Pov VirzaSelepas menemani Belle tidur di kasur box nya, Adam menghampiri Sezan yang sedang menghitung pengeluaran kafe. Ia terlihat sibuk melihat tablet dan menuliskan deretan angka di sofa lantai dua.“Sezan?"Sezan mengangkat kepalanya, “Eh, mas? Belle udah tidur?”Adam mengangguk. Ia duduk dihadapan Sezan, “Beneran deh kalo kamu mau pulang, kamu pulang aja besok.”“Mas, suster Ruth ‘kan belum balik lagi kesini.”“Besok saya gak kerja, jadi bisa handel Belle sendiri.”Sezan merapikan kertas-kertas yang berantakkan, “Mas, maaf kalo mas kurang nyaman sama keberadaan aku disini. Aku juga minta maaf soal kelancangan aku tadi siang.”Adam bangkit, “Udah malem, kamu istirahat. Saya ke bawah dulu.”Adam bertolak ke dapur dan membaut dua kopi hitam untuknya dan Virza yang sedang membuat laporan pasien di belakang rumah menghadap kolam renang. Ia berjalan pelan membawa dua gelas panas.“Za, ambil.”Virza yang duduk bersila di kursi pantai kayu bergegas menghampiri Adam dan menga
Mario menyimpan beberapa box makanan untuk sarapan Alma. Orangnya masih mandi, mungkin sedang berendam karena tidak terdengar kucuran air shower. Mario sibuk menyiapkan perlengkapan kerjanya, ia juga sudah siap dan rapi memakai kemeja kerja dan duduk menunggu Alma sambil menonton berita di televisi.Ceklek. Alma keluar dari kamar mandi. Matanya sedikit sembab.“Sayang, sarapan dulu yuk. Aku harus ke kantor sekarang karena ada rapat.”Alma mengangguk. Ia duduk disamping Mario. Meski terlihat sangat kentara, Mario tidak menanyakan apakah Alma habis menangis. Ia tidak mau membuatnya semakin sedih.“Ini sambelnya.” Mario memberikan plastik sambil ke arah Alma.“Iya.”“Kalo kamu mau jalan-jalan atau belanja boleh kok.”Alma menoleh, “Beneran boleh?”Mario mengangguk, “Bentar aku transfer dulu ya.”Alma hanya menatap Mario datar. Ia tahu keluarga mantan pacarnya sudah sangat kaya sekarang, tapi ia tidak tahu Mario akan sebaik ini sehingga akan memberikannya uang untuk jalan-jalan
Alma duduk tenang di sofa ketika jam dinding menunjukkan pukul 12.10 WIB. Ia menunggu Mario yang mungkin masih di jalan. Hatinya yang nyeri karena kecewa berubah nyeri karena benci. Ia mengingat dengan jelas Adam mengatakan tidak mentoleransi perselingkuhan dalam rumah tangga mereka, tapi nyatanya ia sendiri yang melanggar itu. Dan perselingkuhan itu dilakukannya dengan salah satu sahabatnya. Sungguh kotor dan menjijikkan.Pantas saja Adam tidak lagi mengiriminya pesan. Ternyata ia sudah menemukan orang baru untuk melampiaskan nafsunya yang besar. “Sayang, sori ya, jalannya macet.”Alma tersenyum, “Jakarta selalu macet.” Ia bangkit dan menghampiri Mario. “Mau makan sekarang? Aku udah pesenin chicken karage kesukaan kamu.”“Iya, boleh, kebetulan aku laper banget.”Alma mengangguk. ia bergegas menyiapkan keperluan makan untuk Mario.Mario duduk di sofa biasa sambil memindahkan channel televisi. Ia menggulung-gulung kemeja hitam yang cocok di kenakannya.“Ini, abisin ya.”“Past
Pov Suster RuthSuster Ruth mendorong gerbang dengan lemas. Ia masih berkabung namun tidak bisa di kampung lama-lama karena harus kembali bekerja. Ia juga rindu Belle dan Alma.“Eh, suster sudah pulang.” sapa pak Dani yang baru keluar dari garasi setelah membuat kopi.“Pak.”“Suster lemes banget. Belum makan?”“Udah.”“Ya udah masuk, sus, istirahat.”“Boro-boro bisa istirahat, pak. Kan saya harus langsung ngasuh Belle.”“Tenang aja, ada temennya kak Alma di dalem.”“Namanya Audy?”“Bukan, kak Sezan. Udah beberapa hari nginep disini.”Mata suster Ruth membulat, “Hah? Pak Dani gak bercanda ‘kan?”“Kok bercanda, enggak lah.”“Kok sampe nginep sih.”“Suster curiga ya?”“Eum....”“Bapak juga gak suka sama temennya kak Alma, sus.”Suster Ruth mengernyit, “Kenapa, pak?”Pak Dani membisikkan sesuatu di telinga kiri suster Ruth.“Hah?”“Gak percaya ya?”“Bukan gitu, pak. Tapi... masa sih?”“Bapak juga awalnya gak percaya, temennya pak Adam juga yang dokter nyebelin itu j
Adam menghampiri Sezan yang tengah mengelap kompor, “Sezan." Sezan menoleh, “Eh, iya, mas? Kenapa?” “Eum... saya berangkat ke rumah sakit satu jam lagi, kamu mau bareng?” Sezan melipat kain topo, “Aku ke rumah sakit mau ngapain, mas?” Adam menyentuh lehernya, “Maksud saya, saya anterin kamu pulang sekalian.” Sezan diam. Ia nampak terkejut mendengar usiran halus Adam. “Saya gak enak sama Armand, sama orang tua kamu juga. Suster Ruth udah pulang, jadi saya mau bilang makasih atas semua bantuan dan perhatian kamu sama Belle, sama saya beberapa hari ini.” “Eum, mas, suster Ruth kan baru sampe, kasian kalo harus langsung kerja. Gimana kalo sehari lagi aku disini?” Adam menggeleng, “Saya gak enak sama yang lain kamu terus ada disini. Apalagi sebentar lagi mama mau kesini buat jenguk Belle.” “Mamanya Alma?” Adam mengangguk. Sezan mengangguk, “Ya udah, aku beres-beres dulu.” Adam mengangguk lagi. Sezan berjalan pelan menuju lantai atas. Suster Ruth yang sengaja menguping dibalik
Pov AdamAdam bangkit dari posisi tiduran di dalam mobil. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Ponselnya yang bergetar dari tadi ia acuhkan. Ia tak peduli mendapat panggilan dari siapapun. Ia hanya ingin keadaan membaik dan bisa berbaikkan dengan Alma.Ponselnya bergetar panjang. Kali ini ia menoleh. Telpon dari Virza, “Dia mau ngapain sih, ganggu aja. Halo?”“Dam? Lo dimana sih? Dateng ke rumah sakit sekarang!”“Gue... gak bisa.”“Dam, lo dapet surat panggilan dari tim Disiplin dan dewan Komisaris.”DEG!Adam menutup matanya, “Oke gue ke rumah sakit sekarang.”Dengan lemas ia bersiap dalam mode menyetir. Mau tak mau ia harus mengikuti alur hidupnya yang menyakitkan. Tidak ada pilihan, tapi ia yang akan menentukan pilihan kedepannya. Ia tahu arah ini akan kemana.Mobilnya baru sampai di parkiran. Ada Virza dan Armand yang menunggunya.“Dam, are you okay?” Virza memastikan sahabatnya ini dalam keadaan baik.Adam mengangguk, “Gue siap cari loker di rumah sakit lain.”“Dam, jan
Alma memeluk mama erat begitu sampai di depan pintu. Ia yang akan membuka pintu utama rumah mama, disambut mama yang langsung merentangkan tangannya.“Maafin mama ya sayang.”Alma mendongak, “Kenapa mama minta maaf?”Mama melepas pelukkannya, “Mama ke rumah Adam tadi. Ada Sezan disana.”Alma membuang muka.“Maaf mama gak percaya dan ngira kamu yang terlalu berlebihan. Setelah mama pikir-pikir lagi, keberadaan Sezan di rumah Adam aja udah gak wajar. Tadi supir kamu bilang sikap Sezan berlebihan banget sama Adam. Dia seolah istri Adam.”Alma menunduk. Sebenarnya entah apa yang terjadi antara Adam dan Sezan. Tapi sebetulnya ia sama saja dengan mereka. Ia dan Mario sudah melakukan kesalahan teramat besar. “Ma, aku ke kamar dulu ya.” Alma menyeret kopernya dan berjalan pelan menuju kamarnya.Mama membuang nafas pelan, “Alma pasti sedih denger Sezan setega itu sama dia.”Alma menutup pintu dan menyi
Saat tadi pulang ke rumah, Adam pikir barang-barangnya akan ada di luar. Suster Ruth dan Belle terlantar dan tengah menangis. Ternyata apa yang ia takutkan tidak terjadi. Ia masih punya waktu untuk berpikir mengenai kemana ia harus pergi setelah ini.Kini mobilnya berhenti di depan pagar rumah orang tua Alma. Ia rindu sekali istrinya, tapi enggan masuk apalagi mama sedang marah padanya.Tok-Tok-Tok“Den Adam?” mbok Inah mengetok kaca mobil.Adam membuka kaca jendela mobilnya, “Mbok?”“Kok malah parkir disini?”“Eum... saya...”“Non Alma ada kok di dalem.”“Alma pulang kapan, mbok?"“Tadi pagi, den.”“Sekarang lagi ngapain?”“Paling lagi tidur di kamarnya.”“Mama sama papa ada?”“Ibu ada, bapak pergi mancing sama temennya.”Adam menghela nafas berat. Kalau ada papa ia tahu akan sedikit dibela. Kenapa situasinya jadi serba sulit begini ya? Papa