Home / Romansa / BUKTI CINTA / Bab 2 (Penasaran )

Share

Bab 2 (Penasaran )

Bella tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada Kinan. Mereka terlihat asyik mengobrol, sesekali diiringi canda tawa.

"Loh, Mas Kinan? Kok ke sini nggak ngabarin dulu?" Dimas menghampiri Kinan yang sedang bercanda bersama Bella.

"Iya, ini dadakan, sih, Dim. Aku kok tiba-tiba pengen ngehirup udara kota Malang gitu, makanya langsung aja cus deh ke sini," ujar Kinan sembari menjabat tangan Dimas.

"Ayo ke ruangan? Kita ngobrol di sana," ajak Dimas bersemangat.

Bella hanya menunduk melihat keakraban 2 lelaki di depannya.

"Oh, ya, Bel. Minta tolong buatkan hot cappucino 2, sama keripik singkong manis asin, ya. Bawa ke ruangan saya, terima kasih," perintah Dimas kepada Bella.

"Iya, siap, Pak. Silakan ditunggu!" Bella mengangguk sopan dan bergegas melaksanakan perintah atasannya.

Kinan mengikuti Dimas masuk ke dalam ruangannya.

"Aku salut, loh, Dim sama kamu. Cafe bisa berkembang pesat seperti sekarang, konsepnya tertata, pilihan menu variatif, dan yang paling penting keramahan semua karyawan patut diacungi jempol!" Kinan menepuk pundak Dimas dengan tatapan kagum.

"Makasih, Mas. Aku cuma menjalankan tugas aja sebaik mungkin. Ingat janjiku sama Pak Seno dulu, mencintai pekerjaan harus dengan sepenuh hati, Cafe ini sudah aku anggap seperti rumah sendiri, Mas," ujar Dimas malu-malu.

"Nah, itulah pentingnya bekerja dengan hati, nggak salah aku pilih kamu. Semangat terus, ya, Dim, tetaplah jadi saudara sekaligus rekan bisnis andalanku," kekeh Kinan.

"Siap, Bos!" Dimas ikut tertawa.

"Oh, ya. Karena aku puas atas kerja kerasmu selama ini yang banyak membuahkan hasil, mulai bulan ini kamu berhak mendapatkan tambahan bonus sebesar 10% dari total omset bersih," kata Kinan bersungguh-sungguh.

"Alhamdulilah, makasih banyak, Mas Kinan, InsyaAllah aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk kemajuan Cafe ini," sahut Dimas dengan tulus.

"Eh, Dim ...," kata Kinan sedikit ragu akan melanjutkan kalimatnya.

"Ya, Mas?" ujar Dimas penasaran.

"Itu tadi anak baru? Kamu tahu asal-usulnya nggak? Maksudku gini, aduh ... nggak, deh. Hem ... lupakan," ujar Kinan menggaruk kepalanya salah tingkah.

"Aku paham, maksud Mas Kinan tentang Bella, kan?" tanya Dimas to the point.

 

Baru saja Kinan hendak menyahut, suara ketukan dari luar terdengar, membuatnya tidak jadi berbicara.

"Ya ... masuk!" kata Dimas.

Bella memasuki ruangan sambil membawa nampan berisi minuman dan aneka cemilan. Setelah menatanya di atas meja, Bella berpamitan keluar.

"Hem, baru saja kita omongin tuh anak!" kata Dimas setelah memastikan Bella sudah keluar dari ruangannya.

"Apa, sih?" ujar Kinan malu.

"Mas Kinan suka sama Bella?" tebak Dimas tepat sasaran.

"Enggak, eh, belum tahu juga. Aduh aku bingung!" raut wajah Kinan memerah.

"Tenang aja, deh. Ntar bisa lah Dimas comblangin," kata Dimas.

 "Aku nggak jago, ah, soal percintaan macam ini," sahut Kinan polos.

"Udah, Mas Kinan tinggal diem aja duduk manis, Bella yang akan menghampiri Mas Kinan lebih dulu," goda Dimas sembari mengerlingkan mata.

"Jangan anehΒ² ah, aku malu, beneran!" Kinan mengacak rambutnya.

Setelah perdebatan yang tidak penting, Kinan memutuskan untuk mengalah, menyerahkan semua keputusan kepada Dimas.

Keesokan harinya ....

"Bel, sini deh bentar!" Dimas memanggil Bella yang sedang sibuk merapikan meja kasir.

"Iya, Pak?" kata Bella sopan, ia bergegas menghampiri Dimas.

"Aku sih nggak mau basa-basi, ya. Langsung to the point aja!" Dimas sejenak menatap mata Bella dengan tajam.

Sontak hal itu membuat Bella merinding, ia takut. Bella tidak berani menatap balik mata tajam Dimas, Bella hanya menunduk.

"Ada cowok yang suka sama kamu, apa kamu mau menjalaninya dulu?" tembak Dimas.

Wajah Bella mendongak, hatinya berdebar-debar.

"S-siapa, Pak?" tanyanya.

"Gini deh, kamu udah punya pacar atau mungkin calon?" tanya Dimas menyelidik.

"Belum, Pak," sahut Bella datar.

"Bagus, kalau begitu masih ada harapan lah," kata Dimas berhasil membuat Bella penasaran.

Bella menebak-nebak apa yang ingin dikatakan oleh atasannya. Terselip rasa hangat menyelimuti perasaannya. Bella memang kagum kepada Dimas, semenjak ia bekerja di Cafe.

"Maksud Bapak?" tanya Bella hati-hati.

"Ada cowok naksir kamu, kira-kira kamu mau apa nggak, ya?" goda Dimas sembari menaik-turunkan alisnya.

Bella semakin GR, ia percaya jika atasannya lah yang menaruh hati padanya.

Bella hanya tersenyum malu, pipinya bersemu merah.

"Emang siapa, Pak?" tanya Bella dengan mimik wajah dibuat penasaran, padahal sebenarnya ia tahu dan bisa menerka jika lelaki yang dimaksud pasti Dimas sendiri.

"Ada lah, nanti, ya. Biar saya kenalkan," ucap Dimas.

Bella mematung, ia sedikit kesal, kenapa bisa Pak Dimas masih ingin membuatnya penasaran. Kenapa tidak langsung 'tembak' saja.

"Nah itu dia! Baru saja kita omongin," ujar Dimas memecah lamunan Bella.

Bella menoleh ke arah yang ditunjuk Dimas, masuk lah seorang lelaki  lumayan tampan dengan pakaian kasual tersenyum ke arahnya.

"Selamat siang, Mas Kinan, sudah aku sampaikan salamnya. Sekarang silakan pengenalan lebih dalam lagi, saya permisi dulu," kata Dimas menepuk pelan pundak Kinan.

Kinan dan Bella lantas saling menatap dan canggung.

Suasana menjadi hening, mereka sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing.

"Eh, sorry, ya. Maaf mungkin bikin kamu nggak nyaman, tapi aku bingung mau memulai dari mana, usiaku sudah matang, tapi soal beginian aku nggak ada ilmu sama sekali, belum berpengalaman," kata Kinan tersenyum kikuk.

"Nggak papa, Kak. Aku paham, kita jalani saja dulu, ya, Kak, bagaimana?" tawar Bella terlihat santai.

"Baiklah, pokoknya kamu nyaman," kata Kinan.

"Kalo gitu aku kerja dulu, ya, Kak. Masih banyak tugas yang belum aku selesaikan," pamit Bella hendak meninggalkan Kinan.

Dengan cepat Kinan meraih tangan Bella, sehingga membuat gadis cantik itu terkejut.

"Mm-Maaf, maaf kalau lancang. Tapi mulai sekarang panggil aku Mas saja, ya, jangan Kakak," pinta Kinan.

Bella hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu kembali ke meja kasir untuk melanjutkan bekerja.

Hati Kinan menjadi tidak karuan, baru kali ini ia merasakan getaran aneh. Kinan berniat menunggu Bella hingga ia selesai bekerja, ia ingin melakukan pendekatan secepat mungkin.

Hari semakin sore, langit tampak mendung. Kinan masih menikmati secangkir kopi panas di dalam ruangan tempat Dimas, Kinan sengaja menunggu kepulangan Bella, ia berniat mengantarkan Bella pulang.

Kinan memperhatikan Bella dari jendela ruangan, gadis pujaannya telah selesai berganti pakaian seragam dengan baju santai miliknya, Kinan buru-buru mengambil dompet dan kunci mobil, berlari kecil menyusul langkah Bella.

"Hai, Bel, aku anterin pulang, ya?" tawar Kinan yang berhasil mensejajarkan langkahnya.

"Loh, kok Kakak masih di sini?" kata Bella sedikit kaget.

"Iya aku sengaja nunggu kamu sampai selesai. Biar aku antar pulang, ya?" kata Kinan mengulangi tawarannya.

"Boleh, deh, Kak. Eh, Mas ...," kata Bella sedikit kaku.

Kinan membukakan pintu mobil untuk Bella, gadis cantik itu sudah duduk di samping kemudi. Wajahnya terlihat kagum menatap mobil mewah milik Kinan.

Kinan bergegas masuk ke dalam mobil, memanaskan sebentar dan melaju dengan kecepatan sedang, menuju rumah Bella.

"Mas nggak kerja? Kok sampai segitunya nunggu aku," tanya Bella malu-malu.

Kinan melirik sekilas, hanya tersenyum.

Bella bingung karena Kinan tak menjawab pertanyaannya.

"Mas? ih, ditanya kok diem?" kata Bella sedikit jengkel.

"Aku lagi libur kerja, Bel. Emang Dimas nggak bilang apa-apa ke kamu?" tanya Kinan.

"Pak Dimas itu orangnya cuek, jarang banget ngobrol, sekalinya ngomong pasti tentang kerjaan, Mas," sahut Bella asal.

Kinan terkekeh, "ya sudah biar saja ini menjadi PR kamu, ya!"

"Emang kerja apa, sih, Mas? Ada ya kerjaan yang santai dan bisa libur seenaknya kayak Mas gini?" tanya Bella.

"Ya ada, dong! Ini aku buktinya," kata Kinan seraya menepuk dadanya.

"Sebel, deh. Yaudah aku ngambek!" kata Bella.

"Cantik banget, sih!" puji Kinan sambil melirik Bella sekilas.

Wajah Bella memerah, ia salah tingkah. Padahal mereka baru saja 2 hari berkenalan, tapi rasanya sudah mengenal lama. Mereka langsung merasa cocok satu sama lain.

"Belok kiri, 2 rumah dari gapura, ya, Mas. Itu rumahku," tunjuk Bella.

Kinan menghentikan mobilnya sesuai instruksi Bella.

Kinan bingung karena jalan di sini kecil, rumah Bella tampak sederhana. Tidak ada garasi ataupun lahan parkir yang bisa disinggahi Kinan.

"Aku langsung balik aja, ya? Nggak ada tempat buat parkir, nih. Besok aku jemput pake motor, aja!" kata Kinan sebelum Bella beranjak turun.

"Ada sih, Mas, kalau mau. Di ujung ada lahan kosong, bisa kalo cuma parkir sebentar di sana!" tunjuk Bella ke arah depan. 

Beberapa meter dari tempatnya turun.

Kinan hanya mengangguk, "jangan lupa makan, ya! Istirahat, biar besok kerjanya fresh."

"Siap," kata Bella sembari melambaikan tangan ke arah Kinan.

Kinan melajukan mobilnya setelah menurunkan  Bella dan berpamitan padanya.

Belum 5 menit, rasa rindu muncul di hati Kinan. Ingin rasanya ia bersama Bella terus-menerus. Kinan benar-benar jatuh cinta pada Bella.

"Assalamualaikum," kata Bella sembari membuka pintu rumahnya.

Rumah sederhana dengan gaya kuno, catnya mulai pudar karena termakan usia, bangunannya pun tampak sedikit usang.

"Waalaikumsalam," sahut Sari, yang merupakan Mama Bella, dari dalam.

Bella bergegas mencium tangan Mamanya dan berlalu menuju kamar.

"Loh, Bel!" Suara Sari mengagetkan Bella.

Bella yang hendak masuk ke dalam kamar mengurungkan niatnya.

"Kenapa, Ma?" tanya Bella.

"Motor kamu mana?" Sari memicingkan mata melihat ke arah luar.

"Astaga!" teriak Bella sembari menepuk jidatnya.

"Mana, Bella!" bentakan Sari semakin menggema.

"Bella lupa, Ma. Ketinggalan di Cafe," ujar Bella dengan wajah tanpa dosa.

"Ya ampun, Bel! Bisa-bisanya pulang nggak bawa motor, terus kamu tadi naik apa? Masih dini udah pikun aja!" Sari naik pitam mendengar penjelasan anaknya.

"Tadi aku dianter temen, Ma. Bella lupa kalau Bella naik motor, kenapa aku tadi iya-iya aja, sih, dianter Mas Kinan!" Bella sibuk merutuki kebodohannya.

"Siapa Mas Kinan?" tatapan Sari menyelidik putri semata wayangnya.

"Temen aku di Cafe," jawab Bella.

"Kaya nggak? Bapaknya kerja apa? Orang mana, terus punya rumah atau mobil nggak?" tanya Sari bertubi-tubi.

"Idih, Mama! Mana Bella tahu, sih, Bella aja baru kenal 2 hari," sungut Bella kesal.

"Baru kenal 2 hari udah mau dianterin pulang, awas kalo kamu kenalan sama cowok yang nggak bener, apalagi miskin!" ketus Sari.

"Apa salahnya, sih? Lagian juga kelihatannya Mas Kinan tajir, mobilnya aja mewah, bagus banget. Enak, ya, ternyata rasanya naik mobil mewah," kata Bella.

"Lanjutkan kalo emang dia tajir, Mama nggak mau, ya, kamu hidup susah!" kata Sari mengingatkan.

"IyaΒ², besok Bella cari tahu, deh. Bibit, bebet, bobotnya Mas Kinan, puas?" ujar Bella menatap tajam ke arah Sari.

"Yang pinter jadi cewek! Kamu itu cantik, jangan mau sama cowok sembarangan, ya udah sana cepet mandi, makan, terus bantu Mama anter catering ke rumah Bu Widya!" perintah Sari kepada putrinya.

Bella mengerucutkan bibir, bergegas menuruti perintah Mamanya.

πŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’Œ

Gimana, nih, kesayangan Mamak?

Masih mau lanjut ?

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status