Pada akhir bulan, Risa akan pergi belanja ke mall untuk mengisi kekosongan barang-barang kebutuhannya. Untuk kebutuhan Satria, Risa akan berhati-hati dalam memilih dan menentukan yang terbaik untuk putra semata wayangnya untuk dibeli. Matanya menyipit ketika melihat sosok yang tak ingin dilihatnya. Ia bergegas membayar semua barang yang dibelinya, Risa terlalu malas untuk bertemu dengannya yang akan membuat moodnya memburuk. Maksud hati ingin menghindar, namun mereka bertemu muka tepat ketika Risa hampir mencapai pintu keluar mall. Otaknya bekerja cepat, Risa adalah wanita yang sangat cerdas, dalam hal menutupi keadaan hatinya, ia sangatlah jago. Risa tersenyum manis seolah tidak pernah tahu kelakuan bejat sahabat karibnya. "Hei, Rin apa kabar? Kemana saja sih, Elo selama ini? Gue kehilangan banget, tau. Terakhir bertemu waktu kita berada di Surabaya. Ngapain sih lo suka ngilang-ngilang, nggak jelas?" Risa kembali ke mode cerewet seperti biasanya."Hai, Ris?" Karin tidak menyangka aka
"Bik sum, bagaimana keadaan Satria, saat aku tinggal tadi?" Risa terpaksa keluar sebentar meninggalkan Satria karena harus bertemu Jono yang melaporkan suatu hal penting padanya."Rewel Non, badannya sedikit anget." Bi sumi masih menepuk-nepuk punggung Satria yang sedang tidur digendongannya."Makasih ya, Bik, Risa nggak tahu harus bagaimana kalau nggak ada Bibik." Risa memeluk Bi Sumi dari samping."Non, kayak sama siapa saja, Non sudah saya anggap sebagai anak sendiri dari dulu, Non. Bibik nggak punya anak perempuan. Ngerawat Non, seperti ngerawat putri Bibik sendiri. Bibik sangat bersyukur.""Risa juga sudah nganggap bibik sebagai Ibunya Risa, Bik.""Non, apa nggak sebaiknya memberitahu Den Danu kalau Den Satria sakit. Kasihan Den Satria, Non, kayaknya dia rindu sama Ayahnya."Risa menghela napasnya." Saya harus bagaimana Bik, Mas Danu sangat sibuk.""Sesibuk-sibuknya di kantor, masak nggak bisa menjaga Den Satria. Dulu almarhum Bapak juga bisa menyempatkan waktu untuk bermain denga
Hanya tuhan yang berhak menentukan takdir kita, sebagai seorang hamba, kita hanya bisa pasrah dan rela menjalani kehidupan sementara di dunia fana ini.Sudah beberapa jam lamanya Risa tertidur akibat suntikan bius yang diberikan padanya karena ia terus berteriak histeris mendengar Satria sudah meregang nyawa meninggalkannya."Bik Sum." panggil Danu."Den.""Gimana Satria sekarang, kok tiba-tiba dibawa kemari." Danu bertanya kepada Bi Sumi. Karena Danu melihatmya melintas di depan koridor rumah sakit."Den Satria sudah sembuh, dia tidak akan merasa sakit lagi. Aden nggak usah khawatir." "Syukurlah, dimana Istri saya, Bik. Kenapa ponselnya nggak bisa dihubungi? Saya sangat khawatir."Non Risa jangan diganggu dulu Den, dia kecapek'an. Sebaiknya Aden mandi dulu sana, bau parfum yang nempel di badan aden bikin Bibik pusing, pasti Non Risa juga nggak suka sama bau ini, Den." Bi Sumi menutup hidungnya.Danu membaui kemejanya, benar saja, bau parfumnya Karin masih tertinggal di seluruh badann
Wanita itu adalah Karin, ia membuka kacamata hitamnya, lalu berjalan menghampiri Risa.Danu terkejut dengan kedatangan Karin yang tanpa diundang. Ia ingin mengusirnya, tapi tidak memungkinkan untuk buka suara di depan Risa yang akan curiga kepadanya."Ris …."Di luar dugaan, Risa berjalan menabrak bahu Karin dan meninggalkan pemakaman tanpa berbicara, diikuti oleh Bi Sum di belakangnya."Apa-apaan ini, kenapa dia sok banget, sombongnya nggak ketulungan, dasar …." umpat Karin."Diam!" Danu berteriak."Mas, kamu lihat nggak kelakuannya, dia sudah menghina aku secara tidak langsung.""Bisa diem, nggak?!" Danu melotot garang, ia berjalan meninggalkan pemakaman."Mas, Mas Danu tunggu. Mas, jangan tinggalin aku." Karin berlari mengejar Danu yang sudah masuk ke dalam mobilnya. Dengan napas yang terengah, Karin akhirnya berhasil menyusul Danu lalu duduk di sebelah Danu.Danu mencengkeram setir mobil dengan kuat, kukunya memutih, meluapkan emosinya pada stang bundar itu."Ngapain kamu kesini. H
"Mas, kok bisa Risa mengusirmu dari rumah? Apa penyebabnya?" Karin penasaran."Jawab dong, Mas. Jangan diam saja.""Bisa diam nggak? Biarin aku fokus mengemudi dulu. Nanti aku ceritain kalau sudah nyampe apartemen." bentak Danu."Ayo mas ceritain, kenapa Risa berani mengusirmu?" Setelah sampai di apartemen, Karin mulai mencecar Danu."Biarin aku bernapas dulu Rin, kamu jangan kayak rentenir yang nagih utang ke aku." Danu menyandarkan tubuhnya di sofa sambil menutup matanya."Baiklah aku mandi dulu, keluar dari kamar mandi pokoknya kamu harus cerita sedetilnya ke aku, Mas."Karin mengambil baju santai lalu bergegas membersihkan dirinya di kamar mandi.Sesaat kemudian, dengan keadaan yang sudah segar, Karin langsung memburu Danu untuk bercerita. "Buruan Mas, cerita sekarang.""Baiklah." Danu menceritakan dari awal sejak kepulangannya dari makam hingga diusir dari rumah. "Tuh kan, lihat, Risa memang kejam telah membuangmu. Aku kata juga apa, jadi sebaiknya kita lanjutkan rencana kita." h
Karin menangis tersedu."Hhh …." Danu menarik napas panjang, pikirannya lelah dengan semakin rumitnya permasalahan dalam hidupnya. "Sudah jangan menangis, Mas akan cari cara agar bisa liburan keluar negri bersamamu. Jangan banyak pikiran, kasihan dedek bayinya." Danu mengelus perut Karin."Makasih Mas, aku akan jaga baik-baik anak kita." Karin kembali bergelayut manja di lengan Danu.***Danu menerawang ke atas, mengingat peristiwa satu minggu yang lalu. Ia sungguh lelah dengan masalah yang silih berganti menderanya, belum selesai ia berduka dengan kepergian Satria yang tiba-tiba. Diusir Risa dan sekarang ancaman Karin yang tidak main- main. 'Ya Tuhan terlalu banyak dosaku, ampuni aku Tuhan.'"Bagaimana keputusanmu, 'Mas? Apakah akan menyerah atau lanjut?" Karin masih ngotot memanipulasi pikiran Danu."Aku ingin istirahat dulu, Rin. Hati dan ragaku sangat lelah."***Malam harinya, ponsel Danu berdering berkali-kali. Karin yang terusik dari tidurnya, segera membangunkan Danu. "Mas, Ma
"Sudah siap, Jon?""Sudah, Non.""Kamu yakin, mereka hadir dalam formasi lengkap?" Risa melirik Jono."Informan kita sejauh ini bisa diandalkan, Non.""Bagus." Risa mengelus batu nisan Satria dan Hendi bergantian, ia menaburkan bunga segar dan memanjatkan do'a untuk kedua orang yang sangat dicintainya. 'Pa, Risa pergi dulu. Semoga Tuhan membantu Risa untuk mengambil apa yang menjadi hak kita.' "Ayo Jon, kita berangkat sekarang. Mumpung jalanan masih sepi daripada terjebak macet.""Mari, Non." Dengan setia Jono mengikuti Risa dari belakang. Ia telah berjanji kepada mendiang Hendi untuk menjaga dan membantu Risa dengan sekuat tenaganya. Di samping itu, dari dulu, ia telah mengagumi Risa secara diam-diam. ***Sesampainya di kantor pusat Bagaskara Grup. Risa dan Jono langsung masuk ke dalam ruangan direktur utama yang biasanya di tempati oleh Danu. Suasana yang masih pagi, tidak menarik perhatian karena cuma beberapa orang yang baru masuk kerja.Jono menghubungi asistenya untuk bergabung
"Tinggalkan kami, Jon. Kamu boleh keluar sekarang.""Baik, Non." Jono mengangguk kepada Danu yang berada di seberang Risa sebelum melangkah keluar ruangan."Silakan bicara, waktuku terbatas.""Sa …."" Danu menutup mulutnya ketika Risa melemparkan tatapan tidak suka padanya, di saat ia akan mengucapkan panggilan sayang kepada Risa."Ehm … Ris, apa benar kamu sudah memasukkan gugatan cerai ke pengadilan agama?""Benar.""K-kenapa?" Danu merasa kerdil di hadapan Risa saat ini. "kamu sudah tahu pasti alasannya, Dan."Dan? Danu sempat kaget setelah Risa memanggilnya tanpa embel-embel kata mas, seperti sebelumnya.Hening."A-aku ingin tahu.""Baiklah, kalau kamu ingin tahu." Risa menarik napas. "Dengarkan baik-baik, karena aku tidak akan mengulanginya lagi."Danu mengangguk dengan rasa was-was. Ia penasaran, sejauh mana Risa sudah mengetahui perbuatannya selama ini."Sebelumnya aku ingin tahu, apa motifmu menikahiku?" Risa menatap Danu dengan tajam.Danu terlihat pias. Ia tak menyangka Risa