Home / Romansa / Balada Perawan Tua / 3. Tuhan, Bantu Aku

Share

3. Tuhan, Bantu Aku

Author: Rahayu Veni
last update Last Updated: 2025-02-03 17:51:29

Sudah tiga puluh menit aku berada di ruangan Pak Anggara, namun tidak ada sepatah-katapun keluar dari bibirnya. Bibir sexy yang menurut Mayang kissable itu sedari tadi.

"Pak?" Aku akhirnya memberanikan diri untuk memanggil namanya. Bukannya apa-apa, pekerjaanku masih banyak dan jika terus-terusan berada di sini tanpa ada tujuan yang pasti, pekerjaanku akan terbengkalai pastinya yang bisa mengakibatkan aku tidak bisa pulang tepat waktu. Aku kan karyawan teladan yang selalu datang dan pulang tepat waktu.

Pak Anggara mendongak. "Ya?" 

Aku menatapnya heran, kenapa dia malah bertanya? Bukannya dia yang tadi memintaku untuk duduk di kursi panas sepanas api neraka? Oke, aku terlalu berlebihan. Kursinya sangat nyaman dan tidak panas sama sekali.

Aku mencoba tersenyum meskipun sedikit kesal. "Tadi Bapak panggil saya, kalau boleh tahu untuk apa ya Pak?"

Pak Anggara manggut-manggut. "Oh itu, saya cuma mau panggil kamu saja."

What the hell? Apa katanya? Cuma mau manggil? Memang dasar sialan atasanku ini. Mentang-mentang bos jadi seenaknya sama wong cilik macam aku.

Aku tetap mempertahankan senyumanku. "Jadi, tidak ada masalah apa-apa Pak?" tanyaku memastikan.

Pak Anggara mengangguk. "Tidak ada masalah, laporan kamu tidak ada masalah. Yang jadi masalah, kamu kebanyakan ngobrol sama si Mayang makanya saya panggil ke sini."

Aku menatapnya dengan tatapan bertanya lalu menoleh perlahan untuk melihat ke arah belakang, ternyata kaca di ruangan atasanku bisa di setting untuk bisa melihat keadaan sekeliling. Aku kira selama ini kaca di ruangan atasanku ini tidak ada gunanya. Sial, berarti selama ini Pak Anggara bisa tahu jika aku sering bergosip dengan Mayang. Haduh, besok-besok aku akan begosip lewat chatt saja supaya lebih aman.

Akhirnya aku berhasil keluar dari ruangan atasanku. Mayang, sudah siap bertanya namun dengan tatapan mata aku berkata jika jangan bertanya.

[Keliatan bapake. jangan ngobrol.] Aku mengirimkan pesan singkat di aplikasi pesan yang sudah aku tautkan pada komputerku.

[Ciyus? Bukannya itu kaca cuma buat ngaca doang?] Ternyata bukan hanya aku yang tidak mengetahui fungsi ganda kaca besar yang ada menjadi dinding pembatas ruangan atasanku.

[Ciyus, tadi aku lihat sendiri kalau di setting pake remote langsung terang benderang bisa lihat ke seluruh penjuru ruangan.]

[Anjayati widodo! Jadi selama ini bapake bisa lihat dong kelakuan kita. Anjir! Mas Cahya kenapa nggak pernah bilang-bilang sih kalau kaca itu bisa jadi tembus pandang!] Mayang menambahkan emoji menangis di akhir ketikkannya.

[Makanya kita harus fokus, jangan keliatan ngobrol. Ocre?]

[Hiks, mudah-mudahan nggak di SP ya karena kebanyakan ngobrol.]

[Kata Mas Cahya, yang penting kerjaan beres. Bapake bukan orang yang suka nyinyir karena kita kebanyakan ngobrol kalo kerjaan kita beres.]

Aku dan Mayang memutuskan untuk mengobrol lewat pesan singkat sembari mengerjakan pekerjaan kami. 

Entah perasaanku saja atau memang karena efek jomlo sedari orok, aku merasa jika da seseorang yang selalu memperhatikanku. Aku memandang ke arah kaca besar ruangan atasanku lalu menggelengkan kepala untuk mengenyahkan pemikiran gila tentang atasanku yang diam-diam tengah memperhatikanku. Aku rasa, Pak Anggara tidak sekurang kerjaan itu untuk memperhatikan remahan rengginang sepertiku ini. Apalagi setelah melihat wanita yang tadi terang-terangan ditolaknya, makin sadar dirilah diriku ini.

Oke, kembali ke dunia nyata. Aku kembali fokus meneliti grafik, tabel yang berisi angka-angka tentang penjualan parfum dan produk kecantikan yang dijual oleh perusahaan tempatku bekerja. Meskipun masih tergolong perusahaan baru dan kecil namun produk-produk kami bisa bersaing di pasaran. Aku, yang sudah bekerja sejak perusahaan ini didirikan sangat tahu bagaimana usaha Pak Anggara membangun bisnisnya. Setahuku, orang tuanya juga memiliki perusahaan namun aku tidak tahu alasan mengapa Pak Anggara memilih untuk membangun usahanya sendiri dibandingkan meneruskan perusahaan orang tuanya.

"Kayaknya kita mesti ajak bapake buat live deh," ucapku ketika melihat hasil penjualan online hari ini tidak jauh berbeda dari hari sebelumnya.

"Kenapa emang?" tanya Mayang.

"Ini, aku kan lihat live produk sebelah. Nah, mereka ajak bos mereka yang ganteng buat live, banyak yang join live sama beli. Kalau kita coba gimana? Biarin lah dibilang ikut-ikutan yang penting kan jualan laris. Apalagi mukanya bapake kan ganteng, bisa jadi daya tarik buat yang mau beli." Aku memperlihatkan layar ponselku yang sedang menampilkan sesi live shopping sebuah brand.

Mayang manggut-manggut. "Usulin aja Kak sama anak marketing," kata Mayang. 

Aku mengangguk. Aku langsung menghubungi tim marketing yang mengurusi penjualan online. Bibirku mengerucut ketika mengetahui jawaban mereka, ternyata Pak Anggara menolak.

"Kenapa Kak?" tanya Mayang.

"Katanya mereka pernah nyaranin ke bapake, tapi bapake nolak," jawabku lesu. Aneh, anak buahnya ingin jualan jadi laris kok malah nggak mau.

"Nggak pede kali, atau nggak memang bapake nggak suka disorot. Aku liat-liat emang di socmed-nya juga jarang nampilin fotonya dia. Kebanyakan pemandangan aja," ucap Mayang.

"Rugi banget muka ganteng nggak dipamerin. Aku sih udah jelas nggak pernah pajang foto karena nggak fotogenic dan mukanya standar, kalau modelan artis mah pasti cekrak-cekrek mulu anywhere, everywhere," kataku sembari menghela nafas.

"Kak San bujuk aja bapake, kali aja kalau sama Kak San bapake nurut," usul Mayang yang sangat tidak masuk akal.

"Sama anak marketing aja yang jobdesc-nya mereka si bapak nolak, apalagi sama aku May," kataku sembari menggeleng-gelengkan kepala. Memang ada-ada saja isi kepala si Mayang ini, kebanyakan nonton dracin memang.

"Nolak apa San?" 

"Astaganaga!" seruku kaget karena tiba-tiba saja Pak Anggara bertanya, macam makhluk halus kedatangannya tidak terdengar.

"Kamu kaget?" tanyanya dengan raut wajah tidak bedosa.

Aku mengelus-elus dadaku. "Enggak Pak, biasa aja," ucapku sembari mendelik.

"Tadi kamu bilang saya nolak kamu? Emang kamu kapan menyatakan cinta sama saya?" tanyanya.

Mayang terkikik.

"Mana ada saya nyatain cinta sama Bapak. Saya lagi ngobrol sama Mayang, kalau Bapak ikut jadi host waktu live shopping mungkin aja penjualan kita meningkat." Meskipun kesal tentu saja aku harus menjawab pertanyaan atasanku kan.

"Baru mungkin kan?" 

"Ya kalau nggak dicoba nggak akan tahu hasilnya Pak," jawabku.

"Seberapa yakin kalau penjualan kita akan meningkat kalau saya ikut live?" tanyanya dengan pandangan setajam cutter yang baru dibeli.

Aku berpikir keras dan cepat. "100%," jawabku.

Terlihat alis sebelah kanan Pak Anggara naik. "Seyakin itu?"

Aku mengangguk cepat. 

Pak Anggara mengangguk-anggukan kepalanya. "Oke, saya akan coba jadi host. Kita lihat seberapa naik penjualan kita. Kalau tidak naik, kamu berhadapan sama saya ya San."

Aku merinding, apalagi ketika mendapat tatapan super tajam dari sang pemilik perusahan. Aku hanya bisa berdoa jika penjualan hari ini dan besok akan naik secara signifikan ketika atasanku itu ikut menjadi host pada live shopping sore ini.

Tuhan, bantu aku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Balada Perawan Tua   4. Aku Antar

    "Lo pake ajian apa San sampe Bapak jadi mau ikutan host?" bisik Mas Cahya ketika kami sedang melihat langsung live shopping perdana yang dipandu oleh owner perusahaan kami yang gantengnya endulita kalau kata Mayang."Nggak pake ajian Mas, pake kalimat yang baik dan benar sesuai PUEBI dan tentunya disampaikan dengan cara yang sangat meyakinkan," jawabku asal. Akupun tidak menyangka jika hanya dalam sekali percobaan Pak Anggara mau mencoba ajakan untuk menjadi host di live shopping exclusive sore ini.Kulihat Mas Cahya mengangguk-angguk. "Keren emang lo, pantesan aja jadi kesayangan si Bapak," ucap Mas Cahya membuatku mendelik. Kesayangan pala lo peang, kalau kesayangan udah dinikahin bukannya disuruh bikin laporan. Mas Cahya menahan tawanya. "Sinis banget si lo, jodoh sama dia baru tahu rasa.""Aku? Jodoh sama si Bapak? Ya bakal bahagia lah pastinya. Aku bakalan jadi sosialita yang ogah kenal Mas Cahya," kataku.Mas Cahya terkikik geli. "Gue doain, jadi lo sama si Bapak.""Amin." Mesk

    Last Updated : 2025-02-04
  • Balada Perawan Tua   5. Pantes Kamu Jomlo

    Menaiki mobil mewah keluaran Eropa pernah menjadi salah satu cita-citaku. Namun, ketika kesempatan itu datang bukan kebahagiaan yang aku rasakan tapi ketakutan luar biasa karena duduk bersebelahan dengan atasan yang ganteng tapi bisa mematikkan. Saat tadi aku mengatakan pada Mayang jika akan ditraktir makan oleh Pak Anggara, langsung saja Mayang mengeluarkan khayalan-khayalan layaknya drama China yang sering ia tonton akhir-akhir ini. Mayang mendoakan supaya aku dan Pak Anggara berjodoh dan aku hanya mengaminkan saja. Toh, tidak akan menjadi kenyataan karena aku hanya remahan rengginang sementara Pak Anggara adalah berlian.Aku hanya diam sepanjang perjalanan menuju tempat yang tadi disebutkan pria yang duduk tenang sembari sesekali mengecek ponselnya. Pak Danang, sopir kantor yang bertugas mengantar-jemput Pak Anggara pun terlihat fokus menyetir dan tidak berkeinginan untuk mengobrol. Jika aku perhatikan, kamu mirip dengan penumpang taksi online yang tidak mengenal sopirnya sama sek

    Last Updated : 2025-02-04
  • Balada Perawan Tua   6. Kalau Digigit Saya, Jontor Nggak?

    Sudah pukul sepuluh pagi namun aku belum melihat karyawan yang beberapa hari ini mampu mengalihkan pandanganku. Tidak biasanya wanita itu belum datang. Sandrina adalah orang yang selalu tepat waktu baik datang ataupun pulang."Si Sandrina ke mana?" kebetulan Cahya masuk ke ruanganku untuk mengabarkan jika aku harus segera berangkat meeting dengan pemilik pabrik tempat kami memproduksi produk yang kami jual karena belum memiliki pabrik sendiri."Sakit katanya Pak, tadi dia telepon lagi di rumah sakit," jawab Cahya.Sakit? Kok bisa? Semalam dia tidak apa-apa malah terlihat bahagia menikmati aneka macam hidangan laut. Mengingat kejadian semalam membuatku ingin tersenyum sangat lebar, tapi tidak mungkin karena ada Cahya ada di sini. Aku tidak ingin asisten yang sudah menemani seumur perusahaanku ini menatapku penuh curiga."Sakit apa?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen yang sedang kuperiksa.Cahya tidak langsung menjawab sepertinya ia sedang berpikir kenapa aku bertanya, b

    Last Updated : 2025-02-07
  • Balada Perawan Tua   7. Kamu Mau Dijodohin?

    Aku memegangi dadaku yang sedari tadi enggan berdetak dengan normal. Setelah mendengar pertanyaan absurd dari atasanku yang mendadak gila itu, perasaanku langsung tidak karuan."San, inget San. Langit dan bumi susah digapai. Napak tanah jangan terbang-terbang." Aku merapalkan mantra supaya tidak terlena oleh hal yang bisa saja tidak akan nyata. "Nasib jadi jomlo menahun, ditanya gitu aja langsung dag-dig-dug nggak karuan." Aku tidak habis pikir dengan jantungku. Iya sih, Pak Anggara itu ganteng tapi kan nggak harus sereceh ini dong jantung, masa gitu doang udah berasa mau copot. Untung saja jantung ini buatan Tuhan coba kalau buatan manusia, sudah porak-poranda. Tidak ingin membuat masalah dengan pikiran dan jantungku lebih dalam, aku memilih untuk tidur. Niat hati ingin tidur tenang sembari bermimpi banyak uang, nyatanya yang bisa kulakukan adalah berbaring dengan ponsel di tangan dan menonton drama tentang terlahir kembali di tahun 80-an. Cerita tidak masuk akal tapi selalu aku t

    Last Updated : 2025-02-14
  • Balada Perawan Tua   8. Salah Tidak Sih?

    Terkadang aku berpikir, mengapa aku masih jomlo di usia di mana kebanyakan orang-orang sudah berkeluarga? Kan kalau sudah berkeluarga aku tidak harus malas pulang ke rumah orang tuaku. Sebenarnya bukan malas bertemu orang tua, tapi malas dengan kejulidan tetangga yang makin merajalela. Jika harus pulang pun aku lebih memilih tidak keluar rumah karena malas meladeni pertanyaan mereka yang tidak jauh dari masalah jodoh. Apalagi mayoritas gadis-gadis di kampungku sudah banyak yang menikah. Aku ingin menghilang saja jika sedang pulang ke sana. Seperti saat ini, malas sekali aku keluar dari rumah."Neng, cepetan atuh!" ucap mama yang tadi meminta tolong dibelikan garam dan gula. Aku mendengkus lalu berjalan untuk menuju warung terdekat sambil berdoa tidak ada ibu-ibu julid yang berbelanja di sana. “Beli!” Aku sudah berada di warung terdekat dan beruntung tidak ada seorangpun yang sedang berbelanja di sana.Tidak lama ada ibu pemilik warung datang. "Eh, ada Neng Vera," katanya. "Lagi lib

    Last Updated : 2025-03-22
  • Balada Perawan Tua   1. Sandrina Rahayu

    Perawan tua? Dua kata maut yang seringkali menyakiti perasaan wanita ketika ada orang yang melabeli mereka dengan dua kata itu, termasuk aku, Sandrina Rahayu yang lima bulan lagi akan berulang tahun ke tiga puluh tahun tapi selalu menjadi bulan-bulanan tetangga di kampungku karena aku belum menikah. "Belum tiga puluh Kak San, baru mau," ucap Mayang, teman seperjuangan di tempat kerjaku yang juga sama-sama jomlo. Bedanya Mayang baru berumur 25 tahun."Iya tahu, tapi orang-orang udah pada heboh karena aku belum nikah," sungutku. "Yakali cari jodoh itu kayak beli cilok, tinggal paling abangnya langsung bisa dibeli dan dinikmati," tambahku berapi-rapi. "Yang ada dapetnya mokondo. Dikira drama China, kepeleset dapet jodoh CEO."Mayang terkikik geli. "Sabar Kak San, orang sabar pantatnya lebar." Aku mendelik mendengar ucapannya. "Nyindir banget sih, udah sabar dari jaman orok pantatku nggak lebar-lebar." Mayang tertawa, namun tidak berselang lama karena melihat atasan kami datang. Pria t

    Last Updated : 2025-02-03
  • Balada Perawan Tua   2. Anggara Prasetya

    Ada apa dengan para wanita itu? Aku sudah menolak mereka tapi mereka masih saja mendekatiku. Apa kata-kataku tidak bisa dimengerti oleh mereka, entahlah aku tidak tahu. "Ga, kapan kamu mau kenalin Mama sama calon mantu Mama?" Pertanyaan ibuku selalu terngiang di kepalaku, pertanyaan yang hampir setiap kali beliau tanyakan jika aku mampir ke rumah dan pertanyaan itu pula yang membuatku memilih untuk tinggal di apartemen dibandingkan di rumah orang tuaku.Ternyata ibuku tidak puas dengan pertanyaan langsung seputar menantu dan pernikahan, ia kembali memborbardir pesan singkat tentang pertanyaan yang sama membuat kepalaku seakan mau pecah. Menikah? Memang gampang?Seolah dunia tidak ingin membuatku tenang, hari ini lagi-lagi wanita itu kembali menemuiku yang bahkan aku lupa bernama siapa. Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam otaknya. Sudah jelas-jelas aku mengatakan jika tidak tertarik padanya tapi kenapa wanita itu tetap saja mendekatiku, seperti tidak ada pria lain saja."Babe, ka

    Last Updated : 2025-02-03

Latest chapter

  • Balada Perawan Tua   8. Salah Tidak Sih?

    Terkadang aku berpikir, mengapa aku masih jomlo di usia di mana kebanyakan orang-orang sudah berkeluarga? Kan kalau sudah berkeluarga aku tidak harus malas pulang ke rumah orang tuaku. Sebenarnya bukan malas bertemu orang tua, tapi malas dengan kejulidan tetangga yang makin merajalela. Jika harus pulang pun aku lebih memilih tidak keluar rumah karena malas meladeni pertanyaan mereka yang tidak jauh dari masalah jodoh. Apalagi mayoritas gadis-gadis di kampungku sudah banyak yang menikah. Aku ingin menghilang saja jika sedang pulang ke sana. Seperti saat ini, malas sekali aku keluar dari rumah."Neng, cepetan atuh!" ucap mama yang tadi meminta tolong dibelikan garam dan gula. Aku mendengkus lalu berjalan untuk menuju warung terdekat sambil berdoa tidak ada ibu-ibu julid yang berbelanja di sana. “Beli!” Aku sudah berada di warung terdekat dan beruntung tidak ada seorangpun yang sedang berbelanja di sana.Tidak lama ada ibu pemilik warung datang. "Eh, ada Neng Vera," katanya. "Lagi lib

  • Balada Perawan Tua   7. Kamu Mau Dijodohin?

    Aku memegangi dadaku yang sedari tadi enggan berdetak dengan normal. Setelah mendengar pertanyaan absurd dari atasanku yang mendadak gila itu, perasaanku langsung tidak karuan."San, inget San. Langit dan bumi susah digapai. Napak tanah jangan terbang-terbang." Aku merapalkan mantra supaya tidak terlena oleh hal yang bisa saja tidak akan nyata. "Nasib jadi jomlo menahun, ditanya gitu aja langsung dag-dig-dug nggak karuan." Aku tidak habis pikir dengan jantungku. Iya sih, Pak Anggara itu ganteng tapi kan nggak harus sereceh ini dong jantung, masa gitu doang udah berasa mau copot. Untung saja jantung ini buatan Tuhan coba kalau buatan manusia, sudah porak-poranda. Tidak ingin membuat masalah dengan pikiran dan jantungku lebih dalam, aku memilih untuk tidur. Niat hati ingin tidur tenang sembari bermimpi banyak uang, nyatanya yang bisa kulakukan adalah berbaring dengan ponsel di tangan dan menonton drama tentang terlahir kembali di tahun 80-an. Cerita tidak masuk akal tapi selalu aku t

  • Balada Perawan Tua   6. Kalau Digigit Saya, Jontor Nggak?

    Sudah pukul sepuluh pagi namun aku belum melihat karyawan yang beberapa hari ini mampu mengalihkan pandanganku. Tidak biasanya wanita itu belum datang. Sandrina adalah orang yang selalu tepat waktu baik datang ataupun pulang."Si Sandrina ke mana?" kebetulan Cahya masuk ke ruanganku untuk mengabarkan jika aku harus segera berangkat meeting dengan pemilik pabrik tempat kami memproduksi produk yang kami jual karena belum memiliki pabrik sendiri."Sakit katanya Pak, tadi dia telepon lagi di rumah sakit," jawab Cahya.Sakit? Kok bisa? Semalam dia tidak apa-apa malah terlihat bahagia menikmati aneka macam hidangan laut. Mengingat kejadian semalam membuatku ingin tersenyum sangat lebar, tapi tidak mungkin karena ada Cahya ada di sini. Aku tidak ingin asisten yang sudah menemani seumur perusahaanku ini menatapku penuh curiga."Sakit apa?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen yang sedang kuperiksa.Cahya tidak langsung menjawab sepertinya ia sedang berpikir kenapa aku bertanya, b

  • Balada Perawan Tua   5. Pantes Kamu Jomlo

    Menaiki mobil mewah keluaran Eropa pernah menjadi salah satu cita-citaku. Namun, ketika kesempatan itu datang bukan kebahagiaan yang aku rasakan tapi ketakutan luar biasa karena duduk bersebelahan dengan atasan yang ganteng tapi bisa mematikkan. Saat tadi aku mengatakan pada Mayang jika akan ditraktir makan oleh Pak Anggara, langsung saja Mayang mengeluarkan khayalan-khayalan layaknya drama China yang sering ia tonton akhir-akhir ini. Mayang mendoakan supaya aku dan Pak Anggara berjodoh dan aku hanya mengaminkan saja. Toh, tidak akan menjadi kenyataan karena aku hanya remahan rengginang sementara Pak Anggara adalah berlian.Aku hanya diam sepanjang perjalanan menuju tempat yang tadi disebutkan pria yang duduk tenang sembari sesekali mengecek ponselnya. Pak Danang, sopir kantor yang bertugas mengantar-jemput Pak Anggara pun terlihat fokus menyetir dan tidak berkeinginan untuk mengobrol. Jika aku perhatikan, kamu mirip dengan penumpang taksi online yang tidak mengenal sopirnya sama sek

  • Balada Perawan Tua   4. Aku Antar

    "Lo pake ajian apa San sampe Bapak jadi mau ikutan host?" bisik Mas Cahya ketika kami sedang melihat langsung live shopping perdana yang dipandu oleh owner perusahaan kami yang gantengnya endulita kalau kata Mayang."Nggak pake ajian Mas, pake kalimat yang baik dan benar sesuai PUEBI dan tentunya disampaikan dengan cara yang sangat meyakinkan," jawabku asal. Akupun tidak menyangka jika hanya dalam sekali percobaan Pak Anggara mau mencoba ajakan untuk menjadi host di live shopping exclusive sore ini.Kulihat Mas Cahya mengangguk-angguk. "Keren emang lo, pantesan aja jadi kesayangan si Bapak," ucap Mas Cahya membuatku mendelik. Kesayangan pala lo peang, kalau kesayangan udah dinikahin bukannya disuruh bikin laporan. Mas Cahya menahan tawanya. "Sinis banget si lo, jodoh sama dia baru tahu rasa.""Aku? Jodoh sama si Bapak? Ya bakal bahagia lah pastinya. Aku bakalan jadi sosialita yang ogah kenal Mas Cahya," kataku.Mas Cahya terkikik geli. "Gue doain, jadi lo sama si Bapak.""Amin." Mesk

  • Balada Perawan Tua   3. Tuhan, Bantu Aku

    Sudah tiga puluh menit aku berada di ruangan Pak Anggara, namun tidak ada sepatah-katapun keluar dari bibirnya. Bibir sexy yang menurut Mayang kissable itu sedari tadi."Pak?" Aku akhirnya memberanikan diri untuk memanggil namanya. Bukannya apa-apa, pekerjaanku masih banyak dan jika terus-terusan berada di sini tanpa ada tujuan yang pasti, pekerjaanku akan terbengkalai pastinya yang bisa mengakibatkan aku tidak bisa pulang tepat waktu. Aku kan karyawan teladan yang selalu datang dan pulang tepat waktu.Pak Anggara mendongak. "Ya?" Aku menatapnya heran, kenapa dia malah bertanya? Bukannya dia yang tadi memintaku untuk duduk di kursi panas sepanas api neraka? Oke, aku terlalu berlebihan. Kursinya sangat nyaman dan tidak panas sama sekali.Aku mencoba tersenyum meskipun sedikit kesal. "Tadi Bapak panggil saya, kalau boleh tahu untuk apa ya Pak?"Pak Anggara manggut-manggut. "Oh itu, saya cuma mau panggil kamu saja."What the hell? Apa katanya? Cuma mau manggil? Memang dasar sialan atasa

  • Balada Perawan Tua   2. Anggara Prasetya

    Ada apa dengan para wanita itu? Aku sudah menolak mereka tapi mereka masih saja mendekatiku. Apa kata-kataku tidak bisa dimengerti oleh mereka, entahlah aku tidak tahu. "Ga, kapan kamu mau kenalin Mama sama calon mantu Mama?" Pertanyaan ibuku selalu terngiang di kepalaku, pertanyaan yang hampir setiap kali beliau tanyakan jika aku mampir ke rumah dan pertanyaan itu pula yang membuatku memilih untuk tinggal di apartemen dibandingkan di rumah orang tuaku.Ternyata ibuku tidak puas dengan pertanyaan langsung seputar menantu dan pernikahan, ia kembali memborbardir pesan singkat tentang pertanyaan yang sama membuat kepalaku seakan mau pecah. Menikah? Memang gampang?Seolah dunia tidak ingin membuatku tenang, hari ini lagi-lagi wanita itu kembali menemuiku yang bahkan aku lupa bernama siapa. Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam otaknya. Sudah jelas-jelas aku mengatakan jika tidak tertarik padanya tapi kenapa wanita itu tetap saja mendekatiku, seperti tidak ada pria lain saja."Babe, ka

  • Balada Perawan Tua   1. Sandrina Rahayu

    Perawan tua? Dua kata maut yang seringkali menyakiti perasaan wanita ketika ada orang yang melabeli mereka dengan dua kata itu, termasuk aku, Sandrina Rahayu yang lima bulan lagi akan berulang tahun ke tiga puluh tahun tapi selalu menjadi bulan-bulanan tetangga di kampungku karena aku belum menikah. "Belum tiga puluh Kak San, baru mau," ucap Mayang, teman seperjuangan di tempat kerjaku yang juga sama-sama jomlo. Bedanya Mayang baru berumur 25 tahun."Iya tahu, tapi orang-orang udah pada heboh karena aku belum nikah," sungutku. "Yakali cari jodoh itu kayak beli cilok, tinggal paling abangnya langsung bisa dibeli dan dinikmati," tambahku berapi-rapi. "Yang ada dapetnya mokondo. Dikira drama China, kepeleset dapet jodoh CEO."Mayang terkikik geli. "Sabar Kak San, orang sabar pantatnya lebar." Aku mendelik mendengar ucapannya. "Nyindir banget sih, udah sabar dari jaman orok pantatku nggak lebar-lebar." Mayang tertawa, namun tidak berselang lama karena melihat atasan kami datang. Pria t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status