Berbanding terbalik dengan kondisi dari saudaranya yang lain. Kehidupan perekonomian Farhan dan keluarganya justru menanjak drastis. Rezeki datang dan mengalir dengan deras ketimbang sebelumnya. Kehidupan rumah tangganya pun adem ayem dan harmonis. Karir Farhan di tempat kerjanya juga terbilang cemerlang dan Marwah sendiri. Usaha yang dirintisnya dari bawah juga sudah menampakkan hasilnya. Mereka berhasil membangun rumah, mengembangkan usaha mereka dan juga bisa menambah moda transportasi meski kendaraan yang masih mampu mereka beli. Setidaknya kata kontan dan tidak kredit itu yang menjadi kepuasan tersendiri. Sedikit demi sedikit mereka mengumpulkan dan menyisihkan rizki mereka. Tidak hanya mementingkan kehidupan mereka sendiri. Farhan dan juga Marwah selalu mengingat akan kebutuhan orang tua mereka.."Mas, sampai kapan kita kaya gini terus? Lihat itu, Mas mu. Bisa punya rumah, motor baru, siapa tahu habis ini mereka bakal beli mobil." Riana yang sedang melihat beranda akun biru m
"Rei, ini tadi ada kurir yang ngantar surat buat kamu." Bu Sukesih menyerahkan amplop berwarna coklat pada putra bungsunya. Kertas berbentuk persegi panjang tersebut yang diperoleh dari seorang kurir yang mendatangi kediamannya pada pagi setengah siang tadi. Sementara menantunya pun sedang tidak ada di rumah. Entah kemana yang jelas Riana pergi berpamitan dengan alasan menjenguk ke dua orang tuanya yang berada di desa sebelah.Reihan baru saja pulang dari aktifitasnya mengumpulkan pundi-pundi rupiah di tempat baru dirinya mengais rezeki untuk keluarganya. Bukan, lebih tepatnya untuk dirinya, istrinya, dan juga orang tua dari Riana.Reihan mengambil amplop yang baru saja disodorkan oleh ibunya tersebut. Ia mengamati dengan membolak balikkan beranda berbahan kertas tersebut dari tangannya dengan membolak-balikkan untuk mencari alamat si pengirim dan memastikan apa hubungannya dengan dirinya."Surat apa itu, Rei?" tanya Bu Sukesih pada putranya karena dirinya sudah merasa penasaran namun
Ketika hari Jumat sore, Bu Sukesih meminta pada putra bungsunya untuk segera menghubungi dua saudaranya yang lain. Bu Sukesih bermaksud mengumpulkan seluruh anak dan menantunya, tentunya dengan tujuan pembahasan masalah yang sedang melanda di rumahnya dan lebih tepatnya ada masalah dari putra bungsunya."Rei, cepat kamu hubungi kakak kamu. Minta sama mereka agar Minggu besok bisa kumpul semua di rumah!" perintah Bu Sukesih pada putranya yang seharian itu berada di rumah. Reihan sengaja mengambil izin dari tempatnya kerja untuk tidak masuk kerja pada hari itu.Pikiran sudah kadung penuh dengan permasalahan yang ia sadari, dirinya sendiri lah yang menciptakan dan mendatangkan masalah tersebut. Tidak pernah ia pikirkan jangka panjangnya sebelum mengambil sebuah keputusan yang akhirnya berdampak pada dirinya dan juga saudaranya yang lain tentunya. Egois. Memang Reihan tipe seorang yang egois yang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain dan baru sadar ketika ada masalah yang datang atas
"Jadi apa maksud ibu mengumpulkan kita semua?" Nurmala yang sudah tidak ingin berlama-lama di rumah ibunya. Tidak seperti sebelumnya. Jika dulu ia sangat senang berada di sana karena semua serba tersaji dan tersedia. Tidak untuk beberapa waktu belakangan ini."Nur, kamu juga sudah tahu kan masalahnya. Ini tentang pinjaman yang dulu pernah ibu ambil untuk acara pesta pernikahan adikmu, bahkan kamu juga ikut menikmati uangnya.""Ya ampun, Bu cuma berapa sih uang yang kalian kasih ke aku dulu. Banyakan juga Reihan yang makainya.""Ya, tapi sama juga mbak itu ikut andil memakai uang pinjaman. Harusnya, mbak itu ikut nanggung cicilan bulanannya. Gak lepas tangan gitu saja." Riana yang juga mulai geram dengan tingkah iparnya itu ikut bersuara. Tak hanya ingin dirinya dan suami saya yang rugi yang harus menanggung biaya cicilan pinjaman yang jumlahnya tidak bisa dibilang kecil. Riana tidak mau rugi seperti apa yang sudah orang tuanya nasihatkan pada dirinya. Biaya pernikahan sudah selayaknya
Marwah sibuk dengan pikirannya sendiri. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar yang dulu pernah ia tempati selama tinggal di rumah tersebut.Hati dan pikiran Marwah was-was memendar permintaan ibu mertuanya pada suaminya.Iya, sebelum semua bubar. Bu Sukesih terang-terangan di hadapan semua anaknya meminta agar Farhan mau membantu dan sedikit berkorban untuk ibu dan juga adiknya, karena Bu Sukesih sudah tidak ada harapan lagi meminta bantuan pada putri sulungnya. Di tolak mentah-mentah permintaannya itu oleh Nurmala. Tak ingin anak kesayangan yakni Reihan hidup dengan tekanan, mau tidak mau Bu Sukesih harus membuang rasa malunya dan meminta agar putra sulungnya mau membantu membayarkan tunggakan cicilan hutang yang pernah di ambil oleh ibu dan adiknya. Bukan atas nama sebuah pinjaman melainkan bantuan sukarela yang ibu mertua Marwah minta pada suaminya.Marwah menidurkan putrinya dan dia juga ikut merebahkan diri di sebelahnya. Meskipun rasa kantuk sudah menghampiri, nyatanya mat
"Mas, kamu tega!" protes Riana karena mendapati bahwa kakak ipar satu-satunya yang diharapkan ternyata tidak mau juga untuk membatu mereka. Membantu membayarkan tunggakan cicilan pinjaman mereka.Lucu memang keluarga dari suami Marwah itu. Sudahlah tidak tahu-menahu tentang pinjaman yang sudah mereka ambil dengan menjaminkan sertifikat rumah orang tuanya. Tahu rupa apalagi ikut merasakan uang hasil pinjaman itu saja tidak. Tiba-tiba saja dirinya dikejutkan dengan permintaan yang lebih pada todongan agar ia mau membayangkan cicilan yang sudah tertunda beberapa kali pembayaran itu. Sementara ingin menyalahkan istri dari adiknya itu pun sungkan untuk Farhan lakukan. Meski nyata-nyatanya yang berandil besar dalam masalah tersebut tidak lain adalah adik iparnya tersebut."Jadi beneran, Mas, gak mau bantu, Aku?" tanya Reihan memastikan jika aka yang barusan ia dengar dari mulut kakaknya itu adalah tidak benar. Reihan yakin jika saudara laki-lakinya itu pasti akan dengan senang hati membatu
Beberapa hari tinggal bersama dengan putra sulungnya. Bu Sukesih bisa merasakan perbedaan yang cukup besar. Jika di rumah sendiri dia mengerjakan semua pekerjaan rumah meski ada seorang menantu. Nyatanya, menantu yabg sekarang berada dengan saat istri putra sulungnya ini tinggal bersama dirinya.Bu Sukesih hanya diminta untuk berdiam diri, lebih tepatnya menggunakan waktunya untuk banyak-banyak istirahat agar kondisinya cepak pulih kembali seperti sedia kala, walaupun terkadang rasa jenuh itu menghampiri dirinya. Lebih nyaman di rumah putra sulungnya ini. Itu lah yang saat ini di rasakan oleh Bu Sukesih.Terkadang besannya akan datang dan akan sesekali menghabiskan banyak waktu untuk menemani dirinya.Malu. Walau terkadang terbesit rasa malu, mengingat perlakuannya pada sang menantu. Nyatanya tak ada dendam sedikitpun dari sang besan bahkan perlakuan juga sorot matanya menunjukkan ketulusan.Duduk di teras sambil memandangi para pembeli yang berdatangan silih berganti di warung menan
"Sampai jumpa dilain kesempatan, Nur.""Iya, kalau ada waktu jangan lupa main ke rumah ya.""Nur, kapan-kapan kita jalan bareng, ya."Kalimat-kalimat tersebut hanya mampir begitu saja di telinga Nurmala tanpa ia meresponnya.Kalimat yang merupakan kata perpisahan dari teman satu tempat kerjanya. Iya, tidak ada angin dan tidak ada hujan. Berita yang ia pikir hanya kabar burung tersebut ternyata benar-benar menjadi nyata. Hari tersebut adalah menjadi hari terakhir dirinya berada di tempat kerja. Dan sore itu, setelah seluruh karyawan dikumpulkan dan bubar usai mendapatkan sambutan dari pihak pimpinan pabrik. Akhirnya dinyatakan bahwa pabrik tempat kerja Nurmala selama ini mengais rezeki resmi di tutup. Bukan karena gulung tikar. Melainkan pabrik tersebut pindah tempat operasionalnya dan berpindah ke kota lain.Meski telah ditetapkan besaran pesangon serta gaji terakhirnya. Raut muram tercetak jelas pada wajah perempuan berusia 34 tahun tersebut..Hingga sampai di rumahnya. Ia berpapa
Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,
"Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m
Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su
"Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras
"Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada
"Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."
Usai percekcokan antara Azka dan keluarga dari Budenya itu. Akhirnya RT setempat dan dibantu beberapa warga yang lainnya memisahkan Azka dari amukan Kevin. Kevin tidak terima jika keluarganya dipaksa keluar dari rumah tersebut."Mas ada apa di rumah Azka kok sampai ada banyak orang?" Marwah datang beserta suami dan juga anak bungsunya.""Mas juga gak tahu.""Kita lihat saja ke dalam." Usai Zafran memarkirkan mobil miliknya. Anak bungsu dari pasangan Marwah dan juga Farhan itu segera keluar terlebih dahulu. Ia kemudian membukakan pintu untuk ayah dan juga bundanya."Bunda hati-hati." Zafran memegangi tangan ibunya."Ayo!" Farhan mensejajarkan diri dengan istrinya dan mereka pun bersama-sama mendekat ke arah pintu rumah Azka yang tidak lain adalah putra dari Reihan yang pernah dititipkan kepada mereka."Ada apa ini?" Setelah mengucap permisi pada beberapa orang yang bergerombol di rumah Azka. Farhan langsung saja berjalan mendahului Marwah dan juga putranya.Semua orang yang ada di tem
"Mas, kamu lagi cari-cari apa?" Marta yang baru saja masuk ke ruang kerja suaminya dan tiba-tiba melihat suaminya yang baru saja berangkat kerja tapi masih berada di rumah. Marta langsung menangkap raut gelisah suaminya langsung saja menghampiri dan menanyakan perihal yang membuat suaminya itu gelisah."Yang, kamu lihat amplop coklat yang ada di laci, Mas?" Marta mengerutkan dahinya."Amplop coklat?" Marta mengulang pertanyaannya dari suaminya. "Amplop coklat yang mana, Mas. Aku dari tadi pagi sibuk di belakang dan belum sempat masuk ke ruangan ini, Mas. Memang kapan Mas taruh uang itu di laci? Kalau boleh tahu memang apa isi amplop yang Mas cari itu?" Marta mendekat ke arah Azka dan berniat untuk membantu suaminya mencari barang yang dimaksud oleh suaminya itu."Itu uang untuk gaji karyawan, Yang. Uang itu Mas taruh di laci kemarin sepulang kerja.""Kok bisa sampai hilang sih, Mas? Apa Mas lupa menyimpannya? Selama ini kita gak pernah loh mengalami kejadian seperti ini di rumah kita
"Kiran ...! Cepat bersihkan rumput di belakang sana!" Wati asisten rumah tangga di rumah tersebut. Perempuan empat puluh tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Johan selama kurang lebih lima belas tahun itu memerintahkan pada istri muda tuannya. Bukan tanpa alasan melainkan karena kesengajaan. Wati merasa sakit hati karena perlakuan Kiran yang sebelumnya. Sebelum ia jatuh sakit dan kondisinya sangat memperihatinkan seperti saat ini."Eh, ba_bu. Makanan apa yang kamu masak ini? Kamu sengaja mau mera_cuni aku?" Kiran yang masih baru di rumah tersebut masih belajar untuk beradaptasi namun ia juga seolah menjadi orang baru yang semena-mena terhadap orang yang lebih lama."Maaf nyonya kenapa dengan makanannya?" Wati lari tergopoh menghampiri Kiran yang sedang bersantai di tepi kolam dan menikmati makan siangnya sendiri karena ibu mertua dan juga suaminya kebetulan sedang ada acara bersama. Sebagai istri kedua dsn istri siri kedudukan Kiran belum bisa dibuplikasi dan oleh karena itu untuk