Home / Rumah Tangga / BUKAN MENANTU KAMPUNGAN / Bab 109. Erika dan Joko Supriono

Share

Bab 109. Erika dan Joko Supriono

Author: Jielmom
last update Last Updated: 2025-03-09 11:00:02

Aku berdiri kaku, menatap Erika yang jelas sama terkejutnya denganku. Namun, tatapan Erika tetap dingin seperti biasanya.

Wanita itu berdiri dengan perut besarnya, tetap angkuh seolah tidak ada yang perlu dijelaskan.

Tapi yang membuatku jauh lebih terkejut adalah sosok pria yang berdiri di sampingnya.

Joko Supriono.

Pria yang selama ini ingin aku hindari... mimpi buruk di masa laluku.

Mas Calvin melangkah setengah langkah ke depan, berdiri di depanku seolah menjadi pelindung. Aku bisa merasakan ketegangan di tubuhnya, apalagi saat si Joko menyunggingkan senyum licik yang sangat aku kenal.

"Alea... lama tidak bertemu."

Suaranya membuat bulu kudukku meremang.

Aku menguatkan diri, menatap tajam tanpa menunjukkan sedikit pun rasa takut.

"Kamu... kenapa ada di sini?" suaraku terdengar bergetar, tapi aku berusaha tetap tegar.

Joko melirik Erika dengan senyum samar.

"Aku
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 1. Kedatangan Ibu Aminah

    “Alea!!” Pintu rumah diketuk, membuatku cukup kaget karena ketukannya cukup keras.“Hm, ada apa sih, berisik banget!” geliat mas Farhan yang masih tertidur.“Ibumu datang!”Kulihat jam baru saja pukul enam pagi, tapi ibu Aminah, mertuaku, sudah ada di depan pintu rumah.“Alea! Buka pintunya!” teriaknya lagi.Gegas aku bangun, setengah berlari untuk membuka pintu rumah.“Lama banget sih? Ngapain saja? Baru bangun? Jam segini kok masih aja tidur? Lihat nih ibu baru pulang dari pasar, bawain lontong kari buat Farhan! Ambil mangkuknya!” perintah ibu mertuaku itu sambil menyodorkan kantong kresek berwarna hitam.Aku membawanya ke ruang makan dan membuka bungkusan kresek itu. Hanya ada satu. Ibu mertuaku hanya membeli satu dan itu khusus untuk mas Farhan. Kutuang lontong kari itu dan kutaruh diatas meja untuk sarapan mas Farhan sebelum ke kantor.Mas Farhan setelah tahu ibunya datang, dia langsung ke kamar mandi. “Alea, tolong siapin baju kerja dan bekalku ya,” ucap mas Farhan tersenyum sa

    Last Updated : 2024-12-24
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 2. Uang Bulanan Ibu Mertua

    Kedua orang tuaku dan kakakku, Leo datang ke Jakarta atas undangan ibu Aminah. Mereka menginap hotel karena tempat kostku kecil. Di hotel, aku ceritakan semuanya kepada mereka, perihal mas Farhan yang mau melamarku. “Alea, apa kamu yakin mau menikah dengan Farhan?” tanya ayahku yang tampak ragu-ragu melepaskan aku kepada mas Farhan. “Mas Farhan, orangnya baik, Yah. Walau ibunya terlalu mengatur hidup mas Farhan.” “Yah, kalau Alea mau menikah dengan Farhan, jangan beritahu kalau Ayah itu yang bangun restoran Homy Private Dining. Jangan sampai, mereka manfaatin keluarga kita,” ucap Leo, yang ikut jengkel mendengarku bercerita. “Dengar, nak. Menikah itu perpaduan antara suami dan istri. Sebisa mungkin, hindari pihak ketiga, walaupun itu mertuamu sendiri,” nasihat ibuku. “Aku menikah dengan mas Farhan, bukan dengan keluarganya, Bu.” “Benar apa kata Leo, Alea, ayah hanya berharap kalau Farhan orang yang baik, yang sanggup membahagiakan anak perempuan ayah ini. Kalau kamu menikah

    Last Updated : 2024-12-24
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 3. Dana Kebutuhan Ratih

    “Mbak Alea, boleh Ratih masuk?” tanya Ratih yang tampak kikuk di depanku.Ratih, adik mas Farhan, orangnya pendiam, jarang ngobrol denganku. Seperti memiliki dunia sendiri. Lebih senang dengan ponselnya, daripada berinteraksi dengan banyak orang.“Ada apa?” tanyaku mempersilahkannya masuk.“Mbak, boleh gak aku minta tolong untuk sampaikan kepada mas Farhan kalau minggu depan ada acara kampus di luar kota, Ratih butuh dana sekitar satu juta.”“Satu juta?” tanyaku heran.Ratih mengangguk. Gadis berusia 20 tahun, dengan wajah cantik, pemalu, tiba-tiba saja meminta tolong untuk mengeluarkan dana di luar dana yang sudah aku atur.“Aku harus bicarakan dengan mas Farhan, Ratih. Satu juta bukan uang yang sedikit.”“Ratih tahu, tapi ini penting banget buat acara Ratih di kampus. Kalau Ratih gak ikut, nanti Ratih gak bisa buat laporan presentasi,” ucapnya.“Mbak tahu, tapi uang segitu cukup besar untuk mbak kasih tanpa sepengetahuan mas Farhan. Ratih kirim pesan ke mas Farhan aja yah?” usulku.

    Last Updated : 2024-12-24
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 4. Siapa Wanita itu?

    Perempuan mana yang tidak berpikir aneh-aneh kalau melihat suaminya di dalam mobil dengan seorang wanita yang tidak dia kenal. “Akan aku tanyakan setelah aku tiba di restoran.”Ojek yang aku tumpangi tak terasa sudah sampai di pelataran restoran. Langsung segera aku masuk dan minum segelas air dingin agar pikiranku juga ikut dingin.“Tumben mbak minum kaya orang kehausan begitu?” tanya Evan yang melihatku datang langsung mengambil minum seperti orang yang sedang kesurupan.“Mbak lagi dinginkan hati dan otak, Van,” jawabku sekenanya. Evan hanya meringis mendengar jawabanku.“Oh yah, tadi kiriman barang sudah tiba mbak.”“Ada kendala?” tanyaku kembali fokus dengan persoalan restoran. Aku mengecek semua laporan termasuk persiapan acara untuk yang booking beberapa hari lagi. Persiapan dimulai dari sekarang. Aku sudah mempersiapkan menu dari permintaan klien jadi timku mempersiapkan bahan-bahan hingga pada saat hari H, proses memasak lebih singkat.Tak terasa, aku berada di restoran sudah

    Last Updated : 2024-12-24
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 5. Usulan Promil

    Aku melihat mas Farhan diam-diam karena aku hanya mendengar suaranya saja. Kulihat wajah mas Farhan yang tersenyum-senyum melihat pada layar ponselnya. Aku mendengar suara wanita tapi tidak jelas apa yang mereka bicarakan. Ada keragu-raguan untuk aku mengatakan secara langsung atau diam untuk menanyakan kepadanya ketika kembali ke kamar. Cukup lama aku berpikir, hingga akhirnya aku memutuskan untuk keluar kamar saja.“Ehem!” Aku berdehem, dan mas Farhan pun seperti tidak menyembunyikan sesuatu, tersenyum memanggilku.“Sayang! Kemarilah!” ujar mas Farhan dan aku pun menghampirinya.“Sini! Kenalkan Erika, ini istriku!” Mas Farhan menarikku untuk duduk di dekatnya.“Sayang, ini Erika yang aku ceritakan tadi, dia yang bertemu denganku dan kita meeting di Ayam Goreng lesehan itu loh. Tadi tidak sengaja, aku lihat Instagram, lihat profilnya Erika ini, dan ternyata, dia satu SD denganku! Coba bayangkan, Sayang! Teman SD yang ketemu tidak sengaja karena kerjasama. Jadi aku video call dengann

    Last Updated : 2024-12-24
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 6. Mas Farhan Kemana?

    Ibu mertuaku berteriak di luar rumah memanggil sambil mengetuk-ngetuk pintu rumahku. Kumatikan kompor agar tidak gosong, lalu kubukakan pintu ruang tamu. “Ada apa Bu?”“Hehe, ibu ganggu kamu?”“Gak sih, aku juga dah selesai masak.”“Oh, lagi masak apa?”“Aku masak rendang–.”“Pantas harumnya sampai ke depan rumah.” Ibu mertuaku langsung masuk ke dalam rumah, langsung menuju dapur.“Sepertinya, enak nih. Ibu mau nyicip yah.” Tanpa jawaban dariku, ibu mertua langsung mengambil piring, membuka rice cooker dan menyendok nasinya. Mengambil rendang yang belum sempat aku pindahkan ke dalam piring saji.“Masakan kamu cukup enak loh Alea, tolong bungkuskan juga untuk Ratih ya, supaya dia juga bisa coba,” perintahnya sambil menunjuk rendang yang masih di dalam wajan.Tak kuhiraukan ucapannya, aku duduk di hadapannya langsung mempertanyakan apa maksud kedatangannya, “Ada apa ibu kemari?”“Ibu dengar, Farhan a

    Last Updated : 2025-01-02
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 7. Daging Rendang

    “Maaf ya, Sayang. Mas tadinya sudah bersiap-siap mau pulang. Tiba-tiba saja mas harus lembur. Mas gak sempet ngabarin kamu karena ini atasan bos langsung yang perintah. Mau gak mau, ponsel mas silent supaya tidak ada yang mengganggu. Niatnya, mas ingin selesaikan pekerjaan secepatnya dan ngabarin kamu, tapi ponsel mas habis batrenya dan waktu pulang, ban mobil mas ketusuk paku di jalan, jadi harus cari-cari tambal ban. Kamu sendiri tahu bukan, jalanan di kota Jakarta ini gak benar? Ada aja orang yang sengaja naruh paku hanya untuk bisa mendapatkan uang? Alhasil, mas harus ngeluarin 500 ribu buat benerin ban mobil mas,” keluh mas Farhan. “Memang yah, hari sial tidak ada di kalender,” lanjutnya.“Aku sampai khawatir mas ada apa-apa. Mana mas gak biasanya pulang larut seperti ini ….”Mas Farhan tersenyum, mendatangiku dan mengecup keningku. “Maaf ya, Sayang.”“Mas sudah makan?” tanyaku.“Sudah. Mas sudah kenyang. Tadi mas makan waktu nungguin tambal

    Last Updated : 2025-01-02
  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 8. Budget Sepuluh Ribu

    “Sepuluh ribu? Astaghfirullah!” Aku tidak habis pikir bagaimana bisa harga bahan pokok yang lagi naik-naiknya ini ibu mertuaku gak tahu? Apalagi dengan menu rendang daging sapi.“Maaf Bu, kalau budgetnya per dus sepuluh ribu, gak masuk. Daging sapi saja perkilo sudah diatas seratus ribu. Belum nasi dan menu sampingan,” jawabku.“Yah pokoknya kamu atur saja. Uangnya nanti ibu berikan pada saat pulang dari pasar.”Hm, dengan modal 200 ribu, ibu mertuaku ingin mendapatkan nasi kotak dengan daging rendang. Ingin sekali mengerjai ibu mertua, tapi kalau menyangkut orang lain aku merasa kasihan juga. “Baiklah,” jawabku. Besok aku buatkan saja menu sesuai dengan budget saja, aku tersenyum.Jam 10, biasanya ibu mertuaku pulang dari pasar dan mampir ke tempatku. Hari ini aku sengaja tidak masak, karena aku harus berhemat. Aku tidak mau masakanku dibawa ibu dengan alasan untuk dicicipi Ratih juga.“Alea!!” teriak ibu yang sudah ada di depa

    Last Updated : 2025-01-03

Latest chapter

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 109. Erika dan Joko Supriono

    Aku berdiri kaku, menatap Erika yang jelas sama terkejutnya denganku. Namun, tatapan Erika tetap dingin seperti biasanya. Wanita itu berdiri dengan perut besarnya, tetap angkuh seolah tidak ada yang perlu dijelaskan. Tapi yang membuatku jauh lebih terkejut adalah sosok pria yang berdiri di sampingnya. Joko Supriono. Pria yang selama ini ingin aku hindari... mimpi buruk di masa laluku. Mas Calvin melangkah setengah langkah ke depan, berdiri di depanku seolah menjadi pelindung. Aku bisa merasakan ketegangan di tubuhnya, apalagi saat si Joko menyunggingkan senyum licik yang sangat aku kenal. "Alea... lama tidak bertemu." Suaranya membuat bulu kudukku meremang. Aku menguatkan diri, menatap tajam tanpa menunjukkan sedikit pun rasa takut. "Kamu... kenapa ada di sini?" suaraku terdengar bergetar, tapi aku berusaha tetap tegar. Joko melirik Erika dengan senyum samar. "Aku

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 108. Membahas Lamaran

    "Mas, Evan minta kita bantu buat nyiapin lamarannya, kamu ada ide?" tanyaku sambil melirik mas Calvin yang fokus menyetir.Suamiku menoleh sekilas, bibirnya melengkung tipis."Evan minta bantuan kamu... atau kita?" godanya.Aku mendengus pelan, melipat tangan di dada pura-pura kesal."Ya jelas kita lah, Mas! Masa aku sendiri? Kamu kan jago soal beginian."Mas Calvin terkekeh, tapi aku tahu dia memang senang jika dilibatkan."Hmm..." gumamnya sambil mengetuk-ngetuk setir, seolah berpikir."Kita bisa buat acara kecil di restoran kamu. Gak usah mewah, yang penting intimate dan berkesan."Mataku langsung berbinar, ide itu terdengar sempurna."Kayaknya Nadine tipe yang gak suka hal-hal berlebihan, ya?"Mas Calvin mengangguk kecil."Iya... dan Evan pasti pengen suasana yang sederhana tapi bermakna."Aku tersenyum, membayangkan wajah Evan yang pasti akan gugup di hari lamarannya.

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 107. Evan Jatuh Cinta

    Pagi itu, aku melangkah masuk ke restoran dengan perasaan campur aduk. Satu sisi aku penasaran, tapi di sisi lain aku sedikit khawatir dengan kejutan yang Evan janjikan.Mataku langsung menangkap sosok Evan yang berdiri di balik meja pantry dengan senyum penuh arti. Dia melambai ke arahku.“Tumben semangat banget pagi ini,” aku membuka percakapan sambil melepas tas kecilku.Evan hanya tersenyum misterius, sambil menata gelas-gelas di atas meja."Aku kan memang selalu semangat kalau ada Mbak Alea."Aku meliriknya tajam."Jangan bercanda, Evan. Aku sudah punya suami, ingat?"Evan tertawa pelan, lalu berbalik menghadapku."Waktu akan segera membuktikan, aku sudah benar-benar move on."Aku memiringkan kepala, bingung dengan nada bicaranya."Kejutan itu... siapa sih yang mau kamu kenalin?"Evan melirik jam tangannya, seolah-olah menghitung waktu."Nanti juga Mbak tahu sendiri. Aku

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 106. Putri Lagi

    Tanganku gemetar saat mengetik balasan. Aku tahu, kalau aku diam saja, maka Putri akan memutarbalikkan segalanya.“Aku di kafe, barusan bertemu Chef Hengki. Dia pamit mau pindah ke Jepang.”Tidak sampai satu menit, mas Calvin langsung membalas.“Kenapa nggak kasih tahu aku dari awal? Kenapa kamu nggak bilang mau ketemu dia?”Aku menggigit bibir. Memang aku salah karena tidak bilang sebelumnya. Tapi aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu Chef Hengki hari ini.“Aku juga nggak rencana ketemu, dia tiba-tiba hubungi aku dan ingin pamit…”Pesan mas Calvin tidak langsung dibalas. Hatiku semakin gelisah. Aku menatap layar, menunggu hingga akhirnya ponselku bergetar.“Oke, aku percaya kamu. Pulang sekarang, jangan berlama-lama di luar.”Aku menarik napas lega.Ya Tuhan... aku bersyukur Calvin masih mempercayaiku.Aku berusaha menenangkan diriku setelah membalas pesan Calvin. Baru saja aku hendak berdir

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 105. Pertemuan Terakhir

    Setelah beberapa detik hening, Evan akhirnya berkata, "Kalau itu keputusanmu, semoga beruntung."Nada suaranya datar. Aku bisa merasakan ada sesuatu yang ditahannya, tapi Amanda terlalu tenggelam dalam obsesinya untuk menyadarinya."Terima kasih, Evan! Aku janji akan menghubungi kalian setelah sampai di sana!" katanya dengan senyum lebar, lalu melambaikan tangan dan keluar ruangan.Aku hanya bisa membalas senyumnya samar. Di dalam hatiku, aku tahu ini bukan keputusan yang baik. Tapi ini hidup Amanda, dan aku tidak bisa menghentikannya.Aku baru saja selesai berbincang dengan Evan ketika ponselku bergetar di dalam saku. Aku mengambilnya dan melihat nama yang muncul di layar—Chef Hengki.Alisku berkerut. Kenapa dia menghubungiku? Dengan ragu, aku membuka pesan darinya.“Alea, aku ingin bertemu. Bisa kita bicara berdua?”Aku menelan ludah. Setelah semua yang terjadi, aku tidak menyangka dia masih ingin bertemu denganku.

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 104. Kedatangan Amanda

    Evan menarik napas dalam, lalu berkata, "Restoran baru Chef Hengki yang rencananya akan buka sebentar lagi… tiba-tiba akan dijual.”Aku mengerutkan kening mendengar ucapan Evan."Restoran Chef Hengki akan dijual?" tanyaku, berusaha memastikan aku tidak salah dengar.Evan mengangguk. "Iya, padahal restorannya belum sempat dibuka."Aku menarik napas dalam. Aku tidak ingin lagi ada urusan dengan Chef Hengki, terutama setelah masalah Amanda. Aku sudah bertekad untuk menjauh darinya."Kenapa kamu memberitahuku soal ini?" tanyaku akhirnya.Evan menatapku sejenak sebelum menjawab. "Karena ini kesempatan besar, mbak Alea. Restoran itu lokasinya strategis, dan konsepnya sudah matang. Aku tahu kamu dan mas Calvin punya visi besar untuk bisnis kuliner kalian."Aku menggeleng cepat. "Aku tidak tertarik. Aku tidak ingin terlibat dalam urusan Chef Hengki lagi."Evan tampak terkejut dengan reaksiku. "Tapi ini soal bisnis, buka

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 103. Olahraga

    Shasha berdiri di ambang pintu dengan boneka favoritnya di tangan, matanya berbinar penuh semangat."Sayang, sudah larut malam. Kenapa tiba-tiba mau tidur di sini?" tanyaku, mencoba menenangkan diri."Shasha mau tidur sama adik! Kan adik masih di perut Mama, jadi Shasha harus jagain adik dari sekarang!" katanya polos.Aku dan Calvin saling berpandangan. Aku melihat Calvin berusaha menahan senyum geli."Tapi, sayang, adik masih kecil sekali di dalam perut Mama. Dia belum bisa merasakan kalau kamu tidur di sini," ucap mas Calvin lembut, membujuknya."Tapi Shasha mau nemenin! Kalau nggak, adik kesepian," protesnya, mengerucutkan bibirnya.Aku tertawa kecil dan mengusap rambutnya dengan lembut. "Baiklah, kalau begitu, malam ini kamu bisa tidur di sini."Shasha langsung tersenyum lebar, lalu berbaring di tengah-tengah kami sambil memeluk bonekanya erat-erat. Tapi sebelum dia memejamkan mata,

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 102 Kehebohan di Malam Hari

    Aku bisa merasakan detak jantungku semakin cepat. Mas Calvin menggenggam tanganku dan tersenyum, lalu berkata dengan suara mantap, “Mama, Alea hamil.” Sejenak, tidak ada suara di seberang sana. Lalu, terdengar helaan napas kaget, disusul suara penuh kebahagiaan. “Benarkah? Ya Tuhan, Calvin! Mama senang sekali!” Aku bisa mendengar suara Mama Calvin yang jelas-jelas penuh dengan emosi bahagia. “Alea sayang, selamat ya, Nak! Kamu baik-baik saja? Kamu sehat?” tanyanya padaku. Aku tersenyum dan menjawab, “Iya, Ma. Aku baik-baik saja, hanya sedikit mual-mual.” “Itu wajar, Sayang. Mama senang sekali akhirnya keluarga kecil kalian bertambah. Mama harus segera ke sana! Aku ingin melihat kalian!” Aku melirik mas Calvin, meminta pendapatnya. Dia hanya mengangkat bahu dan tersenyum. “Tentu, Ma. Kami juga ingin Mama di sini.” “Kalau begitu, Mama akan segera mengatur jadwal. Kalian jaga diri baik-baik, terut

  • BUKAN MENANTU KAMPUNGAN   Bab 101 Berita Penting

    Tak lama kemudian, mas Calvin kembali dengan sebuah kantong plastik kecil di tangannya. Ia tampak sedikit kehabisan napas, seolah berlari agar bisa cepat kembali ke sisiku. "Aku sudah beli," katanya, menyerahkan test pack kepadaku. Aku mengambilnya dengan tangan sedikit gemetar. Mas Calvin langsung duduk di sampingku, menggenggam jemariku erat. "Aku temani, ya?" tanyanya lembut. Aku mengangguk pelan. "Oke." Dengan langkah hati-hati, aku menuju kamar mandi. Mas Calvin menunggu di depan pintu, sesekali mengetuk pelan untuk memastikan aku baik-baik saja. Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, aku keluar dengan test pack di tanganku. Kami duduk di tepi ranjang bersama, menunggu hasilnya. Calvin menggenggam tanganku erat, jempolnya mengusap punggung tanganku dengan lembut. "Apa pun hasilnya, aku ada di sini," bisiknya. Hatiku berdebar kencang. Aku menatap test pack itu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status