Beranda / Romansa / BUKTI CINTA / Bab 1 (Keluarga Cemara)

Share

Bab 1 (Keluarga Cemara)

"Mungkin hari ini ... hari esok atau nanti ... berjuta memori yang terpatri dalam hati ini ...." Keyra menyanyi dengan suara khas miliknya, ini hari pertama ia 'sah' menjadi seorang mahasiswi. Langkahnya begitu ceria saat menuruni tangga menuju ke meja makan.

"Waduh, cakep banget, nih, Adikku yang paling cantik sedunia udah ngalahin Udin," ujar Kinan menggoda Keyra.

"Ya iya, dong! Keyra, gitu, loh," sahut Keyra seraya mengibaskan rambutnya yang lurus sebahu.

Ibu yang melihat keakraban kedua anaknya hanya tersenyum.

"Nggak nyangka, ya, Key. Padahal tuh, ya, kemarin kamu masih segini, loh, sekarang udah kuliah aja!" kata Kinan menjentikkan jarinya.

Keyra mendengkus sebal, "yang bener aja, ya, Kak! Bayi aja lahir udah segede pepaya, masa' aku cuma segini?" ujar Keyra sembari menjentikkan jarinya, mengikuti Kinan.

Kinan terkekeh, begitu juga Ibu. Suasana hangat setiap pagi di rumah Kinan memang seperti itu, selalu saja diiringi gurauan lembut dan penuh akan kasih  sayang. Hal itu bermulai semenjak mereka kecil, hingga tumbuh dewasa seperti sekarang.

Meskipun tanpa kehadiran Papanya, mereka tetap hidup rukun dan harmonis, saling menyayangi dan melindungi satu sama lain. Kepergian Papa tidak mematahkan semangat mereka untuk tetap melanjutkan hidup dengan bahagia.

"Semangat, ya, hari pertama kuliahnya! Belajar yang bener, nggak usah pacaranΒ² apalagi sampai jadi bucin, awas aja!" Kinan mendelik tajam ke arah Keyra.

"Astaghfirullahaladzim, ngatain diri ini bucin, diri sendiri ancin!" Keyra menjulurkan lidah menggoda Kinan.

"Ancin? Apa tuh?" Kening Kinan mengkerut, terlihat penasaran.

"Anti cinta!" Keyra terkekeh, tentu saja Kinan tidak tinggal diam.

Kinan mengetuk pelan pucuk kepala Keyra dengan wajah merah. Keyra membalas memukul lengan Kinan. Bu Ratu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku anaknya.

"Udah, ah. Keyra mau berangkat dulu. Keyra bawa mobil Kakak boleh, ya?" tanya Keyra dengan wajah melas yang dibuat-buat.

"No! Hari ini aku mau ke Malang cek perkembangan Cafe sekalian refreshing, masa' iya mau naek moge? Ogah, ah!" Kinan menggelengkan kepala.

"Aku tau, deh, kenapa Kakak nggak mau pake moge ke Malang," kata Keyra sembari menaik-turunkan alisnya.

"Kenapa memang?" sergah Kinan.

"Karena Kakak nggak punya pacar!" Keyra tertawa lebar dan berlalu pergi sebelum tanduk merah muncul di kepala Kinan.

"Ish, dasar bocil!" lirih Kinan, bibirnya membentuk bulan sabit, tersenyum tipis.

Tidak bisa dipungkiri, kehadiran Keyra sungguh berarti besar bagi kehidupan Kinan. Keyra mampu memberikan warna-warni indah untuk mengisi setiap harinya. Menurut Kinan, Ibu dan Keyra adalah hal yang berharga bagi dirinya, tidak akan tergantikan.

"Kinan pamit dulu, ya, Bu. Mungkin 3-4 harian lah Kinan di Malang. Ibu baikΒ² di rumah, ya. Kalau ingin sesuatu telfon Kinan, aja!" Kinan mencium punggung tangan Bu Ratu dengan takzim.

"Iya, hati-hati. Sampai langsung kasih kabar ya, Kak. Sukses terus buat usahanya, jangan lupa sedekah!" Bu Ratu membelai lembut rambut putra sulungnya.

Kinan memanaskan mobil sedan berwarna hitam metallic, hasil keringatnya sendiri.

Setelah memastikan semua aman, Kinan mengendarai mobilnya membelah jalanan menuju kota Malang.

Perjalanan menuju ke kota Malang membutuhkan waktu sekitar 2 jam dari tempatnya tinggal. Kinan berencana memantau perkembangan Cafe miliknya di sekitar Matos, satu-satunya Cafe yang omsetnya paling tinggi dari keenam Cafe yang dirintisnya.

Karena lokasi yang strategis, dekat dengan kampus, rumah sakit serta perkantoran, membuat Cafe tersebut tidak pernah sepi pengunjung. Kinan ingin mengetahui dengan detail secara langsung, agar bisa mengambil langkah selanjutnya untuk kemajuan bisnisnya. Hal itu yang membuat Kinan akhirnya memutuskan terjun langsung ke lapangan.

Kinan memarkirkan mobilnya tepat di ujung, ia bergegas turun dari mobil. Hawa kota Malang sangat sejuk, terasa sekali menentramkan hati dan jiwa.

Setelah mengeluarkan ransel berisi laptop dan beberapa berkas dari mobil, Kinan segera mengunci mobilnya dan masuk ke dalam Cafe.

"Selamat siang, Kak. Semoga harinya menyenangkan, silakan duduk, selamat menikmati," ujar gadis manis tinggi semampai sembari menunduk setelah membuka pintu untuk Kinan. Rupanya gadis itu tidak menyadari bahwa Kinan lah pemilik Cafe.

Kinan tersenyum, ia bangga akan didikan Spvnya, Dimas, terhadap karyawannya. Dimas memang dipercaya oleh Kinan untuk memegang sekaligus bertanggung jawab keseluruhan atas Cafe di sini.

Kinan mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan, Cafe tampak ramai, namun ia tidak melihat akan kehadiran Dimas.

Kinan memutuskan duduk di meja depan, tepat di samping kasir. Kinan mengeluarkan laptop dari dalam tasnya. Baru saja hendak menekan tombol power, suara gadis mengagetkannya.

"Permisi, Kak ... maaf mengganggu, apa Kakak sedang menunggu teman atau bisa saya bantu untuk pesanannya sekarang?" tawar gadis manis berambut pendek menatap ke arahnya.

Kinan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Boleh, deh," ujar Kinan akhirnya, ia tidak mau membuat gadis itu menunggu terlalu lama.

"Baik, Kak. Ini buku menunya, silakan Kakak lihat terlebih dahulu, untuk menu yang sering laku ada di pojok sebelah kanan atas, ya, Kak. Itu menu favorit di sini." Gadis dengan name tag 'Sifa' itu menjelaskan dengan baik.

Kinan semakin kagum, pantas saja Cafenya di sini sangat ramai, karena pelayanan yang diberikan sungguh mengesankan.

"Oke, saya pesan hazelnut choco browniesnya 1 sama cheesecake topping blueberry 1, ya!" kata Kinan.

"Baik, Kak. saya catat terlebih dahulu. Mohon maaf, Kak, pesanan sudah saya terima, Kakak bisa langsung menuju ke Kasir, ya. Mari saya antar!" Sifa bergegas menuju ke meja kasir, Kinan hanya mengekor di belakangnya.

Setelah sampai di meja kasir, Sifa berpamitan untuk melayani konsumen selanjutnya. Tinggal Kinan dan petugas kasir berdiri saling berhadapan.

Mbak Kasir sibuk mengetik di depan monitor.

"Atas nama Kak Kinan, pesanannya sudah sesuai semua, ya, Kak? Apa ada tambahan lagi, Kak?" Mbak Kasir mendongak, menatap Kinan tepat di manik mata cokelatnya.

"I-iya, sudah sesuai. I-itu dulu, aja," ujar Kinan tergagap.

Detak jantung Kinan mendadak berpacu lebih cepat. Tatapan gadis di depannya mampu membuat aliran darahnya berdesir, hatinya berdebar, tubuhnya beku seketika.

"Totalnya Rp, 75.000, ya, Kak. Mau cash atau debit?" tanya Kasir tersebut yang bernama Bella, terlihat dari name tag di seragamnya.

"Cash saja," jawab Kinan seraya menyerahkan selembar uang berwarna merah.

"Tunggu sebentar, ya, Kak, saya printkan notanya, dulu." Bella terlihat bingung saat mesin print tiba-tiba berhenti.

"Udah nggak usah nota, kembaliannya buat kamu aja," ujar Kinan sembari tersenyum.

"Mohon maaf, Kak, ini mesinnya ngadat tiba-tiba. Nanti nota beserta kembaliannya saya antar," kata Bella cemas. Wajahnya panik, ia bingung ingin meminta tolong kepada siapa.

Bella baru tiga bulan bekerja di Cafe, akhir bulan ini masa trainingnya akan selesai. Ia khawatir, kejadian barusan  berdampak dengan kinerjanya.

"Aduh, gimana, nih? Pak Dimas sedang keluar belum balik lagi," lirih Bella terlihat semakin panik.

Kinan yang sedari tadi memperhatikan, bergegas menghampiri.

Entah, dorongan apa yang membuatnya ingin selalu menatap gadis cantik penjaga kasir tersebut.

Rasanya Kinan ingin selalu melihatnya, ngobrol lama bersama serta  menjaganya.

  "Itu kenapa?" tanya Kinan, jarinya menunjuk ke arah printer.

"Nggak tahu, Kak. Saya nggak paham soal mesin gini, Manager saya lagi keluar. Kebetulan karyawan yang shift hari ini nggak ada yang tahu tentang mesin print," jawab Bella sendu.

"Sini, biar aku bantu!" Kinan hendak masuk ke pintu samping, menuju ke ruangan kasir.

"Jangan, Kak. Mohon maaf, selain karyawan tidak diperbolehkan masuk ke dalam," ujar Bella sopan.

Kinan hanya tersenyum, "nggak papa kok, aku cuma pengen benerin print kamu. Kamu mikir kalau aku orang jahat, ya?"

"Bukan gitu, Kak. Itu sudah peraturan. Mohon maaf, lebih baik saya nunggu Pak Dimas nanti, biar customer lain saya buatkan nota tulis untuk sementara," kata Bella mantap.

"Ya udah, kalau gitu kamu lepas aja semua kabel-kabel yang terhubung. Biar aku cek ke meja sana aja," ucap Kinan.

"Beneran, Kak? Memangnya Kakak bisa?" tanya Bella ragu.

Kinan hanya mengangguk, senyum manis tak lepas dari bibirnya sedari tadi. Entah kenapa, kehadiran Bella bisa membuat hatinya sejuk, seperti ada sesuatu yang berbeda.

Bella menuruti perkataan Kinan, ia bergegas mencabuti semua kabel yang terhubung dan menyerahkan mesin print ke tangan Kinan.

"Oke, kamu tunggu di sini, biar aku cek, dulu!" Kinan membawa mesin print menuju ke mejanya.

Bella melanjutkan aktifitasnya yang sempat terhenti.

Beberapa menit kemudian, setelah Kinan mengotak-atik, ia bergegas membawa mesin print kembali ke meja Bella.

"Nih, kamu coba aja, dulu! Bisa atau nggak?" kata Kinan.

Bella segera memasang kembali kabel beserta printilan lainnya.

Setelah terpasang sempurna, Bella mencoba mencetak nota tadi yang sempat gagal.

"Wah, bisa! Alhamdulillah, ya Allah. Makasih banyak, ya, Kak. Saya nggak tahu harus bales Kakak gimana?" kata Bella terharu.

"Kenapa seneng gitu, ih? Cafe ini punya kamu?" tanya Kinan.

"Bukan, Kak. Saya baru di sini, masih training. Saya takut, Kak, karena kesalahan teknis ini, kontrak saya nggak diperpanjang lagi. Saya sudah nyaman kerja di sini, rasanya cinta sekali sama Cafe ini. Makanya saya nggak mau berbuat kesalahan, untung saja Kakak bisa bantu saya sebelum Pak Dimas datang dan tau," ujar Bella dengan wajah terharu.

Hati Kinan melengos melihat Bella hampir menitikkan air mata. Ingin rasanya Kinan menghapus air matanya.

"Aih, apa sih aku ini," rutuk Kinan dalam hati.

πŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’Œ

Baru permulaan ya ges, ikuti terus ceritanya, makasih semua😝

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status