“Kita akan mengajak Alista dan Vera.”Qiara melebarkan senyuman, dan tanpa Qira sadari, ia langsung memeluk Richard karena sangking bahagianya.“Aku senang sekali, Mas!”Belum Richard menjawab, ponselnya berdering. Melihat nama Oma Hesty di sana, Richard langsung menggeser ikon hijau di ponselnya. Sementara itu Qiara melerai pelukannya.“Iya, Oma.” Richard menjawab telepon.[Kebiasaan! Orang itu ngucap salam dulu, sapa dulu, langsung aja bilang, iya! Kamu itu tambah ngeselin, Richard!]Mendengar omelan dari Oma Hesty, telinga Richard terasa panas. Bahkan ia sampai menghela napas dalam-dalam.“Siang, Oma.”[Di mana istrimu itu? Apa dia lupa, kalau hari ini jadwal Alista imunisasi!]Richard menjauhkan ponselnya, di suara Oma Hesty benar-benar memekakkan telinganya.[Atau jangan-jangan setelah jadi nyonya, dia langsung lupa? Kasihiin, ponselnya susah dihibungi, oma mau marahin dia.]Ruchard terlihat tidak enak, tentu Qiara dengar ucapan Oma Hesty yang menggelegar sangat keras itu. Namun,
Sejak tadi Qiara terus menggendong Alista. Bahkan Ia sama sekali tidak menidurkannya di box bayi.Alista seolah tahu, jika di tidurkan, ia langsung menangis. Badanya juga sudah mulai panas, dan Qiara tentu memberikannya kompres anak-anak yang ditempelkan di kening.“Kamu pasti capek. Biar saya saja yang gendongin dia ya.” Richard meletakkan secangkir coklat panas di atas meja.“Terima kasih untuk coklat panasnya, Mas. Tapi soal gendong Alista, sepertinya enggak usah, Mas. Alista memang lagi tidak mau digendong siapapun.B uktinya tadi digendong Vera dia nangis kencang sekali.”Sungguh Richard tidak tega dengan Qiara. Istrinya itu terlihat sangat lelah.Ting nongBaik Qiara mau pun Richard menoleh pada pintu. Ini sudah malam, Vera dan Via sudah tidak ada di sini.“Siapa ya Mas?” tanya Qiara begitu penasaran.Richard mengedikkan bahunya. “Biar saya lihat.”Qiara mengangguk sebagai jawab, ia kembali menimang putrinya.Sementara itu, Richard membuka pintu dengan tergesa, karena sang tamu t
“Ti-tidak bilang apapn, Mas. Di-dia hanya nyariin kamu, terus aku bilang kalau kamu kerja.”Richard menggelengkan kepala. “Katakan, apa? Apa itu alasannya kamu uring-uringan kemarin?”Qiara menatap takut-takut pada Oma Hesty. Tentu tahu, jika wanita tua itu sama sekali tidak ingin mendengar hal buruk menganai Hana.“Dia hanya bilang, kalau aku enggak pantes buat kamu, selamanya aku hanya akan menjadi orang asing, yang tidak akan pernah bisa memiliki hati kamu. Ya, aku pikir itu tidak penting untuk mengadu, kan?”“Hanya itu?” tanya Richard lagi, kini tatapannya mulai melembut, seoalh tahu apa yang sedang diraakan oleh Qiara saat ini.Qiara menganggukkan kepala. Bahkan kali ini ia tertunduk.“Saya yakin, dia mengatakan lebih,” ucap Richard pasti, lalu menoleh pada Oma Hesty. “Oma, Richard akan bertindak tegas pada Hana, kalau dia berani ke sini dan mengacau. Richard sama sekalu enggak peduli, kalau dia cucu dari sahabat Oma sendiri. Hana sudah sangat keterlaluan!”“Memangnya apa yang ket
Pagi ini Qiara bangun lebih awal. Melihat Richard dan Alista sedang terlelap, ia memilih untuk keluar dan membuat sarapan setelah selesai mandi.Selain untuk mengambil hati Oma Hesty, ia juga berniat untuk berinovasi, yang mana tidak sarapan yang itu-itu saja.“Mungkin bubur ayam kali ya,” gumam Qiara seraya mengeluarkan potongan daging ayam dari kulkas, lantas mengeluarkan bahan yang lain seperti sayuran dan juga telur.“Selamat pagi, Bu,” sapa Vera dengan ramah.Qiara yang sedang memasak lantas berjengit karena terkejut. Wanita yang mencepol rambutnya itu lantas mengurut dadanya.“Kamu ngagetin aku, Ve.”“Hehehe, maaf.”“Tumben datang awal sekali?” tanya Qiara yang masih sibuk dengan kegiatannya, sementara Vera maju mendekat.“Iya. Bu. Jaga-jaga saja,” jawab Vera seraya melongok isi dalam panci. “Ibu buat apa?”“Bubur ayam. Eh ya. Menurut kamu, Oma Hesty suka gak ya?”“Nyonya Hesty di sini, Bu?”Mendengar pertanyaan Vera, Qiara lantas mengangguk dengan cepat. Meski Oma Hesty itu sel
Bagaimana Oma?” tanya Richard saat Oma Hesty menyeruput kuah bibirnya.Ini menakjubkan! Bahkan bubur buatan Qiara lebih enak dari pada buatan restoran berbintang.Qiara menunggu jawaban dari Oma Hesty, sementara Richard mengamati gestur dari sang oma.“Biasa aja,” dusta Oma Hesty, lalu lanjut memakan buburnya.Qiara tersenyum tipis, hal ini sudah lumrah. OMa Hesty selalu makan akanan yang berkualitas, sementara ini bukan apa-apa.Qiara juga tidak pernah belajar memasak dari cheff terbaik, kan?“Em, Oma. Ada saran buat buburnya? Apa yang kurang dari kuah dan juga toping yang lainnya, Oma?” tanya Qiara hati-hati. Mungkin, dengan ini bisa membuatnya bisa lebih dekat dengan sang oma.“Gak tahu ya. Saya bukan food bloger. Tapi ini terlalu biasa saja!”“Ini sudah enak banget. Pas, enggak perlu apa-apa,” sahut Richard yang kini sudah hampir habis makannya.Qiara tersenyum tipis. Mungkin Richard hanya ingin membuatnya tidak berkecil hati.Richard tersenyum kecil melirik sang oma yang mulai me
Dalam sebuah acara pertemuan, Richard tampak duduk dengan santai. Di sebelah kirinya sudah ada Mona, sekretarisnya, dan di sebelah kana nada Diki—asisten pribadinya di kantor.Mereka kali ini sedang menunggu kedatangan salah satu klien, untuk membahas mengenai kerja sama.“Pak Richard! Sudah lama menunggu?”Richard mengangkat wajahnya, melihat orang yang ia tunggu, mereka bertiga langsung berdiri dan memberikan anggukan kecil.“Pak Adrian, selamat siang, kami baru saja datang,” jawab Richard dengan ramah dan senyuman yang lebar, saat menjabat tangan sosok pria bernama Adrian.Namun, senyum Richard tampak memudar saat melihat sosok Denis berada di belakang Adrian.“Dia?”“Oh, ini Denis. Asisten pribadi saya yang baru.”Denis tampak tersenyum tipis, bahkan pria itu mengulurkan tangannya. “Selamat siang, Pak Richard, kita bertemu lagi.”Rahang Richard mengeras, menahan segala emosinya saat ini. Hanya saja, ia tak mampu meluapkannya, mengingat kerja sama ini.“Jadi, apa sebelumnya pernah
Langkah kaki Richard yang keras membuat Qiara menoleh. Senyum Qiara memudar saat melihat raut wajah Richard yang tegang."Mas kamu sudah pulang?" tanya Qiara terlihat heran melihat suaminya sudah berada di rumah di jam seperti ini.“Siapa itu Denis sebenarnya?"Qiara mengerutkan dahi karena pertanyaan dadakan dari Richard. Untuk apa suaminya itu menanyakan Denis?“Kenapa kamu tiba-tiba tanya soal Denis?”Richard mengembuskan napas kasar, tangan kanannya memijat kening dengan mata terpejam berusaha untuk meredam emosi yang membuncah, gestur tubuhnya menunjukkan kegelisahan. Apakah ia harus mengatakannya?“Mas, ada apa?” tanya Qiara begitu penasaran. Tidak biasanya Richard menanyakan ini.Qiara menebak, jika suaminya itu baru saja bertemu dengan Denis.“Apa Denis mengganggumu?”Richard menoleh dengan cepat. Pertanyaan Qiara tepat sasaran. Lebih tepatnya kehadiran Denis tadi mengganggu pikirannya.Kediaman Richard membuat Qiara yakin, jika suaminya itu benar-benar bertemu dengan Denis.Q
Mendengar suara berisik di ruang makan, Oma Hesty langsung bertandang ke sana. Wanita tua itu tampak terkejut saat melihat sosok cucunya di rumah.“Richard? Tumben jam segini sudah pulang?”Richard menoleh dengan mulut penuh akan makanan. Ia menganggukkan kepala. “Lapar.”“Sejak kapan kamu makan siang di rumah? Jam segini lagi.” Oma Hesty melongok pada isi piring Qiara dan Richard. “Sejak kapan kamu makan makanan tidak sehat seperti itu? Berminyak pula.”Qiara diam. Ia merasa bersalah karena telah mempengaruhi suaminya untuk makan makanan berlemak. Menurutnya, rendang daging dan sayur berkuah santan serta sambal hijau adalah makanan terenak. Namun, bagi Oma Hesty, justru sebaliknya.“Enak, Oma! Oma coba cicipi,” ajak Richard dengan menunjuk isi piringnya.“Gak! Tadi oma sudah makan salad sayur dan ayam hainan, order dari resto langganan oma.” Oma Hesty melengos, tangannya bergerak mengipasi wajahnya yang terlihat angkuh itu.“Oma, padahal makanan Nusantara itu enak loh! Sekali-kali c