku. Namun, ketika kesempatan itu datang bukan kebahagiaan yang aku rasakan tapi ketakutan luar biasa karena duduk bersebelahan dengan atasan yang ganteng tapi bisa mematikkan. Saat tadi aku mengatakan pada Mayang jika akan ditraktir makan oleh Pak Anggara, langsung saja Mayang mengeluarkan khayalan-khayalan layaknya drama China yang sering ia tonton akhir-akhir ini. Mayang mendoakan supaya aku dan Pak Anggara berjodoh dan aku hanya mengaminkan saja. Toh, tidak akan menjadi kenyataan karena aku hanya remahan rengginang sementara Pak Anggara adalah berlian. Aku hanya diam sepanjang perjalanan menuju tempat yang tadi disebutkan pria yang duduk tenang sembari sesekali mengecek ponselnya. Pak Danang, sopir kantor yang bertugas mengantar-jemput Pak Anggara pun terlihat fokus menyetir dan tidak berkeinginan untuk mengobrol. Jika aku perhatikan, kami mirip dengan penumpang taksi online yang tidak mengenal sopirnya sama se

  • Balada Perawan Tua   4. Aku Antar

    "Lo pake ajian apa San sampe Bapak jadi mau ikutan host?" bisik Mas Cahya ketika kami sedang melihat langsung live shopping perdana yang dipandu oleh owner perusahaan kami yang gantengnya endulita kalau kata Mayang."Nggak pake ajian Mas, pake kalimat yang baik dan benar sesuai PUEBI dan tentunya disampaikan dengan cara yang sangat meyakinkan," jawabku asal. Akupun tidak menyangka jika hanya dalam sekali percobaan Pak Anggara mau mencoba ajakan untuk menjadi host di live shopping exclusive sore ini.Kulihat Mas Cahya mengangguk-angguk. "Keren emang lo, pantesan aja jadi kesayangan si Bapak," ucap Mas Cahya membuatku mendelik. Kesayangan pala lo peang, kalau kesayangan udah dinikahin bukannya disuruh bikin laporan. Mas Cahya menahan tawanya. "Sinis banget si lo, jodoh sama dia baru tahu rasa.""Aku? Jodoh sama si Bapak? Ya bakal bahagia lah pastinya. Aku bakalan jadi sosialita yang ogah kenal Mas Cahya," kataku.Mas Cahya terkikik geli. "Gue doain, jadi lo sama si Bapak.""Amin." Mesk

  • Balada Perawan Tua   3. Tuhan, Bantu Aku

    Sudah tiga puluh menit aku berada di ruangan Pak Anggara, namun tidak ada sepatah-katapun keluar dari bibirnya. Bibir sexy yang menurut Mayang kissable itu sedari tadi."Pak?" Aku akhirnya memberanikan diri untuk memanggil namanya. Bukannya apa-apa, pekerjaanku masih banyak dan jika terus-terusan berada di sini tanpa ada tujuan yang pasti, pekerjaanku akan terbengkalai pastinya yang bisa mengakibatkan aku tidak bisa pulang tepat waktu. Aku kan karyawan teladan yang selalu datang dan pulang tepat waktu.Pak Anggara mendongak. "Ya?" Aku menatapnya heran, kenapa dia malah bertanya? Bukannya dia yang tadi memintaku untuk duduk di kursi panas sepanas api neraka? Oke, aku terlalu berlebihan. Kursinya sangat nyaman dan tidak panas sama sekali.Aku mencoba tersenyum meskipun sedikit kesal. "Tadi Bapak panggil saya, kalau boleh tahu untuk apa ya Pak?"Pak Anggara manggut-manggut. "Oh itu, saya cuma mau panggil kamu saja."What the hell? Apa katanya? Cuma mau manggil? Memang dasar sialan atasa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status