Dia ingin menghancurkan hidupku tanpa peduli apa pun.Chris menutup semua jalan keluarku, berharap tidak akan ada seorang pun di dunia ini yang mencintaiku.Dengan begitu, aku hanya bisa tinggal di sisinya, memohon padanya agar dia mencintaiku.Namun, dia tidak tahu bahwa aku tidak pernah mencintainya, bahkan untuk satu detik pun.Aku berkata, "Chris, selama bertahun-tahun ini, semua uang yang aku hasilkan sudah aku tabung di rekening Paman Aldo.""Aku juga sudah bertahun-tahun menemani serta merawatnya sebagai seorang putri.""Aku pikir, aku sudah nggak perlu merasa bersalah lagi."Chris merosot di kursinya, seolah-olah semua energinya telah terkuras habis."Velia, aku nggak akan bercerai denganmu ...."Aku kembali memotong ucapannya dengan suara yang lelah."Aku nggak meminta persetujuanmu.""Perusahaanmu sedang dalam masalah, 'kan?" Aku menatapnya, lalu melontarkan sebuah kata dengan tegas."Penggelapan laporan."Ekspresi Chris langsung berubah drastis.Perusahaannya sedang mengalam
Kemudian, aku berlari kecil masuk ke dalam mobil. Daren memiringkan tubuhnya untuk mengencangkan sabuk pengaman untukku."Kamu bangun sepagi ini, pasti kamu belum sarapan, 'kan?" ujar Daren.Aku mencondongkan tubuhku ke depan, mengangkat kepala, lalu mencium pipinya.Daren tampak terkejut. Kepalanya hampir membentur atap mobil, sementara ujung telinganya tampak memerah."Velia, kamu ...."Aku tersenyum."Tujuh tahun lalu, aku sudah ingin melakukan ini," kataku.Dia menoleh, tidak menatapku, tetapi tidak bisa menahan sudut bibirnya yang terangkat."Aku belum pernah bertanya, kenapa tiba-tiba kamu kembali ke negara ini?" tanyaku."Karena aku ingin bertemu denganmu," jawab Daren.Di balik tirai hujan, matanya terlihat lebih berkilau.."Selama bertahun-tahun ini, hidupmu nggak baik-baik saja. Kamu juga nggak bahagia.""Aku berpikir, kamu pasti membutuhkanku."Daren mengatakan ini dengan nada tegas."Selama kamu membutuhkanku, aku akan melakukan apa pun."Pada saat itu, aku merasa seperti k
Suara angin membawa hawa dingin, meniup melewati ujung jari kami.Tiba-tiba aku teringat akan sebuah kalimat yang pernah aku baca."Bekas luka yang berat dari orang yang telah terluka nggak pernah layak untuk diungkit.""Yang patut dipuji adalah keberanian untuk bertahan di tengah keputusasaan."Dulu, ada gunung besar yang pernah menghalangi jalanku.Sejak Daren kembali, aku sudah berhasil melewatinya."Sampai di sini saja. Chris, jangan membuat masalah lagi.""Kita semua hidup dengan baik. Jangan saling mengganggu lagi."Air mata Chris tiba-tiba jatuh dengan deras.Bibirnya bergetar, dia tidak bisa mengeluarkan satu kata pun untuk membantah."Velia, jangan tinggalkan aku ...."Setiap permohonannya terdengar penuh dengan keputusasaan.Aku menggandeng Daren, melangkah maju selangkah demi selangkah, tanpa menoleh ke belakang.Dalam perjalanan pulang, aku sengaja meminta Daren untuk berjalan bersamaku.Air sungai di sepanjang jalan memantulkan cahaya lampu di sekitarnya, berkilauan dengan
Ketika aku pulang, aku mendengar tawa lepas dari dalam kamar di lantai dua.Aku melepas jaket, menggantungnya di lenganku, lalu berhenti melangkah.Akhirnya, aku tetap menyeret langkahku yang berat menuju kamar.Ketika aku mendorong pintu ukiran yang indah, aku bisa langsung melihat Chris.Kemeja cokelat tuanya setengah terbuka, sementara dasinya sudah hilang entah ke mana.Gadis yang ada di pelukannya tampak sedang menyuapkan anggur yang sudah dikupas ke dalam mulutnya.Meski Chris mengulurkan tangan untuk menepisnya, dia tetap tampak sangat menikmati.Saat mendengar suara langkah kakiku, gadis itu menoleh sambil tersenyum."Eh, Kak Chris, apa Bibi sudah menyiapkan sup untuk meredakan mabuk ...?" tanya gadis itu.Gadis itu tiba-tiba berhenti bertanya, sementara anggur di tangannya terjatuh ke karpet.Ketika dia melihatku, wajahnya mendadak pucat. Kemudian, dia tergagap saat memanggilku."Nona ... Nona Velia ...."Pandangan mataku tertuju pada leher dan bahu gadis itu. Ada sederet beka
Setelah menyentuh kain sutra, otot-otot yang kencang bisa aku rasakan di baliknya.Tepat ketika aku hendak membuka kancing terakhir, Chris meraih tanganku.Wajahnya tampak datar, tapi tindakannya yang sangat kasar menghentikan gerakanku."Velia, apa kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan?" tanya pria itu.Aku mengangguk sambil menatap wajahnya."Paman berharap kita bisa menjalani hidup dengan baik, lalu punya anak," jawabku.Chris perlahan melepaskan cengkeramannya dari tanganku.Dia tersenyum padaku, tapi matanya menyiratkan aura dingin."Kamu benar-benar sama hinanya seperti ibumu," kata Chris."Tapi itu wajar. Orang macam apa yang bisa dilahirkan oleh orang yang nggak bermoral?" lanjutnya.Chris melemparkan gelas air di atas meja ke arahku.Pecahan kaca berhamburan ke mana-mana.Aku terhuyung-huyung, lalu jatuh dengan keras di atas meja kopi di belakangku.Chris mengangkat kakinya untuk menginjak jariku sambil memandangku dengan tatapan merendahkan."Jangan pernah bermimpi untuk men
"Lama nggak bertemu, Daren," balasku.Selama masa SMA, aku dan Daren duduk sebangku selama tiga tahun penuh.Aku masih ingat saat Daren memilih jurusan sastra.Wali kelas memandang nilai-nilai sainsnya yang sangat tinggi dengan kebingungan.Daren melirikku sejenak, lalu mengatakan bahwa dia ingin membuat film.Aku hanya terdiam.Pada saat itu, aku merasa minder, bahkan impian masa mudaku yang paling umum pun tak berani aku ungkapkan.Kemudian, Daren membawa naskah cerita yang aku tulis untuk mengikuti lomba atas namaku.Dia memperlihatkan sertifikat penghargaan itu di depanku sambil menunjukkan nama "Velia Wijaya" yang ada di atasnya.Dia berkata, "Jangan takut, Velia. Lihatlah, kamu benar-benar hebat."Saat itu, ketika sinar matahari sedang bersinar lembut, dia selalu suka tidur sambil menatap ke arahku.Suatu hari, ketika aku sedang menulis kerangka cerita, dia bergumam dengan mata yang menyipit."Nanti kamu bisa menulis cerita, sementara aku yang akan membuat filmnya. Kita nggak aka
Chris dengan marah melemparku ke dalam mobil. Aku secara naluriah ingin melarikan diri.Namun, pergelangan tanganku tiba-tiba dicengkeram dengan erat olehnya.Di detik berikutnya, kedua tanganku ditahan, lalu aku ditekan ke kursi belakang."Kamu mau lari ke mana?" tanya Chris.Chris menggigit pipinya, lalu tertawa dengan suaranya rendah"Kenapa? Setelah bertemu dengan mantan kekasih, hatimu mulai menjadi liar?" ujar pria itu.Aku menatapnya yang tampak menggila, mencoba meronta beberapa kali dengan kuat."Chris, tenanglah, jangan seperti ini," kataku."Kamu mau berpura-pura apa lagi? Bukankah kita sudah tidur bersama sebelumnya?" balas Chris."Kenapa berpura-pura menjadi wanita suci? Apa kamu mau berpura-pura di depan Daren?" lanjut Chris.Pria itu mencengkeram rahangku, memaksaku untuk menatapnya.Cengkeramannya begitu kuat hingga membuatku langsung menangis karena rasa sakit."Velia, mau aku ingatkan betapa kotornya dirimu?" tanya pria itu.Seketika, kepalaku langsung berdengung.Seo
"Jangan takut, Velia. Aku ada di sini," ujar Daren.Aroma yang familiar membuat napasku yang terengah perlahan menjadi tenang."Oh, ternyata Pak Daren datang."Chris tampak tersenyum acuh tak acuh, lalu berdiri perlahan.Dia menepuk-nepuk celananya, lalu menunjuk ke arahku."Daren, jangan bilang kalau kamu masih belum bisa melupakannya?" tanya Chris,"Apa kamu tahu betapa menjijikkannya wanita di depanmu ini?""Ibunya menghancurkan keluargaku, lalu mengambil uang keluargaku.""Sedangkan Velia, dia masih bermimpi ingin naik ke tempat tidurku serta memberikanku anak di malam pernikahan kami."Daren tidak peduli dengan apa pun yang Chris katakan. Dia hanya menundukkan kepala.Daren mengusap bekas merah di pergelangan tanganku dengan lembut, lalu bertanya dengan suara serak."Apa ini sakit?""Velia, apa ini sakit?"Seluruh tubuhku gemetaran, air mataku mengalir deras tanpa bisa dikendalikan.Ketika melihat itu, Daren menelan ludah, lalu menyingkirkan rambut yang menutupi dahiku.Dia berbic