Home / Fiksi Sejarah / BUKIT TENGKORAK / Perjanjian Gaib

Share

Perjanjian Gaib

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-10-18 17:40:14

Bingung, entah ke mana tempat yang harus Kenanga tuju untuk mencari keluarganya. Terlalu banyak tumpukan mayat di sejauh mana matanya memandang.

Terutama yang dibentuk serupa bukit kecil. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Membalikkan tubuh demi tubuh untuk mengenali Ayah, Mak dan cut kaknya bahkan, berharap masih ada warga kampung selamat. 

Gadis bisu itu memasuki rumah guru ngajinya. Kosong. Ranjang kayu bahkan telah bermandikan darah. Di lantai berserakan beberapa benda tajam yang digunakan untuk melawan serdadu Belanda. Ia turun lagi dari rumah tersebut. 

Saat melangkah, sebuah tangan memegang kaki Kenanga. Gadis itu jongkok, seseorang yang sangat dikenali masih hidup. Teman sepermainan dan seperlatihan, Nur. Nampak jelas di matanya perut Nur tertancap pisau. 

Dengan bahasa isyaratnya Kenanga meminta agar Nur bertahan sebentar lagi. Ia akan mencari tumbuhan obat-obatan. Akan tetapi, Nur hanya menggeleng saja.

Kenanga memandang dengan penuh iba. Nur memintanya agar lebih dekat. Gadis itu menurut, ia membawa kepala sang teman dalam pangkuannya. 

Sekuntum bunga cempaka yang telah layu dan menguning Nur berikan padanya. Sebagai isyarat mengabarkan berita tentang cut kaknya.

Dengan sisa tenaga yang ada setelah berjuang menahan sakaratul maut beberapa hari, Nur mencoba menggerakkan bibirnya. 

“Cut Kak, di-diba-wa penjajah.” Nur meringis menahan nyeri di perutnya, “Se-selamatkan dia.” Tak lama kemudian kepala gadis itu terkulai, ia menutup mata untuk selama-lamanya usai menyampaikan pesan terakhir. 

Kenanga meletakkan jenazah Nur setelah wajahnya ditutup kerudung. Ia tak sempat untuk bersedih lama-lama. Bergegas adiknya Cempaka menelusuri wilayah kampungnya mencari keberadaan keluarganya yang lain. Meski isi kepala gadis itu terus mendesak untuk menyelamatkan kakaknya saat ini juga. 

Kenanga memandang tumpukan jasad manusia yang serupa bukit kecil. Batinnya ingin mengubur semuanya tapi, akan memakan waktu yang sangat lama. Ia bingung sendiri harus bagaimana, sedangkan ia merasa sangat tak beradab jika membiarkan jenazah para syuhada membusuk dan hancur begitu saja. 

Satu buah benda yang begitu ia kenali membuatnya menyentuh tangan yang terlentang begitu saja di antara mayat yang telah dibakar. Tangan itu berhiaskan gelang dengan ukiran bunga sebagai tanda pemiliknya adalah istri Kepala Kampung Rikit Gaib, orang yang sangat disegani. 

Lagi, gadis itu duduk memegang tangan maknya. Ia tak jijik sedikit pun mencium dan menyentuhnya meski telah hangus dibakar api. Berkali-kali bibirnya bergerak memanggil maknya. Gadis itu duduk di sana cukup lama tanpa tahu berbuat apa-apa hingga ia tertidur. 

*** 

Tubuh Cempaka diguyur air hujan. Sementara yang lain berlindung di dalam tenda menghalau dingin malam yang begitu menusuk tulang.

Kakak Kenanga membuka mulutnya, ia meminum tetes demi tetes air sebagai rezekinya hari ini. Sejenak tenggorokannya yang sangat kering dan perutnya yang lapar luar biasa terisi oleh berkat yang dikirimkan Allah untuknya.

Selepas itu ia salat di dalam jeruji, seadanya, semampu yang ia bisa meski kedua tangannya diikat tali. 

“Meneer, mengapa kau biarkan mevrouw kedinginan? Bukankah kau bilang menyukainya?” tanya wakil Daalen padanya. 

“Benar, aku memang menyukainya,” jawabnya sambil memakan sepotong apel, “tapi aku juga ingin melihat kesombongannya runtuh, hingga ia memohon dan berlutut di bawah kakiku. Dia juga perlu sedikit didandani. Sampai di kediamanku nanti akan kuserahkan ia pada kepala pelayan. Gadis itu harus mau memakai sutra mahal dari negara kita.” 

“Dank je wel, Menerr,” sahut bawahannya ketika Daalen menuangkan segelas air padanya. 

Tak lama usai makan malam, terdengar riuh suara para serdadu. Lelaki berkumis tebal dan bawahannya keluar. Petinggi Belanda itu memanggil dan menanyai bawahan lainnya.

Penyebab keributan yang terjadi adalah Cempaka yang berhasil membobol penjara. Gadis itu bahkan mencoba lari di hari hujan lebat ke dalam hutan. 

Daalen dipayungi oleh wakilnya memerintahkan agar lima orang serdadu lain turut bersamanya. Ia memerhatikan sendiri bagaimana sekuat tenaga Cempaka mencoba berlari dalam keadaan lemah dan terpeleset karena licinnya medan yang ia tempuh. 

Dengan kode dari tangan Daalen, para serdadu menyiagakan senapannya. Mereka membidik Cempaka yang masih mencoba untuk bangkit.

Saat tangan itu diayunkan lima buah timah panas dilepaskan tepat mengenai tubuh Cempaka. Gadis itu langsung jatuh lemas di tanah dengan berlumuran darah.

*** 

Kenanga bangun dengan napas terengah-engah. Mimpi tadi terasa begitu nyata baginya. Kakaknya ditembak lalu mayatnya dibiarkan begitu saja. Gegas gadis bisu itu berdiri. Ia ingin mengejar dan menyelamatkan Cempaka. 

Namun, ia bimbang. Lalu bagaimana dengan mayat-mayat ini? Kenanga mondar-mandir ke sana kemari sambil terus berpikir mencari akal. Hingga, kedua matanya membulat.

Ada sebuah cara untuk mengatasinya. Cara yang dari dulu berkali-kali diucapkan oleh guru ngajinya agar dijauhi dan dilupakan. Cara yang bisa menyebabkan aqidah melenceng. 

Gadis berkerudung hitam itu berlari ke bawah rumahnya. Ia mengambil cangkul lalu menggali sekuat tenaga hingga kedalaman beberapa meter. Di bawah rumahnyalah harta kekayaan Kampung Rikit Gaib turun-temurun dikuburkan. Harta yang diincar oleh dua serdadu yang ia bunuh. 

Sebuah kotak kayu berwarna hitam ia tarik keluar. Kotak yang diganti setiap berapa tahun sekali dan dilapisi kain berwarna hitam. Terburu-buru Kenanga membuka ikatan kain dan menghancurkan gembok besi dengan cangkulnya. 

Ia membuka kotak tersebut, ada beberapa emas dan perhiasan berharga yang dipercayakan warga kampung oleh ayahnya. Namun, bukan emas itu yang ia incar.

Setelah semua perhiasan Kenanga keluarkan akhirnya ia mendapatkan apa yang dicarinya. Sebuah kitab berukuran kecil yang berisikan mantra kuno untuk memanggil bantuan dari alam gaib. 

Gadis bisu yang tengah kebingungan melupakan pesan penting dari gurunya agar tak bermain-main dengan hal gaib. Ia buka kitab itu.

Kitab yang berisi kisah-kisah makhluk gaib dan konon jika seorang gadis membaca mantra yang tertulis di halaman belakang maka, makhluk terkuat akan datang memenuhi permintaannya. 

Kenanga duduk bersila dengan kitab di tangan. Ia membaca mantra dengan bahasa kuno di dalam hati. Beberapa saat menunggu tak ada yang berubah. Ia menarik napas panjang, mungkin makhluk yang disebut di dalam kitab memang tak ada.

Gadis itu lalu menyusun kembali kitab dan beberapa perhiasan di dalam peti, menutupnya dan ingin kembali menguburnya. 

Namun, saat ia menoleh kebelakang dan ingin mengambil cangkul. Kenanga dikejutkan oleh kehadiran seorang laki-laki berbadan tinggi dengan pakaian serba hitam. Merasa tak mengenal siapa dia, gadis tersebut kemudian menyiagakan diri dengan rencongnya. Khawatir jika lelaki itu menyerang terlebih dahulu. 

“Kau yang memanggilku? Ada keperluan apa?” Kenanga membaca gerak bibir lelaki itu. Gadis itu kemudian bingung sendiri. 

“Aku Datok Panglima makhluk bunian di tengah hutan yang kau panggil dengan mantra kuno itu. Apa kau ingin membuat kesepakatan denganku?” Adiknya Cempaka menegakkan bahu ketika menangkap maksud kedatangannya. Tak berpikir panjang lagi lekas gadis itu mengangguk saja tanpa memikirkan akibatnya. 

Dua makhluk beda alam itu saling berjabat tangan walaupun Kenanga sempat meragu. Berulang kali bisikan nuraninya memperingat agar mengabaikan bantuan dari alam lain.

Biarlah segala yang sudah terjadi menjadi ketetapan takdir Ilahi. Jasad yang sudah hangus terbakar tidak akan mengurangi nilai amal yang telah ditorehkan para syuhada. 

Akan tetapi, lagi-lagi Kenanga meragu. Ia melakukan pembicaraan batin bersama laki-laki yang menyebut dirinya Datok Panglima agar mengubur semua jenazah dengan layak. Dengan satu syarat yang harus diiyakan oleh Kenanga. 

Datok Panglima dengan kemampuan gaibnya menginjak tanah lapang tempat anak-anak Kampung Rikit Gaib biasa bermain. Pada pijakan ketiga banyak lubang kubur telah siap.

Makhluk yang menyerupai wujud manusia itu merentangkan dua tangannya. Melakukan sebuah gerakan dan mayat warga beterbangan begitu saja satu per satu memasuki liang lahat. 

Sebuah gelang jatuh di kepala Kenanga. Gelang yang dipakai oleh maknya. Ia lalu mengikuti jenazah yang ia yakini sebagai wanita yang telah melahirkannya. Kenanga mengikuti hingga tubuh itu tertutup oleh tanah berkat bantuan Datok Panglima. 

Beberapa saat gadis bisu itu duduk diam dan mengirimkan doa untuk ayah, mak, Yusuf, Nur juga warga lainnya. Ketika bahunya ditepuk oleh Datok Panglima gadis itu menyudahi semuanya. 

“Saat kau meminta bantuanku yang ketiga kalinya maka, kau akan menjadi milikku selamanya. Akan kubawa kau tinggal di alamku. Kau paham perjanjian yang kita sepakati tadi, bukan?” tanya Datok Panglima dan dijawab iya oleh Kenanga dengan bahasa isyarat. 

“Aku tunggu dua permintaanmu lagi.” Lelaki berpakaian serba hitam itu menghilang begitu saja dari hadapan Kenanga setelah memberikan satu benda padanya. 

Gadis itu mengembuskan napas panjang, ia harus berhati-hati dengan segala kejadian yang akan ia temui nanti. Jangan sampai ia mengucapkan dua permintaan lagi, jika tidak, habislah sudah. Ia tak tahu ke mana hidupnya akan berakhir.

Bersambung

Related chapters

  • BUKIT TENGKORAK    Perjalanan Panjang

    Kenanga membereskan barang-barang yang berserakan di dalam rumahnya. Ia memisahkan mana yang telah dibakar oleh api dan mana yang masih elok. Hari telah larut malam, ia putuskan untuk berangkat besok ketika matahari sudai mulai naik. Malam ini ia hanya membereskan beberapa helai pakaian yang masih layak untuk dibawa. Matanya memandang kain kerawang yang berwarna hitam dan memiliki ukiran khas sukunya. Kain yang ditenun oleh maknya sendiri. Masing-masing ia dan Cempaka memilikinya. Kain itu akan dipakai saat mereka menikah. Sayangnya, ia tak sempat melihat kakaknya untuk mengenakan kain kebanggaan suku Gayo Alas. Menuruti kata hatinya Kenanga melipat rapi kain hitam itu lalu meletakkan dalam bentangan kain lebar. Ia juga memasukkan dua baju ganti lainnya. Tepat tengah malam ia tak tahan lagi menahan lelah dan kantuknya. Gadis bisu itu harus menyiapkan tenaga untuk perjalanan panjang yang pertama kali akan ia tempuh.Ia tertidur di ranjang kayu yang telah roboh. Dingin angin malam

    Last Updated : 2023-10-18
  • BUKIT TENGKORAK    Pesan Emak

    Deretan biji kopi yang mulai tumbuh di sepanjang hutan tempat Kenanga berjalan membuatnya berhenti sejenak. Daerah pedalaman tempatnya tinggal merupakan sebagian kecil saja dari tanah subur di Bukit Gayo. Hal inilah yang membuat Belanda begitu serakah ingin memiliki tanah yang bukan haknya. Biji kopi yang ada di genggaman tangan Kenanga bila sudah siap panen memiliki rasa dan aroma yang sangat kuat. Jika dijual bisa mendatangkan keuntungan yang tak sedikit. Ayahnya dulu semasa hidup sangat menyukai kopi buatan maknya. Selain dipanen pada saat yang tepat, mereka juga tak perlu membayar untuk menikmati hasil alam Tanah Gayo. Begitu juga dengan kuda-kuda terbaik yang diternak oleh warga kampungnya, yang direbut paksa oleh Belanda saat Kenanga tak ada di rumah. Tak terhitung sudah berapa banyak langkah Kenanga selama dua hari berjalan sendirian. Banyak bukit yang ia naiki untuk mencari keberadaan kakaknya. Namun, rasanya ia semakin jauh saja dari tujuan. Gadis bisu itu memang tak pern

    Last Updated : 2023-11-14
  • BUKIT TENGKORAK    Pertemuan

    Empat orang pemuda dari wilayah pesisir Aceh kini berada di wilayah Gayo Alas. Awal mulanya mereka berjumlah puluhan, lalu berkurang menjadi belasan dan kini hanya tersisa Alif, Ridwan, Ibrahim, dan Malik. Mereka meninggalkan kampung halaman yang telah digempur Belanda. Bergerilya dari satu daerah ke daerah lainnya, menyerang serdadu asing untuk menghentikan peperangan. Telah banyak rintangan yang mereka lewati. Keluar masuk hutan berkali-kali untuk sembunyi dari gempuran lawan yang membawa persenjataan lebih modern. Bekas luka sudah tak terhitung lagi berapa banyak di tubuh empat pemuda itu. Siang itu mereka beristirahat di atas Bukit Gayo yang di dekatnya dialiri air terjun kecil untuk berusaha menghimpun tenaga lebih banyak. Di sepanjang jalan yang empat pemuda itu jumpai telah banyak perkampungan yang tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan lagi. Alif, keturunan bangsawan dari wilayah pesisir yang memimpin gerilya, juga sedang terluka di lengan kiri bagian atas. Bagian tubuh

    Last Updated : 2023-11-15
  • BUKIT TENGKORAK    Bisa ular

    Kenanga menyentuh dua pipinya sendiri dan tersenyum lagi kemudian menunjuk wajah Alif, sebagai tanda bahwa lelaki itu terlihat rupawan di matanya. Tak paham, Alif hanya balas mengangguk saja. Gadis itu memperhatikan tiga orang lainnya yang terlihat memegang perut masing-masing. Ia paham, rasa lapar memang sering menghampiri siapa saja yang berada di bukit yang terasa sejuk ini. Kenanga mengemas perbekalannya lalu mengajak empat pemuda pesisir itu untuk makan bersama. Saling lirik satu sama lain pun terjadi. Alif kembali disikut oleh yang lain. “Abang saja yang maju duluan, segan aku dengannya.” “Abang juga sama, segan. Tak paham sama sekali apa maksudnya dari tadi.” Sekali lagi gadis itu melambaikan tangan ke arah mereka. Bau keong yang dibakar membuat perut Alif, Akbar, Ridwan, Malik langsung berbunyi. Mengabaikan rasa sungkan, para pemuda pesisir itu kemudian duduk melingkar dan tak lama gadis bisu tersebut memberikan empat bungkus daun yang berisikan keong. Terlihat mereka be

    Last Updated : 2023-11-15
  • BUKIT TENGKORAK    Beda Jalan

    Pagi harinya, panas tubuh Alif sudah sedikit mereda. Warna kebiruan akibat endapan racun di tangannya kini berubah menjadi kemerahan. Obat-obatan yang Kenanga balurkan bekerja perlahan tapi pasti membersihkan semuanya. Ketika matahari sudah mulai meninggi, ia pamit pergi ke bawah bukit, mencari tumbuh-tumbuhan lain yang bisa digunakan sebagai obat. Langkah demi langkah ia terus mencari beberapa tanaman liar seperti rumput anting-anting, tempuyung, bayam duri serta meniran.Ia sedikit terperanjat melihat bangkai ular tergeletak begitu saja tak jauh dari tempat mereka kini bermukim. Ular yang semalam tadi ia paksa mengeluarkan bisanya. Itu artinya racun dari tumbuhan tersebut bekerja perlahan tapi sangat kuat. Beruntung ia datang tepat waktu sebelum Alif mati tersiksa perlahan-lahan. Rumput liar yang ia temukan ia bawa ke atas. Alif masih menggigil memeluk kain kerawang. Tiga orang pemuda yang lain atas perintah Kenanga berpencar. Ada yang membuat API unggun lebih besar sebab udara pa

    Last Updated : 2023-11-15
  • BUKIT TENGKORAK    Rumah Megah

    Tubuh Cempaka semakin kurus selama berminggu-minggu lamanya di kurung dalam penjara sempit. Ia hanya makan seperlunya saja untuk menghilangkan lapar. Gadis itu tak sudi sebenarnya untuk makan makanan dari tangan Belanda. Namun, ia tak punya pilihan lain. Andai bunuh diri boleh akan ia lakukan dengan tulang berbentuk runcing yang ada di tangannya sekarang. “Mevrow, makanlah.” Seorang juru masak datang memberikan roti dan buah padanya.Cemapaka hanya mendengkus kesal. Baginya semua yang terlibat dalam pembantaian sukunya termasuk juru masak yang menghindangkan makanan untuk Daalen juga harus ia musuhi. “Aku tak tega melihap pipimu peot seperti itu. Makanlah, kau perlu banyak tenaga untuk menghadapi Tuan Daalen.” Lelaki pribumi bertubuh kurus itu miris dengan keadaan Cempaka. “Aku curi dengar tadi, Meneer akan membawamu ke rumahnya.” Cempaka mendongak mendengar perkataannya. Gadis itu mengambil buah ranum yang ada di dekat kakinya, juga sekerat roti untuk mengisi perutnya. Ia bagai m

    Last Updated : 2023-11-16
  • BUKIT TENGKORAK    Kawan atau Lawan

    Dr. William Scout, lelaki berkebangsaan Inggris yang diperbantukan di Aceh atas kerja sama Inggris Raya dan Negeri Holand. Bagi William, tak ada bedanya antara orang asal negerinya atau asal mana saja, jika terluka atau sakit sama-sama membutuhkan pertolongan. Selama dua tahun tinggal di Aceh ia menyempatkan diri merawat pribumi yang membutuhkan bantuannya. Walau kerap kali ia mendapat makian karena wajah asing, pirang rambut dan biru matanya. Namun, sudah merupakan tugasnya pula untuk terus menolong sesuai dengan kode etik kejuruan yang ia pelajari, meski ia harus didamprat oleh pihak Belanda berkali-kali. Di tempatnya sekarang tinggal pula William banyak mempelajari budaya setempat termasuk bahasa warga sekitar. Lelaki itu tinggal satu atap di rumah baru milik Van Daalen. Ia termasuk golongan lelaki yang rajin beribadah. Pagi ini seperti biasa ia mendekap dua tangannya di depan dua buah lilin yang menyala. “God, please be good to me,”ujarnya sambil memejamkan mata. Pintu kamarny

    Last Updated : 2023-11-17
  • BUKIT TENGKORAK    Jalan-jalan

    Selama tiga hari Cempaka tak keluar dari kamarnya. Baginya, tempat itu lebih buruk daripada penjara sekalipun meski terlihat megah dan tertata rapi. Ia juga memaksa para pelayan wanita untuk menjahit pakaian baru untuknya. Pakaian panjang, tipis dan banyak hiasan bunga-bunga berukuran besar tak cocok untuknya. Para pelayan tak ada yang berani membantah, sebab mereka mendengar sendiri bagaimana keberanian Cempaka yang membunuh satu demi satu serdadu yang berani mendekatinya. Juga pesan yang ditinggalkan meneer agar melayani gadis itu sebaik-baiknya. Tiga pasang baju dengan kantong bagian depan telah ia pakai, ditambah celana panjang yang menutup sampai mata kakinya dan kerudung segiempat dengan pengait besi kecil menutupi seluruh rambut dan leher Cempaka. Pagi itu ia berjalan menuju tempat lelaki yang ia lupa siapa namanya. Gadis bermata tajam itu harus bergerak cepat. Sebelum Daalen kembali dari perjalanannya, ia harus pergi dari tempat itu. Cempaka menarik napas berulang kali unt

    Last Updated : 2023-11-19

Latest chapter

  • BUKIT TENGKORAK    92

    Pergolakan berdarah yang mengatas namakan agresi militer Belanda kedua usai sudah. Yang tersisa hanyalah membangun ulang kembali daerah-daerah yang hancur akibat perlawanan yang sengit. Angkasa dan Bulan juga masih belum tahu akan bagaimana ke depannya. Mereka tak punya tempat tinggal seperti halnya pengungsi yang lain. Meski sebelumnya mereka berdua adalah pejuang, tapi tak semua pejuang juga nasibnya baik. Bahkan banyak yang jatuh miskin pasca perang. Keduanya telah meninggalkan tenda karena Angkasa sudah bisa berjalan tanpa tongkat. Tidak hanya mereka berdua saja tapi yang lain juga. Lalu karena ketiadaan tempat tinggal mereka ditempatkan dahulu di bangunan luas tanpa sekat dan bergabung bersama orang lain sembari menunggu bantuan tiba, mungkin saja ada yang berbaik hati. “Sampai kapan kita akan begini terus, Bang? Aku tidak terlalu nyaman berbaur dengan orang ramai terlalu lama.” Bulan menghela napas panjang. Cobaan hidupnya belum juga berakhir. “Bersabarlah, Sayang. Abang j

  • BUKIT TENGKORAK    91

    Agresi militer Belanda belum benar-benar berakhir. Tapi perlawanannya masih bisa ditekan. Angkasa mendapat perawatan yang baik selama di dalam tenda. Bulan tak selalu bisa menemani, sebab ia harus bantu-bantu yang lain apa saja yang wanita itu bisa. Angkasa mencoba turun dari ranjang besi itu. Ia ingin tahu apakah kakinya masih bisa digunakan berjalan atau tidak. Jika ia benar cacat maka Angkasa akan meminta Bulan menjalani hidup sendirian daripada ia jadi beban saja. Satu kakinya berhasil ia turunkan. Terasa sakit, berat dan kaku sekali untuk melangkah. Selama ini urusan buang air diurus oleh Bulan sepenuhnya. Satu kaki lagi Angkasa turunkan. Agak oleng dan hampir jatuh, tapi lelaki yang kini rambutnya sudah panjang itu memegang pinggiran kasur untuk bertahan. “Bismillah, aku harus kuat, aku laki-laki. Aku seorang pemimpin.” Berpeluh tubuh Angkasa mencoba untuk melangkah. Hampir ia jatuh karena tak bisa menjaga keseimbangan, kemudian … “Abang!” Bulan datang masuk ke dalam tenda.

  • BUKIT TENGKORAK    90

    Agresi militer Belanda jilid kedua memang menimbulkan banyak pertentangan dan perlawanan di tanah air. Tak hanya jalan peperangan saja yang ditempuh tapi jalan diplomasi juga. Berbagai macam kongres perdamaian terus diupayakan agar Belanda angkat kaki dari Indonesia.Nyatanya tidak mudah, negara itu terus saja merongrong kemerdekaan Indonesia. Aceh merupakan salah satu bentuk perlawanan yang paling sengit sejak dulu. Bisa dikatakan daerah paling istimewa merupakan yang paling tidak pernah istirahat tenang sejak didatangi Portugis, sampai Belanda kalah, datang Jepang lalu kalah lagi dan Belanda kembali merampas semuanya. Satu dari sekian banyak pejuang yang ada yaitu Angkasa dan Bulan. Sepasang suami istri yang harus terpisahkan karena keadaan. Bulan menjalani berbagai macam pelarian dari satu tempat ke tempat lain. Tidak, dia bukan pengecut yang tak pandai berjuang. Hanya saja dia tak akan sanggup sendirian melawan tentara Belanda yang membawa perlengkapan sangat banyak. Bulan tak

  • BUKIT TENGKORAK    89

    Natali mendatangi salah satu tentara Inggris yang akan memimpin pasukan bergabung dalam agresi militer Belanda II di Indonesia. Tentara itu tahu siapa yang datang. Lalu ia bangkit dan mempersilakan tuan putri duduk di kursinya dan sesegera mungkin memberi hormat. Siapa yang tidak kenal bagaimana Natali bertangan dingin. “Ada yang bisa aku bantu, Madam?” tanyanya dengan sikap tegak. “Duduklah. Pembicaraan ini tidak resmi, tapi aku memberikan tugas ini tidak main-main untukmu, tentu saja aku akan memberikanmu upah.” Natali mengeluarkan beberapa lembar uang miliknya. Jumlah yang membuat tentara itu membelalakkan mata. “Siap. Sebutkan saja apa tugasnya, Madam.” “Kalau sampai gagal, kau yang akan aku tembak.” Wanita berambut pirang itu mengeluarkan lukisan wajah Bulan yang dibuat oleh Smith.Diam-diam ia mengulik barang pribadi milik suaminya ketika lelaki itu tidak sedang di rumah. Dari mana Natali tahu keberadaan Bulan? Dari suaminya yang sering mengigau dan meracau nama yang sama b

  • BUKIT TENGKORAK    88

    Anak Smith telah lahir. Ia merupakan seorang putri yang amat sangat cantik dan memiliki mata seindah dirinya. Amora, begitu princess itu diberi nama, dan keluarga kerajaan menyambut dengan penuh suka cita. Juga sejak kelahiran Amora, Smith tak lagi memikirkan tentang Bulan. Baginya harapan itu terlalu usang untuk dikejar. Lebih baik hidup dengan apa yang ada di depan mata saja. Natali menjadi pengusaha berlian yang amat kaya raya. Sudah tak terhitung berapa banyak korban yang berjatuhan di tangannya. Ia tak segan-segan menurunkan militer dan membayar menggunakan uang pribadinya. Anaknya pun lebih sering diurus oleh baby sitter. Lain hal dengan Smith yang sejak tidak bekerja lagi di rumah sakit kini menjadi salah satu agen PBB dalam organisasi baru yang dibentuk dan berurusan dengan kehidupan manusia. Perang di Aceh telah mengubah cara pandangnya menjadi lebih dermawan. Smith dan istrinya memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Lelaki bermata biru itu sangat aktif membela hak-hak

  • BUKIT TENGKORAK    87

    Tubuh Bulan yang tidak sadarkan diri diseret paksa oleh seorang tentara Belanda dan memasuki rumah kosong. Wanita itu terkena pukulan di bagian kepala hingga mengakibatkannya jatuh pingsan. Tentara Belanda yang melihatnya jadi tergiur. Bentuk tubuh Bulan yang ramping membuatnya gelap mata meski wajah wanita itu rusak. Dengan tangan tergesa-gesa lelaki itu mulai melucuti selendang dan kain panjang yang melilit di pinggang Bulan. Ia sudah tak sabar menikmati tubuh molek dari seorang pejuang yang pasti rasanya luar biasa. Hanya saja ketika kain Bulan mulai disingkap. Sebuah peluru menembus kaca rumah dan tertancap di kepala tentara Belanda tersebut. Mata hijau itu terbelalak dan ia pun roboh di sebelah tubuh Bulan. Peperangan di luar sana masih terus berlanjut ketika Bulan tak sadarkan diri. Hari sudah gelap ketika wanita itu sadar. Ia terkejut dan langsung berdiri ketika kain di pinggangnya terbuka dan roknya tersingkap, ditambah selendangnya yang tersangkut di jendela. Apalagi a

  • BUKIT TENGKORAK    86

    Indonesia tahun 1947 Bulan sedang mendengar radio milik Angkasa yang dibawa masuk ke dalam rumah. Pada dasarnya, wanita yang baru saja menggenapi usia 19 tahun itu memang rajin belajar dan tekun seperti halnya sang kakek dulu. Melalui radio pula ia mencatat beberapa poin penting untuk disampaikan nanti pada Angkasa. Suaminya sibuk mencari nafkah dengan memanfatkan truk miliknya. Tak banyak uang yang didapatkan tapi cukup untuk hidup berdua saja. Mereka juga belum memiliki anak. Pena yang diberikan oleh Smith beberapa tahun lalu akhirnya habis juga isi tintanya, bersamaan dengan rampungnya informasi yang dicatat oleh Bulan di atas kertas usang. Membelinya sangat susah ditambah harganya mahal, jadi kalau basa-basah sedikit kena air lebih baik dijemur saja. Angkasa pulang di sore hari dengan tubuh berpeluh. Seharusnya pengalaman keduanya sebagai pejuang tangguh mampu menghantarkan Angkasa dan Bulan menjadi salah satu tentara resmi dengan seragam khusus. Namun, hal itu tak mereka amb

  • BUKIT TENGKORAK    85

    Sepasang kekasih yang hidup bersama itu menghadiri perjamuan di mana ratu juga datang. Ada orang tua Smith dan Natali juga. Pembicaraan yang sangat serius. Kalau sudah ratu mengambil keputusan maka tidak akan bisa dibantah lagi oleh siapa pun. Keputusan untuk menikahkan Smith dan Natali diambil sudah. Sang jenderal bintang dua hanya bisa pasrah walau tak rela atas pernikahan kedua putrinya. Rumor sudah pasti tersebar dan sulit untuk dibendung. Tadinya Natali ingin mengatakan tentang kehamilannya, tapi Smith memberikan kode padanya agar jangan gegabah. Ia paham bagaimana raut wajah beberapa orang yang kecewa. Tidak dengan William yang senang sekali ketika putranya akan menikah. Ia menepuk bahu putranya dan memberikan sedikit nasehat. “Jalani saja hidupmu di sini dan jangan pernah memikirkan gadis itu lagi. Dia pasti sudah bahagia dengan orang lain seperti halnya Cempaka yang membohongiku.” Smith mengangguk saja. Benar, bisa jadi Bulan telah menikah dan tak memikirkannya lagi. Tap

  • BUKIT TENGKORAK    84

    Antara malu dan mau yang pada akhirnya mengantarkan Bulan dan Angkasa benar-benar menjadi suami istri di malam dingin di wilayah pesisir. Di kamar peninggalan mendiang Kenanga. Sepasang pejuang itu merasakan hal yang berbeda hingga terlelap dalam tidurnya dan bangun ketika hari hampir pagi. Bulan yang mandi belakangan setelah Angkasa, berdiam diri di rumah ketika suaminya memutuskan pergi ke surau terdekat. Wanita bermata abu-abu itu kini mengemas tas milik Angkasa dan membereskan barang-barang miliknya. Secara tak sengaja buku harian dan pena peninggalan Smith jatuh di lantai. “Apa kabar dia, ya? Katanya ingin kembali menemuiku dan melarang menikah dengan Angkasa. Mana ada, penipu! Tapi terima kasih atas pertolongan dan salepmu. Meski wajahku tak secantik dulu, tapi setidaknya lukanya tak terlalu kasar.” Untung saja Bulan tak mudah dirayu oleh Smith. Apalagi mengikuti saran letnan itu untuk tak menikah dengan Angkasa. Satu-satunya alasan yang membuat Smith belum jadi berangkat ke

DMCA.com Protection Status