Mendengar ucapan Virza pada Adam di depan ruangannya, membuat Alma yang sebenarnya tidak tidur menguping pembicaraan itu. Ia tidak menyangka bahwa Virza akan membelanya habis-habisan di depan Adam. Ya memang bukan membelanya karena ia istri temannya, tapi karena ia adalah pasiennya. Virza ternyata memperlakukan pasiennya dengan sangat baik.Dengan buru-buru setelah mendengar Virza pamitan, Alma kembali ranjang dan pura-pura tidur. Benar saja, Adam langsung masuk. Adam berjalan lunglai dan duduk di tepian kasur menggenggam lengan Alma yang terpasang selang infus.“Sayang, maafin aku ya. Aku belum bisa jadi suami yang baik buat kamu. Belum sebulan kita nikah, kamu udah masuk rumah sakit dua kali karena aku paksa kamu buat asuh Belle.”Karena tidak bisa berpura-pura lebih lama, Alma menggumam seolah-olah baru bangun tidur.“Mas.”“Sayang, kamu udah bangun?”Alma membuka matanya dan mengangguk. Ia menikmati tangannya yang di genggam Adam.“Kamu laper?”“Lumayan.”“Aku pesenin mak
Adam tidak bisa pergi kemana-mana. Ia berdiri dan menyalami mantan papa mertuanya, “Papa apa kabar?” “Ya begini, sehat." Adam melirik suster Anna yang berdiri tegang di dekat pintu. Adam memberinya kode untuk pergi dan menutup pintu ruangan. “Silakan duduk, pa.” Lelaki paruh baya itu menurut. Beliau duduk di sofa dan merapikan jasnya. Matanya berkeliling mencari sesuatu. “Papa kapan pulang dari Belanda?” Adam berusaha tenang dan duduk disamping mantan mertuanya. “Udah sebulan.” “Sebulan?” Adam mengulang jawaban papa. “Ya.” “Saya waktu itu ke rumah buat anter undangan, papa gak dateng.” “Ya, papa cuma... tiba-tiba inget Dara dan gak bisa dateng.” Adam mengangguk, “Saya ngerti.” Mantan papa mertua Adam kembali mengedarkan matanya mengelilingi ruangan, “Mana foto istri kamu?” Adam terperangah, “Oh itu. Saya... belum sempet pasang disini.” “Hm. Sesibuk itu?” “Iya, pa.” “Saya denger kamu juga ada rencana kuliah lagi untuk ambil sub spesialis." “Iya, saya akan kuliah lagi,
Papa mengernyit, “Apa maksudnya pingsan karena Belle? Dia cuma seorang bayi yang gak mungkin bisa jahatin kamu.”“Pa, aku—"Belum sempat Alma buka mulut, Adam memegangi lengan istrinya. Ketika ada suster yang melewati mereka, Adam menahannya, “Sus, tolong bawa pasien ke ruangannya.”“Mas, aku gak mau balik ke ruangan.” protes Alma.“Kamu harus banyak istirahat. Kamu tunggu disana, aku janji setelah jadwal praktek aku selesai, kita pulang.”Alma tak menjawab lagi, ia yang masih bingung dengan apa yang terjadi di depannya hanya menurut, “Pa, aku ke kamar dulu.”Papa mengangguk, “Iya, istirahat yang banyak.”“Permisi.” Suster mewakili untuk berpamitan meninggalkan Adam dan papa di depan ruangannya.Setelah Alma jauh meninggalkan mereka, papa membuka kancing kemejanya dan melonggarkan kerah bajunya, “Adam, apa maksud ucapan istri kamu? Ada apa sama Belle?”“Pa, masalahnya rumit. Saya juga ada jadwal praktek sekarang.”“Persingkat masalahnya.”Adam diam. Bagaimana caranya ia men
Setelah makan dan minum obat, Alma kembali tidur lelap. Mama dan papa yang baru kembali setelah menjenguk teman mereka juga berpamitan pulang karena Adam meminta mereka untuk istirahat karena ia akan menjaga Alma disini. Bukannya pulang, mama dan papa malah meminta izin padanya untuk mengasuh Belle. Adam senang, ia mengizinkan kedua mertuanya untuk bertemu Belle. “Lo ke RSJ jam berapa?” Virza yang tengah memainkan ponselnya, melirik Adam sekilas, “Bentar lagi. Gue ada satu jadwal konsultasi lagi. Tapi dia belum dateng.” Adam mengangguk, “Dosis obatnya berapa, Za?” Virza berhenti memainkan ponselnya. Ia menatap Adam serius lalu tertawa, “Hahaha, cuma nol koma lima kok, lo tenang aja.” “Campuran obat apa aja?” Virza menghampiri Adam yang duduk di sofa. Ia menepuk pundak sahabatnya, “Dam, santai aja kenapa sih.” “Za, kan lo sendiri yang bilang kalo terus begini Alma bisa—” “Depresi berat atau Anxiety?” Adam membuang nafasnya kesal. “Udah sana, lo kan ada jadwal visit. Jangan sa
“Mario?” Mario membalikkan badannya. Ia membawa satu buket bunga mawar yang pasti akan diberikan pada Alma. “Siang, dokter." Adam melirik suster Anna, “Sus, masuk duluan aja, saya ada urusan sebentar.” “Baik, dok, permisi." Suster Anna masuk ke ruangan sebelah dan menutup pintunya, membuat Adam jadi leluasa bicara dengan Mario. “Ada apa?” “Aku denger Alma sakit, jadi aku dateng kesini sama Audy sama Sezan. Tapi mereka larang aku masuk. Katanya aku harus izin dulu sama dokter kalo mau ketemu Alma.” Adam mengangguk, “Jam besuknya udah mau habis, sekitar lima menit lagi. Jadi kalo masuk, silakan.” “Ah, aku gak bisa kalo cuma lima menit.” rajuk Mario. Adam menatap Mario datar. Ia tersenyum, “Tujuan kamu kesini buat besuk, ‘kan? Kamu tinggal masuk, kasih bunganya, dan bilang cepet sembuh ya, Alma. Selesai. Bahkan dua menit aja cukup.” Mario tertawa, “Dokter, dokter. Dokter Adam
POV AdamSelepas selesai melakukan visit, Adam lanjut melakukan observasi pada pasien yang di operasinya tadi pagi. Ia juga sempat menyelesaikan membuat satu jurnal untuk di ajukan pada profesor. Hari ini ia sibuk sekali sehingga tidak sempat menemani istrinya makan. Kini ia tengah melihat rekam medis pasien VIP yang akan konsultasi besok siang di ruangannya.Tok-Tok-Tok“Masuk.”Pintu terbuka, “Baaaa!” Virza mengagetkan Adam.Adam mengernyit, “Tumben lo ketuk pintu dulu.”Virza nyengir lalu menyenderkan diri di dinding, membuat Adam bingung karena temannya ini aneh sekali.“Lo udah beres?” Adam bertanya sambil membaca dua rekam medis silih berganti.“Yoi. Hari ini berat sekali.”“Hm. Namanya juga senin.”Virza menghampiri Adam dan duduk di sebelahnya, “Lo... belum liat Alma lagi?”“Belum. Tadi suster bilang dia seharian tidur. Ya udah, mau ngapain liatin orang tidur.”“Dam, ada si Mario Bross.”Adam menoleh, “Julukannya banyak amat.”“Ya dia nyebelin.”“Udah biarin aja
Atas kesepakatan dan pertimbangan medis yang dilakukan, Virza mengizinkan Alma untuk lanjut berobat jalan dan boleh pulang malam ini juga. Selepas jam besuk habis, Mario tak terlihat lagi batang hidungnya. Entah ia langsung pulang atau pergi kemana, tak ada yang peduli. Audy dan Sezan yang kembali membesuk Alma masih menunggu di ruang tunggu karena mereka tahu kalau Alma akan pulang malam ini. “Mas Adam, udah beres kerjanya?” Audy bangkit dari duduk bersama Sezan menyambut Adam yang sudah berganti pakaian casual. Adam tersenyum geli, “Kalian bukan istri saya, jangan panggil mas.” Audy dan Sezan saling tatap lalu tertawa. “Ya masa panggil om?” ledek Audy.“Berat banget hidup di usia tiga puluh lima ya.”Audy dan Sezan kembali tergelak.“Ya udah om aja, panggilan mas cuma buat the only one Alma.”“Cieeeee.... hahaha, pantesan dia ngebet banget dan langsung setuju nikah sama om-om. Begini toh aslinya.”
Alma keluar dari mobil di tuntun Audy dan Sezan. Sedangkan Adam keluar dari pintu kemudi. Ibu pasti sudah ada di dalam, karena kamar tamu tampak menyala terlihat dari sini. Audy dan Sezan tak berhenti memuji rumah ini.“Gils-gils-gils, om, ini beneran rumah om?”Adam menggeleng, “Bukan, ini rumah Alma sekarang."Alma meliriknya, “Kalo ini rumah aku, aku jual aja terus beli rumah lain dimana Belle gak akan tau aku dimana.”“Jangan mulai lagi. Belle bisa denger.”Alma tak menggubris ucapan Adam, ia sibuk menenangkan dirinya sebelum bertemu ibu. Adam menempelkan jarinya dan membuka pintu. Mereka semua masuk disambut Ibu yang sedang menggendong Belle.“Ibu, kapan sampe?”“Sekitar setengah jam lalu.” Ibu mendudukkan Belle di sofa dan mencium dan memeluk Adam, beliau juga melakukan hal yang sama pada Alma yang berusaha bersikap ramah pada mertuanya.“Ibu, gimana kabarnya?”“Sehat, kamu gimana sekarang? Udah enakkan?”Alma melirik Belle yang kini tengah duduk di sofa tengah memainkan boneka,