Share

Bab 2

Setelah menyentuh kain sutra, otot-otot yang kencang bisa aku rasakan di baliknya.

Tepat ketika aku hendak membuka kancing terakhir, Chris meraih tanganku.

Wajahnya tampak datar, tapi tindakannya yang sangat kasar menghentikan gerakanku.

"Velia, apa kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan?" tanya pria itu.

Aku mengangguk sambil menatap wajahnya.

"Paman berharap kita bisa menjalani hidup dengan baik, lalu punya anak," jawabku.

Chris perlahan melepaskan cengkeramannya dari tanganku.

Dia tersenyum padaku, tapi matanya menyiratkan aura dingin.

"Kamu benar-benar sama hinanya seperti ibumu," kata Chris.

"Tapi itu wajar. Orang macam apa yang bisa dilahirkan oleh orang yang nggak bermoral?" lanjutnya.

Chris melemparkan gelas air di atas meja ke arahku.

Pecahan kaca berhamburan ke mana-mana.

Aku terhuyung-huyung, lalu jatuh dengan keras di atas meja kopi di belakangku.

Chris mengangkat kakinya untuk menginjak jariku sambil memandangku dengan tatapan merendahkan.

"Jangan pernah bermimpi untuk menebus dosamu dengan kehamilan, lalu kamu bisa pergi dariku begitu saja," kata Chris.

"Velia, seumur hidup ini, nggak akan ada yang mencintaimu."

"Kamu seharusnya bersikap seperti anjing yang tetap ada di sisiku untuk aku perintah," tambah Chris.

Kemeja Chris tampak longgar, sebagian besar kancingnya sudah terlepas.

Otot-otot indahnya yang terlihat jelas menunjukkan bertahun-tahun latihannya.

Aku menatapnya sejenak, lalu memalingkan pandanganku.

Sejak ketidaknyamanan di malam pernikahan, Chris tidak pernah lagi berbicara secara terbuka padaku.

Dia enggan menyentuhku, sementara wanita-wanita di sekitarnya tidak pernah berhenti.

Oleh karena itu, harapan Aldo untuk kami memiliki seorang anak pun tak pernah terjadi.

"Velia."

Chris memanggil namaku dengan lembut.

Nada bicaranya jarang bisa sehalus ini.

Aku menatapnya, sementara dia memandangku dengan senyum licik di matanya.

"Mungkin kamu juga sebaiknya mencoba orang baru."

"Orang muda yang penuh energi memang berbeda."

Aku tersenyum, lalu berbalik pergi.

Aku sangat paham. Dia mengatakan hal itu hanya untuk mempermalukanku.

Jika aku benar-benar melakukannya, dia akan menggila.

"Velia."

Chris tiba-tiba memanggilku dari belakang.

Aku menoleh, menatapnya dengan tatapan bingung.

Dia mengangkat ponselnya, menyuruhku melihat pesan di layarnya.

"Malam ini ada pesta jamuan makan. Jangan lupa untuk berpakaian yang menarik," kata Chris.

...

Aku merasa sangat bingung. Biasanya Chris tidak pernah membawaku ke acara apa pun.

Setelah menikah, dia tidak mau berhubungan denganku di depan orang lain.

Namun, kali ini ....

Sampai akhirnya kami melangkah ke aula hotel.

Baru pada saat inilah aku tahu alasan dia membawaku ke perjamuan ini.

Aku memegang lengannya, sementara mataku tertuju pada sosok yang tak asing di kejauhan.

Aku terpaku di tempat untuk sejenak. Kakiku seakan terasa sangat berat.

Daren Atmaja .... Dia sudah kembali.

Chris memperhatikan kekakuanku, lalu berbisik di telingaku.

"Bagaimana? Apakah kamu sangat bersemangat bertemu dengan kekasih lama?" tanya Chris.

Dia mengangkat pandangannya, mengikuti arah tatapanku.

Dua pasang mata bertemu dari kejauhan.

Chris tidak sedikit pun menghindarinya. Bibirnya menampilkan senyuman.

Sambil memegang gelas anggur, dia dengan tenang berjalan ke arah Daren.

"Pak Daren, senang bertemu denganmu," ujar Chris.

Tatapan nakal Chris berhenti padaku sejenak.

Kemudian, dia mengangkat gelasnya ke arah Daren.

"Aku dengar Pak Daren adalah teman lama Velia," lanjut Chris.

"Sayang sekali kamu nggak bisa datang ke pernikahan kami."

Daren meliriknya sejenak, lalu pandangannya perlahan tertuju padaku.

"Lama nggak bertemu, Velia," kata Daren.

Aku menarik napas dalam-dalam. Ketika aku berbicara, suaraku terdengar serak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status