Pagi hari, aku bangun lebih awal untuk membuat sarapan sekeluarga. Aku sudah memesan tiket pesawat di sore hari. Sekarang waktunya aku untuk menghabiskan waktu yang berharga ini untuk berkumpul dengan ayah dan ibu.“Sayang? Pagi-pagi sudah bangun?” tanya ibu.“Iya, Bu. Alea buat sarapan buat kita. Nanti sore, Alea mau kembali ke Jakarta.”“Apa? Kamu mau pulang sekarang, Nak? Cepat sekali?” tanya ibu dengan rasa kecewa.Aku mematikan semua kompor karena sudah selesai memasak. Aku taruh ke dalam wadah dan menaruhnya di atas meja. Hari ini aku membuat sup untuk sekeluarga.Aku duduk di hadapan ibuku yang tampak mulai sedih hendak aku tinggalkan.“Bu, kemarin sore aku cerita panjang lebar dengan kak Leo. Ada banyak hal yang aku baru tahu mengenai mas Farhan dari kak Leo. Setelah menimbang-nimbang, aku harus bertahan dengan mas Farhan sebelum aku bercerai. Aku ingin hak anakku dipenuhi oleh mas Farhan. Dia harus bertanggung jawab. Aku
“Eh, pak Calvin? Ada disini juga? Shasha mana?” tanyaku kikuk karena ditanya oleh pak Calvin.“Aku memang bekerja disini, bantu ibuku.”“Oh, aku baru ingat, Evan pernah ngomong kalau Bu Kemala pengusaha furniture. Aku gak menyangka kalau toko ini punya keluarga pak Calvin.”Pak Calvin hanya tersenyum melihat aku yang salah tingkah. Rasanya canggung ngobrol hanya berdua, biasanya ada Natasha, putrinya.“Oh yah, apakah si tua bangka itu masih mengganggumu?”“Hehe, gak Pak, dia tidak menggangguku, aku tidak pernah lihat dan jangan sampai aku melihatnya lagi.”Pak Calvin mengangguk-angguk. “Oh yah, mau mencari apa? Mau aku bantu? Kebetulan hari ini ibu lagi ada acara di rumah adikku yang baru nikah, jadi aku yang kontrol toko.“Eh, jadi gak enak nih pak, aku lagi cari beberapa furniture untuk rumah baruku–.”“Oh, gak enak kalo ditemani? Ng, maaf, aku tidak bermaksud … ng, kamu sendirian ….”Aku sendiri
“Baik? Kamu mau dek, kembali ke rumah ibu?” tanya mas Farhan senang, tidak percaya dengan ucapanku.“Baik! Aku menerima nafkah 5 juta dari mas Farhan. Aku sendiri yang akan mencari sendiri rumah kontrakannya!” ucapku dengan lantang.Mas Farhan yang tadinya di atas angin karena aku mau kembali ke rumah ibu tiba-tiba saja raut mukanya berubah tidak senang.“Bukankah mas Farhan akan berlaku adil? Jadi aku akan tinggal di rumah kontrakan juga,” ucapku tidak mau kalah. “Dan … jika dulu aku bekerja ketika mereka membutuhkan aku, sekarang aku akan bekerja full time. Jadi aku sekarang adalah wanita pekerja juga.”“Hahaha … dek, bukannya mas yang meremehkan kamu yang bekerja, tapi bekerja sebagai pencuci piring? Ayolah dek, apa nanti kata orang-orang kalo mas tanya tentang istri mas?”“Ya mas tinggal bilang saja, aku sekarang punya dua istri. Satu istri sah, satu pelakor,” tantangku.Hampir saja tangan mas Farhan melayang ke pipiku jika d
Aku menunggu mas Farhan yang datang ingin menemui aku. Dua puluh menit berlalu, tapi mas Farhan dengan kebiasaannya mengaret. Sudah beberapa kali mas Farhan selalu ngaret jika janji.Akhirnya setelah hampir 45 menit ada mobil yang masuk ke carport dan dengan suara klaksonnya, mas Farhan keluar dari mobil dan Erika juga ikut dengannya.Erika dengan manjanya menggandeng mas Farhan dan melihat sekeliling rumahku yang baru.“Mas, ini benar rumah kontrakan? Kok mba Alea bisa sih dapetin rumah kontrakan yang baru ini?” ucap Erika ketika memasuki teras rumahku ini.“Tanya saja langsung sama Alea!” ujar mas Farhan sambil mendongak kepalanya kepadaku.“Kamu daripada bisa dapat rumah kontrakan ini?” tanya mas Farhan.“Dari bos tempat kerjaku. Dia yang menunjukkan rumah ini untuk aku bisa kontrak.”Tanpa menghiraukan aku, mas Farhan dan Erika langsung masuk ke dalam rumah sambil melihat-lihat. Memang belum banyak perabotan, tapi Er
Aku menghampiri Natasha, mobil pun melewati Natasha. Aku melihat di seberang Natasha nangis menjerit dan gadis muda yang mengikutinya berlutut.“Sha!” teriakku.“Gak apa-apa kok Bu, tadi Shasha lihat ibu dan manggil-manggil lalu langsung lari. Saya lihat ada mobil lewat, jadi saya tarik Shasha biar gak ketabrak, Shasha kaget dan terjatuh,” jelasnya.“Shasha? Ada yang sakit?” tanyaku berjongkok melihat keadaan Natasha.“Lututnya sakit, ma!” ucap dari bibir mungil Natasha. Aku tersenyum melihatnya menangis, sebenarnya patut disyukuri karena tidak terjadi hal-hal yang lebih parah. Kugendong Natasha dan membawanya ke dalam rumah.“Ini rumah mama Alea?” tanya Natasha ketika masuk ke dalam rumah.“Iya, ini rumah Tante.” Aku menekankan nama tante pada Natasha, karena aku bukan ibunya, tapi justru gadis muda yang tampak berseragam itu sepertinya baby sitternya, memandangku dengan aneh. Mungkin dia bertanya aku ini mamanya Alea atau bukan
Aku hampir saja akan menjambak rambut Putri lagi kalau tidak di tarik tubuh Putri dariku.“Berhenti!” teriak pria yang ada di belakang Putri, pak Calvin.“Mas, dia menjambak rambutku!” ucap Putri sambil menggandeng lengan pak Calvin dengan manjanya.Aku terdiam, karena aku memang sedang ingin menjambak rambutnya, namun sayang keburu ditarik sama pak Calvin. Rasanya geregetan banget seenaknya saja menampar pipiku. Shasha yang ditarik Yuli, melepaskan diri lalu kembali memelukku dengan erat. “Mama Putri jahat!” teriaknya.Pak Calvin dan Putri kaget, anak mereka, Shasha, berteriak bahkan memeluk kakiku. “Sayang, mama pulang. Mama kangen Sayang …,” ucapnya dengan nada yang bergetar ingin menangis.“Mama jahat! Shasha gak mau sama mama!” teriak Shasha kembali.“Lihat, Mas! Perempuan ini deketin Shasha supaya Shasha menjauhiku! Aku ini mamanya, Mas! Aku memang bersalah padamu, tapi aku ini ibunya! Ibu kandungny
“Shasha demam, dan dia memanggil-manggil namamu terus. Biar aku menemui suamimu agar aku bisa meminta izin kepadanya.”“Suamiku sedang tidak ada dirumah,” ucapku perlahan.“Kalau begitu, apakah kamu bisa ikut dulu sebentar ke rumahku? Nanti akan aku ceritakan di jalan.” Pak Calvin menawariku mobil yang terparkir di pinggir jalan.“Haruskah aku ikut? Sebenarnya ini bukan tanggung jawabku untuk menemani Shasha,” gumamku dalam hati. Sedangkan pak Calvin tampak cemas menunggu jawabanku.“Baiklah, aku akan ikut.” Kututup pintu dan kukunci pintu rumah. Aku naik ke mobil pak Calvin dan duduk di depan. Rasanya canggung duduk di mobil berdua dengan pak Calvin. Entah kenapa sering banget bertemu dengan tidak sengaja. Sekarang malah rumah kami bertetangga. Ingin aku menanyakan tentang Shasha, tapi aku urungkan karena rumahnya dekat hanya hitungan beberapa menit saja sampai.“Sudah sampai,” ucap pak Calvin membuka pintu mobilnya. Aku pun segera turun
Mas Farhan menyeret lenganku hingga nyaris aku terjatuh karena kaget. Pak Calvin pun menyadari kedatangan mas Farhan langsung segera turun. Mungkin ingin menjelaskan apa yang terjadi padaku hingga aku pulang pagi. Namun yang terjadi, diluar perkiraanku. Mas Farhan langsung melayangkan pukulannya ke muka pak Calvin.“Mas Farhan!”Aku berteriak karena mas Farhan nyaris menghantam muka pak Calvin dengan pukulannya, untung saja pak Calvin reflek menghindar. Menyadari pak Calvin bisa menghindari pukulannya, mas Farhan semakin emosi. Dia kembali menyeret tanganku.“Ingat, Dek! Kamu itu masih sah istri aku! Apa kata orang kalau istri aku pulang pagi diantar oleh pria yang bukan suaminya!” Bentak mas Farhan dengan suara kerasnya sambil menunjuk-nunjuk mukaku.“Maaf, mas, boleh saya jelaskan kenapa Alea bisa pulang pagi?” sela pak Calvin.Mas Farhan menatap pak Calvin dengan rasa tidak nyaman. Secara dari postur tubuh saja berbeda jauh. Pak C
“Apa? Harta gono gini? Apa mas gak tahu apa itu harga gono gini?” tanyaku dengan emosi.“Tentu saja! Apa yang menjadi kekayaan setelah kita menikah akan menjadi milik kita berdua! Jadi, akan mas gugat restoran itu untuk dibagi 2 sebagai harta gono gini! Tidak hanya restoran! Tapi rumah yang kamu tempati sekarang ini, Alea! Aku tahu, ini bukan rumah kontrakan, tapi rumahmu … atau rumah simpanan dari lelaki yang menolongmu di restoran?” tanya mas Farhan dengan sinis dan mengejek.Entah kenapa pertanyaannya mas Farhan membuatku semakin emosi, tiba-tiba saja tangan ini sudah melayang di pipi mas Farhan. “Jaga ucapanmu, mas Farhan!”Mas Farhan kaget, aku berani menamparnya. Dengan mata melotot dan menunjuk kepadaku terlihat dirinya mempunyai rasa dendam padaku. “Ingat Alea, aku akan mencatatnya hal ini! Kamu sudah melakukan kdrt pada suamimu ini! Aku akan membuat laporan!” ucap mas Farhan dan dia pergi begitu saja menggunakan mobilnya.
Aku melihat ke belakang ke arah sumber suara dan melihat Putri sedang menenteng tas belanjaan keluar dari mall dan menghardik kami yang sedang duduk membelakanginya.Pak Calvin berdiri untuk mencegah amukan Putri untuk mengangguku. Segera saja dia menyeret putri agak jauh ke tempat parkir mobil untuk berbicara berdua dengan pak Calvin. Aku hanya bisa memandanginya, aku tidak tahu apa yang dibicarakan mereka, tapi aku tahu raut muka Putri yang tidak suka denganku. Mungkin sekarang dia semakin membenciku karena aku kedapatan duduk berdekatan dengan pak Calvin.“Astagfirullah … astaghfirullah …” Aku hanya bisa beristighfar, sepertinya kejadian tiba-tiba begini bisa membuat jantungku lemah.Setelah cukup lama aku memperhatikan pak Calvin dan Putri, akhirnya Putri pergi meninggalkan pak Calvin dengan tergesa-gesa. Sedangkan pak Calvin hanya menyugar rambutnya dan dengan lesu kembali ke restoran.Sesampainya pak Calvin di mejaku ini, menu makanan pun su
“Siapa ini?” tanyaku pada orang yang mengirimkan pesan kepadaku.“Maaf, aku Calvin. Kita memang belum sempat bertukar nomor telepon. Jadi aku meminta nomor telepon kamu dari Leo.”“Oh ternyata pak Calvin.” Tanganku sampai bergetar karena dikirimi pesan, tapi aku harus menjaga imageku di depannya bukan?“Maaf pak. Saya tidak tahu, karena saya tidak sembarangan memberikan nomor telepon saya pada orang lain,” jawabku. Tahu kan, sekarang ini banyak banget penipuan yang memakai nomor telepon, tahu-tahu di hack dan dikuras rekening mobile kita.“Tidak apa-apa, kamu siap-siap saja dulu. Aku sedang menunggu Shasha selesai diikat rambutnya.”Aku geli mendengar pak Calvin yang selalu bercerita mengenai anaknya. Sekarang aku membayangkan rambut Shasha diikat, tapi sampai rumah sakit pasti dilepas semua oleh tangan jahil Shasha.“Tapi saya ada sopir, pak Daman,” balasku, tapi tidak dijawab lagi. Mungkin mereka sudah dalam perjalanan ke rumah
“Hei, ini rumah sakit Van! Gak boleh berisik!” hardikku ketika melihat Evan masuk dengan tergopoh-gopoh.“Gimana mbak Alea gak bikin panik? Sopirmu datang-datang ke resto cariin kamu, mbak. Aku kira mantanmu itu udah nyulik mbak, apalagi malam kemarin mereka dipermalukan. Ditambah aku dapat info kalau mbak keguguran, ya Allah.” Evan menghampiriku, membawakan berbagai macam buah-buahan. “Tadinya aku mau datang lebih awal setelah tahu mbak masuk rumah sakit. Aku jadi ikutan panik. Mana ini hari Sabtu, hari kedua acara event kita ini. Jadi aku selesaikan dulu urusan resto, aku minta bantuan Amanda buat nanganin, setelah semua beres, baru aku bisa kemari.”“Maafin mbak ya, udah bikin kamu panik,” sesalku. Tadinya aku pun berniat untuk pergi ke restoran. Aku ingin melihat perkembangan event ini.“Mbak, gak cuma aku kali, semua tim kita pada panik mbak masuk rumah sakit! Huff! Kenapa sih mbak bisa seperti ini?” Evan menarik kursi, membawanya dekat
“Apa maksud pak Calvin mengerlingkan mata? Apa dia mulai menjadi pria mes*um?” Tak habis pikir diriku. Tindakannya membuat aku menjadi salah tingkah, ada rasa senang diperhatikan, tapi kalau terlalu berlebih? Hah! Sudahlah, sebaiknya aku tidak perlu memikirkan pak Calvin.“Tante!!!” teriak Shasha yang di gendong pak Calvin masuk ke ruang perawatan.“Astaga! Aku sudah berpikir aneh-aneh, ternyata pak Calvin datang membawa Shasha! Betapa geernya aku!” batinku.“Tante sudah sembuh? Tadi Shasha lihat Tante penuh dengan darah. Shasha nangis takut Tante kenapa-napa. Sekarang Tante sudah sembuh?” tanya Shasha memastikan.Aku tersenyum dan mengangguk. “Tante sudah sembuh, sayang!” ucapku sambil merenggangkan tanganku untuk memeluk gadis kecil di depanku ini. Langsung saja Shasha melepaskan diri dari gendongannya papanya dan menghambur ke pelukanku.“Terima kasih, Sayang. Karena Shasha yang sudah menemukan Tante sakit di rumah. Andai jika Sha
Aku bermimpi di sebuah taman yang sangat indah. Banyak pohon yang rindang dan bunga-bunga berwarna-warni harum semerbak. Di samping sisiku ada sungai yang airnya jernih sekali, meminumnya pasti akan terasa segar kembali. Tempat itu sungguh menyenangkan. Tidak ada kesedihan, kesakitan, membuatku ingin tersenyum dan tertawa. Bahagia sekali. Aku mencoba berjalan mengikuti aliran sungai hingga tiba-tiba aku mendengar seorang bayi menangis. Aku menghentikan sejenak langkahku dan berusaha untuk mencari dimana sumber suara itu. Aku melihat sebuah keranjang dari rotan mengapung diatas air, dan sumber bayi menangis itu berasal dari atas keranjang rotan itu. Aku berusaha mencari ranting untuk menggapai keranjang rotan itu. Aku merasa kasihan dengan bayi yang menangis itu. Siapa yang tega membuangnya.Aku berusaha untuk menggapainya, tapi terlalu sulit. Aku mencoba masuk tapi aku merasakan sesuatu yang aneh. Aku tidak bisa menginjak dasar sungai wala
“Kak! Aku masih dalam proses perceraian, kakak malah jodoh-jodohin! Hatiku saja sedang galau tidak menentu.”“Kamu benar, urus dulu saja perceraian kamu dengan si Farhan itu. Setidaknya buat dirimu sendiri bahagia.”“Yah benar, hatiku sendiri harus bahagia. Baru bisa membuka hatiku untuk orang lain,” keluhku.“Hahaha, Alea, ingat ketika kamu sedang bermasalah, jangan selesaikan dengan caramu sendiri, Kamu tidak akan kuat, tapi, serahkan seluruh masalahmu kepada Tuhan, maka pada saat kamu sujud, kamu diberikan ketenangan, jalan pikiran yang tadinya buntu pasti akan menemukan jalannya.” “Bener yang kamu bilang kak! Aku bodoh sekali, aku terus-terusan bersedih. Karena aku pikir bisa melegakan aku, tapi malah justru ingin berdiam diri terus dan gak mau ngapa-ngapain.”“Bersedih boleh, tapi harus melihat masa depan. Yuk bangkit! Oh yah, mengenai orang yang menguntitmu setiap hari, aku sudah mendapatkan orang
“Dek, mas minta maaf, mas janji gak akan ngeluarin kata-kata yang gak pantas,” mohon mas Farhan.“Untuk apa mas minta maaf? Apa karena aku pemilik restoran ini, jadi mas Farhan berubah menjadi baik? Maaf mas Farhan, hubungan kita sudah berakhir sejak mas Farhan sendiri berkata cerai, aku hanya bisa berkata, ‘alhamdulilah’,” ucapku meninggalkan mas Farhan. Pak Daman pun sudah melihat ke arahku untuk mengantarkan aku pulang kembali ke rumah.“Dek, Dek!! Mas minta maaf, Dek!” teriak mas Farhan sambil menangis mengejar mobilku.“Itu gak apa-apa dibiarkan, Non?” tanya pak Daman.“Dia sudah mantan pak. Ingin balikan karena tahu saya yang punya restoran ini. Kalau saya hanya cuma tukang cuci piring, dia dan keluarganya menginjak-injak saya, pak. Makanya biarkan saja dia seperti itu,” ucapku acuh.“Oh, gitu ceritanya.” Pak Daman tidak lagi berani bertanya apapun, mungkin terlalu sensitif untuk dibicarakan. Berbeda jika dia adalah bagian dari
“Jadi maksud ibu, pelayan kami yang ceroboh hingga harus dipecat?” tanya Evan kepada Erika.“Tentu saja! Bukankah kalau ada yang merugikan harus segera disingkirkan?” Erika balik bertanya.“Maksud kamu apa? Apa perlu kita buka CCTV disini?” tanyaku langsung kepada Erika. Pertanyaanku membuat Erika tertawa.“Hahaha, lihat, pelayanmu ini! Bahkan tidak ada sopan santunnya kepada pelanggan. Kenapa sih tidak dipecat saja? tanya Erika ngotot.“Tentu saja saya tidak bisa memecatnya,” ucap Evan.“Kenapa? Emangnya dia yang punya restoran ini?” ejek Erika.“Tentu saja!” jawab Evan kemudian melipat tangan di depan dadanya.“Cih! Mana ada tukang cuci piring pemilik restoran ini?” Kembali Erika menyerang.“Kata siapa mbak Alea ini tukang cuci piring? Dia penanggung jawab dan pemilik restoran ini!” jawab Evan dengan tegas.Seketika itu pula, para pengunjung mulai berbisik-bisik, ada yang mulai merekam kejadian ini de