“Sayang, besok kita harus kembali ke penthouse.”Qiara yang baru terbangun dari tidur, lantas mengucek matnya. “Kenapa tiba-tiba sekali, Mas?”“Soalnya, Mama Melda akan datang.” Richard terlihat menundukkan kepala. Kesedihan yang terlihat dari raut wajahnyaa.Qiara beringsut mendekat, lantas meraih tangan suaminya. Selama pernikahan, ia tak pernah mendengar nama itu. Yang ia tahu, kedua orang tua Richard telah meninggal. Ia menebak, jika wanita yang disebut oleh Richard baru saja adalah mama dari almarhumah Yasmin.“Oke. Bu Melda itu, mamanya Mbak Yasmin ya, Mas?”Richard mengangguk. Sekali lagi, ia menatap wajah istrinya dengan sendu, berharap, jika Qiara tidak akan tersinggung atau bahkan marah. “Ka-kamu tidak apa-apa, kan?”Qiara memberikan senyuan terbaiknya. “Tidak apa-apa. Alista juga berhak bertemu sama omanya. Tidak ada mantan mertua, Mas. Aku tidak apa-apa, kok.”Richard meraih tangan Qiara, mengecup punggung tangannya dengan lembut, lantas, mengusap kepala isyrinya itu. “Kam
Qiara melebarkan senyuman, meski wanita paruh baya di depannya itu tampak acuh tak acuh. Wanita yang menggeleng rambutnya itu duduk dengan menyilangkan kaki, merasa kesal karena Alista enggan digendongnya sama sekali.Richard juga heran, kenapa mertuanya itu tiba-tiba datang dan ingin menggendong Alista, sementara sejak bayi, wanita itu yang bersikeras ingin Alista-lah yang pergi dan putrinya yang selamat. Sejak saat itu, Melda tak pernah datang lagi ke penthouse ini.“Apa yang sudah perempuan itu ajarkan, Richard? Kenapa cucu satu-satunya mama ini sama sekali tidak mau digendong sama mama?” Dengan angkuh, Bu Melda melirik Qiara sekilas, lantas melengos. Wajahnya judes, ia benci melihat hubgan harmonis Richard yang sekarang, sementara putrinya sudah tidak ada lagi.“Ma, Alista tidak mau sama Mama, bukan karena Qiara mengajarkan sesuaru yang buruk, Ma. Itu karena Alista jarang saja bertemu dengan Mama.” Jujur, Richard tidak enak hati dengan istrinya itu. Qiara adalah harga dirinya, ia
“Tolong jaga Alista sebentar ya, Ve. aku harus pergi mencari daging dulu.” Qiara meraih tas tangannya, mengecup Alista yang sedang bermain di stollernya.“Apa biar tidak Via saja yang beli, Bu?”Qiara menggeleng. “Tidak perlu. Selain itu, aku juga kepingin makan ramen di kedai sebelahnya. Kalau take a way, rasanya lain. Bye, Ve.”Qiara pergi begitu saja. Entah kenapa, kali ini ia sangat menginginkan ramen. “Aku jadi mudah kepingin makan dari apa yang kutonton. Apa ini menjelang haid ya? Sudah dua bulanan tidak haid.” Telat haid sudah terbiasa bagi Qiara. Bahkan pernah sampai telat tiga bulan. Ia pernah memeriksakan hal ini ke puskesmas, bidan di sana mengatakan, jika memang tidak terjadi sesuatu yang membahayakan. Qiara masuk ke mobil. “Jalan, Pak!”Supir taksi pesanannya itu mengangguk. Tak lama, Qiara sampai pada pusat perbelanjaan. Sebelum memilih daging pesanan Oma Hesty, Qiara pergi ke kedai ramen andalannya. Ia masuk ke kedai tersebut. Tempat ini, dulu sering menjadi tempat be
Huek huekQiara mengurut keningnya yang terasa pening. Ia sama sekali tidak menyangka, aroma masakan membuatnya mual tidak berdaya seperti ini. Seluruh isi dalam perutnya seakan keluar semuanya.“Bu, apa Anda baik-baik saja?” tanya Vera yang baru saja menidurkan Alista.Qiara menggelengkan kepala. “Aku mual banget, Ve. Mana kepala pening.”Vera mengernyit. “Apa Buu Qiara masih belum haid juga?”Qiara mengangguk. Ia duduk di sofa usai keluar dari kamar mandi. “Apa aku positff ya, Ve. Tapi, dulu aku sering banget telat, Ve.”“Beda, Bu. Dulu dan sekarang berbeda. Dulu Anda tidak pernah ….” Vera tidak melanjutkan kalimatnya. Ini terlalu tabu. Lagian, Qiara polos sekali. Ya kali orang yang rajin bercocok tanam tanpa pengaman tidak hamil. Untung saja Qiara istri bos, kalau teman akrabnya, mungkin Vera sudah mengatakan unek-uneknya ini.“Kalau aku hamil, apa Oma Hesty bakalan seneng, Ve? Apa sebaliknya?”“Selama beberapa hari ini, saya sering memperhatikan Oma Hesty, Bu. Bahkan Beliau seri
“Ke mana perginya Richard?” Oma Hesty baru saja datang. Ia melihat cucunya tampak gusar dan berjalan cepat keluar dari unit. Bahkan ia sempat menyapa cucunya, dan Richard tampak abai, bak orang sedang marah.Qiara mencoba untuk tersenyum. Ia menggeleng dengan pelan. “Qiara tidak tahu, Oma. Mas Richard tidak mengatakan apapun.”“Dan kamu kenapa pucat sekali. Sudah pergi ke dokter? Sejak kemarin Oma perhatiin, kamu seperti tidak sehat.”Jujur, Qiara senang karena perhatian Oma Hesty. Hanya saja, kali ini moodnya sedang tidak baik karena kesalah pahaman yang terjadi.“Tidak, Oma. Qiara baik-baik saja,” dusta Qiara. Yang sebenarnya, ia takut akan jarum suntik. Dulu ia berteriak, saat demam, karena mantra yang dipanggil ayahnya membawa jarum suntik yang besar.“Oh, sudah makan? Oma lapar.”“Oma makan saja dulu, ya. Qiara kaya enggak enak banget perutnya, Oma.”Oma Hety kembali mengerutkan dahi. “Kamu aneh juga. Apa jangan-jangan kamu—““Oma, ada telpon dari Bu Melda.” Vera dari luar unit, l
“Apa yang terjadi dengan cucu mantu saya, Dokter Ridwan?”“Kalau dari ciri-ciri, dan rabaan tangan saya di perutnya, sepertinya menantu Anda ini sedang hamil muda, Nyonya. Test kehamilan yang bisa menjawabnya.”Dokter Ridwan mengeluarkan alat tes kehamilan dari tasnya, memberikannya pada Oma Hesty.“Benarkah? Saya akan mendapatkan cicit lagi?” Mata Oma Hesty berkaca-kaca, ia menoleh pada Vera yang sedang menenangkan Alista yang baru saja terbangun dan menangis. Vera juga terlihat senang akan kabar itu.“Sayang, kamu akan punya adik,” bisik vera pada Alista.“Kondisinya sangat lemah, Bu. Sepertinya Bu Qiara harus istirahat total. Saya yakin, Bu Qiara ini memang hamil, Bu. Ini sudah lumrah pada ibu hamil muda kebanyakan.”Richard yang baru saja mendengar penjelasan dari Dokter Ridwan, membeku di tempat. Mendegar istrinya pingsan, Richard buru-buru pulang, namun saat membuka pintu dan mendengar itu, tubuhnya seakan lemas.“Chard, Alista akan punya adik.” Oma Hesty mendekat, namun Richard
Tangan Qiara membawa tangan Richard yang bergetar ke perutnya. Qiara tersnyum senang, ahirnya ia tahu, jika dugaannya salah, bukan karena Richard tak mau anak darinya, akan tetapii masih dalam trauma. Ia akan mencoba menyembuhkan rasa takut suaminya itu.“Mas, ada kehidupan di sini.”Air mata Richard mengalir dengan deras.Kilas balik tentang amasa lalu kembali teringat. Saat di mana ia menyambut kehamilan Yasmin dengan suka cita, nyatanya istrinya itu menyerah.Richard memejamkan mata, berharap hal itu tak akan terulang kembali. Ia hanya ingin hidup bersama dengan Qiara selamanya. Bahkan, satu Alista saja sudah cukup. Sesederhana itu. Ia tidak mau kehilangan lagi. Bahkan yasmin memilih untuk meninggalkannya sendiri. Tidak, Richard takut hal itu akan terjadi kembali.“Mas.” Qiara mengguncang lengan Richard yang terbengong tanpa gairah itu.Richard juga tidak mau menyakiti Qiara dengan bersikap seolah tak menginginkan darah dagingnya. Bahkan ia tahu, kondisi istrinya yang lemah saat ini
“Sial!” Hana melempar bukunya ke sembarang arah. Usahanya tak berhasil. Ia justru mendapat cacian dan maikan dari Rivhard. Ia lupa, jika Richard akan secerdas itu.“Jadi apa yang harus kita lakukan?” tanya Denis pada akhirnya.“Kamu mikir dong, masa enggak punya ide apapun?” Hana bersedekap dada, tentu sambil mengerucutkan bibirnya. Hal ini membuat Denis memperhatokan keunikan gadis ini.“Saya heran, kenapa kamu masih mengejar Richard? Bukankah banyak pria single lain?”“Kamu sendiri, kenapa masih mengejar Qiara?” Kini Hana yang berbalik menyerang Denis dengan pertanyaan.“Ya, karena saya memang dulunya tidak pernah ada kata putus, merasa hubungan kami belum selesai, ditambah saya masih mencintai dia. Saya ini cinta oertamanya, jadi, saya pikir, dia sulit ngelupainnya.”“Percaya diri sekali,” cibir Hana. “Aku yakin sekali, Qiara sudah terpengaruh oleh pesona seorang Richard. Dia tak hanya tampan, tapi juga mapan. Excusme, bahkan kamu bukan tandingannya.”Denis mendengkus. Dalam hati t