"Pa, Papa jangan pergi.""Kenapa, Sayang, ngapain cemberut, hem?""Pa … Risa udah gede. Malu ah, Risa bisa makan sendiri nggak usah disuapi." Risa berusaha menolak ketika papanya menyuapi makanan kesukaannya."Siapa tahu Papa nggak punya waktu lagi buat nyuapi kamu, Sayang." Hendi memotong cheese cake menjadi beberapa bagian."Hush, Papa jangan ngaco deh. Papa nggak boleh kemana-mana, harus nemenin Risa sampai menikah nanti hingga Risa punya anak. Bukankah Papa pengen punya cucu?""Sekolah dulu yang bener, jangan ngomongin nikah. Kamu masih kecil, awas bandel! Papa mau nyusul Mama aja kalau kamu susah dibilangin.""Iya-iya, Pa, Risa tahu. Tapi jangan pernah Papa ngomong lagi pengen nyusul Nama." terlihat kesedihan di raut wajahnya Risa."Maafin Papa, Sayang, Papa sangat menyangangimu melebihi apa pun. Kamu dan Mama punya kedudukan yang sama di hati Papa." Hendi mengelus rambut putri semata wayangnya dengan sayang."Nanti pulang sekolah, Papa jemput, ya?""Eh, nggak usah, Pa.""Kenapa?"
"Bagaimana Jon, apakah pihak direksi sudah punya calon kandidat yang baru?" Saat ini Risa berada di makam Hendi menemui Jono, asisten almarhum papanya. Risa memilih makam sebagai pertemuan rahasia untuk menghindari kecurigaan musuh-musuh Hendi dan Danu suaminya. Dari awal, Risa sudah mawas diri dari Danu. Ia tidak lagi mempercayai dengan kesetiaan Danu baik urusan rumah tangga maupun kantor. Alasan mempertahankan Danu di sisinya, hanya demi Satria. Satria yang lebih lengket kepada Danu membuat Risa ragu untuk mendepak Danu dari hidupnya."Saya dengar, mereka belum punya calon kandidat yang kuat karena kepergian bapak secara tiba-tiba. Mereka tidak memprediksikan semuanya, jadi mereka belum siap." Jono berjanji membantu Risa setelah kematian Hendi. Jasa Hendi padanya sangatlah besar. Pemuda itu adalah sosok yang selalu mengenang orang-orang yang pernah berjasa bagi hidupnya. Apalagi ia mengagumi Risa secara diam-diam."Hm … baiklah, menurutmu bagaimana dengan Mas Danu?" Risa menabur bun
"Tapi, bagaimana dengan Satria?" Danu memandang wajah Satria yang sedang tertidur lelap. Rasanya ia tidak rela jika anak laki-lakinya tidak selengket biasanya. Pasti bounding mereka akan sedikit merenggang."Nanti juga akan terbiasa. Mas pasti nggak mau kalau Satria sudah besar menanyakan pekerjaan Mas dan Mas nggak bisa jawab karena Mas tidak bekerja, kan?" Risa berusaha meyakinkan Danu agar tidak curiga.Ada rasa khawatir di hati Danu ketika harus berpisah dengan Satria, Danu merasa Risa bersiap untuk menjauhkan Satria darinya.Malam kan masih bisa bertemu, Mas. Mas, juga pulang kerja jangan mampir-mampir nggak jelas. Jadi Mas bisa punya waktu lebih untuk Satria. Kalau aku yang menjabat sebagai CEO baru, bagaimana dengan Satria kalau mau nyusu, Satria belum saatnya lepas ASI." Risa pura-pura sedih."Baiklah, Sayang. Kalau itu yang terbaik buat kita semua." Danu menatap punggung Risa yang masih membelakanginya. "Kapan, Mas harus masuk kantor?""Besok, lebih cepat lebih baik jangan men
"Non, biar saya saja yang jaga Den Satria. Non Risa bisa kerjakan hal lain, lagian Adennya sudah tidur." Bi Sumi mengambil Satria dari pangkuan Risa."Makasih, Bik.""Sayang, istirahat dulu aja. Meeting masih satu jam lagi." ucap Danu berusaha memberikan perhatian."Nggak usah, Mas. Aku haus, mau nyari minum dulu." Risa beranjak dari duduknya."Panggil aja OB untuk bikinin minum." Danu belum menyerah."Aku mau ke kantin bawah, sekalian lihat-lihat keadaan kantor. Udah lama nggak ke sini." Risa mengambil tas kecilnya."Ya udah, Mas nggak bisa nemenin. Mas masih belum selesai baca dokumen yang ini." Danu mengangkat sebuah map tebal berwarna biru. Ada rasa khawatir melepas Risa kekuar dari ruang direktur. Danu takut Risa akan berduaan dengan Jono, sosok pengganggu yang mengagumi istrinya secara diam-diam."Hmm … aku bisa sendiri kok, aku masih ingat jalan." "Kamu mau minum apa, Mas? Sekalian aku beliin, Bik Sum juga.""Nggak usah, Non. Biibik minum air putih aja." tolak Bi Sumi."Sama, a
Rapat berjalan sangat lambat, banyak dewan direksi yang didominasi oleh para pemegang saham tidak setuju dengan keputusan Risa untuk mengangkat Danu sebagai CEO yang baru, menggantikan mendiang Hendi Bagaskara.Keputusan final Risa sebagai pemegang saham terbesar sebanyak lima puluh empat persen menjadikannya salah satu poin plus. Sebagai penentu, mereka mengadakan voting suara dari peserta rapat.Jono memang patut diacungi jempol, ia mengirimkan pesan kepada anggota direksi yang tersangkut skandal korupsi. Ia mengatakan bahwa Risa memiliki bukti penyelewengan dana yang dilakukan oleh mereka. Jika mereka ingin selamat, mereka harus satu suara dengan Risa dalam voting penentuan.Akhirnya Risa menang mutlak, pengangkatan Danu tidak ada lagi yang menghalangi.Risa tersenyum puas. Rencananya berhasil dengan sempurna. Ia melirik ke arah Jono."Well done, Jon. Kamu hebat." Risa berbisik."Itu sudah tugas saya Nona." Jono balas berbisik.Danu yang berdiri dikerumuni oleh anggota rapat dan sta
"Mas, jadi kita …." Karin menggantung kalimatnya."Mas akan atur semuanya, Sayang. Kamu cukup nyenengin Mas kayak tadi." Danu mencubit pipi Karin dengan gemas."Siap, Mas Danu sayang." Karin tertawa manja sambil memeluk tubuh kekar Danu yang masih sama-sama polos setelah kegiatan panas mereka.***Satu bulan kemudian."Maaf Non, bulan ini ada pembengkakan dana atas nama Pak Danu." Jono melaporkan."Berapa, Jon?" "Hampir 1 M.""Biarkan saja, Jon.""Biarkan? Maksud, Non Risa ….""Biarkan mereka bersenang-senang sebentar, sebelum aku membongkar segalanya. Waktunya belum tepat, buruan kita belum masuk perangkap. Ada masanya nanti aku mendepak mereka berdua setelah garong-garong di Bagaskara Grup berhasil kita lenyapkan.""Jadi, Nona sengaja membiarkan Pak Danu karena Nona punya rencana terselubung?"Risa mengangguk. "Benar sekali, dia adalah batu loncatan untuk menyingkirkan dewan direksi nakal yang merongrong kestabilan perusahaan ini.""Baiklah saya mengerti, saya akan pura-pura tidak t
Pada akhir bulan, Risa akan pergi belanja ke mall untuk mengisi kekosongan barang-barang kebutuhannya. Untuk kebutuhan Satria, Risa akan berhati-hati dalam memilih dan menentukan yang terbaik untuk putra semata wayangnya untuk dibeli. Matanya menyipit ketika melihat sosok yang tak ingin dilihatnya. Ia bergegas membayar semua barang yang dibelinya, Risa terlalu malas untuk bertemu dengannya yang akan membuat moodnya memburuk. Maksud hati ingin menghindar, namun mereka bertemu muka tepat ketika Risa hampir mencapai pintu keluar mall. Otaknya bekerja cepat, Risa adalah wanita yang sangat cerdas, dalam hal menutupi keadaan hatinya, ia sangatlah jago. Risa tersenyum manis seolah tidak pernah tahu kelakuan bejat sahabat karibnya. "Hei, Rin apa kabar? Kemana saja sih, Elo selama ini? Gue kehilangan banget, tau. Terakhir bertemu waktu kita berada di Surabaya. Ngapain sih lo suka ngilang-ngilang, nggak jelas?" Risa kembali ke mode cerewet seperti biasanya."Hai, Ris?" Karin tidak menyangka aka
"Bik sum, bagaimana keadaan Satria, saat aku tinggal tadi?" Risa terpaksa keluar sebentar meninggalkan Satria karena harus bertemu Jono yang melaporkan suatu hal penting padanya."Rewel Non, badannya sedikit anget." Bi sumi masih menepuk-nepuk punggung Satria yang sedang tidur digendongannya."Makasih ya, Bik, Risa nggak tahu harus bagaimana kalau nggak ada Bibik." Risa memeluk Bi Sumi dari samping."Non, kayak sama siapa saja, Non sudah saya anggap sebagai anak sendiri dari dulu, Non. Bibik nggak punya anak perempuan. Ngerawat Non, seperti ngerawat putri Bibik sendiri. Bibik sangat bersyukur.""Risa juga sudah nganggap bibik sebagai Ibunya Risa, Bik.""Non, apa nggak sebaiknya memberitahu Den Danu kalau Den Satria sakit. Kasihan Den Satria, Non, kayaknya dia rindu sama Ayahnya."Risa menghela napasnya." Saya harus bagaimana Bik, Mas Danu sangat sibuk.""Sesibuk-sibuknya di kantor, masak nggak bisa menjaga Den Satria. Dulu almarhum Bapak juga bisa menyempatkan waktu untuk bermain denga
Delapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami
Keesokan harinya.Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini."Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta."Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
Satu bulan kemudian."Bagaimana? Nggak mungkin kamu terus- terusan menggantung perasaan mereka, Ris?" Sinta yang sedang menimang Satria, menanyakan keputusannya tentang dua lamaran dari dua orang yang berbeda.Risa diam, bimbang dengan pilihannya."Kamu juga harus memikirkan Satria, jika kamu sudah memutuskan untuk merawatnya. Harus menyiapkan juga lingkungan pendukung untuk tumbuh kembangnya. Bukan hanya harta, tapi kelengkapan sebuah keluarga yang akan membentuk kesehatan psikisnya. Seorang anak memerlukan poker lengkap,seorang Ayah dan ibu yang akan menjadi panutan sekaligus pelindungnya. Kasih sayang dari dua orang tua, jauh lebih baik dibandingkan dengan seorang single parents. Kamu sendiri sudah pernah merasakannya, bukan?""Iya, Ma, aku tahu." Risa menatap lekat S