"Jadi, ancaman itu? Bukan sekedar ancaman, ya? Apakah itu berarti, Kakak kamu menerima perlakuan tidak baik dari suaminya?"Aoi semakin serius saat bicara demikian pada sang suami, dan Rifky mengangguk mendengar pertanyaan sang istri."Terus apa rencana kamu? Lalu, sekretaris bos kamu yang genit itu gimana?""Genit?" tanya Rifky pada sang istri."Bella!""Oh, dia tidak akan pernah berbuat sembarangan padaku, aku sudah memberi dia peringatan.""Terus, rencana kamu gimana?"Rifky terdiam sejenak saat mendengar pertanyaan sang istri atas apa yang akan ia lakukan selanjutnya."Aku akan menjaga perusahaan dan kakakku dari perbuatan Kak Ronan.""Bagaimana caranya? Kamu hanya seorang karyawan biasa, Kak Ronan pemimpin sementara di perusahaan, kamu bisa apa untuk mencegah dia jika memang dia ingin berbuat sesuatu yang aneh?"Aoi beruntun memberikan pertanyaan, dan Rifky tahu istrinya itu khawatir karena memang posisinya sekarang tidak begitu menguntungkan. Namun, jika ia diam saja, Rifky jug
"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Kevin dengan wajah yang penuh selidik.Ronan sesaat seperti sulit untuk menjawab pertanyaan Kevin, khawatir pria itu tahu perselingkuhan yang dilakukannya dengan Bella, akan tetapi hanya sesaat, Ronan terlihat seperti seseorang yang mati kutu, beberapa menit kemudian, pria itu kembali mampu untuk menguasai diri."Kami sedang melakukan tugas di sekitar sini!" jawabnya sambil perlahan melepaskan pegangan tangannya di telapak tangan Bella. Bella yang sadar Ronan seolah menyembunyikan hubungan mereka di depan pria tampan di hadapan mereka itu jadi kesal.Perempuan itu menyambar salah satu tangan Ronan dan memeluknya erat. Ini membuat Kevin makin curiga bahwa mereka berdua bukan sedang melakukan tugas tapi sedang berkencan.Sementara Ronan? Menyadari Bella melakukan hal seperti itu padanya, membuat pria itu jadi sedikit tidak nyaman karena Kevin adalah seseorang yang berteman akrab dengan Rifky. Pria itu berusaha melepaskan pegangan tangan Bella d
Mark menatap ke arah Riska, seolah meminta penjelasan. Apakah benar yang dikatakan oleh anak Riska tersebut?"Ah, jangan terlalu dipikirkan, anak-anak memang sedang kangen dengan ayahnya, karena belakangan ini ayahnya keluar kota terus menerus, jadi ya begitu mempengaruhi pemikiran mereka."Buru-buru, Riska menjelaskan. Tidak mau Mark tahu prahara yang mengguncang rumah tangganya karena tidak mau sang mantan kepikiran."Yakin, kau baik-baik saja?" Seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Riska, Mark melontarkan pertanyaan itu pada Mark, dan Riska mengalihkan pandangannya tidak mau balas menatap Mark yang seolah-olah menyelidiki apa yang disembunyikan olehnya."Insya Allah.""Baiklah, aku selalu berharap kamu bahagia, Riska, karena dengan cara seperti itu saja kamu bisa membuat aku melupakan dirimu."Sadar, dirinya tidak boleh terlalu berinteraksi dengan Riska, karena status Riska istri orang, Mark akhirnya pamit dari hadapan perempuan itu setelah memohon pamit pada dua ana
"Maksud, Dokter?" tanya Ronan tidak paham dengan apa yang disampaikannya oleh dokter sang istri padanya.Sementara itu, Riska bungkam karena sebenarnya ia tahu, hanya saja Ronan tidak mau tahu ketika ia membahas masalah itu di hadapannya."Begini, sebenarnya kondisi istri Anda ini tidak begitu baik jika dipaksa untuk hamil lagi, saya sebagai dokter kandungan istri Anda sudah menerangkan masalah ini pada istri Anda, saya tidak tahu apakah kalian sudah bicara masalah ini dari hati ke hati karena ini sangat penting untuk dibahas sebagai pasangan yang terikat sebuah pernikahan. Tetapi saya sebagai dokter sudah mengatakan kondisi istri Anda ini memang sedikit mengkhawatirkan."Dokter itu bicara dengan wajah yang serius, dan Ronan tidak suka dengan topik pembicaraan yang mereka bahas sekarang."Memangnya, apa yang terjadi? Apa yang membuat kandungan atau rahim istri saya tidak bisa untuk hamil lagi?""Sebenarnya tidak permanen, hanya sementara, istri Anda sering mengalami pendarahan, sewak
"Ya!"Sekujur tubuh Riska lemas seolah tanpa tulang mendengar apa yang diucapkan oleh sang dokter.Rasanya, seluruh kekuatan yang ia kumpulkan selama ini musnah sudah mendengar kenyataan itu. Membuat sang dokter untuk beberapa saat tidak bisa berkata-kata karena khawatir akan menambah beban pikiran Riska."Saya sudah mengatakan untuk tidak hamil dulu, karena itu terlalu berisiko tapi saya paham dengan situasi yang Ibu alami, sangat disayangkan jika suami Ibu tidak peduli dengan kesehatan istrinya sendiri. Jadi, saya menunggu keputusan kalian, kapan akan dilakukan pengangkatan janin, untuk mencegah hal buruk yang bisa saja terjadi.""Tidak. Saya tidak akan mengangkat janin ini, Dokter!" "Tapi, percuma saja, Bu, jika tidak diangkat, janin itu akan meninggal juga pada akhirnya, tidak akan bisa berkembang karena kondisi rahim Ibu demikian, sebelum kita melakukan tindakan pengobatan, Ibu tidak bisa mengandung." "Saya tahu, tapi akan lebih baik jika janin saya gugur sendiri agar saya ti
"Ini benar-benar kamu, Dek! Aku minta maaf ya, dulu mungkin aku kurang perhatian sama kamu, sampai saat kamu sakit, pun, aku bahkan enggak tahu apa-apa, maaf, ya, sekarang aku merasakan, rasanya sangat sesak mengalami hal seperti ini, padahal dokter juga bilang kalau aku bisa sembuh, bagaimana kalau aku ada di posisi kayak kamu itu...."Riska sekarang tidak lagi mencari sebuah kebenaran. Mau almarhum, atau bukan, ia butuh seseorang yang bisa mendengarkan dirinya saat ini, mendengar tapi tidak menimbulkan masalah, itu saja yang diinginkan oleh Riska.Karena itulah, ia langsung mengatakan hal itu pada bayangan samar di sampingnya, meskipun tidak ada yang menjamin bahwa itu benar-benar sang adik, namun, Riska bisa merasakan, bahwa suara dan aroma yang tercium di hidungnya benar-benar aroma dan suara almarhum adiknya.Tidak ada sahutan, setelah Riska mengatakan apa yang sekarang ia rasakan. Tetapi bayangan itu tetap ada, seolah ingin menemani Riska saja walau tidak bicara. Setelah lama m
Melihat hal itu, Aoi sangat terkejut. Karena ia tidak bisa membawa tubuh Riska seorang diri ke dalam dengan keadaan pingsan seperti itu, Aoi meminta bantuan Mark untuk membawa Riska ke dalam. Mark paham, dengan cekatan, pria itu segera membawa Riska ke dalam rumahnya dan langsung menuju kamar milik Riska dengan dibimbing oleh Aoi yang memberikan petunjuk di mana harus meletakan sang kakak ipar di sana.Mark yang terlihat khawatir ingin menelpon dokter agar Riska segera diperiksa. Namun, Aoi mengatakan bahwa hal itu kerap terjadi belakangan ini dan biasanya Aoi melakukan tindakan antisipasi ringan untuk membuat Riska siuman, memakai minyak kayu putih yang dihirupkan di hidung lalu kemudian tidak lama setelah itu, sang kakak ipar sadar.Mendengar apa kata Aoi, Mark menurut, ia membenarkan posisi berbaring Riska agar tubuh Riska tidak keram ketika nanti sadar.Terlihat jelas Mark sangat khawatir. Karena selama mengenal Riska sampai putus perempuan itu tidak pernah pingsan seperti itu k
Ia menatap ke ujung kakinya, melihat Reva yang berusaha naik ke atas tempat tidur untuk memijit kakinya."Reva, Mami enggak papa Sayang. Reva jaga adik aja, Mami istirahat sedikit juga nanti sudah baik-baik saja."Riska berusaha untuk membujuk sang anak, agar tidak cemas dengan dirinya, namun Reva tetap memijit kaki sang ibu dengan serius."Adik tidul. Ada Tante Aoi jaga, aku mau pijit Mami dulu baru kembali ke kamal...."Bocah yang sekarang sudah sekolah di SD itu meyakinkan ibunya pula bahwa adik-adiknya baik-baik saja, hingga sang ibu tidak perlu khawatir tentang hal itu."Terimakasih, ya, tapi enggak perlu lama, Mami cuma capek sedikit mau istirahat sebentar nanti juga baik-baik aja."Kembali Riska meyakinkan."Iya, Mi. Pijit sedikit lagi, balu aku pelgi."Reva menyahut dengan huruf R yang masih sulit untuk ia sebut.Riska terpaksa menyerah. Dibiarkannya sang anak melakukan apa yang ingin ia lakukan. Jemari kecil itu terus bergerak lincah di permukaan kulit kaki sang ibu. Meskipu