Share

Bab 50

Penulis: Su Yenni
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-04 17:06:36

Malam semakin larut. Diluar masih saja gerimis. Terdengar suara rintik hujan berbunyi ketika bertemu dengan atap rumahku. Sejak sore tadi hujan rintik-rintik itu tak juga berhenti. Sampai sekarang, jam di dinding sudah menunjuk di angka sebelas.

Tumben sampai jam segini, Bang Ardi tak menelepon sama sekali dan memberitahu dia sedang berada di mana. Aku sudah mencoba menghubunginya melalui panggilan seluler. Namun, hape Bang Ardi tidak aktif.

Kemana dia? Biasanya kalau dia lembur, dia selalu memberitahuku. Apa yang terjadi padanya? Apakah ada sesuatu yang memghalangi perjalanannya sehingga lama sampai ke rumah? Ya, Allah, semoga suamiku dalam keadaan baik-baik saja. Lindungilah dimana pun dia berada sekarang.

Kucoba memejamkan mata ini, namun, rasa khawatir merajai hati. Pikiranku terus saja tertuju pada Bang Ardi. Aku tak bisa tenang sebelum mendengar kabar tentangnya. Kenapa dia lama sekali pulangnya. Dadaku jadi berdebar-debar karena cemas menunggu kepulangan Bang Ardi.

Untung
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 51

    Seketika darahku berdesir membaca pesan terakhir dari nomor itu. Siapa dia? Ada hubungan apa Bang Ardi dengannya? Apa benar Bang Ardi menyimpan sebuah rahasia demgan wanita lain? Apa Bang Ardi berselingkuh? Tak terasa, butiran bening menetes di sudut mata ini. Bayangan masa silam kembali menari-nari di pikiranku. Akankah nasib pernikahanku akan sama seperti dulu? Akankah biduk rumah tangga ini kembali hancur karena orang ke tiga? Tidak...aku tak mau itu terjadi. Aku akan berjuang agar rumah tanggaku tak lagi hancur karena ulah seorang pelak*r. Aku akan mencari tahu siapa wanita yang telah mengirimkan pesan mesra itu kepada suamiku. Setelah mencatat nomor telepon yang mengirim pesan ke ponsel Bang Ardi. Aku kembali meletakkan ponsel itu ke tempat semula. Biarlah Bang Ardi melihat, ada pesan baru yang masuk ke hapenya dan sudah terbaca. Aku ingin melihat reaksinya, besok. Apakah dia akan mengatakan sesuatu tentang pesan itu, atau tidak?Aku kembali naik ke atas ranjang, lalu berbarin

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-04
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 52.

    "Kok gak kasih tau mau ke sini, Dek?" ujar Bang Ardi. Dia kelihatan gugup melihat aku datang tiba-tiba. "Aku mau kasih surprise, tapi, ternyata aku yang terkejut, Bang," sungutku kesal."Maksudnya?" Bang Ardi mengernyitkan dahinya "Dia siapa, Bang? Bukannya ini jam istirahat? Tapi, kenapa Abang masih di sini bersama dia?" ucapku kesal. Bang Ardi malah tertawa.Bang Ardi beranjak dari tempatnya, menghampiriku. "Istri Abang lagi marah ya? Adek cemburu?" bisiknya di telingaku. Aku mengerling tajam kepadanya. "Sini...sini, duduk dulu! Waduh ini apa? Makan siang untuk Abang? Kamu memang paling ok, tau aja suaminya belum makan. Sini, duduk di sebelah Abang!" ujar Bang Ardi lagi dengan senyum mengembang.Aku duduk di samping Bang Ardi degan ragu-ragu."Kenalkan, ini Della. Della ini teman Abang waktu kuliah dulu. Dia punya usaha kuliner. Kebetulan, kantor Abang akan mengadakan acara, jadi Abang mengajaknya kerjasama. Karena dia baik hati dan tidak sombong, dia yang datang ke sini untuk m

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 53

    Sampai di tempat parkir, aku menatap ke sekeliling, siapa tahu wanita tadi masih ada di sini, menungguku sampai pulang, lalu dia kembali lagi ke ruangan Bang Arfi. Ah, kenapa pikiranku jadi kotor begini? Tenang Risa, tenang. Ketika aku menghidupkan mesin mobilku, aku melihat selintas ada wanita yang mirip dengan wanita tadi. Dia berjalan di depan mobil yang kutumpangi. "Benar, itu wanita yang ada di ruangan Bang Arfi tadi. Kok, masih ada di sini? Tadi katanya mau pergi," gumamku. Aku mengekori wanita itu dengan mataku dari dalam mobil, sampai akhirnya dia naik ke dalam mobil yang berjarak satu mobil dari mobilku. Tak lama, mobilnya bergerak meninggalkan lokasi parkir. Aku harus berhati-hati dengan wanita itu. Jangan sampai dia merebut Bang Ardi dariku. Setelah wanita itu menjauh, barulah aku melajukan mobilku perlahan menuju jalan pulang.Ketika sampai di rumah. Aku mencoba melacak nomor telepon yang mengirimkan pesan mesra di hape Bang Ardi. Kutelusuri nomor itu melalui sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 54

    Setelah dari butik kami menuju pusat perbelanjaan yang cukup besar di kota ini. Letaknya tak begitu jauh dari sini. Ada toko yang menjual pakaian bayi dan anak-anak yang biasa kami kunjungi di sana. Bang Ardi melajukan mobil perlahan. Pandanganku tertuju lurus ke depan, namun, pikiranku masih teringat pada lingerie yang dibeli Mbak Susi tadi. Ingin rasanya aku menanyakan tentang lingerie itu pada Mbak Susi, untuk apa dia membelinya. Tapi, kok rasanya tidak sopan mencampuri urusan pribadi orang? Biarkan sajalah, yang penting Mbak Susi gak pernah macam-macam di rumahku. Sejauh ini, perilakunya masih baik dan tak pernah membuatku marah atau pun curiga. Dia menjaga Tama dengan baik juga."Kita sudah sampai, Dek. Ayo turun." Kata-kata Bang Ardi membuyarkan lamunanku. "Loh, udah sampai ya?" tanyaku seraya melihat ke sekeliling, lalu membuka pintu mobil dan turun. "Tama sama Papa aja, ya!" Bang Ardi menggendong Tama, lalu berjalan masuk ke dalam gedung Mall. Aku dan Mbak Susi mengikuti d

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 55

    "Abang pamit ya, Dek. Jangan lupa, siap-siap. Kalau bisa setelah maghrib, Adek dan Tama sudah stand bye. Oke?" ucap Bang Ardi seraya melangkah menuju pintu utama. Aku mengikuti di sampingnya. "Tumben Tama diajak ke acara kantor, Bang. Malam-malam lagi," selidikku . Pernah juga sih, Tama diajak ke acara kantor Bang Ardi. Tapi, ya gitu Tama rewel di sana. "Tama kan sudah besar Dek, lagian ini acaranya memang acara kumpul keluarga, jadi, ya harus bawa keluarga." terang Bang Ardi, lalu tersenyum. "Sudah, Abang pergi, ya!" ucapnya lagi. Bang Ardi mengecup pucuk kepalaku, lalu masuk ke mobil dan berlalu meninggalkan rumah. Hari ini, pekerjaan memasak kuserahkan kepada Mbok Nah, karena aku ingin pergi ke salon untuk melakukan perawatan. Setelah memastikan Tama aman bersama Mbak Susi, aku berangkat dengan mobil kesayanganku, si Merah. Setelah memarkirkan mobil di area parkir salon, aku keluar dari mobil. Baru saja kaki ini ingin melangkah meninggalkan mobil, tak sengaja mataku tertumbuk

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 56

    "Astagfirullah!" Aku membesarkan bola mata untuk melihat foto yang dikirim itu. Tak mungkin...tak mungkin! Ini pasti salah! ucapku dalam hati. Benarkah ini? Di dalam foto, tampak Bang Ardi sedang duduk di samping seorang wanita berambut panjang. Mereka duduk membelakangi kamera. Tangan Bang Ardi merangkul pundak wanita itu. Ting!Sebuah pesan kembali masuk ke hapeku. [Maaf, Bu, saya lancang mengirim foto di atas. Tapi itu semua saya lakukan karena saya kasihan sama Ibu] tulis nomor telepon yang mengirimkan sebuah foto, tadi.[Maksudnya, apa ya? Mengapa anda mengirimkan foto itu kepada saya. Anda siapa?] balasku segera. Segudang tanya memenuhi pikiranku. Siapa yang mengirimkan pesan ini. Dan siapa perempuan yang bersama Bang Ardi itu? Apakah Bang Ardi benar-benar menghianatiku? Tak terasa air mata menetes di sudut kelopak mata ini. Akankah terulang kembali? Haruskah aku kembali kehilangan orang yang sangat aku cintai? Kenapa keadaan ini begitu kejam? Tak adakah secerca kebahagiaan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 57

    Aku berhenti sejenak. Aku baru menyadari kalau kafe ini sunyi. Tak ada satu pengunjung pun yang duduk di dalam kafe ini. Apa kafe ini sudah tutup? Aku jadi ragu melanjutkan langkah kakiku. Aku mengitari seluruh ruangan kafe dengan tatapan menyelidik. Dimana kira-kira Bang Ardi dan wanita itu? Apa di kafe ini punya ruangan khusus? Tapi, sepertinya tidak.Lama aku mamandang tiap inci ruangan kafe ini. Jangankan pengunjung, pelayannya saja tak dapat kulihat. Kafe apa sebenarnya ini. Kenapa sunyi sepi seperti kuburan? Ah, mungkin nomor yang mengirim pesan tadi berbohong. Dia mengirimkan alamat palsu agar aku tak dapat menemukan keberadaan Bang Ardi. Tapi, untuk apa dia melakukan itu? Ah, entahlah!Aku berbalik, berniat kembali ke mobil. Namun, baru saja aku memutar tubuh. Seseorang memanggilku. "Risa, mau kemana, Sayang?" Suara itu seperti suara Bang Ardi.Aku menoleh ke belakang. Namun, tidak ada orang di sana. Perasaan aku belum tuli. Barusan memang suara Bang Ardi."Bang! Bang Ardi!

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05
  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 58

    "Oh, iya. Bagaimana dengan pesan mesra yang masuk ke hape Abang kemarin? Apa itu juga bagian dari sandiwara ini?" tanyaku penasaran. Bang Ardi mengerutkan kening sembari menggaruk dahinya yang tiba-tiba saja gatal."Kalau pesan itu, Abang benar-benar tidak tau siapa yang mengirimkan ke nomor Abang. Abang sudah menelusuri nomor itu, namun sampai sekarang Abang belum mendapat hasilnya. Makanya, Abang belum mengatakan apa-apa mengenai pesan itu pada Adek. Abang takut, Adek marah dan curiga pada Abang. Kalau Adek tak percaya, bagaimana Abang harus menjelaskannya, sementara Abang jelas-jelas tidak tau," terang Bang Ardi hati-hati. Raut wajahnya sangat khawatir, mungkin dia benar-benar takut melukai hatiku.Lelaki berkulit sawo matang itu berkata f ngan sangat tenang. Tak ada tanda-tanda kalau dia sedang berbohong. Aku percaya kalau yang dikatakannya itu semua benar. "Iya, Bang. Adek juga sudah mencoba menyelidiki nomor itu, tapi tetap tidak tau siapa pengirimnya." Aku menatap manik mata

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-08

Bab terbaru

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 126

    Setelah menjalani kehidupan di panti, mereka diajarkan tentang kesopanan dan hal-hal baik lainnya. Makanya mereka sudah terbiasa jika dengan ketertiban.Setelah mendapatkan paper bag masing-masing, anak-anak panti kembali duduk ketempat semula. "Udah, Wi, silakan dilanjutkan," ujarku pada Tiwi setelah aku selesai membagikan souvenir yang sengaja kupesan beberaa hari yang lalu. "Oke, Mbak," sahut Tiwi singkat."Tama, duduk di sini, Nak," ujar Bang Ardi memanggil Tama agar duduk di kursi yang telah disediakan. Sedangkan Adinka duduk dipangku oleh Bang Ridwan.Tiwi meminta MC yang tak lain adalah temannya sendiri untuk memandu jalannya acara. Dimulai dengan pembacaan doa oleh seorang ustadz yang biasa memberi ceramah di panti. lalu, acara dilanjutkan dengan ucapan syukur dan terima kasih yang disampaikan oleh Bang Ridwan. Lagi dan lagi kalimat itu keluar dari mulut Bang Ridwan. Kalimat yang berisi ucapan terima kasih yang tulus, yang ditujuakn untukku dan Bang Ardi karena telah membe

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 125

    POV RISADua tahun kemudian.Aku sedang menemani anak-anak menonton tayangan film kartun di televisi sembari menantikan Tama dan Mayra pulang dari sekolah. Mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.Tama dan Mayra bersekolah di sekolah yang sama, agar mereka dapat saling melindungi dan bahu membahu sebagai satu keluarga. Aku tidak pernah membeda-bedakan dalam memperlakukan mereka, walaupun Mayra dan Farel bukan anak kandungku. Tapi, mereka adalah amanah yang dititipkan Gita kepadaku. Aku tak bisa menyia-nyiakan mereka. Perlakuan buruk yang pernah Gita lakukan kepadaku, tak serta merta membuatku membenci kedua anaknya. Bagiku, masa lalu hanyalah masa lalu, kita tak perlu mengungkit kenangan buruk yang ada di sana karena itu akan menyakiti diri kita sendiri. Jadikan semua kejadian di masa lalu sebagai pelajaran, pasti ada hikmah dibalik sebuah cobaan yang kita hadapi. Contohnya aku, karena Gita merebut suamiku akhirnya aku dipertemukan dengan laki-laki yang jauh lebih baik,

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 124

    "Tunggu dulu! Jadi Tama sudah tau kalau Bang Ridwan, Papa kandungnya?" tanyaku dengan wajah penasaran."Iya, Wi. Sebelum berangkat ke sini, Risa sudah mengatakan semuanya kepada Tama. Tama memang anak yang baik, dia tidak marah sedikit pun baik kepada Risa maupun Ridwan. Dia dapat memahami keadaan yang sudah terjadi dan memaafkan kedua orang tuanya.""Sykurlah, akhirnya mimpi Bang Ridwan jadi kenyataan. Semua ini berkat kebaikan Bang Ardi dan Mbak Risa. Lagi-lagi kalian menjadi pahlawan di keluarga kami. Entah dengan apa kami membalas kebaikan kalian. Demi Bang Ridwan, Kalian meninggalkan acara yang sudah digelar dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujarku terharu."Demi Tama, apa pun akan aku lakukan, jangankan uang, nyawaku pun akan kupertaruhkan. Aku takut, kalau Tama tak sempat bertemu dengan ayah kandungnya. Makanya, aku segera mengantarnya ke sini. Dan ternyata, Allah berkehendak, kalau kehadiran Tama merupakan berkah untuk ayahnya, Ridwan bisa sadar dari koma.""Abang be

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 123

    Tampak wajah mereka sangat serius ketika berbicara. Setelah dokter itu pergi, wanita itu kembali menangis. Kak Suci ikut menenangkannya.Satu jam sudah kami menunggu di tempat ini. Tidak ada yang buka suara untuk sekedar ngobrol. Kami larut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba, ada dokter dan perawat yang berjalan tergopoh masuk ke dalam ruangan. Napasku jadi terasa sesak. Hatiku bertanya-tanya, ada apa di dalam. Kami tak dapat lagi melihat ke dalam karena jendela kacanya sudah tertutup tirai.Tak lama, seorang perawat keluar dan memanggil keluarga Pak Hasan, suami wanita yang sejak tadi bersamaku. Aku lega, tapi, kasihan juga melihat wanita itu. Suaminya kritis di dalam sana. Dia terduduk lemas di lantai sembari menangis tersedu-sedu. Dalam waktu tiga puluh menit, seorang doter keluar dari ruangan dengan wajah sedih."Bagamana suami saya, Dok?" tanya wanita itu."Anda istri Bapk Hasan?' tanya dokteritu balik. waita itu mengangguk, mengiyakan."Mohon Maaf, Bu. Kami gagal menyelama

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 122

    Aku masuk ke dalam ruangan tempat Bang Ridwan dirawat, setelah mendapat izin dari dokter. Aku berdiri di samping brankar tempatnya berbaring sembari mengusap lembut wajah suamiku. Satu kecupan lembut kuberikan di keningnya sembari berbisik, "Bangunlah Bang, calon bayi kita merindukan suaramu."Seketika air mata menetes di sudut mata ini. Cepat-cepat aku menyapunya agar tak jatuh menimpa wajah Bang Ridwan. Aku tak mau dia melihat aku menangis.Kulantunkan ayat-ayat Alquran di telinganya. Aku yakin, walaupun dia tidak sadar, dia dapat merasakan kehadiranku di sini.Setelah selesai kubaca surat Alfatihah di telinganya, sudut matanya meneteskan air mata. "Abang bisa dengar Tiwi, Bang? Buka mata Bang, kami merindukanmu. Abang harus kuat, Kami selalu mendoakan, Abang. Cepatlah sadar, Bang!" ujarku mencoba membangunkan Bang Ridwan.Kuraih tangan Bang Ridwan, lalu menempelkannya ke perutku. Calon bayi di perut ini pasti merindukan hal ini. Biasanya seusai salat Subuh, Bang Ridwan selalu meng

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 121

    Sudah pukul lima subuh, aku baru saja selesai melaksanakan sala Subuh di Mushollah. "Bu, Ibu mertua dan Kakak ipar saya sudah datang. Jadi, bukan berniat mengusir. Bu Hindun kelihatan lelah sekali. Ibu pulang saja, ya. Ibu tidak perlu khawatir, sudah ada yang menemani saya di sini," ujarku pada wanita yang telah menemaniku menjaga Bang Ridwan sejak kemarin."Ya, sudah kalau begitu. Saya akan pulang, nanti sore saya kembali lagi membawakan pakaian ganti untuk Bu Tiwi. Pasti gerah kan, sejak kemarin belum ganti baju," sahut Bu Hindun. "Saya tidak enak, jadi merepotkan Ibu.""Tidak, Bu, saya tidak merasa direpotkan. Saya permisi ya, Bu." Aku memberikan uang kertas berwarna merah sebanyak dua lembar kepadanya, untuk ongkos taxi dan pegangan di jalan. Irfan, sudah pulang sejak kemarin, karena ada yang ingin menyewa mobilnya.Aku kembali ke ruangan Bang Ridwan. Kak Suci dan Ibu masih tertidur di kursi, di depan ruangan. Dengan hati-hati aku membangunkan mereka agar salat Subuh. Mereka se

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 120

    Dengan usaha yang gigih, akhirnya anak itu datang ke acara pernikahan kami bersama ibunya, mantan istri Bang Ridwan yang dulu dia buang demi seorang wanita bernam Gita. Wanita itu sangat cantik dan anggun, Mbak Risa namanya. Setelah mendapatkan maaf dan restu darinya, Bang Ridwan merasa lega dan siap menghadapi masa depan bersamaku. Tujuh tahun sudah kami berumah tangga. Baru sekarang Allah menitipkan seorang anak di rahimku. Baru saja kami merasa bahagia akan menyambut kelahiran anak pertama kami. Namun, Bang Ridwan mengalami kecelakaan seperti ini. Akankah kebahaiaan itu harus terenggut sekarang? Tak adakah kesempatan untuk Bang Ridwan melihat wajah anaknya? entahlah, dadaku semakin sesak setiap memikirkan hal ini. Ya, Allah, izinkan anakku bertemu dengan ayahnya, digendong ayahnya, tumbuh dan berkembang dibawah asuhan ayahnya. Cukuplah Tama yang merasakan kehilangan ayah kandungnya sejak kecil. Aku tahu, Bang Ridwan sangat bersalah kepada Tama. Ampuni dia ya, Allah! Izinkan dia

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 119

    Malam sudah menjelma. Namun, Bang Ridwan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan sadarkan diri. Aku semakin cemas melihat kondisinya. Sejak tadi aku belum menelan nasi sedikit pun. Entahlah, rasanya aku tak ingin meninggalkan Bang Ridwan barang sedetik pun. Kami berada di ruang tunggu dekat dengan ruang ICU. Tak seorang pun diperbolehkan masuk ke dalam sana tanpa seizin dokter. Aku hanya bisa melihat suamiku dari jendela kaca. "Bu Tiwi, makan dulu, Bu! Sejak tadi siang Ibu belum makan apa pun. Kasian calon bayi Ibu. Pikirkan dia, Bu! Jangan sampai dia kenapa-kenapa." Bu Hindun yang baru datang membawa nasi bungkus berkata memelas."Tapi, saya tidak selera makan sebelum melihat Bang Ridwan sadar, Bu," sahutku lirih. "Pikirkan calon bayi Ibu! Pak Ridwan pasti juga tidak ingin calon bayinya kenapa-kenapa. Makanlah, Bu, sedikit saja!" ujarnya lagi sembari membuka nasi bungkus untukku.Benar kata Bu Hindun. Aku tidak boleh egois. Calon bayiku tidak harus ikut tersiksa karena kesedihanku

  • Bahagia Setelah Dibuang   Bab 118

    POV TIWIAku dan Bu Hindun mempercepat langkah agar cepat sampai ke ruangan itu. Begitu aku sampai di depan ruangan tempat Bang Ridwan diobati, seorang wanita datamg menghampiri."Anda Ibu Tiwi?" tanyanya. Aku mengangguk."Saya yang menelepon tadi. Ayo ikut saya, kita harus segera menemui dokter. Ibu harus segera menandatangani surat persetujuan dilakukanya operasi pada suami Ibu. Ada pembekuan darah di kepalanya, dan harus segera dioperasi."Aku mengikuti wanita itu menuju salah satu ruangan di rumah sakit ini. Setelah menandatangani surat persetujuan itu, Para perawat langsung memindahkan Bang Ridwan ke ruang operasi. Operasi terhadap Bang Ridwan segera dilakukan.Diluar ruang operasi aku menunggu dengan cemas. Mulutku serasa terkunci, aku tak mampu berbicara apa pun selama Bang Ridwan masih di dalam sana. Wanita yang meneleponku tadi juga masih di sini bersama suaminya. Aku belum sempat bertanya apa-apa pada mereka. Nanti sajalah, setelah operasinya selesai, pikirku. Sekitar sat

DMCA.com Protection Status