Evan keluar dari mobil sambil tersenyum karena ada mas Farhan di muka pintu.
“Masuk, Van! Buka pintu bagasi dan antar mbak sekarang juga!”“Eh? I, iya mbak!” Evan yang tadinya mau berbasa basi ngobrol dengan mas Farhan, melihatku menangis dan memerintah, ada perasaan tidak enak terlihat di matanya. Segera saja dia diam dan membantuku menaruh koper.Mungkin terlihat aneh bagi mas Farhan yang tiba-tiba ada mobil yang lebih mahal dari miliknya menjemput aku. Aku sendiri duduk di depan, samping pengemudi. Sedangkan Evan yang membantu mengangkut barang-barang milikku ke bagasi.“Dek, ini mobil siapa?” tanya mas Farhan.“Emangnya kenapa mas?”Mata mas Farhan sekilas memandang ke dalam. “Ini taksi online kan? Kok bisa mobil semahal ini dijadiin taksi?”“Ini bukan taksi online mas. Ini mobil punya mbak Alea!” Celetuk Evan dari kursi kemudi.“Apa?”“Jalan, Van!” perintahku.Segera saja Evan melajukan moBisa-bisanya mas Farhan telepon ayahku dan mengatakan bahwa aku kabur dari rumah.“Aku gak kabur, yah ….”“Lalu? Farhan bilang, kamu kabur dari rumah bersama dengan seorang pria. Katanya kamu selingkuh darinya. Apa benar, Alea?! Ayah malu punya anak kaya kamu, Alea, jika kamu benar-benar berselingkuh dari Farhan! Ayah tadinya terbawa pikiran Leo, menganggap kalau Farhan itu anak yang tidak baik! Tapi nyatanya anak ayah sendiri yang berselingkuh!”“Astaghfirullah, yah … mas Farhan fitnah, yah! Dia bahkan sudah menikah lagi, yah!” ucapku sambil bercucuran air mata.“Apa?”“Apa ayah sudah tidak percaya lagi dengan putri ayah?”“Sebaiknya kamu pulang, Alea. Jelaskan pada kami ….”“Baik, ayah. Hari ini juga Alea pulang ke Solo,” isakku. Kututup ponselnya dan melihat Evan yang turut bersedih mendengarku bercakap-cakap dengan ayahku.“Jahat banget sih mas Farhan? Tapi memang sebaiknya mbak Alea pulang ke Solo, sambil m
“Loh? Anda wanita bersuami, bukan?” tanya dokter Setiawan. “Untuk mengecek kebenarannya, saya bawa tespek, silahkan untuk dicoba.”“Eh, iya, Dok. Saya kaget karena hamil, sedangkan saya harus naik pesawat. Saya takut terjadi sesuatu dengan janin saya nanti,” kilahku sambil menerima kemasan plastik pipih panjang yang berisi tespek.“Oh begitu, saya ada vitamin yang saya bawa, tapi saya akan buatkan resep untuk diminum. Usahakan makan agar ada asupan gizi, baru minum vitaminnya. Nanti setelah tiba, segera ke dokter untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, yah?”“Baik, Dok,” jawabku.Dokter Setiawan berpamitan terlebih dahulu karena pesawatnya akan lepas landas. Aku memegang tespek yang diberikan dokter tapi ragu untuk memakainya. “Apakah aku benar-benar hamil?”Aku berjalan kembali ke meja dan mau tidak mau, aku menghabiskan makanannya sebelum aku ke toilet. Yang aku pikirkan sekarang, jangan sampai karena keputusan yang aku buat, aku harus me
“Kamu hamil, Alea?” tanya ibu memastikan pertanyaannya.“Iya Bu, aku pun baru tahu ketika perjalanan kemari. Aku bertemu dengan dokter kandungan di Bandara, kebetulan aku mual ketika hendak makan. Aku pikir karena seharian aku belum makan, membuat asam lambungku naik. Namun setelah di tespek, hasilnya positif. Aku hamil, Bu.”Ibu terlihat terkejut, memegang tangan ayah yang ada di sampingnya. Aku tahu, sama halnya dengan ibu. Keputusan ini sangat sulit aku buat. Bercerai berarti aku harus menanggung hidup aku dan anakku sendirian, jika aku tetap bersama dengan mas Farhan, ada seorang bapak bagi anakku, tetapi aku harus mau menerima mas Farhan dengan istri barunya.“Apa yang kamu cari, Alea?” tanya ayah dengan kening yang berkerut. Aku tahu. Dia sedang memikirkan juga nasib kelak jika aku melahirkan nanti.“Ayah, tidak ada lagi yang harus aku kejar dan aku cari. Aku sudah mendapatkan apa yang aku mau. Aku sudah mendapatkan keluarga yang hangat di r
Kak Leo hanya menghembuskan napasnya. “Ceritanya panjang, nanti akan kakak ceritakan setelah pulang kerja, ya? Sekarang aku harus cepat sudah mau telat,” ucapnya sambil melihat pada jam tangannya.“Hm, baiklah. Jangan lupa nanti pulang kerja kemari lagi.” Aku agak sedikit kecewa, tapi pekerjaan kak Leo lebih penting bukan? Jadi rasa penasaran ini aku tunggu hingga sore.“Ayah juga mau berangkat, Bu,” pamit ayah.“Boleh aku ikut, yah?” tanyaku.“Hm, ikutlah!” Ayahku membuka usaha kuliner di sebuah lokasi yang cukup ramai, di pasar besar di kota Solo ini. Walau tempatnya di pasar, tapi orang-orang antri karena sudah dianggap sebagai legend. Ayahku membuka steak dan menu western dengan harga yang terjangkau. Pernah sekali waktu aku dan kak Leo sepakat untuk memindahkan usaha ayah ke sebuah ruko agar terlihat eksklusif, tapi ayah tidak mau. Dia bertahan disini karena para pelanggannya sudah familiar dengan tempatnya.Lokasi ste
“Apa yang kak Leo tahu tentang mas Farhan?” tanyaku ketika aku duduk di kursi teras rumah. Kak Leo sendiri menutup pintu agar tidak diganggu.“Beberapa tahun yang lalu, aku mempunyai teman SMA yang melanjutkan kuliah dan bekerja di Jakarta. Saat itu aku sedang merintis usaha export import, dan ada klien yang mengundangku untuk datang ke Jakarta. Aku tidak mempunyai kenalan siapa-siapa di Jakarta dan aku mengajak temanku ini untuk menemaniku bertemu dengan klien. Akhirnya kami pergi ke suatu tempat dan tempat itu ternyata sebuah club. Orang-orang terbiasa membuat sebuah deal di club dan diakhiri dengan jamuan wanita. Kamu tahu, kan maksudnya? Untuk aku yang hanya seorang anak daerah, buat aku shock. Dan terus terang, itu membuatku muak dan aku membatalkan kerjasama itu. Tentu saja klienku merasa terhina karena aku menolak dan membatalkan kerjasama itu. Karena aku menolak, ada seseorang yang mendengar pembicaraan kami dan dengan gaya marketing yang meyakinkan, dan karena
Pagi hari, aku bangun lebih awal untuk membuat sarapan sekeluarga. Aku sudah memesan tiket pesawat di sore hari. Sekarang waktunya aku untuk menghabiskan waktu yang berharga ini untuk berkumpul dengan ayah dan ibu.“Sayang? Pagi-pagi sudah bangun?” tanya ibu.“Iya, Bu. Alea buat sarapan buat kita. Nanti sore, Alea mau kembali ke Jakarta.”“Apa? Kamu mau pulang sekarang, Nak? Cepat sekali?” tanya ibu dengan rasa kecewa.Aku mematikan semua kompor karena sudah selesai memasak. Aku taruh ke dalam wadah dan menaruhnya di atas meja. Hari ini aku membuat sup untuk sekeluarga.Aku duduk di hadapan ibuku yang tampak mulai sedih hendak aku tinggalkan.“Bu, kemarin sore aku cerita panjang lebar dengan kak Leo. Ada banyak hal yang aku baru tahu mengenai mas Farhan dari kak Leo. Setelah menimbang-nimbang, aku harus bertahan dengan mas Farhan sebelum aku bercerai. Aku ingin hak anakku dipenuhi oleh mas Farhan. Dia harus bertanggung jawab. Aku
“Eh, pak Calvin? Ada disini juga? Shasha mana?” tanyaku kikuk karena ditanya oleh pak Calvin.“Aku memang bekerja disini, bantu ibuku.”“Oh, aku baru ingat, Evan pernah ngomong kalau Bu Kemala pengusaha furniture. Aku gak menyangka kalau toko ini punya keluarga pak Calvin.”Pak Calvin hanya tersenyum melihat aku yang salah tingkah. Rasanya canggung ngobrol hanya berdua, biasanya ada Natasha, putrinya.“Oh yah, apakah si tua bangka itu masih mengganggumu?”“Hehe, gak Pak, dia tidak menggangguku, aku tidak pernah lihat dan jangan sampai aku melihatnya lagi.”Pak Calvin mengangguk-angguk. “Oh yah, mau mencari apa? Mau aku bantu? Kebetulan hari ini ibu lagi ada acara di rumah adikku yang baru nikah, jadi aku yang kontrol toko.“Eh, jadi gak enak nih pak, aku lagi cari beberapa furniture untuk rumah baruku–.”“Oh, gak enak kalo ditemani? Ng, maaf, aku tidak bermaksud … ng, kamu sendirian ….”Aku sendiri
“Baik? Kamu mau dek, kembali ke rumah ibu?” tanya mas Farhan senang, tidak percaya dengan ucapanku.“Baik! Aku menerima nafkah 5 juta dari mas Farhan. Aku sendiri yang akan mencari sendiri rumah kontrakannya!” ucapku dengan lantang.Mas Farhan yang tadinya di atas angin karena aku mau kembali ke rumah ibu tiba-tiba saja raut mukanya berubah tidak senang.“Bukankah mas Farhan akan berlaku adil? Jadi aku akan tinggal di rumah kontrakan juga,” ucapku tidak mau kalah. “Dan … jika dulu aku bekerja ketika mereka membutuhkan aku, sekarang aku akan bekerja full time. Jadi aku sekarang adalah wanita pekerja juga.”“Hahaha … dek, bukannya mas yang meremehkan kamu yang bekerja, tapi bekerja sebagai pencuci piring? Ayolah dek, apa nanti kata orang-orang kalo mas tanya tentang istri mas?”“Ya mas tinggal bilang saja, aku sekarang punya dua istri. Satu istri sah, satu pelakor,” tantangku.Hampir saja tangan mas Farhan melayang ke pipiku jika d
Aku duduk di ruanganku di restoran sambil menggulir layar ponsel. Berita tentang penangkapan Joko Supriono terus muncul di berbagai platform berita online. Ini menjadi pembicaraan hangat di media sosial, dan aku bisa membayangkan betapa kacaunya situasi di pihak Erika dan keluarganya saat ini. Evan baru saja kembali dari honeymoon-nya di Bali. Begitu masuk ke restoran, dia tampak lebih segar dengan senyum santainya yang khas. Aku melihatnya melangkah ke arahku sambil melepaskan kacamata hitam yang masih menggantung di wajahnya. "Hei, bos! Aku kembali," katanya dengan nada riang. "Kau merindukanku?" Aku tersenyum kecil dan mengangkat alis. "Kau hanya pergi seminggu, Evan." "Tapi tetap saja, restoran tanpa aku pasti terasa sepi, kan?" Dia tertawa, lalu menarik kursi di depanku. Namun, senyumnya sedikit memudar saat melihat aku masih sibuk menatap layar ponsel. "Kau kenapa sih? Dari tadi main ponsel terus," tany
Aku menggeleng, mencoba tetap tenang. “Tunggu sebentar, Ratih. Maksudmu, Mas Calvin sudah tahu semua ini sejak awal?” Ratih menatapku dengan ekspresi datar, tapi aku bisa melihat ada sedikit ketegangan di sana. “Aku tidak tahu sejak kapan tepatnya. Tapi beberapa waktu lalu, suamimu menemui Mas Farhan dan menunjukkan bukti bahwa perusahaan yang dikelola mbak Erika sebenarnya mendapat suntikan dana dari seseorang yang mencurigakan. Mas Farhan tidak percaya pada awalnya, tapi setelah diselidiki lebih jauh, ternyata perusahaan Erika hampir bangkrut dan di saat itulah nama mas Joko muncul.” Aku menahan napas. “Jadi, Joko yang menyelamatkan perusahaan Erika?” Ratih mengangguk. “Iya. Dan Mbak tahu sendiri siapa mas Joko, bukan?” Tubuhku membeku. Joko bukan orang baik. Aku tahu itu. Tapi yang lebih mengejutkan adalah keterlibatan Mas Calvin dalam semua ini. Kenapa dia menyelidikinya? “Mbak Alea,” panggil Ratih pelan,
Aku menghela napas sebelum mengangkatnya."Ada apa?" tanyaku datar."Apa yang kamu lakukan kepada Erika, Alea?!" suara Farhan terdengar penuh amarah di seberang sana.Aku mengernyit. "Apa maksud Mas Farhan?""Erika masuk rumah sakit! Dia tiba-tiba stres dan pingsan! Dia bilang ini semua gara-gara kamu!"Aku menggeleng tak percaya. "Dengar, Mas. Aku bahkan tidak bertemu Erika hari ini. Kalau dia merasa bersalah atau tertekan, itu urusannya, bukan salahku.""Jangan pura-pura tidak tahu! Kamu selalu iri dengan kebahagiaan kami, kan?! Makanya kamu sengaja membuat kekacauan!"Aku tertawa sinis. "Kebahagiaan? Mas serius? Dari awal, aku tidak pernah peduli dengan hubungan kalian. Aku sudah lama melupakan semuanya. Jadi kalau Erika merasa bersalah atau takut rahasianya terbongkar, itu bukan urusanku!""Kamu keterlaluan, Alea!" bentaknya lagi.Aku mendengus. "Mas, aku sudah cukup lelah dengan drama kalian. Kalau
Setelah pertemuan tak terduga dengan Ibu Aminah, aku menghela napas panjang, mencoba mengabaikan semua yang baru saja terjadi. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan hal-hal yang tidak penting bagiku lagi. Fokus utamaku saat ini adalah restoran. Aku segera melanjutkan keperluanku di pasar, bertemu dengan beberapa supplier yang selama ini bekerja sama dengan restoranku. Karena Evan sedang cuti menikah, akulah yang harus memastikan semua bahan baku tetap tersedia dengan kualitas terbaik. “Bu Ningsih, seperti biasa, saya pesan ayam fillet dan daging sapi kualitas premium, ya. Kirim ke restoran sore ini.” Bu Ningsih, seorang pemasok daging yang sudah lama bekerja sama denganku, mengangguk sambil mencatat pesananku. “Siap, Mbak Alea. Stok lagi bagus, jadi tenang saja.” Aku melanjutkan ke lapak sayuran, memastikan semua bahan segar yang aku butuhkan tersedia. Setelah semua pesanan sudah diatur, aku mengec
Aku mengerutkan kening dan menatap karyawan yang berbisik padaku. “Tamu?” tanyaku, memastikan aku tidak salah dengar.Karyawan itu mengangguk. “Ya, seorang pria bernama Joko Supriono. Dia bilang ingin bertemu dengan Mbak Alea secara langsung.”Jantungku berdegup lebih cepat. Nama itu bukanlah nama yang ingin kudengar di malam spesial ini. Dengan perasaan waspada, aku melangkah ke arah pintu masuk restoran.Begitu aku keluar, di sana dia berdiri. Joko Supriono, pria paruh baya dengan perut buncit dan senyum yang selalu terasa menjijikkan di mataku. Dia mengenakan kemeja mewah yang sedikit terbuka di bagian atas, seolah ingin menunjukkan kepercayaan dirinya yang berlebihan.“Lama tidak bertemu, Alea,” ucapnya dengan nada yang terdengar akrab, seolah kami adalah teman lama.Aku mengatur napas dan berusaha tetap tenang. “Pak Joko, ada keperluan apa malam-malam begini?” tanyaku dengan nada datar.Dia terkekeh kecil, melirik ke sekelil
Semua orang masih larut dalam kebahagiaan setelah Nadine menerima lamaran Evan. Aku tersenyum puas melihat mereka saling menggenggam tangan dengan mata berbinar. Tapi, kejutan sesungguhnya baru akan dimulai.Aku melirik ke arah mas Calvin yang duduk di sebelahku sambil memangku Shasha. Dia mengangguk kecil, tanda bahwa semuanya sudah siap. Aku pun berdiri dan mengambil mikrofon.“Terima kasih untuk semua yang sudah datang dan menyaksikan lamaran Evan dan Nadine malam ini,” ujarku dengan suara mantap. “Tapi, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan.”Semua mata kini tertuju padaku, termasuk Evan yang menatapku dengan alis berkerut. Aku menarik napas dan melanjutkan, “Setelah berdiskusi dengan keluarga Nadine dan Evan, kami memutuskan untuk mengubah acara malam ini… dari sekadar lamaran menjadi akad nikah.”Ruangan mendadak hening. Aku bisa melihat wajah Evan langsung menegang, matanya melebar karena terkejut. Sementara Nadine, meski tampak terkejut, ti
Aku duduk merenung di dalam ruanganku sendiri. Bagaimana bisa Erika bersama dengan si Joko? Apa yang terjadi dengan mas Farhan? Kenapa sampai Erika mengancam untuk tidak memberitahukan kepada mas Farhan? Apakah itu artinya Erika ada main dengan si Joko? Lalu bagaimana nasib dengan Ratih? Ah… semakin dipikir membuatku semakin penasaran, tapi aku tidak ingin terlibat langsung dalam urusan rumah tangga mereka. Bukankah aku harus fokus dengan kehamilanku? Aku tidak ingin kejadian yang sama terulang kembali. Rasanya menyakitkan jika aku harus mengalami keguguran lagi karena terlibat urusan dengan keluarga mas Farhan. “Ya! Masa bodoh dengan keluarga orang lain! Masih banyak hal yang aku harus pikirkan!” Aku mensugesti diri sendiri untuk tidak lagi terlibat dalam urusan orang lain. *** Beberapa hari berlalu, dan pikiranku tentang Erika serta si Joko perlahan mulai terkubur oleh kesibukan sehari-hari. Aku menyibukkan diri dengan pekerjaanku di re
Aku berdiri kaku, menatap Erika yang jelas sama terkejutnya denganku. Namun, tatapan Erika tetap dingin seperti biasanya. Wanita itu berdiri dengan perut besarnya, tetap angkuh seolah tidak ada yang perlu dijelaskan. Tapi yang membuatku jauh lebih terkejut adalah sosok pria yang berdiri di sampingnya. Joko Supriono. Pria yang selama ini ingin aku hindari... mimpi buruk di masa laluku. Mas Calvin melangkah setengah langkah ke depan, berdiri di depanku seolah menjadi pelindung. Aku bisa merasakan ketegangan di tubuhnya, apalagi saat si Joko menyunggingkan senyum licik yang sangat aku kenal. "Alea... lama tidak bertemu." Suaranya membuat bulu kudukku meremang. Aku menguatkan diri, menatap tajam tanpa menunjukkan sedikit pun rasa takut. "Kamu... kenapa ada di sini?" suaraku terdengar bergetar, tapi aku berusaha tetap tegar. Joko melirik Erika dengan senyum samar. "Aku
"Mas, Evan minta kita bantu buat nyiapin lamarannya, kamu ada ide?" tanyaku sambil melirik mas Calvin yang fokus menyetir.Suamiku menoleh sekilas, bibirnya melengkung tipis."Evan minta bantuan kamu... atau kita?" godanya.Aku mendengus pelan, melipat tangan di dada pura-pura kesal."Ya jelas kita lah, Mas! Masa aku sendiri? Kamu kan jago soal beginian."Mas Calvin terkekeh, tapi aku tahu dia memang senang jika dilibatkan."Hmm..." gumamnya sambil mengetuk-ngetuk setir, seolah berpikir."Kita bisa buat acara kecil di restoran kamu. Gak usah mewah, yang penting intimate dan berkesan."Mataku langsung berbinar, ide itu terdengar sempurna."Kayaknya Nadine tipe yang gak suka hal-hal berlebihan, ya?"Mas Calvin mengangguk kecil."Iya... dan Evan pasti pengen suasana yang sederhana tapi bermakna."Aku tersenyum, membayangkan wajah Evan yang pasti akan gugup di hari lamarannya.