Share

Aksi Kenanga

Author: Rosa Rasyidin
last update Last Updated: 2023-10-18 17:32:30

Kenanga terus berlari menyusuri jalan setapak menuju kampungnya. Di jalan menurun ia jatuh berguling-guling karena kakinya tersangkut akar pohon yang melintang. Gadis itu terbatuk karena dadanya menghantam batang pohon kayu yang sangat besar. 

Sungai kecil membentang di hadapannya. Kenanga melompat lalu berlari memijak batu-batu sungai hingga sampai di tepian. Ia menaiki jurang yang tak terlalu tinggi dengan dua tangan dan kaki sebagai tumpuannya. 

Gadis berkerudung hitam itu memindai sekeliling dengan tetap bergantung di dahan pohon, firasatnya tak enak.

Tempat ini benar-besar sunyi, biasanya beberapa anak kecil akan bermain atau berlatih bersama yang lain. Gadis bisu dan tuli itu menaiki kaki kanannya. Namun, ia turunkan lagi ketika dengan matanya ia lihat dua orang asing dengan seragam yang sama sedang datang dengan senapan panjang di tangan. 

Langkah Kenanga terhalang untuk segera sampai di kampungnya. Gadis yang telah dilatih sangat keras dari kecil itu memang sudah sangat sering diperingati tentang perang ratusan tahun yang berlangsung di tempat yang jauh dari tanah kelahirannya. 

Ia yang selalu memerhatikan gerak bibir ketika orang tua dan guru ngajinya selalu menyebutkan kekejaman serdadu asing.  Mulai dari Portugis, Inggris juga Belanda yang selalu mencoba merebut semua yang ada di tanah di mana mereka melabuhkan kapalnya. 

Gadis berkerudung hitam itu melepaskan kelinci hutan yang ia tangkap tepat di tanah lapang. Membiarkan binatang itu berlari ke sana kemari untuk mengalihkan perhatian dua serdadu yang tengah berjaga. 

Salah satunya berhasil mengikuti ke mana arah kelinci itu berlari sedangkan yang lain mencoba menyisir tempat yang lain masih dengan senapan di tangan.

Tak tinggal diam, Kenanga mengambil sebuah batu kali lalu melemparkan tepat mengenai kepala serdadu Belanda. 

Terpancing, bawahan yang diperintahkan Daalen untuk mencari harta kekayaan Kampung Rikit Gaib datang ke arah lemparan batu berasal. Putri kedua kepala kampung itu menyiapkan seutas tali yang akan ia gunakan untuk menyambut kedatangan musuh. 

Dor! 

Satu tembakan dilepaskan sebagai peringatan. Namun, gadis yang tak bisa mendengar itu tak takut sama sekali meski bau mesiu begitu merasuki indra penciumannya. Satu batu lagi ia lemparkan sebagai balasan lalu Kenanga bersembunyi di balik tanah dengan tali yang sudah berbentuk sebuah simpul mati. 

Gadis itu menarik kaki serdadu Belanda ketika telah sampai di tepi jurang. Satu tembakan tak sengaja dilepaskan oleh penjajah itu. Bawahan Daalen  kemudian terjatuh dan tubuhnya langsung tercebur ke sungai yang airnya jernih. 

Kenanga menyusul dan beberapa kali membenamkan kepala lelaki berambut pirang itu hingga nyaris kehabisan napas. Gadis itu memang tak berniat mengampuninya meski berkali-kali tangannya ditepuk sebagai tanda lawannya telah menyerah. 

Tali yang telah ia simpul mati dipasang di leher serdadu Belanda. Ia ikat lebih kencang hingga mencekik leher lawannya. 

“Lepas. Sakit. Jalang!” umpatnya walau tak didengar Kenanga. 

Adiknya Cempaka itu terus saja menyeret tubuh lawan yang lebih besar darinya sekuat tenaga. Sampai di sebuah pohon dengan dahan yang cukup kuat ia berhenti. Lalu ia melempar sisa tali yang tidak diikat lalu menarik tubuh lawannya hingga tergantung di sana. 

Satu tarikan ia menghela napas, tubuh itu begitu berat. Kenanga tarik lagi hingga dua kali tarikan serdadu itu benar-benar menggantung di atas pohon sambil tubuhnya bergerak-gerak tak tentu arah. Sisa talinya gadis itu ikat kuat  setelah ia menaiki dahan pohon dengan dua tangannya. 

Kenanga tinggalkan tubuh yang masih terus bergerak-gerak hingga beberapa saat setelahnya diam, tak ada lagi pergerakan. Putri kedua kepala Kampung Rikit Gaib itu menaiki jurang yang tak terlalu tinggi. Ia keluarkan beberapa tanaman beracun, menghancurkan dengan batu-batu kecil hingga sari-sari daunnya keluar. Masih ada satu lagi yang harus ia selesaikan. 

Dengan tangan kanannya ia menggenggam dedaunan beracun yang telah halus, menuju di mana serdadu Belanda masih mencari kelinci hutan berdasarkan getaran di telapak kaki Kenanga.

Mengendap-ngendap Kenanga berjalan dari satu pohon ke pohon lainnya. Dengan langkah tenang ia memerhatikan lelaki yang nampaknya bukanlah orang asing mendapatkah hasil tangkapannya. 

Langkah demi langkah yang sangat pelan Kenanga mendekat dan kini ia telah berada tepat di belakang serdadu Belanda. Ia menepuk bahun lawan hingga lelaki itu menoleh dan membalikkan tubuh ketika tahu masih ada warga kampung yang selamat. 

Namun, Kenanga terlebih dahulu menghantam leher serdadu itu dengan tangan kirinya hingga ia membuka mulut. Kesempatan itu digunakan olehnya untuk memasukkan tumbukan daun beracun dengan paksa hingga tertelan. 

Gadis itu memegang kepala dan dagu serdadu Belanda agar tak memuntahkan tumbuhan yang ia telan. Detik demi detik lelaki itu terus meronta hingga tak lama kemudian tubuhnya mengejang kuat.

Kenanga melepaskan belitannya. Ia membersihkan tangannya dengan baju seragam biru serdadu yang mulutnya telah mengeluarkan busa. Tubuh itu kini telah tak bernyawa. 

Kenanga melangkah dengan ragu dan penuh rasa cemas. Mengapa kampungnya terasa begitu tenang. Ia hanya sebentar meninggalkan rumahnya, hanya tiga hari berada di dalam hutan. Matanya lalu mawas ketika menangkap sebuah bendera yang tak biasa berkibar di salah batang bambu. 

Sebuah bendera dengan tiga warna berkibar di sana. Kening gadis itu berkerut, ini terlalu tiba-tiba. Biasanya bendera kampungnya yang berwarna hitam dengan gambar dua buah pedang saling silang dan dua kalimat syahadat yang ada di sana. 

Kenanga berlari sambil terus mengendus bau yang terasa sangat menyengat. Kepulan asap itu terlihat begitu pekat di matanya. Ia mempercepat larinya lagi ketika bambu-bambu yang digunakan sebagai pembatas pemukiman dengan hutan telah berlumuran darah. 

Napasnya naik turun, Kenanga saat itu telah sampai di kampungnya. Ia terduduk dengan dua lutut sebagai tumpuan. Di hadapannya sekarang ada tumpukan mayat yang sangat tinggi serupa bukit kecil. Tumpukan tempat di mana asap dengan bau menyengat tersebut berasal. 

Air mata Kenanga berlomba berjatuhan membasahi pipi. Sejauh mata memandang hanya ia saksikan cipratan darah yang menempel di dinding kayu.

Mayat anak-anak bergelimpangan begitu saja. Sebagian bahkan mulai dihinggapi lalat. 

Sekuat tenaga gadis bisu itu berdiri walau kakinya gemetar kuat. Sebagian rumah bahkan telah hangus terbakar. Termasuk masjid kecil tempat warga beribadah dan bermusyawarah.

Kenanga menaiki tangga masjid yang atap rumbianya telah hilang. Memasuki tempat di mana Cempaka dulu waktu kecil diajari mengaji dan Kenanga hanya memerhatikan saja. 

Lembaran-lembaran kain yang tertuliskan surah demi surah ayat AL Qur’an telah hangus terbakar. Mimbar tempat calon suami kakaknya biasa berkutbah di hari Jum’at telah roboh.

Gadis itu tak sanggup lagi, dadanya telah sesak, suara tangisnya tak keluar walau ia sangat ingin menjerit. 

Kenanga berlari lagi, ia menuju rumahnya yang tertelak di tengah-tengah perkampungan. Ia naiki lima anak tangga rumahnya yang pintunya telah lepas entah kemana.

Gadis berkerudung hitam itu terdiam di tempat ketika di dalam rumahnya ia temukan jasad adik bungsunya terbujur kaku dengan sebuah lubang di bagian perutnya. 

Ia menuju tempat adik lelakinya berbaring. Kenanga tetap memeluknya jasad itu walau telah mengeluarkan bau tak sedap. Air matanya tak pernah berhenti sambil terus menepuk pipi Yusuf-adiknya berharap ia masih hidup. 

Beberapa saat lamanya Kenanga tak mau melepaskan dekapannya, ia terisak bahkan beberapa kali mencoba berteriak dan menjerit melampiaskan kesedihannya. Namun, yang sudah mati tak akan pernah hidup kembali. 

Kenanga memindai sekeliling lagi setelah membaringkan dan menutup mata Yusuf. Ia mencari di mana keberadaan ayah, mak dan kakaknya, Cempaka. 

Bersambung ...

Related chapters

  • BUKIT TENGKORAK    Perjanjian Gaib

    Bingung, entah ke mana tempat yang harus Kenanga tuju untuk mencari keluarganya. Terlalu banyak tumpukan mayat di sejauh mana matanya memandang. Terutama yang dibentuk serupa bukit kecil. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Membalikkan tubuh demi tubuh untuk mengenali Ayah, Mak dan cut kaknya bahkan, berharap masih ada warga kampung selamat. Gadis bisu itu memasuki rumah guru ngajinya. Kosong. Ranjang kayu bahkan telah bermandikan darah. Di lantai berserakan beberapa benda tajam yang digunakan untuk melawan serdadu Belanda. Ia turun lagi dari rumah tersebut. Saat melangkah, sebuah tangan memegang kaki Kenanga. Gadis itu jongkok, seseorang yang sangat dikenali masih hidup. Teman sepermainan dan seperlatihan, Nur. Nampak jelas di matanya perut Nur tertancap pisau. Dengan bahasa isyaratnya Kenanga meminta agar Nur bertahan sebentar lagi. Ia akan mencari tumbuhan obat-obatan. Akan tetapi, Nur hanya menggeleng saja. Kenanga memandang dengan penuh iba. Nur memintanya agar lebih dekat. Ga

    Last Updated : 2023-10-18
  • BUKIT TENGKORAK    Perjalanan Panjang

    Kenanga membereskan barang-barang yang berserakan di dalam rumahnya. Ia memisahkan mana yang telah dibakar oleh api dan mana yang masih elok. Hari telah larut malam, ia putuskan untuk berangkat besok ketika matahari sudai mulai naik. Malam ini ia hanya membereskan beberapa helai pakaian yang masih layak untuk dibawa. Matanya memandang kain kerawang yang berwarna hitam dan memiliki ukiran khas sukunya. Kain yang ditenun oleh maknya sendiri. Masing-masing ia dan Cempaka memilikinya. Kain itu akan dipakai saat mereka menikah. Sayangnya, ia tak sempat melihat kakaknya untuk mengenakan kain kebanggaan suku Gayo Alas. Menuruti kata hatinya Kenanga melipat rapi kain hitam itu lalu meletakkan dalam bentangan kain lebar. Ia juga memasukkan dua baju ganti lainnya. Tepat tengah malam ia tak tahan lagi menahan lelah dan kantuknya. Gadis bisu itu harus menyiapkan tenaga untuk perjalanan panjang yang pertama kali akan ia tempuh.Ia tertidur di ranjang kayu yang telah roboh. Dingin angin malam

    Last Updated : 2023-10-18
  • BUKIT TENGKORAK    Pesan Emak

    Deretan biji kopi yang mulai tumbuh di sepanjang hutan tempat Kenanga berjalan membuatnya berhenti sejenak. Daerah pedalaman tempatnya tinggal merupakan sebagian kecil saja dari tanah subur di Bukit Gayo. Hal inilah yang membuat Belanda begitu serakah ingin memiliki tanah yang bukan haknya. Biji kopi yang ada di genggaman tangan Kenanga bila sudah siap panen memiliki rasa dan aroma yang sangat kuat. Jika dijual bisa mendatangkan keuntungan yang tak sedikit. Ayahnya dulu semasa hidup sangat menyukai kopi buatan maknya. Selain dipanen pada saat yang tepat, mereka juga tak perlu membayar untuk menikmati hasil alam Tanah Gayo. Begitu juga dengan kuda-kuda terbaik yang diternak oleh warga kampungnya, yang direbut paksa oleh Belanda saat Kenanga tak ada di rumah. Tak terhitung sudah berapa banyak langkah Kenanga selama dua hari berjalan sendirian. Banyak bukit yang ia naiki untuk mencari keberadaan kakaknya. Namun, rasanya ia semakin jauh saja dari tujuan. Gadis bisu itu memang tak pern

    Last Updated : 2023-11-14
  • BUKIT TENGKORAK    Pertemuan

    Empat orang pemuda dari wilayah pesisir Aceh kini berada di wilayah Gayo Alas. Awal mulanya mereka berjumlah puluhan, lalu berkurang menjadi belasan dan kini hanya tersisa Alif, Ridwan, Ibrahim, dan Malik. Mereka meninggalkan kampung halaman yang telah digempur Belanda. Bergerilya dari satu daerah ke daerah lainnya, menyerang serdadu asing untuk menghentikan peperangan. Telah banyak rintangan yang mereka lewati. Keluar masuk hutan berkali-kali untuk sembunyi dari gempuran lawan yang membawa persenjataan lebih modern. Bekas luka sudah tak terhitung lagi berapa banyak di tubuh empat pemuda itu. Siang itu mereka beristirahat di atas Bukit Gayo yang di dekatnya dialiri air terjun kecil untuk berusaha menghimpun tenaga lebih banyak. Di sepanjang jalan yang empat pemuda itu jumpai telah banyak perkampungan yang tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan lagi. Alif, keturunan bangsawan dari wilayah pesisir yang memimpin gerilya, juga sedang terluka di lengan kiri bagian atas. Bagian tubuh

    Last Updated : 2023-11-15
  • BUKIT TENGKORAK    Bisa ular

    Kenanga menyentuh dua pipinya sendiri dan tersenyum lagi kemudian menunjuk wajah Alif, sebagai tanda bahwa lelaki itu terlihat rupawan di matanya. Tak paham, Alif hanya balas mengangguk saja. Gadis itu memperhatikan tiga orang lainnya yang terlihat memegang perut masing-masing. Ia paham, rasa lapar memang sering menghampiri siapa saja yang berada di bukit yang terasa sejuk ini. Kenanga mengemas perbekalannya lalu mengajak empat pemuda pesisir itu untuk makan bersama. Saling lirik satu sama lain pun terjadi. Alif kembali disikut oleh yang lain. “Abang saja yang maju duluan, segan aku dengannya.” “Abang juga sama, segan. Tak paham sama sekali apa maksudnya dari tadi.” Sekali lagi gadis itu melambaikan tangan ke arah mereka. Bau keong yang dibakar membuat perut Alif, Akbar, Ridwan, Malik langsung berbunyi. Mengabaikan rasa sungkan, para pemuda pesisir itu kemudian duduk melingkar dan tak lama gadis bisu tersebut memberikan empat bungkus daun yang berisikan keong. Terlihat mereka be

    Last Updated : 2023-11-15
  • BUKIT TENGKORAK    Beda Jalan

    Pagi harinya, panas tubuh Alif sudah sedikit mereda. Warna kebiruan akibat endapan racun di tangannya kini berubah menjadi kemerahan. Obat-obatan yang Kenanga balurkan bekerja perlahan tapi pasti membersihkan semuanya. Ketika matahari sudah mulai meninggi, ia pamit pergi ke bawah bukit, mencari tumbuh-tumbuhan lain yang bisa digunakan sebagai obat. Langkah demi langkah ia terus mencari beberapa tanaman liar seperti rumput anting-anting, tempuyung, bayam duri serta meniran.Ia sedikit terperanjat melihat bangkai ular tergeletak begitu saja tak jauh dari tempat mereka kini bermukim. Ular yang semalam tadi ia paksa mengeluarkan bisanya. Itu artinya racun dari tumbuhan tersebut bekerja perlahan tapi sangat kuat. Beruntung ia datang tepat waktu sebelum Alif mati tersiksa perlahan-lahan. Rumput liar yang ia temukan ia bawa ke atas. Alif masih menggigil memeluk kain kerawang. Tiga orang pemuda yang lain atas perintah Kenanga berpencar. Ada yang membuat API unggun lebih besar sebab udara pa

    Last Updated : 2023-11-15
  • BUKIT TENGKORAK    Rumah Megah

    Tubuh Cempaka semakin kurus selama berminggu-minggu lamanya di kurung dalam penjara sempit. Ia hanya makan seperlunya saja untuk menghilangkan lapar. Gadis itu tak sudi sebenarnya untuk makan makanan dari tangan Belanda. Namun, ia tak punya pilihan lain. Andai bunuh diri boleh akan ia lakukan dengan tulang berbentuk runcing yang ada di tangannya sekarang. “Mevrow, makanlah.” Seorang juru masak datang memberikan roti dan buah padanya.Cemapaka hanya mendengkus kesal. Baginya semua yang terlibat dalam pembantaian sukunya termasuk juru masak yang menghindangkan makanan untuk Daalen juga harus ia musuhi. “Aku tak tega melihap pipimu peot seperti itu. Makanlah, kau perlu banyak tenaga untuk menghadapi Tuan Daalen.” Lelaki pribumi bertubuh kurus itu miris dengan keadaan Cempaka. “Aku curi dengar tadi, Meneer akan membawamu ke rumahnya.” Cempaka mendongak mendengar perkataannya. Gadis itu mengambil buah ranum yang ada di dekat kakinya, juga sekerat roti untuk mengisi perutnya. Ia bagai m

    Last Updated : 2023-11-16
  • BUKIT TENGKORAK    Kawan atau Lawan

    Dr. William Scout, lelaki berkebangsaan Inggris yang diperbantukan di Aceh atas kerja sama Inggris Raya dan Negeri Holand. Bagi William, tak ada bedanya antara orang asal negerinya atau asal mana saja, jika terluka atau sakit sama-sama membutuhkan pertolongan. Selama dua tahun tinggal di Aceh ia menyempatkan diri merawat pribumi yang membutuhkan bantuannya. Walau kerap kali ia mendapat makian karena wajah asing, pirang rambut dan biru matanya. Namun, sudah merupakan tugasnya pula untuk terus menolong sesuai dengan kode etik kejuruan yang ia pelajari, meski ia harus didamprat oleh pihak Belanda berkali-kali. Di tempatnya sekarang tinggal pula William banyak mempelajari budaya setempat termasuk bahasa warga sekitar. Lelaki itu tinggal satu atap di rumah baru milik Van Daalen. Ia termasuk golongan lelaki yang rajin beribadah. Pagi ini seperti biasa ia mendekap dua tangannya di depan dua buah lilin yang menyala. “God, please be good to me,”ujarnya sambil memejamkan mata. Pintu kamarny

    Last Updated : 2023-11-17

Latest chapter

  • BUKIT TENGKORAK    92

    Pergolakan berdarah yang mengatas namakan agresi militer Belanda kedua usai sudah. Yang tersisa hanyalah membangun ulang kembali daerah-daerah yang hancur akibat perlawanan yang sengit. Angkasa dan Bulan juga masih belum tahu akan bagaimana ke depannya. Mereka tak punya tempat tinggal seperti halnya pengungsi yang lain. Meski sebelumnya mereka berdua adalah pejuang, tapi tak semua pejuang juga nasibnya baik. Bahkan banyak yang jatuh miskin pasca perang. Keduanya telah meninggalkan tenda karena Angkasa sudah bisa berjalan tanpa tongkat. Tidak hanya mereka berdua saja tapi yang lain juga. Lalu karena ketiadaan tempat tinggal mereka ditempatkan dahulu di bangunan luas tanpa sekat dan bergabung bersama orang lain sembari menunggu bantuan tiba, mungkin saja ada yang berbaik hati. “Sampai kapan kita akan begini terus, Bang? Aku tidak terlalu nyaman berbaur dengan orang ramai terlalu lama.” Bulan menghela napas panjang. Cobaan hidupnya belum juga berakhir. “Bersabarlah, Sayang. Abang j

  • BUKIT TENGKORAK    91

    Agresi militer Belanda belum benar-benar berakhir. Tapi perlawanannya masih bisa ditekan. Angkasa mendapat perawatan yang baik selama di dalam tenda. Bulan tak selalu bisa menemani, sebab ia harus bantu-bantu yang lain apa saja yang wanita itu bisa. Angkasa mencoba turun dari ranjang besi itu. Ia ingin tahu apakah kakinya masih bisa digunakan berjalan atau tidak. Jika ia benar cacat maka Angkasa akan meminta Bulan menjalani hidup sendirian daripada ia jadi beban saja. Satu kakinya berhasil ia turunkan. Terasa sakit, berat dan kaku sekali untuk melangkah. Selama ini urusan buang air diurus oleh Bulan sepenuhnya. Satu kaki lagi Angkasa turunkan. Agak oleng dan hampir jatuh, tapi lelaki yang kini rambutnya sudah panjang itu memegang pinggiran kasur untuk bertahan. “Bismillah, aku harus kuat, aku laki-laki. Aku seorang pemimpin.” Berpeluh tubuh Angkasa mencoba untuk melangkah. Hampir ia jatuh karena tak bisa menjaga keseimbangan, kemudian … “Abang!” Bulan datang masuk ke dalam tenda.

  • BUKIT TENGKORAK    90

    Agresi militer Belanda jilid kedua memang menimbulkan banyak pertentangan dan perlawanan di tanah air. Tak hanya jalan peperangan saja yang ditempuh tapi jalan diplomasi juga. Berbagai macam kongres perdamaian terus diupayakan agar Belanda angkat kaki dari Indonesia.Nyatanya tidak mudah, negara itu terus saja merongrong kemerdekaan Indonesia. Aceh merupakan salah satu bentuk perlawanan yang paling sengit sejak dulu. Bisa dikatakan daerah paling istimewa merupakan yang paling tidak pernah istirahat tenang sejak didatangi Portugis, sampai Belanda kalah, datang Jepang lalu kalah lagi dan Belanda kembali merampas semuanya. Satu dari sekian banyak pejuang yang ada yaitu Angkasa dan Bulan. Sepasang suami istri yang harus terpisahkan karena keadaan. Bulan menjalani berbagai macam pelarian dari satu tempat ke tempat lain. Tidak, dia bukan pengecut yang tak pandai berjuang. Hanya saja dia tak akan sanggup sendirian melawan tentara Belanda yang membawa perlengkapan sangat banyak. Bulan tak

  • BUKIT TENGKORAK    89

    Natali mendatangi salah satu tentara Inggris yang akan memimpin pasukan bergabung dalam agresi militer Belanda II di Indonesia. Tentara itu tahu siapa yang datang. Lalu ia bangkit dan mempersilakan tuan putri duduk di kursinya dan sesegera mungkin memberi hormat. Siapa yang tidak kenal bagaimana Natali bertangan dingin. “Ada yang bisa aku bantu, Madam?” tanyanya dengan sikap tegak. “Duduklah. Pembicaraan ini tidak resmi, tapi aku memberikan tugas ini tidak main-main untukmu, tentu saja aku akan memberikanmu upah.” Natali mengeluarkan beberapa lembar uang miliknya. Jumlah yang membuat tentara itu membelalakkan mata. “Siap. Sebutkan saja apa tugasnya, Madam.” “Kalau sampai gagal, kau yang akan aku tembak.” Wanita berambut pirang itu mengeluarkan lukisan wajah Bulan yang dibuat oleh Smith.Diam-diam ia mengulik barang pribadi milik suaminya ketika lelaki itu tidak sedang di rumah. Dari mana Natali tahu keberadaan Bulan? Dari suaminya yang sering mengigau dan meracau nama yang sama b

  • BUKIT TENGKORAK    88

    Anak Smith telah lahir. Ia merupakan seorang putri yang amat sangat cantik dan memiliki mata seindah dirinya. Amora, begitu princess itu diberi nama, dan keluarga kerajaan menyambut dengan penuh suka cita. Juga sejak kelahiran Amora, Smith tak lagi memikirkan tentang Bulan. Baginya harapan itu terlalu usang untuk dikejar. Lebih baik hidup dengan apa yang ada di depan mata saja. Natali menjadi pengusaha berlian yang amat kaya raya. Sudah tak terhitung berapa banyak korban yang berjatuhan di tangannya. Ia tak segan-segan menurunkan militer dan membayar menggunakan uang pribadinya. Anaknya pun lebih sering diurus oleh baby sitter. Lain hal dengan Smith yang sejak tidak bekerja lagi di rumah sakit kini menjadi salah satu agen PBB dalam organisasi baru yang dibentuk dan berurusan dengan kehidupan manusia. Perang di Aceh telah mengubah cara pandangnya menjadi lebih dermawan. Smith dan istrinya memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Lelaki bermata biru itu sangat aktif membela hak-hak

  • BUKIT TENGKORAK    87

    Tubuh Bulan yang tidak sadarkan diri diseret paksa oleh seorang tentara Belanda dan memasuki rumah kosong. Wanita itu terkena pukulan di bagian kepala hingga mengakibatkannya jatuh pingsan. Tentara Belanda yang melihatnya jadi tergiur. Bentuk tubuh Bulan yang ramping membuatnya gelap mata meski wajah wanita itu rusak. Dengan tangan tergesa-gesa lelaki itu mulai melucuti selendang dan kain panjang yang melilit di pinggang Bulan. Ia sudah tak sabar menikmati tubuh molek dari seorang pejuang yang pasti rasanya luar biasa. Hanya saja ketika kain Bulan mulai disingkap. Sebuah peluru menembus kaca rumah dan tertancap di kepala tentara Belanda tersebut. Mata hijau itu terbelalak dan ia pun roboh di sebelah tubuh Bulan. Peperangan di luar sana masih terus berlanjut ketika Bulan tak sadarkan diri. Hari sudah gelap ketika wanita itu sadar. Ia terkejut dan langsung berdiri ketika kain di pinggangnya terbuka dan roknya tersingkap, ditambah selendangnya yang tersangkut di jendela. Apalagi a

  • BUKIT TENGKORAK    86

    Indonesia tahun 1947 Bulan sedang mendengar radio milik Angkasa yang dibawa masuk ke dalam rumah. Pada dasarnya, wanita yang baru saja menggenapi usia 19 tahun itu memang rajin belajar dan tekun seperti halnya sang kakek dulu. Melalui radio pula ia mencatat beberapa poin penting untuk disampaikan nanti pada Angkasa. Suaminya sibuk mencari nafkah dengan memanfatkan truk miliknya. Tak banyak uang yang didapatkan tapi cukup untuk hidup berdua saja. Mereka juga belum memiliki anak. Pena yang diberikan oleh Smith beberapa tahun lalu akhirnya habis juga isi tintanya, bersamaan dengan rampungnya informasi yang dicatat oleh Bulan di atas kertas usang. Membelinya sangat susah ditambah harganya mahal, jadi kalau basa-basah sedikit kena air lebih baik dijemur saja. Angkasa pulang di sore hari dengan tubuh berpeluh. Seharusnya pengalaman keduanya sebagai pejuang tangguh mampu menghantarkan Angkasa dan Bulan menjadi salah satu tentara resmi dengan seragam khusus. Namun, hal itu tak mereka amb

  • BUKIT TENGKORAK    85

    Sepasang kekasih yang hidup bersama itu menghadiri perjamuan di mana ratu juga datang. Ada orang tua Smith dan Natali juga. Pembicaraan yang sangat serius. Kalau sudah ratu mengambil keputusan maka tidak akan bisa dibantah lagi oleh siapa pun. Keputusan untuk menikahkan Smith dan Natali diambil sudah. Sang jenderal bintang dua hanya bisa pasrah walau tak rela atas pernikahan kedua putrinya. Rumor sudah pasti tersebar dan sulit untuk dibendung. Tadinya Natali ingin mengatakan tentang kehamilannya, tapi Smith memberikan kode padanya agar jangan gegabah. Ia paham bagaimana raut wajah beberapa orang yang kecewa. Tidak dengan William yang senang sekali ketika putranya akan menikah. Ia menepuk bahu putranya dan memberikan sedikit nasehat. “Jalani saja hidupmu di sini dan jangan pernah memikirkan gadis itu lagi. Dia pasti sudah bahagia dengan orang lain seperti halnya Cempaka yang membohongiku.” Smith mengangguk saja. Benar, bisa jadi Bulan telah menikah dan tak memikirkannya lagi. Tap

  • BUKIT TENGKORAK    84

    Antara malu dan mau yang pada akhirnya mengantarkan Bulan dan Angkasa benar-benar menjadi suami istri di malam dingin di wilayah pesisir. Di kamar peninggalan mendiang Kenanga. Sepasang pejuang itu merasakan hal yang berbeda hingga terlelap dalam tidurnya dan bangun ketika hari hampir pagi. Bulan yang mandi belakangan setelah Angkasa, berdiam diri di rumah ketika suaminya memutuskan pergi ke surau terdekat. Wanita bermata abu-abu itu kini mengemas tas milik Angkasa dan membereskan barang-barang miliknya. Secara tak sengaja buku harian dan pena peninggalan Smith jatuh di lantai. “Apa kabar dia, ya? Katanya ingin kembali menemuiku dan melarang menikah dengan Angkasa. Mana ada, penipu! Tapi terima kasih atas pertolongan dan salepmu. Meski wajahku tak secantik dulu, tapi setidaknya lukanya tak terlalu kasar.” Untung saja Bulan tak mudah dirayu oleh Smith. Apalagi mengikuti saran letnan itu untuk tak menikah dengan Angkasa. Satu-satunya alasan yang membuat Smith belum jadi berangkat ke

DMCA.com Protection Status