Perasaan Lia tidak bisa tenang sejak mengetahui kebenarannya, kalau sebenarnya Davin sudah mengetahuinya sejak lama kanak-kanak. Kalau berpikir lagi, pantas saja pria itu selama ini sangat peduli pada Raka, rupanya itu bukan hanya ikatan batin, tapi juga pengetahuan pria itu.Mengingat hal itu, Lia jadi kalut dan terus berpikir. Kini jangankan makan yang sudah tak teratur, tapi waktu tidurnya pun sudah berantakan. Kecemasan merusaknya dan Lia terlihat berantakan.Klak!Davin masuk ke kamar dan menatap Lia selama beberapa waktu. "Aku tidak bisa melepasmu, maksudku sampai kapanpun kau harus menjadi sekretarisku, tapi sebaliknya tugasmu tidak akan sepadat yang sebelumnya. Kau akan lebih senggang mulai sekarang."Lia menoleh dan segera mengerutkan dahinya sambil menatap ke arahnya. "Apa yang kamu inginkan sebagai gantinya. Aku yakin itu tak gratis bukan?!" ujar Lia cukup sarkas.Davin tersenyum, tersenyum licik lalu mengangguk. "Tepat sekali. Cerdas sekali, Lia!" puji Pria itu, tapi malah
Lia mendesah kasar melihat hasil tes kehamilan yang dia miliki. Sesungguhnya dia benar hamil dan bukan menderita sakit maag. Menarik laci di meja riasnya kemudian kembali menyimpannya."Dulu aku susah sekali hamil walau sudah berobat kesana kemari, tapi sekarang disaat segalanya sudah berubah kenapa aku mudah hamil. Aku ingat bahkan selalu mengonsumsi obat pencegah kehamilan kok?" Lia sedikit bingung, meski kemudian karena tak punya pilihan diapun menerima segalanya.Beranjak dari sana Lia segera menuju ke dapur untuk memasak. Dia tak bisa tenang karena selalu kepikiran Raka dan merindukan anaknya itu."Iya anak Papa yang sangat ganteng, nanti Papa kesana, ya? Kamu jangan sedih terus, oke?!" Davin sedang video call di ruang tengah, dan Lia yang lewat sana melihatnya.Wanita itu mendekat, tapi saat Davin menyadari kehadirannya. Pria itu langsung pamit pada sang buah hatinya dan menutup videocall-nya."Keterlaluan!" umpat Lia kelepasan kesal. "Aku juga ingin ketemu anakku, Mas!!""Lalu
Lia menghadang Davin yang baru pulang. Entah mengapa dia yang kesal karena suaminya tiba-tiba tidak kelihatan di kantor atau di rumah seharian membuatnya seberani itu."Dari mana?" tanya Lia sambil menatap tajam.Davin kaget dan menatap Lia dengan tak percaya, tapi kemudian dia malah mendekat dan mengangkat dagu Lia ke atas. "Kamu merindukanku sayang?"Davin mengecup Lia dan wanita itu tak menolak, meski kemudian mengusap bibirnya dan menatap Davin dengan tatapan yang semakin tajam."Aku tanya dari mana?!" kali ini nada suara Lia meninggi.Davin masih saja tak langsung menjawab dan malah mendengus dihadapan Lia. Pria itu segera merangkul pinggang Lia lalu mengikis jarak diantara mereka. "Sepertinya kau memang merindukanmu aku, baiklah ayo kota tuntaskan kerinduanmu!"Lia segera waspada dan mendorong dada Davin dengan keras. Entah mengapa dia masih ngotot ingin tahu, tapi disaat yang sama dia sudah muak meladeni Davin."Oke, tidak mau memberitahu ya! Baiklah Mas Davin, tak masalah, tap
Lia mendesah kasar karena kecewa. Davin masih bungkam soal kemana dia seharian. Pria itu bahkan tampak acuh dan tidak peduli, dan hal itulah yang membuat Lia uring-uringan tak jelas.Anehnya sejak hamil anak kedua ada perasaan aneh yang membuatnya posesif pada pria kejam itu, dan sebetulnya Lia pun heran dengan dirinya sendiri."Apa aku mengalami penyimpangan, suka disiksa sampai berpikiran seperti itu. Tidak rela jika bajing*n itu dengan wanita lain. Sial, bodoh sekali perasaanku!" Lia mendesah kasar. Pikirannya bertentangan dengan fakta itu, tapi ya bagaimana lagi kenyataannya memang begitu. "Aaarrggh ... kenapa jadi begini?"Sepanjang hari Lia tidak fokus pada pekerjaannya dan Davin berakhir mengomelinya. Namun kini bukan lagi perasaan sakit hati yang Lia rasakan, tapi jengkel luar biasa, sampai dirinya bahkan tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri."Kalau kamu merasa itu salah, kenapa tidak memperbaikinya sendiri. Bikin susah orang saja! Sudahlah, Pak. Aku pusing mendengarkan oc
"Sayang tunggu!" teriak Liona yang menyusul Davin ke parkiran rumah sakit.Dia tak terima Davin pulang begitu saja, dan hanya datang untuk Ares. Setidaknya pria itu bisa memberikan kepastian sebelum pergi."Apalagi, Liona. Aku tidak punya waktu jika kau mengejarku kemari hanya untuk omong kosong!" tegas Davin terlihat kesal.Liona yang nafasnya tak beraturan karena berlari, tak bisa langsung menjawab dan memilih mengatur pernafasan terlebih dahulu. Melihat itu Davin berdecak kesal dan menatapnya dengan jengkel."Cepatlah! Katakan apa yang kau inginkan?!" tanya Davin tak sabaran."Ak-aku hanya ingin memastikan bagaimana dengan pernikahan kita?" tanya Liona setelah berhasil mengatur nafasnya dengan baik.Namun bukannya menjawab, Davin malah mengangkat tangan dan menunjukkan jemarinya."Di mana cincin pertunangan kita, dan cincin siapa itu?" tanya Liona kaget dan lumayan syok."Cih, cincin tunangan? Aku bahkan tidak pernah memakainya. Jangan bercanda, terlebih lagi tentang pernikahan. Da
Lia sangat awal bisa dibilang terlalu dini, karena bahkan belum subuh. Dia tiba-tiba merasa lapar, mengingatkan sesuatu yang pedas atau juga yang segar.Wanita itu pun bangkit dari tempat tidur, setelah sebelumnya menguap dan mengusir kantuknya. "Ch, kenapa sih pakaian aku dibuang jauh ke sana?"Tak mau berdiam saja, meskipun jengkel Lia memungut pakaiannya, lalu memakainya kembali. Dia ke dapur, setelah menyempatkan diri cuci muka. Membuatkan teh hangat yang dicampur dengan perasan jeruk nipis, lalu melanjutkan kegiatannya. Wanita itu mulai memasak dan menyiapkan sarapan."Hm, aku tahu ini tak cocok di makan pagi hari, makanan super pedas cukup menyiksa lambung, tapi aku sangat ingin bagaimana lagi ini toppoki terlalu menggugah selera!" Lia benar-benar bernafsu melihatnya.Dia bahkan sangat bersemangat menghabiskannya, lalu merasa puas setelah kenyang. "Sudah aku duga, ini enak! Huhh, sayang saja aku sedang hamil, jadi nggak boleh makan banyak atau menambah level yang jauh lebih peda
Lia dan Liona akhirnya dilerai setelah, Kevin asisten pribadi Davin melihat keduanya. Kini mereka sudah dipisahkan, dengan Liona yang ditahan Kevin sementara Lia dia sendirian. Wanita itu bisa dibiarkan karena keliatannya dialah yang lebih tenang.Namun walau begitu, cakaran sudah menghiasi pipi keduanya juga rambut yang acak-acakan, mereka masih saja menatap dengan sama tajamnya memperlihatkan aura permusuhan yang tidak memudar."Sekalinya rendah*n tetap saja rendah*n, selamanya tidak akan berubah," cibir Liona masih saja memancing suasana menjadi keruh.Lia tak menanggapinya, dia mencoba tenang sambil membiarkan seseorang datang untuk mengobati lukanya, dan itu adalah atas inisiatif Kevin karena dia asisten pribadi dari suaminya Lia. Pria itu pikir sudah menjadi kewajibannya memastikan kondisi istri dari bossnya.Namun Liona malah iri dengan hal itu, ketimbang lukanya diobati, Kevin malah terus men
Davin sangat syok mendengar penjelasan dari ibunya. Dia antara tidak percaya bagaimana mungkin ibunya Amel sekejam itu. Wanita yang melahirkan dirinya adalah orang yang pernah menghancurkan rumah tangganya, dan bahkan bisa dikatakan memisahkannya dengan putranya Raka.Sekarang bagaimana, Davin sendiri sangat kebingungan. Setelah cukup syok dengan fakta yang ada, dia jadi tak tahu harus bagaimana menghadapi Lia.Berjalan menghampiri kamarnya dalam penyesalan, lalu membukanya dengan perlahan.Brugh!"Arrrggghhh, Mas tolong aku, perutku sakit ... tolong Mas aku sedang hamil!" Lia tiba-tiba saja sudah didepannya terjatuh dalam keadaan yang memprihatinkan. Wajahnya pucat dan sesuatu yang berwarna merah mengalir dari sela kedua kakinya.Melihat itu Davin terkejut dan tanpa pikir panjang segera menghampiri dan menggendongnya. Pria itu dengan cepat membawa istrinya ke rumah sakit.