"Ini benar-benar kamu, Dek! Aku minta maaf ya, dulu mungkin aku kurang perhatian sama kamu, sampai saat kamu sakit, pun, aku bahkan enggak tahu apa-apa, maaf, ya, sekarang aku merasakan, rasanya sangat sesak mengalami hal seperti ini, padahal dokter juga bilang kalau aku bisa sembuh, bagaimana kalau aku ada di posisi kayak kamu itu...."Riska sekarang tidak lagi mencari sebuah kebenaran. Mau almarhum, atau bukan, ia butuh seseorang yang bisa mendengarkan dirinya saat ini, mendengar tapi tidak menimbulkan masalah, itu saja yang diinginkan oleh Riska.Karena itulah, ia langsung mengatakan hal itu pada bayangan samar di sampingnya, meskipun tidak ada yang menjamin bahwa itu benar-benar sang adik, namun, Riska bisa merasakan, bahwa suara dan aroma yang tercium di hidungnya benar-benar aroma dan suara almarhum adiknya.Tidak ada sahutan, setelah Riska mengatakan apa yang sekarang ia rasakan. Tetapi bayangan itu tetap ada, seolah ingin menemani Riska saja walau tidak bicara. Setelah lama m
Melihat hal itu, Aoi sangat terkejut. Karena ia tidak bisa membawa tubuh Riska seorang diri ke dalam dengan keadaan pingsan seperti itu, Aoi meminta bantuan Mark untuk membawa Riska ke dalam. Mark paham, dengan cekatan, pria itu segera membawa Riska ke dalam rumahnya dan langsung menuju kamar milik Riska dengan dibimbing oleh Aoi yang memberikan petunjuk di mana harus meletakan sang kakak ipar di sana.Mark yang terlihat khawatir ingin menelpon dokter agar Riska segera diperiksa. Namun, Aoi mengatakan bahwa hal itu kerap terjadi belakangan ini dan biasanya Aoi melakukan tindakan antisipasi ringan untuk membuat Riska siuman, memakai minyak kayu putih yang dihirupkan di hidung lalu kemudian tidak lama setelah itu, sang kakak ipar sadar.Mendengar apa kata Aoi, Mark menurut, ia membenarkan posisi berbaring Riska agar tubuh Riska tidak keram ketika nanti sadar.Terlihat jelas Mark sangat khawatir. Karena selama mengenal Riska sampai putus perempuan itu tidak pernah pingsan seperti itu k
Ia menatap ke ujung kakinya, melihat Reva yang berusaha naik ke atas tempat tidur untuk memijit kakinya."Reva, Mami enggak papa Sayang. Reva jaga adik aja, Mami istirahat sedikit juga nanti sudah baik-baik saja."Riska berusaha untuk membujuk sang anak, agar tidak cemas dengan dirinya, namun Reva tetap memijit kaki sang ibu dengan serius."Adik tidul. Ada Tante Aoi jaga, aku mau pijit Mami dulu baru kembali ke kamal...."Bocah yang sekarang sudah sekolah di SD itu meyakinkan ibunya pula bahwa adik-adiknya baik-baik saja, hingga sang ibu tidak perlu khawatir tentang hal itu."Terimakasih, ya, tapi enggak perlu lama, Mami cuma capek sedikit mau istirahat sebentar nanti juga baik-baik aja."Kembali Riska meyakinkan."Iya, Mi. Pijit sedikit lagi, balu aku pelgi."Reva menyahut dengan huruf R yang masih sulit untuk ia sebut.Riska terpaksa menyerah. Dibiarkannya sang anak melakukan apa yang ingin ia lakukan. Jemari kecil itu terus bergerak lincah di permukaan kulit kaki sang ibu. Meskipu
"Ronan tidak pernah ke kantor? Mungkin tugas perjalanan bisnis?""Akhir-akhir ini perusahaan sedang bekerja keras untuk bisa stabil, tidak ada perjalanan bisnis yang dilakukan, kalaupun ada, aku pasti tahu untuk Kak, ini memang tidak ada."Riska terdiam. Ia melihat Rifky terlihat sangat serius, tidak mungkin adiknya itu berbohong karena ia tahu Rifky tidak pernah berbohong.Namun, jika tidak pernah ke kantor, ke mana suaminya belakangan ini?Ketika mereka sedang dalam situasi yang serius, tiba-tiba saja sebuah klakson mobil terdengar.Suara mobil Ronan. Buru-buru Riska beranjak dari tempatnya untuk ke depan agar bisa memastikan apakah benar yang datang adalah sang suami?Sementara Rifky dan sang istri saling pandang, dan akhirnya, Aoi memilih untuk ke kamar anak-anak Riska untuk memastikan mereka bersiap untuk tidur karena makan malam sudah dilakukan sejak tadi oleh mereka.Ketika Riska kembali, ia sudah bersama dengan Ronan yang menatap dingin ke arah Rifky.Pria itu meminta sang ist
"Pi, jangan kasar dengan anak, tolonglah, jangan bersikap seperti itu, mereka semua kangen sama kamu, ingin kamu bersikap lembut terhadap mereka."Riska mencoba untuk menengahi, tidak mau terjadi pertengkaran antara suami dan anaknya."Aku capek, Riska! Aku tidak ada waktu untuk berbasa-basi dengan anak kecil, sudahlah suruh anak kamu itu masuk kamar!"Ronan tetap tidak mau disalahkan. Pria itu tetap pada pendiriannya untuk tidak mau menanggapi perkataan sang anak, hingga mau tidak mau Riska mengalah lalu ia menghampiri Reva dan membujuknya untuk masuk kamar."Papi selalu begitu, enggak pulang, tapi pulang malah-malah."Reva menanggapi perintah sang ibu yang mengatakan, ayahnya sudah jarang pulang, sekali pulang marah-marah."Sabar, ya. Papi lagi capek, jadi emosi, enggak lama kok, nanti juga baik lagi, Reva ke kamar ya, tidur, nanti kalau adik nangis ngomong sama Mami."Reva terpaksa menurut, meskipun sebenarnya ia tidak mau menurut karena sebal dengan perilaku sang ayah.Namun, kare
"Bagaimana, Rif? Apakah keuntungan yang didapat sudah bisa menutupi modal yang membuat perusahaan terhutang?""Gue masih menyelidikinya, karena bukan gue yang mendapatkan wewenang itu semenjak Kak Ronan yang megang perusahaan, keuangan juga yang tahu dia doang."Akhirnya, Rifky memilih untuk bicara demikian saja daripada ia mengatakan bahwa uang itu tidak ada karena ia sendiri masih melakukan penyelidikan terkait kemana keuntungan yang didapat dari perusahaan hingga perusahaan tidak memiliki uang kas sama sekali. "Ya, lu harus menyelidiki kemana uang itu mengalir, karena menurut gue dengan keuntungan sebesar itu setidaknya ada 50 persen hutang yang bisa dibayarkan.""Kami bukannya ikut campur dalam masalah perusahaan lu, Rif, apalagi kita sebenarnya bukan rekan bisnis, tapi karena lu teman adik gue, dan gue pernah salah sangka sama lu, ya gue melakukan ini karena kita mungkin bisa jadi teman, itu kalo emang lu kagak terlibat dalam masalah itu, kalo terlibat beda lagi masalahnya, gue
Apa yang dilakukan oleh Kevin membuat Jee berang. Ia segera memperbaiki posisi dan maju ke arah Kevin lalu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Kevin padanya tadi. Kevin yang dibalas oleh Jee tidak mau kalah, ia melakukan hal yang sama dengan wajah yang sangat dibuat sangar hingga mengundang kemarahan Jee makin tersulut. Ketika aksi balas membalas mereka semakin ekstrim, tiba-tiba saja.... "Hentikan! Kalian apa-apaan? Kenapa masih pada berantem? Masih macam dulu aja kalian?"Seorang pria tergopoh-gopoh menghampiri mereka sambil bicara demikian pada Jee dan juga Kevin. Membuat keduanya sama-sama berpaling menatap pria yang baru datang tersebut. "Andy, darimana aja? Kita yang mau ketemu kenapa dia yang datang, bikin gue langsung badmood aja!"Kevin langsung melancarkan aksi protes pada pria yang baru datang dengan kata-kata demikian. Jee yang mendengar ucapan Kevin tidak mau kalah untuk melancarkan aksi protes pada Andy pria yang juga member Rifky di Comic Boyz dan
Jee mengiyakan, dan Andy segera meninggalkan kakak kembar Taky itu segera.Andy kembali bergabung dengan teman-temannya yang terlihat mulai membahas apa yang membuat mereka berkumpul di taman tersebut."Hari ini juga gue akan pulang ke Jogja, urusan gue di sini ngecek cabang yang akan dibangun bokap gue udah kelar, jadi kalau ada yang mau dikatakan sebelum kita pisah lagi dengan kesibukan masing-masing, ngomong aja, mumpung kita ketemu gini."Rifky bicara demikian setelah Andy duduk kembali di antara mereka."Masalah kematian kakak lu, itu masih kagak masuk akal, lu emang udah menjelaskan semua sama kami tapi tetap aja terlalu konyol. Bagaimana kalo semua orang jadi memandang Comic Boyz buruk karena masalah itu?"Kevin yang pertama kali bicara, membahas masalah tindakan Rifky yang nekat membenarkan aksi Gill pada saat itu yang menyamar jadi almarhum kakaknya."Ya, udah diakhiri, gue akan tanggung jawab untuk masalah ini kalau menimbulkan masalah, gue juga kagak nyaman melakukan itu s