"Kamu keterlaluan! Kamu enggak bisa memperlakukan aku seperti ini, Ronan! Kamu yang menuntut aku saat aku tidak bisa memberikan apa yang kamu mau, kenapa kamu membuat seolah-olah aku yang paling bersalah di sini?""Karena wanita memang kodratnya harus mengalah, itu sebabnya aku tidak suka anak perempuan, Riska, karena anak perempuan hanya boleh mengalah pada laki-laki, aku tidak suka 3 anak perempuan yang kamu lahirkan itu! Lagipula, bagaimana bisa kamu yang punya makanan bergizi setiap harinya bisa sakit? Kamu sakit kanker rahim, Riska, bagiku itu buruk sekali dan selamanya kamu tidak akan pernah bisa melahirkan anak lagi!!""Cukup!!" teriak Riska dengan kedua mata mulai berair.Tetapi, apa yang dikatakan sang istri tidak membuat Ronan puas, ia maju ke hadapan sang istri dan mencengkeram salah satu pundak istrinya seolah-olah pundak itu sesuatu yang membuat ia ingin menghancurkannya."Jangan membentak aku!! Kau pikir kau siapa? Dengar, kalau kamu memang tahu diri, tanda tangan surat
"Kenapa Reva suka dengan Om Mark?" tanya Riska pada sang anak. "Om Malk baik, Mi, kalo ngomong pelan enggak kelas kaya papi."Sang anak menjawab, mengatakan bahwa Mark jika bicara pelan tidak keras seperti sang ayah. Riska menghela napas panjang mendengar alasan yang dikemukakan oleh Reva. Sebuah alasan sederhana sebenarnya, tapi mampu membuat Reva terbiasa bahwa seseorang yang bicara kasar seperti ayahnya bukan seseorang yang baik. Riska tidak bisa menyalahkan sang anak, sebab sang suami memang terbiasa berbicara kasar pada anak-anak mereka hingga seperti itulah tanggapan Reva untuk ayahnya sendiri. Saat mereka masih saling bicara, Mbak Yuni muncul dari dalam kamar anak-anak Riska. Rupanya, perempuan itu sedang mengurus anak Riska hingga sejak tadi tidak keluar kamar. Melihat Riska yang duduk begitu saja di lantai, perempuan itu segera menghampiri majikannya. Ia membantu Riska untuk bangkit, setelah menjawab pertanyaan Riska tentang anak-anaknya apakah baik- baik saja di kamar.
Ucapan yang dikatakan oleh Adit dipahami oleh Ahmad dan Bastian, keduanya sama-sama berpikir bagaimana cara mereka untuk memulai penyelidikan hingga akhirnya mereka sepakat untuk saling bertukar informasi jika nanti sudah sama-sama bergerak. Bastian fokus dengan orang yang disinyalir almarhum Rizky. Tangannya terasa gatal ingin menghajar orang itu jika ia mampu mendapatkannya. Begitu niat Bastian dengan penuh keyakinan. ***"Kamu tidak kerja, Rifky?" tanya Mark pada saat jam kerja, Mark kebetulan lewat di depan rumah kontrakan Rifky, ia melihat Rifky ada di pekarangan rumahnya. Rifky sedang membersihkan pekarangan rumahnya, sebelum akhirnya ia berniat ke rumah Riska untuk melakukan rencana mereka melawan Ronan. "Sudah kagak kerja lagi, Kak."Mark menghela napas panjang. Ia melangkah menghampiri Rifky agar mereka bicara lebih nyaman. "Aku mendengar apa yang terjadi di kantor ayah kamu, dan aku turut prihatin, jadi sekarang perusahaan dipimpin oleh Ronan secara tunggal?"Tanpa mau
Zeon! Rifky membalas seadanya pesan Ari, lalu mengatakan bahwa ia akan terus menyelidiki dan mencari bukti agar perbuatan Ronan bisa segera dihentikan. Setelah menulis pesan demikian pada Ari, Rifky pamit untuk offline, karena Zeon terlihat melangkah ke arahnya seperti ada yang ingin disampaikan pria itu padanya. Zeon tidak tidak pernah datang ke rumah kontrakan Rifky, jika pria itu datang artinya ada sesuatu yang penting ingin disampaikan oleh teman kakaknya itu padanya, soal Ronan, kah? "Apa lu sibuk?" tanya Zeon pada Rifky."Kagak sih, cuma lagi bantu istri beres-beres, ada apa, Kak?" tanya Rifky penasaran kenapa Zeon sampai ke rumahnya segala."Bisa kasih tau gue alamat Ronan di mana?"Zeon bicara demikian tanpa basa-basi."Kenapa Kakak cari dia?""Gue udah mengintai rumah kakak lu, tapi gue ngeliat Ronan kagak pernah pulang ke rumah, di mana dia sekarang?"Dari nada bicaranya, Rifky bisa merasakan kalau Zeon sedang marah. Apalagi yang dilakukan Ronan sampai pria itu jadi terl
"Mungkin, Gill sedang berusaha melacak orang itu, Kak! Nanti aku akan terus hubungi dia, Kakak ke rumah aku aja dulu, biar anak-anak bisa dapat tempat yang tenang, dan Kakak juga bisa istirahat?"Riska akhirnya mengiyakan ajakan sang adik, dan meminta maaf pada asisten rumah tangganya karena ia tidak meneruskan niat untuk ke rumah sang asisten, dan dengan terpaksa, Riska mengatakan pada wanita itu untuk tidak masuk kerja dahulu karena kondisi keuangannya yang tidak memungkinkan untuk memakai asisten rumah tangga.Mereka segera berangkat ke rumah Rifky untuk sementara, dan membiarkan rumah besar milik Riska kosong. Di waktu yang sama, Bastian menemukan Gill yang saat itu juga tengah mencari keberadaan pria yang mirip dengan dirinya. "Kau lagi, sekarang ini aku sedang tidak bisa diganggu, aku harus mengejar seseorang, dan ini sangat penting, jadi jika kau ingin bicara sesuatu nanti saja!"Gill ingin menerobos Bastian, namun Bastian tidak memberikan celah untuk pria itu untuk beranjak.
"Jangan! Tolonglah, kasihani aku, aku terpaksa melakukan ini, aku bisa menjawab apapun pertanyaan kalian, tapi jangan di sini, orang itu benar-benar akan membuat hidup keluargaku susah!"Pria itu bicara dengan nada sangat memohon. Sebagai seseorang yang pernah diperintah dalam tekanan Gill sangat tahu rasanya, karena itulah, akhirnya ia mengabulkan keinginan pria itu dan membujuk Bastian untuk menahan diri dahulu. Bastian sebenarnya kesal, tapi karena tidak mau kali ini perburuan sia-sia, ia akhirnya menurut dengan apa yang dikatakan oleh Gill.Ketiganya akhirnya membawa pria yang menyerupai almarhum Rizky, adik Riska yang meninggal itu ke sebuah tempat yang sudah disebut oleh Ahmad di dalam pesan yang diterima oleh Gill.Tidak berapa lama kemudian, mereka sudah sampai. Tempat yang digunakan untuk mengintrogasi laki-laki yang dicurigai kaki tangan Ronan itu sebuah kamar hotel di mana Ahmad dan Adit menginap di sana semenjak mereka melakukan penyelidikan di Yogyakarta.Pintu kamar ho
Wajah pria bernama Tarso itu semakin pucat ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Ahmad. Sementara yang lain, semakin tidak sabar dengan jawaban yang akan diberikan oleh Tarso atas apa yang dipertanyakan oleh Ahmad.Sebagai dokter, meskipun bukan di bidang tertentu yang menjurus ke apa yang dipikirkan Ahmad pada Tarso, Ahmad bisa membedakan seseorang dengan kulit yang asli dengan yang tidak. Namun, karena masih menghargai pria di sampingnya itu, Ahmad berusaha untuk memberikan kesempatan pada Tarso, agar pria itu mau bicara jujur padanya dan juga pada semua orang yang sekarang menanti kejujuran laki-laki itu."Jawab, Tarso! Kenapa banyak berpikir sekali? Kamu kira, kita semua pengangguran?"Suara Bastian kembali terdengar, masih dengan nada suara yang meninggi seperti tadi, pertanda pria itu masih tidak bisa meredam kekesalannya karena ulah Tarso.Kedua tangan Tarso gemetar, dan itu tertangkap mata Gill dan juga Ahmad."Bang, melakukan pemalsuan identitas dan membuat orang merasa
"Permisi, saya akan memastikan sendiri perkara wajah Anda, maaf jika mungkin ini sedikit kurang ajar."Karena pria bernama Tarso itu sedikit kalang kabut dengan apa yang mereka lakukan selama interogasi, Ahmad akhirnya memilih berbahasa secara formal agar Tarso juga merasa nyaman.Tarso hanya mengangguk mendengar apa yang diucapkan Ahmad. Lagipula, jika Ahmad yang melakukannya, ia sedikit nyaman karena ia menilai dibandingkan dua pria yang menurutnya emosian itu, Ahmad lebih sabar hingga ia merasa tidak perlu khawatir.Setelah mendapatkan izin dari Tarso, akhirnya, Ahmad melakukan apa yang sejak tadi ingin ia lakukan. Tangannya terulur, meraba bagian tepi wajah Tarso, meraba bagian itu, dan ia menariknya hingga semua terkejut karena kulit wajah Tarso terbuka!"Hei! Apa yang kau lakukan? Kau menguliti wajahnya?" tanya Bastian di antara perasaan terkejutnya."Apakah ini sakit?" tanya Ahmad pada Tarso, tanpa menjawab pertanyaan Bastian dahulu. "Tidak, hanya sedikit nyeri ketika harus