Alma memunggungi Virza ketika suster baru selesai memasang selang infus. Saat di UGD tadi, Virza yang sedang menunduk bisa melihat tetesan darah yang keluar mengalir perlahan dari kaki Alma. Dengan sigap ia memanggil dokter yang berjaga untuk memeriksa keadaannya.
“Ma, aku perlu telpon mama kamu gak buat nungguin kamu disini?” Alma menggeleng. “Dokter obgyn kamu bilang ‘kan kamu harus di rawat inap karena pendarahan.” Tak ada jawaban. “Mau aku telpon Audy?” Alma mengangguk. “Oke.” Alma membalikkan badannya, “Dok, Belle bakal baik-baik aja ‘kan?” Virza mengangguk, “Tadi hasil EKGnya bagus, Analisa Gas Darah dan fungsi Ginjalnya juga oke. Itu pasti karena kamu sigap gendong dia dari kolam.” “Mas Adam marah sama aku.” “Adam mungkin cuma lagi kalut. Dia ngadepin dua operasi hari ini. Gak papa kok. Nanti kalo udah tenang Adam pasti bisa kembali kayak biasanya.” Alma men“Dam!” teriak Virza. Adam mendorong Sezan dan menatap Virza dan Audy yang melotot melihat adegan ciuman itu, “Za, Audy, ini gak seperti yang kalian kira." Audy berjalan cepat dan mendorong Sezan dengan kencang, “Gila lo ya, Zan! Si Alma pendarahan dan lagi terbaring lemes di ruangan rawat inap. Lo dengan sifat Ular lo malah deketin mas Adam!" “Aw, Zan, jangan dorong aku." “Kenapa jangan? Perempuan Ular kayak lo itu emang pantes gue dorong. Bahkan lo pantes dapet jambakkan gue!” dengan membabi buta Audy menjambbak rambut panjang Sezan. Virza yang melihat itu senang karena Audy bisa jadi teman yang baik untuk Alma dan membalaskan kekesalannya pada Sezan. Sedangkan Adam bingung harus berbuat apa. Ia hanya diam melihat pertengkaran itu. “Audy, lepas! Sakiiiit, Dy!” “Ini gak seberapa daripada yang lo lakuin ke Alma!” “Audy, tolong lepasin!” Virza tertawa di tengah pertempuran. Ia harap Audy melakuk
Alma melirik Audy yang hanya diam saja sedari ia datang kesini satu jam lalu. Sahabatnya yang selalu berisik itu berubah diam bak manekin. Tidak biasanya.“Lo sariawan?”Audy menatap Alma, “Enggak kok.”“Terus?”“Gak papa, gue cuma... lagi tiba-tiba bete aja. Mungkin karena periode gue mau dateng.”Alma mengangguk, “Padahal kalo lo gak enak badan lo gak perlu kesini.”“Terus lo mau ditungguin siapa?”“Kan banyak suster disini.”“Gak papa kok, Ma. Gak perlu ngerasa bersalah gitu.”Alma menatap pintu, “Mas Adam masih marah gak ya sama gue?”Mata Audy tiba-tiba panas. Mendengar nama Adam membuat darahnya mendidih, “Ma, lo gak usah peduliin suami gak berguna lo itu.”Alma menatap Audy bingung, “Lo kenapa?”“Dia tuh lagi—” tiba-tiba kalimatnya terhenti. Kalau Alma tahu ia bisa pendarahan lagi, pikirnya, “Dia tuh lagi ngurusin pasien kayaknya. Udah biarin aja. Dia gak berguna jadi suami lo.”“Resikonya punya suami dokter ya gini. Gue gak papa kok, gue cuma takut dia masih marah
“Sezan?” suster Ruth berdiri terpaku melihat keberadaan Sezan yang memegangi bantal di atas kepala Belle.Sezan melotot. Ia mengambil bantal itu dan menatap Adam dan suster Ruth silih berganti, “Hehe, aku tadi bersiin bantalnya Belle, takut ada debu.”Suster Ruth melirik Adam dan menatap Sezan, “Kamu kapan masuk kesini?”“Barusan. Aku pikir suster Ruth lagi keluar.”Suster Ruth menghampiri Sezan mengambil bantal Belle, “Aku gak mungkin ninggalin Belle sendiri.”“Hehe, iya, aku tahu suster Ruth gak mungkin begitu. Aku tadi cuma liat Belle sendiri, jadi aku masuk.”Suster Ruth sangat kesal dengan keberadaan Sezan disini. Sedari Sezan datang ke rumah tadi pagi, ia tahu akan terjadi hal yang tidak beres. Ketakutannya terbukti. Belle tenggelam di kolam karet, dan Alma mengalami pendarahan.“Belle belum bisa dijenguk, jadi sebaiknya kamu tunggu diluar. Kalo bisa mending kamu jengukkin Alma aja.”Ucapan p
Suster Ruth memijat pelan kaki Alma. Audy yang masih diluar menemani Mario karena jam besuknya sudah habis, membuat suster Ruth dengan semangat menawarkan diri untuk menemani Alma.“Sus.”“Hm?”“Belle gimana keadaannya?” “Udah baik kok.”“Suster kok malah disini? Kasian Belle gak ada temennya.”Suster Ruth menatap Alma, “Bapak ada waktu free kok, jadi Belle biar sama bapak dulu.”Alma mengangguk, “Dia pasti marah sama aku ya, sus, karena tadi aku pelukkan sama bang Armand, sama Mario.”“Biarin aja, Ma.”“Hm?”Suster Ruth gelagapan, “Maksudnya, bapak tadi udah marah sama kamu. Aku kesel sama bapak.”Alma tertawa, “Tumben.”“Bapak keterlaluan, Ma. Dia gak perlu marah kayak gitu sama kamu tadi. Padahal ada Sezan yang harusnya kena marah juga, tapi bapak malah diem aja.”Alma menyentuh tangan suster Ruth, “Udah, sus, mijitinnya. Udah gak pegel kok.”
Papa langsung pergi ketika mengatakan akan mengambil Belle dari Adam. Sedang Alma hanya mampu mengatur nafas karena enggan kembali mengalami pendarahan karena stress. Ia harus bisa menjaga kandungannya. Kalau saja dokter Dini mengatakan harus melakukan opeasi caesar sekarang, ia akan menurutinya. Ia tidak mau mengambil resiko apapun untuk kehilangan anaknya. Tapi dokter Dini bilang jika tidak terjadi pendarahan lagi, Alma bisa melahirkan secara normal dua pekan lagi. Alma sangat ingin merasakan melahirkan secara normal, sehigga ia harus mati-matian mengontrol emosinya.Ceklek.Alma menatap pintu. Adam masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang sulit di deskripsikan.Adam langsung mengecek labu infus dan nadi Alma. Matanya seperti takut menatap mata Alma. Alma jadi berpikir, apakah suaminya ini sudah tahu ada janin yang hidup di perut Sezan dan itu adalah anaknya?“Kalo hasil cek darah udah bagus, kamu bisa pulang besok.”Alm
Siang ini Alma dan Belle sudah boleh pulang dari rumah sakit. Adam sama sekali tidak menghampiri Alma. Ia katanya sedang sibuk melakukan konsultasi praktek rawat jalan dan visit pasien. Alma tidak masalah, ada Audy yang menemaninya.“Ma, mau gue panggilin suami tua lo itu nggak?”Alma menggeleng. Ia terus memainkan ponselnya untuk mendapatkan kabar terbaru dari papa. Tadi pagi papa sudah memberikan surat kontrak persetujuan tidak akan memenjarakan Adam atau mengambil Belle, karena Alma sudah menyerahkan uang senilai empat belas milyar cash pemberian Mario. Anggap saja itu uang muka untuk menikahinya setelah lahiran dan proses perceraiannya dengan Adam selesai.“Lo gak papa ‘kan?”Alma melirik Audy, “Gak papa kok.”“Lo juga gak papa satu mobil sama si Tinkerbelle?”Alma mengangguk, “Yang penting gue gak perlu gendong dia.”“Gak akan. Gue juga gak akan diem aja si Tinkerbelle deketin elo.”Alma menyimpan ponselnya dan menatap Audy yang membantunya packing dengan tatapan serius
Alma memeluk suster Ruth amat erat. Dengan air mata yang tak berhenti turun, ia dengan terpaksa melepaskan diri dari pelukkan suster Ruth.“Sus, maafin semua kesalahan aku ya. Sus harus janji, kita bakal jaga komunikasi. Aku juga janji pasti akan dateng ke acara tunangan apalagi pernikahan sus sama dokter Virza.”Suster Ruth mengangguk sambil menangis.Alma melirik Tiara yang sudah datang sepuluh menit lalu dan menungguinya dengan setia.Tiara datang kesini untuk mewakili Mario yang tidak bisa hadir. Mario harus mengurus surat-surat pemting dengan pembeli propertinya. Alma mengerti. Mario sudah sangat baik memberikan uang empat belas milyar cash padanya, sehingga kini ia harus merelakan Mario mencari uang pengganti itu.“Ra, maaf ya lama.”Tiara tertawa, “Gak papa, Ma. Aku bisa nunggu lebih lama lagi.”Alma menggeleng, “Aku gak mau ketemu mas Adam.”Tiara diam.“Kamu mau ketemu sama dia? Biar
Pov Adam Sezan terus berusaha menyentuh pusaka Adam ketika di mobil. Adam yang sedang sibuk menyetir tentu saja berusaha menahan tangan nakal Sezan agar tak mengganggu ketenangan inti dirinya. Sebagai laki-laki amat normal, sedari masuk mobil Sezan membuka bajunya dan hanya menyisakan bra-nya saja, membuatnya meneguk ludah berkali-kali. Ditambah usahanya untuk terus menyentuh pusakanya, membuatnya harus menghalau pikiran kotor itu jauh-jauh. “Mas, sekali aja. Aku bakal melepas stress kamu. Ya?” Adam melirik Sezan, “Nanti aja di hotel. Kamu bisa ngelakuin itu dengan puas.” Sezan tertawa, “Yang bener?” “Hm.” Sezan menyentuh brewok Adam gemas, “Oke, calon suami. Aku bakal nurut semua ucapan kamu.” Adam membuang nafas pelan. Sezan lebih baik menyentuh brewok tipisnya daripada harus menyentuh pusakanya yang berharga. Bahkan ia tak habis pikir karena tidak bisa menjaga barang paten milik Alma itu. Bisa-bisanya ia kecolongan dan membiarkan Sezan menikmatinya hingga tahu-tahu sudah ham