Saat sarapan pagi, dimana Alma yang memasak sayur sop bakso ala-ala, semua sarapan bersama di meja makan. Suster Ruth makan sesekali melirik Belle yang juga sedang makan sendiri.“Sus, abis ini langsung siap-siap ya, kita pergi, di tlaktir papa si keriting nih."Adam melirik Alma, “Belle bisa denger loh, sayang."Saat Alma buka mulut untuk membalas ucapan Adam, Belle sudah lebih dulu membalas ucapan Adam.“Sayaaaang.” cuap Belle.“Hahahaha, iya kitingku sayang.”“Mami Belle.” Adam meralat.“Iya, papa Belle.”Suster Ruth menahan tawa.“Udah, sus, ketawa aja, gak papa kok.”“Iya, maaf, bu.”Alma melirik Adam, “Emang kamu di larang ketawa ya sama si om-om tua ini?”Suster Ruth melirik Adam lalu menatap Alma, “Enggak kok, bu.”“Alma, aku bukan ibunya sus.”Adam melirik Alma.“Apa? Aku gak mau ikut tua ya, mas. Kamu aja yang tua sendiri, jangan ajak-ajak aku. Enak aja.”“Iya sus, panggil aja Alma. Mami Alma, mami Belle.”“Baik, pak.”Alma menyimpan sendok dan garpunya, “S
Adam dan Alma meninggalkan suster Ruth dan Virza yang tengah duduk berhadapan di meja resto hotel. Mereka sengaja meninggalkan suster Ruth dan Virza agar mereka memiliki privasi ngobrol berdua. Suster Ruth terus meminta Alma tidak pergi dan ikut makan, tapi Belle menangis sehingga Alma memiliki alasan untuk pergi dari sana. Banyak pengunjung resto yang melirik ke arah mereka tajam karena suara Belle mengganggu ketenangan makan siang pengunjung.“Belle, udah tenang?” Alma melongokkan kepalanya ke arah Belle yang duduk di stroller.“Yayayayah.” “Oke.” Alma duduk di tembok depan Belle sambil menyeka pelipisnya yang berkeringat. Adam yang melihat itu merasa senang sekaligus kasihan.“Belle gerah gak sih? Mami gerah banget.” “Gelah.”Alma menyeka keringat di dahi Belle, “Kalo udah di luar gak akan gerah lagi. Tuh, liat banyak pohon jadi adem.”Belle mengikuti kemana Alma menunjuk. Adam duduk disebelah Alma dan t
Sudah satu bulan Alma merasa tidak enak makan. Ia hanya bisa makan buah segar ketika lapar. Saat membaui duo bawang ia selalu muntah, sehingga memilih libur masak dan memesan makan lewat katering sehat. “Sayang, aku pulang telat malam ini. Kamu tidur aja duluan ya.” Adam memasukkan semua berkas ke dalam tas kerjanya dengan buru-buru.“Iya, mas.” Alma yang terkulai lemas hanya duduk di sofa menatap suaminya yang siap pergi sebentar lagi.“Kamu masih mual?”Alma mengangguk.“Kamu punya tespek?”“Hm?” mata Alma membulat kaget. Tespek?“Ada gak? Atau aku beliin sepulang dari rumah sakit?”“Aku nanti titip ke Audy aja, mas. Dia mau kesini katanya.”“Oh, oke.” Adam menghampiri Alma dan mencium keningnya lama-lama.Alma mendorong tubuh Adam karena tidak kuat mencium bau parfum yang menurutnya sangat menyengat itu. Perutnya seperti di putar-putar, “Mas, udah.”Adam menatap Alma. Sunggingan senyum manis tersuguh di bibirnya, “Kamu kayaknya beneran hamil deh.”“Belum tentu, mas.”
Alma dan Audy loncat-loncat kegirangan melihat hasil tespek. Audy yang baru ingat sahabatnya ini sedang hamil, memegangi kedua tangannya, “Ma, jangan lompat-lompat, ada bayi di perut lo."“Oh iya, gue lupa."Audy menatap perut Alma, “Gue boleh pegang perut lo ‘kan?”“Boleh lah, pegang aja, Dy, lo kayak sama siapa aja deh.”Audy tertawa, “Kirain gak boleh hahaha.” ia mengelus perut Alma yang masih rata, “Kok dia belum gerak, Ma?”“Ih dodol banget sih. Baru kantung janin aja itu, belum ada janinnya.”Audy melongo, “Jadi janinnya kemana?”“Belum launching.”“Tapi tadi garisnya dua.”“Au ah, nanti lo tanya mas Adam aja.”“Ya elo ngejelasinnya gak jelas.”“Ya elo nanyain kehamilan sama mantan mahasiswi Desain Interior.”“Hahaha. Yuk, gue tuntun. Ibu hamil harus duduk.”Mereka berjalan ke depan tv. Suster Ruth yang baru kembali dari dapur menatap Alma yang dituntun Audy.“Kamu kenapa?”Audy melirik Alma lalu tersenyum penuh misteri, “Ada benih bapaknya Tinkerbelle di perut Al
Alma mengelap pinggiran piring berisi nasi uduk yang mama kirim lewat ojek online. Ia tidak akan masak dulu sampai batas waktu tidak ditentukan. Syukur-syukur sebelum usia kehamilannya menginjak 16 minggu, ia sudah tidak mual membaui duo bawang dan rempah lain.“Maaas, udah siap nih sarapannya.”“Iyaaaa.” Adam turun dari tangga memangku Belle yang sudah wangi dan cantik. Dibelakangnya membuntut suster Ruth. Di meja makan, Adam menaruh Belle di kursi khusus miliknya.“Wah, enak banget menu sarapan hari ini.” Adam melirik senang ke arah piring yang penuh dengan lauk pauk yang lengkap buatan mertuanya.“Iya, buruan makan, mas, nanti telat.”“Iya, sayang.”“Makan, sus.”Adam dan suster Ruth melirik Alma yang masih berdiri disamping meja makan.“Kamu gak makan?”Alma menggeleng, “Tadi aku udah nyemil buah apel. Aman kok. Aku suapin Belle dulu ya.” ia melenggang ke dapur untuk mengambil makanan Belle.Adam memakan nasi uduk itu dengan cepat. Hari ini sebenarnya tidak ada jadwal ko
Alma mendorong stroller dengan riang di mall. Sejauh ini Belle juga aman-aman saja. Ia sama sekali tidak tantrum dan sangat menyenangkan. Pengunjung lain pun banyak yang memuji kekompakkan ibu dan anak ini.“Belle, capek gak? Kita istirahat dulu ya. Mami haus.”“Cucu.” Belle memberikan botol susunya yang sudah habis pada Alma.“Enggak, enak aja. Kok Belle ngasih botol yang kosong sih?"Belle tertawa.Alma mendorong stroller masuk ke dalam kedai minuman.Alma berdiri di dekat kasir,“Kak, greentea low sugar ya satu.”“Baik, kak, atas nama siapa?”Alma melirik Belle yang sedang mengenyot susu dari dot kedua, “Mami Belle.”“Oke, atas nama mami Belle ya. Mohon ditunggu.”“Oke, kak.” Alma mendorong stroller ke meja kosong. Begitu duduk, Alma mengusap perutnya yang rata. “Belle, liat perut mami.”“Lapel.”“Enggak, bukan laper. Tapi di perut mami ada adeknya Belle.”“Adek."“Iya, Belle mau jadi kakak, jadi jangan manja oke?”“Oke.”Alma mengusap dahi Belle dengan tisu, “Belle
Adam menaruh dua omlette di kedua piring yang terbuka di atas meja makan. Ia melirik Alma yang sedang berusaha menyuapi Belle yang terus melepeh nasi yang di suapi Alma.“Belle, kalo gak makan nanti kamu kurus. Gak ada bayi kurus ceritanya jadi model. Mending kamu gemuk biar gemoy dan terima banyak endorse ya.”“No no no.”Meski mendapat penolakkan, Alma terus berusaha membuat Belle mau makan. Ia tak akan gentar karena masalahnya sedari kemarin siang Belle tidak mau makan dan minum susu.“Sayang, kamu makan dulu ya. Taruh aja makanannya, nanti Belle juga makan sendiri.”Alma menurut. Ia duduk di samping Adam dan menatap ke arah meja dengan tatapan kesal dan lelah.“Nanti aku jemput biar kamu bisa konsul ulang sama Virza, sama dokter obgyn juga. Kamu ‘kan belum USG dan ngelakuin pemeriksaan lanjutan.”Alma menoleh, “Di rumah sakit tempat kamu kerja?”“Enggak. Kita cari rumah sakit lain. Buat ketemu Virza nanti kita ke RSJ. Atau kalo kamu gak mau, Virza bisa kesini.”“Terserah
Alma mengacak-acak berkas yang ada di laci kamar. Ia mencari foto atau informasi yang memuat apapun soal Arden, kakak Adam. Tapi ia tidak menemukannya satu pun. Jelas, mbok Titi bilang hubungan keduanya merenggang satu tahun sebelum Belle lahir yang entah karena apa.“Dimana ya aku bisa dapet info soal Arden?" katanya bermonolog. “Ibu? Aku tanya ibu aja?” Alma menggeleng. “Jangan-jangan, terlalu beresiko. Dokter Virza pasti tau soal Arden. Oke, aku bakal tanya dia aja.”Suara mobil memecah lamunan singkat Alma. Ia bergegas merapikan laci dan keluar dari kamar. Belle yang masih tidur setelah lelah bermain dengan mbok Titi membuatnya sedikit rileks sore ini. Ia sempat mandi dan berdandan seperti ada suster Ruth.“Mas.” Alma berdiri menyambut Adam di teras.“Sayang, mbok Titi udah pulang?”“Udah, sejam lalu, mas.”Adam mengangguk, “Mbok Titi bilang besok bakal kesini lagi.”“Papa gak akan tau?”“Papa tau mbok Titi kesini cuma buat beres-beres. Semoga orang-orang papa juga gak ne