"Tapi, bagaimana dengan Satria?" Danu memandang wajah Satria yang sedang tertidur lelap. Rasanya ia tidak rela jika anak laki-lakinya tidak selengket biasanya. Pasti bounding mereka akan sedikit merenggang."Nanti juga akan terbiasa. Mas pasti nggak mau kalau Satria sudah besar menanyakan pekerjaan Mas dan Mas nggak bisa jawab karena Mas tidak bekerja, kan?" Risa berusaha meyakinkan Danu agar tidak curiga.Ada rasa khawatir di hati Danu ketika harus berpisah dengan Satria, Danu merasa Risa bersiap untuk menjauhkan Satria darinya.Malam kan masih bisa bertemu, Mas. Mas, juga pulang kerja jangan mampir-mampir nggak jelas. Jadi Mas bisa punya waktu lebih untuk Satria. Kalau aku yang menjabat sebagai CEO baru, bagaimana dengan Satria kalau mau nyusu, Satria belum saatnya lepas ASI." Risa pura-pura sedih."Baiklah, Sayang. Kalau itu yang terbaik buat kita semua." Danu menatap punggung Risa yang masih membelakanginya. "Kapan, Mas harus masuk kantor?""Besok, lebih cepat lebih baik jangan men
"Non, biar saya saja yang jaga Den Satria. Non Risa bisa kerjakan hal lain, lagian Adennya sudah tidur." Bi Sumi mengambil Satria dari pangkuan Risa."Makasih, Bik.""Sayang, istirahat dulu aja. Meeting masih satu jam lagi." ucap Danu berusaha memberikan perhatian."Nggak usah, Mas. Aku haus, mau nyari minum dulu." Risa beranjak dari duduknya."Panggil aja OB untuk bikinin minum." Danu belum menyerah."Aku mau ke kantin bawah, sekalian lihat-lihat keadaan kantor. Udah lama nggak ke sini." Risa mengambil tas kecilnya."Ya udah, Mas nggak bisa nemenin. Mas masih belum selesai baca dokumen yang ini." Danu mengangkat sebuah map tebal berwarna biru. Ada rasa khawatir melepas Risa kekuar dari ruang direktur. Danu takut Risa akan berduaan dengan Jono, sosok pengganggu yang mengagumi istrinya secara diam-diam."Hmm … aku bisa sendiri kok, aku masih ingat jalan." "Kamu mau minum apa, Mas? Sekalian aku beliin, Bik Sum juga.""Nggak usah, Non. Biibik minum air putih aja." tolak Bi Sumi."Sama, a
Rapat berjalan sangat lambat, banyak dewan direksi yang didominasi oleh para pemegang saham tidak setuju dengan keputusan Risa untuk mengangkat Danu sebagai CEO yang baru, menggantikan mendiang Hendi Bagaskara.Keputusan final Risa sebagai pemegang saham terbesar sebanyak lima puluh empat persen menjadikannya salah satu poin plus. Sebagai penentu, mereka mengadakan voting suara dari peserta rapat.Jono memang patut diacungi jempol, ia mengirimkan pesan kepada anggota direksi yang tersangkut skandal korupsi. Ia mengatakan bahwa Risa memiliki bukti penyelewengan dana yang dilakukan oleh mereka. Jika mereka ingin selamat, mereka harus satu suara dengan Risa dalam voting penentuan.Akhirnya Risa menang mutlak, pengangkatan Danu tidak ada lagi yang menghalangi.Risa tersenyum puas. Rencananya berhasil dengan sempurna. Ia melirik ke arah Jono."Well done, Jon. Kamu hebat." Risa berbisik."Itu sudah tugas saya Nona." Jono balas berbisik.Danu yang berdiri dikerumuni oleh anggota rapat dan sta
"Mas, jadi kita …." Karin menggantung kalimatnya."Mas akan atur semuanya, Sayang. Kamu cukup nyenengin Mas kayak tadi." Danu mencubit pipi Karin dengan gemas."Siap, Mas Danu sayang." Karin tertawa manja sambil memeluk tubuh kekar Danu yang masih sama-sama polos setelah kegiatan panas mereka.***Satu bulan kemudian."Maaf Non, bulan ini ada pembengkakan dana atas nama Pak Danu." Jono melaporkan."Berapa, Jon?" "Hampir 1 M.""Biarkan saja, Jon.""Biarkan? Maksud, Non Risa ….""Biarkan mereka bersenang-senang sebentar, sebelum aku membongkar segalanya. Waktunya belum tepat, buruan kita belum masuk perangkap. Ada masanya nanti aku mendepak mereka berdua setelah garong-garong di Bagaskara Grup berhasil kita lenyapkan.""Jadi, Nona sengaja membiarkan Pak Danu karena Nona punya rencana terselubung?"Risa mengangguk. "Benar sekali, dia adalah batu loncatan untuk menyingkirkan dewan direksi nakal yang merongrong kestabilan perusahaan ini.""Baiklah saya mengerti, saya akan pura-pura tidak t
Pada akhir bulan, Risa akan pergi belanja ke mall untuk mengisi kekosongan barang-barang kebutuhannya. Untuk kebutuhan Satria, Risa akan berhati-hati dalam memilih dan menentukan yang terbaik untuk putra semata wayangnya untuk dibeli. Matanya menyipit ketika melihat sosok yang tak ingin dilihatnya. Ia bergegas membayar semua barang yang dibelinya, Risa terlalu malas untuk bertemu dengannya yang akan membuat moodnya memburuk. Maksud hati ingin menghindar, namun mereka bertemu muka tepat ketika Risa hampir mencapai pintu keluar mall. Otaknya bekerja cepat, Risa adalah wanita yang sangat cerdas, dalam hal menutupi keadaan hatinya, ia sangatlah jago. Risa tersenyum manis seolah tidak pernah tahu kelakuan bejat sahabat karibnya. "Hei, Rin apa kabar? Kemana saja sih, Elo selama ini? Gue kehilangan banget, tau. Terakhir bertemu waktu kita berada di Surabaya. Ngapain sih lo suka ngilang-ngilang, nggak jelas?" Risa kembali ke mode cerewet seperti biasanya."Hai, Ris?" Karin tidak menyangka aka
"Bik sum, bagaimana keadaan Satria, saat aku tinggal tadi?" Risa terpaksa keluar sebentar meninggalkan Satria karena harus bertemu Jono yang melaporkan suatu hal penting padanya."Rewel Non, badannya sedikit anget." Bi sumi masih menepuk-nepuk punggung Satria yang sedang tidur digendongannya."Makasih ya, Bik, Risa nggak tahu harus bagaimana kalau nggak ada Bibik." Risa memeluk Bi Sumi dari samping."Non, kayak sama siapa saja, Non sudah saya anggap sebagai anak sendiri dari dulu, Non. Bibik nggak punya anak perempuan. Ngerawat Non, seperti ngerawat putri Bibik sendiri. Bibik sangat bersyukur.""Risa juga sudah nganggap bibik sebagai Ibunya Risa, Bik.""Non, apa nggak sebaiknya memberitahu Den Danu kalau Den Satria sakit. Kasihan Den Satria, Non, kayaknya dia rindu sama Ayahnya."Risa menghela napasnya." Saya harus bagaimana Bik, Mas Danu sangat sibuk.""Sesibuk-sibuknya di kantor, masak nggak bisa menjaga Den Satria. Dulu almarhum Bapak juga bisa menyempatkan waktu untuk bermain denga
Hanya tuhan yang berhak menentukan takdir kita, sebagai seorang hamba, kita hanya bisa pasrah dan rela menjalani kehidupan sementara di dunia fana ini.Sudah beberapa jam lamanya Risa tertidur akibat suntikan bius yang diberikan padanya karena ia terus berteriak histeris mendengar Satria sudah meregang nyawa meninggalkannya."Bik Sum." panggil Danu."Den.""Gimana Satria sekarang, kok tiba-tiba dibawa kemari." Danu bertanya kepada Bi Sumi. Karena Danu melihatmya melintas di depan koridor rumah sakit."Den Satria sudah sembuh, dia tidak akan merasa sakit lagi. Aden nggak usah khawatir." "Syukurlah, dimana Istri saya, Bik. Kenapa ponselnya nggak bisa dihubungi? Saya sangat khawatir."Non Risa jangan diganggu dulu Den, dia kecapek'an. Sebaiknya Aden mandi dulu sana, bau parfum yang nempel di badan aden bikin Bibik pusing, pasti Non Risa juga nggak suka sama bau ini, Den." Bi Sumi menutup hidungnya.Danu membaui kemejanya, benar saja, bau parfumnya Karin masih tertinggal di seluruh badann
Wanita itu adalah Karin, ia membuka kacamata hitamnya, lalu berjalan menghampiri Risa.Danu terkejut dengan kedatangan Karin yang tanpa diundang. Ia ingin mengusirnya, tapi tidak memungkinkan untuk buka suara di depan Risa yang akan curiga kepadanya."Ris …."Di luar dugaan, Risa berjalan menabrak bahu Karin dan meninggalkan pemakaman tanpa berbicara, diikuti oleh Bi Sum di belakangnya."Apa-apaan ini, kenapa dia sok banget, sombongnya nggak ketulungan, dasar …." umpat Karin."Diam!" Danu berteriak."Mas, kamu lihat nggak kelakuannya, dia sudah menghina aku secara tidak langsung.""Bisa diem, nggak?!" Danu melotot garang, ia berjalan meninggalkan pemakaman."Mas, Mas Danu tunggu. Mas, jangan tinggalin aku." Karin berlari mengejar Danu yang sudah masuk ke dalam mobilnya. Dengan napas yang terengah, Karin akhirnya berhasil menyusul Danu lalu duduk di sebelah Danu.Danu mencengkeram setir mobil dengan kuat, kukunya memutih, meluapkan emosinya pada stang bundar itu."Ngapain kamu kesini. H