Beranda / Romansa / Balada Perawan Tua / 2. Anggara Prasetya

Share

2. Anggara Prasetya

Penulis: Rahayu Veni
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 16:02:20

Ada apa dengan para wanita itu? Aku sudah menolak mereka tapi mereka masih saja mendekatiku. Apa kata-kataku tidak bisa dimengerti oleh mereka, entahlah aku tidak tahu. 

"Ga, kapan kamu mau kenalin Mama sama calon mantu Mama?" Pertanyaan ibuku selalu terngiang di kepalaku, pertanyaan yang hampir setiap kali beliau tanyakan jika aku mampir ke rumah dan pertanyaan itu pula yang membuatku memilih untuk tinggal di apartemen dibandingkan di rumah orang tuaku.

Ternyata ibuku tidak puas dengan pertanyaan langsung seputar menantu dan pernikahan, ia kembali memborbardir pesan singkat tentang pertanyaan yang sama membuat kepalaku seakan mau pecah. Menikah? Memang gampang?

Seolah dunia tidak ingin membuatku tenang, hari ini lagi-lagi wanita itu kembali menemuiku yang bahkan aku lupa bernama siapa. Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam otaknya. Sudah jelas-jelas aku mengatakan jika tidak tertarik padanya tapi kenapa wanita itu tetap saja mendekatiku, seperti tidak ada pria lain saja.

"Babe, kamu kenapa sih nggak balas chatt aku. Telepon aku juga kamu nggak angkat," ucap wanita yang sudah duduk di hadapanku, menghalangi pemandangan saja.

Aku enggan menyahut jadi kubiarkan saja wanita itu berbicara.

"Babe," katanya.

"I'm not your babe," sahutku jengah, sungguh ucapannya membuat telingaku berdengung tidak ada indah-indahnya di telingaku.

"Apa sih kurangnya aku buat kamu? Kenapa sih kamu dingin banget sama aku? Aku ini pacar kamu loh Babe."

Sebelah alisku naik mendengar perkataan wanita itu. "Saya? Pacar kamu? Kapan?"

Tidak terdengar jawaban dari wanita itu, mungkin ia malu. Lagipula sejak kapan aku mengajaknya berpacaran? 

"Babe, kita kan udah dekat." Bukannya menjawab malah jadi kemana-mana, dasar wanita.

"Bisa kamu keluar dari ruangan saya? Saya sedang bekerja bukan sedang bertamasya jadi tidak bisa berlama-lama mendengarkan anda bicara," ucapku dengan suara ketus.

Aku sudah kesal karena wanita itu tidak ada malunya. Mengaku-ngaku pacaran denganku hanya karena tempo hari aku pernah mengantarkannya pulang. Menyesal aku sudah mengantarkannya, padahal saat itu aku hanya ingin berbuat baik pada sesama manusia. Jika tahu dia iblis betina, tidak akan mau aku mengantarkannya.

"Aku mau di sini nemenin kamu, aku mau kita makan siang sama-sama," ucap wanita itu dengan nada suara yang membuat telingaku berdenging, menggelikan dan merusak gendang telinga. 

Aku menatap wanita itu tanpa bicara, lalu aku beranjak dari dudukku dan langsung menarik tangannya supaya ia segera meninggalkan ruanganku. Ia berontak dan menolak, ia terus saja mengatakan jika ingin makan siang denganku. Cih, aku tidak sudi. Lebih baik aku makan siang sendiri daripada makan siang dengan kuntilanak yang mengaku-ngaku jadi bidadari.

Jujur, aku tidak suka jika kehidupan pribadiku menjadi konsumsi publik apalagi di hadapan para karyawan yang saat ini meskipun tidak secara terang-terangan menatap aku dan wanita tidak tahu malu itu tapi aku yakin jika telinga mereka dipasang sebaik mungkin untuk mendengar percakapan di antara kami. 

Kekesalanku menjadi-jadi ketika lagi-lagi wanita itu menyebutku dengan sebutan "babe", menggelikan mendengar seseorang yang bukan orang spesial di hatiku tapi dengan lantang dan berani menyebutku dengan sebutan itu. 

Setelah berhasil mengusir wanita yang entah siapa namanya itu, aku langsung kembali ke ruanganku. Niat hati ingin melanjutkan pekerjaan namun pikiranku malah kembali mengingat lirikan mata salah satu karyawanku yang bernama Sandrina tadi. Lirikan mata ingin tahu namun malah membuat hatiku yang ingin tahu apa yang diingin tahukan oleh Sandrina. 

Sandrina memang tidak secantik wanita tadi yang mengaku-ngaku menjadi kekasihku. Tapi, Sandrina memiliki mata yang sangat cantik, menurutku. Apa aku suka padanya, entahlah, masa iya hanya karena matanya cantik aku jadi jatuh cinta. 

Aku memukul kepalaku sendiri karena tiba-tiba saja membayangkan lirikan mata salah satu karyawanku yang sering bertingkah konyol. "Sadar Ga!"

***

[Ga, tadi katanya Michelle datang ke kantor kamu. Kenapa kamu malah marahin dia?] Kulihat pop up pesan dari ibuku. 

Aku memijat keningku. Oh, jadi wanita tadi namanya Michelle. 

[Mengganggu.] Setelah mengetikkan balasan aku memilih untuk mengecek laporan mingguan yang dikirimkan padaku.

[Kurang apa sih si Michelle. Dia itu cantik dan suka sama kamu. Mau cari yang gimana lagi?] 

Aku menghembuskan nafas lelah, ibuku ini tipe ibu-ibu yang tidak akan puas dengan hanya satu jawaban. 

[Kurang suka sama dia.]

[Terus kamu sukanya yang gimana? Mama udah kenalin sama anak-anaknya temen Mama, kamu selalu bilang nggak suka? Apa jangan-jangan kamu sukanya bukan sama wanita?]

Apa ini? Bisa-bisanya ibuku berpikiran seperti itu. Meskipun tidak punya kekasih tapi aku tidak berencana untuk suka dengan pria, aku tetap suka dengan wanita contohnya Sandrina. Eh? Kok jadi tiba-tiba Sandrina, sepertinya aku memang sedang sakit kepala.

[Aku suka wanita.] Balasku.

[Ya udah sama si Michelle aja, dia mau sama kamu.]

[Aku nggak mau sama dia.]

[Terus kamu maunya sama siapa?]

[Sama wanita.]

Bisa kupastikan ibuku akan mengomel panjang lebar setelah membaca pesan terakhirku. Aku tidak peduli, aku malas berurusan dengan wanita yang sudah melahirkanku itu. Ibuku itu terlalu cerewet jika tentang hal yang satu itu, Hanya karena sahabat baiknya sudah memiliki cucu, ibuku jadi ingin ikut-ikutan punya cucu. Padahal dari pada menungguku menikah, lebih baik mengadopsi cucu. 

Kembali mengecek laporan yang sudah masuk, tiba-tiba saja aku ingin menjahili Sandrina. Tidak ada yang salah dengan laporan yang dikirimkannya tapi rasa-rasanya aku ingin menjahilinya saja karena sudah berani melirik-lirik tadi.

Aku ingin tertawa ketika melihat wajah kagetnya saat tiba-tiba aku memanggilnya. 

"Sudah Pak, tadi jam sebelas saya kirim ke email Bapak," jawab Sandrina ketika aku bertanya tentang laporannya. Dari matanya bisa kulihat jika ia takut melakukan kesalahan. Aku ingin tertawa, alhasil aku langsung kembali ke ruanganku setelah mendengar jawabannya. Ia sungguh lucu, tatapannya menggemaskan jadi ingin kubawa pulang. Eh? Sepertinya aku harus memeriksakan kepalaku.

Entah setan apa yang merasukiku, aku jadi ingin terus menjahili Sandrina. Apa ada setan jahil yang menghuni kantor kami sehingga aku yang selalu serius jika di kantor mendadak jahil? 

Pikiranku tentang hantu jahil menguap ketika pintu ruanganku diketuk, ternyata Cahya, asistenku. "Maaf Pak, Bapak nggak makan siang? Atau mau saya pesankan?"

Aku melihat jam di pergelangan tangan kiriku. "Tolong pesankan ayam bakar."

Kulihat Cahya mengangguk. Sebelum Cahya menutup pintu aku kembali memanggil namanya. "Kalau ketemu Sandrina tolong bilang, nanti langsung menghadap saya setelah makan siang."

Kulihat Cahya mengerenyit, ia pasti ingin bertanya alasan Sandrina harus menghadap diriku karena aku yakin dia sudah mengecek laporan yang dikirimkan oleh Sandrina yang seperti biasa selalu sempurna tanpa cela.

"Saya lapar, tolong cepat pesankan," ucapku sebelum Cahya bertanya tentang Sandrina. Aku tidak sabar melihat tatapan lucu Sandrina nanti ketika menghadapku. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Balada Perawan Tua   3. Tuhan, Bantu Aku

    Sudah tiga puluh menit aku berada di ruangan Pak Anggara, namun tidak ada sepatah-katapun keluar dari bibirnya. Bibir sexy yang menurut Mayang kissable itu sedari tadi."Pak?" Aku akhirnya memberanikan diri untuk memanggil namanya. Bukannya apa-apa, pekerjaanku masih banyak dan jika terus-terusan berada di sini tanpa ada tujuan yang pasti, pekerjaanku akan terbengkalai pastinya yang bisa mengakibatkan aku tidak bisa pulang tepat waktu. Aku kan karyawan teladan yang selalu datang dan pulang tepat waktu.Pak Anggara mendongak. "Ya?" Aku menatapnya heran, kenapa dia malah bertanya? Bukannya dia yang tadi memintaku untuk duduk di kursi panas sepanas api neraka? Oke, aku terlalu berlebihan. Kursinya sangat nyaman dan tidak panas sama sekali.Aku mencoba tersenyum meskipun sedikit kesal. "Tadi Bapak panggil saya, kalau boleh tahu untuk apa ya Pak?"Pak Anggara manggut-manggut. "Oh itu, saya cuma mau panggil kamu saja."What the hell? Apa katanya? Cuma mau manggil? Memang dasar sialan atasa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Balada Perawan Tua   4. Aku Antar

    "Lo pake ajian apa San sampe Bapak jadi mau ikutan host?" bisik Mas Cahya ketika kami sedang melihat langsung live shopping perdana yang dipandu oleh owner perusahaan kami yang gantengnya endulita kalau kata Mayang."Nggak pake ajian Mas, pake kalimat yang baik dan benar sesuai PUEBI dan tentunya disampaikan dengan cara yang sangat meyakinkan," jawabku asal. Akupun tidak menyangka jika hanya dalam sekali percobaan Pak Anggara mau mencoba ajakan untuk menjadi host di live shopping exclusive sore ini.Kulihat Mas Cahya mengangguk-angguk. "Keren emang lo, pantesan aja jadi kesayangan si Bapak," ucap Mas Cahya membuatku mendelik. Kesayangan pala lo peang, kalau kesayangan udah dinikahin bukannya disuruh bikin laporan. Mas Cahya menahan tawanya. "Sinis banget si lo, jodoh sama dia baru tahu rasa.""Aku? Jodoh sama si Bapak? Ya bakal bahagia lah pastinya. Aku bakalan jadi sosialita yang ogah kenal Mas Cahya," kataku.Mas Cahya terkikik geli. "Gue doain, jadi lo sama si Bapak.""Amin." Mesk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Balada Perawan Tua   5. Pantes Kamu Jomlo

    Menaiki mobil mewah keluaran Eropa pernah menjadi salah satu cita-citaku. Namun, ketika kesempatan itu datang bukan kebahagiaan yang aku rasakan tapi ketakutan luar biasa karena duduk bersebelahan dengan atasan yang ganteng tapi bisa mematikkan. Saat tadi aku mengatakan pada Mayang jika akan ditraktir makan oleh Pak Anggara, langsung saja Mayang mengeluarkan khayalan-khayalan layaknya drama China yang sering ia tonton akhir-akhir ini. Mayang mendoakan supaya aku dan Pak Anggara berjodoh dan aku hanya mengaminkan saja. Toh, tidak akan menjadi kenyataan karena aku hanya remahan rengginang sementara Pak Anggara adalah berlian.Aku hanya diam sepanjang perjalanan menuju tempat yang tadi disebutkan pria yang duduk tenang sembari sesekali mengecek ponselnya. Pak Danang, sopir kantor yang bertugas mengantar-jemput Pak Anggara pun terlihat fokus menyetir dan tidak berkeinginan untuk mengobrol. Jika aku perhatikan, kamu mirip dengan penumpang taksi online yang tidak mengenal sopirnya sama sek

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Balada Perawan Tua   6. Kalau Digigit Saya, Jontor Nggak?

    Sudah pukul sepuluh pagi namun aku belum melihat karyawan yang beberapa hari ini mampu mengalihkan pandanganku. Tidak biasanya wanita itu belum datang. Sandrina adalah orang yang selalu tepat waktu baik datang ataupun pulang."Si Sandrina ke mana?" kebetulan Cahya masuk ke ruanganku untuk mengabarkan jika aku harus segera berangkat meeting dengan pemilik pabrik tempat kami memproduksi produk yang kami jual karena belum memiliki pabrik sendiri."Sakit katanya Pak, tadi dia telepon lagi di rumah sakit," jawab Cahya.Sakit? Kok bisa? Semalam dia tidak apa-apa malah terlihat bahagia menikmati aneka macam hidangan laut. Mengingat kejadian semalam membuatku ingin tersenyum sangat lebar, tapi tidak mungkin karena ada Cahya ada di sini. Aku tidak ingin asisten yang sudah menemani seumur perusahaanku ini menatapku penuh curiga."Sakit apa?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen yang sedang kuperiksa.Cahya tidak langsung menjawab sepertinya ia sedang berpikir kenapa aku bertanya, b

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Balada Perawan Tua   7. Kamu Mau Dijodohin?

    Aku memegangi dadaku yang sedari tadi enggan berdetak dengan normal. Setelah mendengar pertanyaan absurd dari atasanku yang mendadak gila itu, perasaanku langsung tidak karuan."San, inget San. Langit dan bumi susah digapai. Napak tanah jangan terbang-terbang." Aku merapalkan mantra supaya tidak terlena oleh hal yang bisa saja tidak akan nyata. "Nasib jadi jomlo menahun, ditanya gitu aja langsung dag-dig-dug nggak karuan." Aku tidak habis pikir dengan jantungku. Iya sih, Pak Anggara itu ganteng tapi kan nggak harus sereceh ini dong jantung, masa gitu doang udah berasa mau copot. Untung saja jantung ini buatan Tuhan coba kalau buatan manusia, sudah porak-poranda. Tidak ingin membuat masalah dengan pikiran dan jantungku lebih dalam, aku memilih untuk tidur. Niat hati ingin tidur tenang sembari bermimpi banyak uang, nyatanya yang bisa kulakukan adalah berbaring dengan ponsel di tangan dan menonton drama tentang terlahir kembali di tahun 80-an. Cerita tidak masuk akal tapi selalu aku t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Balada Perawan Tua   8. Salah Tidak Sih?

    Terkadang aku berpikir, mengapa aku masih jomlo di usia di mana kebanyakan orang-orang sudah berkeluarga? Kan kalau sudah berkeluarga aku tidak harus malas pulang ke rumah orang tuaku. Sebenarnya bukan malas bertemu orang tua, tapi malas dengan kejulidan tetangga yang makin merajalela. Jika harus pulang pun aku lebih memilih tidak keluar rumah karena malas meladeni pertanyaan mereka yang tidak jauh dari masalah jodoh. Apalagi mayoritas gadis-gadis di kampungku sudah banyak yang menikah. Aku ingin menghilang saja jika sedang pulang ke sana. Seperti saat ini, malas sekali aku keluar dari rumah."Neng, cepetan atuh!" ucap mama yang tadi meminta tolong dibelikan garam dan gula. Aku mendengkus lalu berjalan untuk menuju warung terdekat sambil berdoa tidak ada ibu-ibu julid yang berbelanja di sana. “Beli!” Aku sudah berada di warung terdekat dan beruntung tidak ada seorangpun yang sedang berbelanja di sana.Tidak lama ada ibu pemilik warung datang. "Eh, ada Neng Vera," katanya. "Lagi lib

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Balada Perawan Tua   1. Sandrina Rahayu

    Perawan tua? Dua kata maut yang seringkali menyakiti perasaan wanita ketika ada orang yang melabeli mereka dengan dua kata itu, termasuk aku, Sandrina Rahayu yang lima bulan lagi akan berulang tahun ke tiga puluh tahun tapi selalu menjadi bulan-bulanan tetangga di kampungku karena aku belum menikah. "Belum tiga puluh Kak San, baru mau," ucap Mayang, teman seperjuangan di tempat kerjaku yang juga sama-sama jomlo. Bedanya Mayang baru berumur 25 tahun."Iya tahu, tapi orang-orang udah pada heboh karena aku belum nikah," sungutku. "Yakali cari jodoh itu kayak beli cilok, tinggal paling abangnya langsung bisa dibeli dan dinikmati," tambahku berapi-rapi. "Yang ada dapetnya mokondo. Dikira drama China, kepeleset dapet jodoh CEO."Mayang terkikik geli. "Sabar Kak San, orang sabar pantatnya lebar." Aku mendelik mendengar ucapannya. "Nyindir banget sih, udah sabar dari jaman orok pantatku nggak lebar-lebar." Mayang tertawa, namun tidak berselang lama karena melihat atasan kami datang. Pria t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • Balada Perawan Tua   8. Salah Tidak Sih?

    Terkadang aku berpikir, mengapa aku masih jomlo di usia di mana kebanyakan orang-orang sudah berkeluarga? Kan kalau sudah berkeluarga aku tidak harus malas pulang ke rumah orang tuaku. Sebenarnya bukan malas bertemu orang tua, tapi malas dengan kejulidan tetangga yang makin merajalela. Jika harus pulang pun aku lebih memilih tidak keluar rumah karena malas meladeni pertanyaan mereka yang tidak jauh dari masalah jodoh. Apalagi mayoritas gadis-gadis di kampungku sudah banyak yang menikah. Aku ingin menghilang saja jika sedang pulang ke sana. Seperti saat ini, malas sekali aku keluar dari rumah."Neng, cepetan atuh!" ucap mama yang tadi meminta tolong dibelikan garam dan gula. Aku mendengkus lalu berjalan untuk menuju warung terdekat sambil berdoa tidak ada ibu-ibu julid yang berbelanja di sana. “Beli!” Aku sudah berada di warung terdekat dan beruntung tidak ada seorangpun yang sedang berbelanja di sana.Tidak lama ada ibu pemilik warung datang. "Eh, ada Neng Vera," katanya. "Lagi lib

  • Balada Perawan Tua   7. Kamu Mau Dijodohin?

    Aku memegangi dadaku yang sedari tadi enggan berdetak dengan normal. Setelah mendengar pertanyaan absurd dari atasanku yang mendadak gila itu, perasaanku langsung tidak karuan."San, inget San. Langit dan bumi susah digapai. Napak tanah jangan terbang-terbang." Aku merapalkan mantra supaya tidak terlena oleh hal yang bisa saja tidak akan nyata. "Nasib jadi jomlo menahun, ditanya gitu aja langsung dag-dig-dug nggak karuan." Aku tidak habis pikir dengan jantungku. Iya sih, Pak Anggara itu ganteng tapi kan nggak harus sereceh ini dong jantung, masa gitu doang udah berasa mau copot. Untung saja jantung ini buatan Tuhan coba kalau buatan manusia, sudah porak-poranda. Tidak ingin membuat masalah dengan pikiran dan jantungku lebih dalam, aku memilih untuk tidur. Niat hati ingin tidur tenang sembari bermimpi banyak uang, nyatanya yang bisa kulakukan adalah berbaring dengan ponsel di tangan dan menonton drama tentang terlahir kembali di tahun 80-an. Cerita tidak masuk akal tapi selalu aku t

  • Balada Perawan Tua   6. Kalau Digigit Saya, Jontor Nggak?

    Sudah pukul sepuluh pagi namun aku belum melihat karyawan yang beberapa hari ini mampu mengalihkan pandanganku. Tidak biasanya wanita itu belum datang. Sandrina adalah orang yang selalu tepat waktu baik datang ataupun pulang."Si Sandrina ke mana?" kebetulan Cahya masuk ke ruanganku untuk mengabarkan jika aku harus segera berangkat meeting dengan pemilik pabrik tempat kami memproduksi produk yang kami jual karena belum memiliki pabrik sendiri."Sakit katanya Pak, tadi dia telepon lagi di rumah sakit," jawab Cahya.Sakit? Kok bisa? Semalam dia tidak apa-apa malah terlihat bahagia menikmati aneka macam hidangan laut. Mengingat kejadian semalam membuatku ingin tersenyum sangat lebar, tapi tidak mungkin karena ada Cahya ada di sini. Aku tidak ingin asisten yang sudah menemani seumur perusahaanku ini menatapku penuh curiga."Sakit apa?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen yang sedang kuperiksa.Cahya tidak langsung menjawab sepertinya ia sedang berpikir kenapa aku bertanya, b

  • Balada Perawan Tua   5. Pantes Kamu Jomlo

    Menaiki mobil mewah keluaran Eropa pernah menjadi salah satu cita-citaku. Namun, ketika kesempatan itu datang bukan kebahagiaan yang aku rasakan tapi ketakutan luar biasa karena duduk bersebelahan dengan atasan yang ganteng tapi bisa mematikkan. Saat tadi aku mengatakan pada Mayang jika akan ditraktir makan oleh Pak Anggara, langsung saja Mayang mengeluarkan khayalan-khayalan layaknya drama China yang sering ia tonton akhir-akhir ini. Mayang mendoakan supaya aku dan Pak Anggara berjodoh dan aku hanya mengaminkan saja. Toh, tidak akan menjadi kenyataan karena aku hanya remahan rengginang sementara Pak Anggara adalah berlian.Aku hanya diam sepanjang perjalanan menuju tempat yang tadi disebutkan pria yang duduk tenang sembari sesekali mengecek ponselnya. Pak Danang, sopir kantor yang bertugas mengantar-jemput Pak Anggara pun terlihat fokus menyetir dan tidak berkeinginan untuk mengobrol. Jika aku perhatikan, kamu mirip dengan penumpang taksi online yang tidak mengenal sopirnya sama sek

  • Balada Perawan Tua   4. Aku Antar

    "Lo pake ajian apa San sampe Bapak jadi mau ikutan host?" bisik Mas Cahya ketika kami sedang melihat langsung live shopping perdana yang dipandu oleh owner perusahaan kami yang gantengnya endulita kalau kata Mayang."Nggak pake ajian Mas, pake kalimat yang baik dan benar sesuai PUEBI dan tentunya disampaikan dengan cara yang sangat meyakinkan," jawabku asal. Akupun tidak menyangka jika hanya dalam sekali percobaan Pak Anggara mau mencoba ajakan untuk menjadi host di live shopping exclusive sore ini.Kulihat Mas Cahya mengangguk-angguk. "Keren emang lo, pantesan aja jadi kesayangan si Bapak," ucap Mas Cahya membuatku mendelik. Kesayangan pala lo peang, kalau kesayangan udah dinikahin bukannya disuruh bikin laporan. Mas Cahya menahan tawanya. "Sinis banget si lo, jodoh sama dia baru tahu rasa.""Aku? Jodoh sama si Bapak? Ya bakal bahagia lah pastinya. Aku bakalan jadi sosialita yang ogah kenal Mas Cahya," kataku.Mas Cahya terkikik geli. "Gue doain, jadi lo sama si Bapak.""Amin." Mesk

  • Balada Perawan Tua   3. Tuhan, Bantu Aku

    Sudah tiga puluh menit aku berada di ruangan Pak Anggara, namun tidak ada sepatah-katapun keluar dari bibirnya. Bibir sexy yang menurut Mayang kissable itu sedari tadi."Pak?" Aku akhirnya memberanikan diri untuk memanggil namanya. Bukannya apa-apa, pekerjaanku masih banyak dan jika terus-terusan berada di sini tanpa ada tujuan yang pasti, pekerjaanku akan terbengkalai pastinya yang bisa mengakibatkan aku tidak bisa pulang tepat waktu. Aku kan karyawan teladan yang selalu datang dan pulang tepat waktu.Pak Anggara mendongak. "Ya?" Aku menatapnya heran, kenapa dia malah bertanya? Bukannya dia yang tadi memintaku untuk duduk di kursi panas sepanas api neraka? Oke, aku terlalu berlebihan. Kursinya sangat nyaman dan tidak panas sama sekali.Aku mencoba tersenyum meskipun sedikit kesal. "Tadi Bapak panggil saya, kalau boleh tahu untuk apa ya Pak?"Pak Anggara manggut-manggut. "Oh itu, saya cuma mau panggil kamu saja."What the hell? Apa katanya? Cuma mau manggil? Memang dasar sialan atasa

  • Balada Perawan Tua   2. Anggara Prasetya

    Ada apa dengan para wanita itu? Aku sudah menolak mereka tapi mereka masih saja mendekatiku. Apa kata-kataku tidak bisa dimengerti oleh mereka, entahlah aku tidak tahu. "Ga, kapan kamu mau kenalin Mama sama calon mantu Mama?" Pertanyaan ibuku selalu terngiang di kepalaku, pertanyaan yang hampir setiap kali beliau tanyakan jika aku mampir ke rumah dan pertanyaan itu pula yang membuatku memilih untuk tinggal di apartemen dibandingkan di rumah orang tuaku.Ternyata ibuku tidak puas dengan pertanyaan langsung seputar menantu dan pernikahan, ia kembali memborbardir pesan singkat tentang pertanyaan yang sama membuat kepalaku seakan mau pecah. Menikah? Memang gampang?Seolah dunia tidak ingin membuatku tenang, hari ini lagi-lagi wanita itu kembali menemuiku yang bahkan aku lupa bernama siapa. Aku tidak mengerti apa yang ada di dalam otaknya. Sudah jelas-jelas aku mengatakan jika tidak tertarik padanya tapi kenapa wanita itu tetap saja mendekatiku, seperti tidak ada pria lain saja."Babe, ka

  • Balada Perawan Tua   1. Sandrina Rahayu

    Perawan tua? Dua kata maut yang seringkali menyakiti perasaan wanita ketika ada orang yang melabeli mereka dengan dua kata itu, termasuk aku, Sandrina Rahayu yang lima bulan lagi akan berulang tahun ke tiga puluh tahun tapi selalu menjadi bulan-bulanan tetangga di kampungku karena aku belum menikah. "Belum tiga puluh Kak San, baru mau," ucap Mayang, teman seperjuangan di tempat kerjaku yang juga sama-sama jomlo. Bedanya Mayang baru berumur 25 tahun."Iya tahu, tapi orang-orang udah pada heboh karena aku belum nikah," sungutku. "Yakali cari jodoh itu kayak beli cilok, tinggal paling abangnya langsung bisa dibeli dan dinikmati," tambahku berapi-rapi. "Yang ada dapetnya mokondo. Dikira drama China, kepeleset dapet jodoh CEO."Mayang terkikik geli. "Sabar Kak San, orang sabar pantatnya lebar." Aku mendelik mendengar ucapannya. "Nyindir banget sih, udah sabar dari jaman orok pantatku nggak lebar-lebar." Mayang tertawa, namun tidak berselang lama karena melihat atasan kami datang. Pria t

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status