Lia menghadang Davin yang baru pulang. Entah mengapa dia yang kesal karena suaminya tiba-tiba tidak kelihatan di kantor atau di rumah seharian membuatnya seberani itu."Dari mana?" tanya Lia sambil menatap tajam.Davin kaget dan menatap Lia dengan tak percaya, tapi kemudian dia malah mendekat dan mengangkat dagu Lia ke atas. "Kamu merindukanku sayang?"Davin mengecup Lia dan wanita itu tak menolak, meski kemudian mengusap bibirnya dan menatap Davin dengan tatapan yang semakin tajam."Aku tanya dari mana?!" kali ini nada suara Lia meninggi.Davin masih saja tak langsung menjawab dan malah mendengus dihadapan Lia. Pria itu segera merangkul pinggang Lia lalu mengikis jarak diantara mereka. "Sepertinya kau memang merindukanmu aku, baiklah ayo kota tuntaskan kerinduanmu!"Lia segera waspada dan mendorong dada Davin dengan keras. Entah mengapa dia masih ngotot ingin tahu, tapi disaat yang sama dia sudah muak meladeni Davin."Oke, tidak mau memberitahu ya! Baiklah Mas Davin, tak masalah, tap
Lia mendesah kasar karena kecewa. Davin masih bungkam soal kemana dia seharian. Pria itu bahkan tampak acuh dan tidak peduli, dan hal itulah yang membuat Lia uring-uringan tak jelas.Anehnya sejak hamil anak kedua ada perasaan aneh yang membuatnya posesif pada pria kejam itu, dan sebetulnya Lia pun heran dengan dirinya sendiri."Apa aku mengalami penyimpangan, suka disiksa sampai berpikiran seperti itu. Tidak rela jika bajing*n itu dengan wanita lain. Sial, bodoh sekali perasaanku!" Lia mendesah kasar. Pikirannya bertentangan dengan fakta itu, tapi ya bagaimana lagi kenyataannya memang begitu. "Aaarrggh ... kenapa jadi begini?"Sepanjang hari Lia tidak fokus pada pekerjaannya dan Davin berakhir mengomelinya. Namun kini bukan lagi perasaan sakit hati yang Lia rasakan, tapi jengkel luar biasa, sampai dirinya bahkan tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri."Kalau kamu merasa itu salah, kenapa tidak memperbaikinya sendiri. Bikin susah orang saja! Sudahlah, Pak. Aku pusing mendengarkan oc
"Sayang tunggu!" teriak Liona yang menyusul Davin ke parkiran rumah sakit.Dia tak terima Davin pulang begitu saja, dan hanya datang untuk Ares. Setidaknya pria itu bisa memberikan kepastian sebelum pergi."Apalagi, Liona. Aku tidak punya waktu jika kau mengejarku kemari hanya untuk omong kosong!" tegas Davin terlihat kesal.Liona yang nafasnya tak beraturan karena berlari, tak bisa langsung menjawab dan memilih mengatur pernafasan terlebih dahulu. Melihat itu Davin berdecak kesal dan menatapnya dengan jengkel."Cepatlah! Katakan apa yang kau inginkan?!" tanya Davin tak sabaran."Ak-aku hanya ingin memastikan bagaimana dengan pernikahan kita?" tanya Liona setelah berhasil mengatur nafasnya dengan baik.Namun bukannya menjawab, Davin malah mengangkat tangan dan menunjukkan jemarinya."Di mana cincin pertunangan kita, dan cincin siapa itu?" tanya Liona kaget dan lumayan syok."Cih, cincin tunangan? Aku bahkan tidak pernah memakainya. Jangan bercanda, terlebih lagi tentang pernikahan. Da
Lia sangat awal bisa dibilang terlalu dini, karena bahkan belum subuh. Dia tiba-tiba merasa lapar, mengingatkan sesuatu yang pedas atau juga yang segar.Wanita itu pun bangkit dari tempat tidur, setelah sebelumnya menguap dan mengusir kantuknya. "Ch, kenapa sih pakaian aku dibuang jauh ke sana?"Tak mau berdiam saja, meskipun jengkel Lia memungut pakaiannya, lalu memakainya kembali. Dia ke dapur, setelah menyempatkan diri cuci muka. Membuatkan teh hangat yang dicampur dengan perasan jeruk nipis, lalu melanjutkan kegiatannya. Wanita itu mulai memasak dan menyiapkan sarapan."Hm, aku tahu ini tak cocok di makan pagi hari, makanan super pedas cukup menyiksa lambung, tapi aku sangat ingin bagaimana lagi ini toppoki terlalu menggugah selera!" Lia benar-benar bernafsu melihatnya.Dia bahkan sangat bersemangat menghabiskannya, lalu merasa puas setelah kenyang. "Sudah aku duga, ini enak! Huhh, sayang saja aku sedang hamil, jadi nggak boleh makan banyak atau menambah level yang jauh lebih peda
Lia dan Liona akhirnya dilerai setelah, Kevin asisten pribadi Davin melihat keduanya. Kini mereka sudah dipisahkan, dengan Liona yang ditahan Kevin sementara Lia dia sendirian. Wanita itu bisa dibiarkan karena keliatannya dialah yang lebih tenang.Namun walau begitu, cakaran sudah menghiasi pipi keduanya juga rambut yang acak-acakan, mereka masih saja menatap dengan sama tajamnya memperlihatkan aura permusuhan yang tidak memudar."Sekalinya rendah*n tetap saja rendah*n, selamanya tidak akan berubah," cibir Liona masih saja memancing suasana menjadi keruh.Lia tak menanggapinya, dia mencoba tenang sambil membiarkan seseorang datang untuk mengobati lukanya, dan itu adalah atas inisiatif Kevin karena dia asisten pribadi dari suaminya Lia. Pria itu pikir sudah menjadi kewajibannya memastikan kondisi istri dari bossnya.Namun Liona malah iri dengan hal itu, ketimbang lukanya diobati, Kevin malah terus men
Davin sangat syok mendengar penjelasan dari ibunya. Dia antara tidak percaya bagaimana mungkin ibunya Amel sekejam itu. Wanita yang melahirkan dirinya adalah orang yang pernah menghancurkan rumah tangganya, dan bahkan bisa dikatakan memisahkannya dengan putranya Raka.Sekarang bagaimana, Davin sendiri sangat kebingungan. Setelah cukup syok dengan fakta yang ada, dia jadi tak tahu harus bagaimana menghadapi Lia.Berjalan menghampiri kamarnya dalam penyesalan, lalu membukanya dengan perlahan.Brugh!"Arrrggghhh, Mas tolong aku, perutku sakit ... tolong Mas aku sedang hamil!" Lia tiba-tiba saja sudah didepannya terjatuh dalam keadaan yang memprihatinkan. Wajahnya pucat dan sesuatu yang berwarna merah mengalir dari sela kedua kakinya.Melihat itu Davin terkejut dan tanpa pikir panjang segera menghampiri dan menggendongnya. Pria itu dengan cepat membawa istrinya ke rumah sakit.
Lia awalnya heran bagaimana Davin berubah drastis terhadapnya, tapi setelah mengingat bagaimana perlakuan Davin pada Rakan dan mengaitkannya pada kehamilannya. Lia pikir mungkin karena pria itu menginginkan anaknya. Di mata Lia, Davin memang suami yang tidak punya perasaan seperti iblish, tapi sebagai seorang ayah dia itu penuh kasih sayang dan perhatian."Kamu ambil cuti saja mulai sekarang, tidak usah bekerja lagi," ujar Davin menyarankan."Kalau aku tidak bekerja, terus aku melakukan apa? Aku sudah biasa melakukan itu dan tolong jangan melarangku, Mas!" jelas Lia menolak."Hanya sementara, sampai kamu melahirkan. Setidaknya biarkan anak kita dalam keadaan aman, Lia," jelas Davin memberi pengertian."Oh, jadi maksud Mas bekerja akan membuat anak kita kenapa-napa?" balas Lia agak menuntut."Bukan begitu, tapi stress karena bekerja bisa mempengaruhinya. Ingat kata dokter, Lia," p
Liona tersenyum senang ketika mendapatkan pesan dari Amel. Dia pikir wanita paruh baya itu kembali berpihak padanya. Sehingga ketika pesan yang ternyata mengajaknya bertemu itu membuat Liona sangat bersemangat."Maaf Ma, aku terlambat. Mama sudah pesan sesuatu atau mau aku pesankan saja?" tanya Liona dengan manisnya, dia tanpak perhatian dan memperdulikan Amel."Tidak perlu, aku juga tidak akan lama. Aku hanya ingin bicara sebentar denganmu," jawab Amel dengan datar. "Namun walaupun begitu, kamu silahkan pesankan apa saja yang kamu inginkan, tagihannya biar aku yang menanggungnya," lanjut Amel membuat Liona cukup tersinggung.Hanya saja wanita itu tak mau menunjukkannya, dia tak mau meninggalkan citra yang buruk di mata mertuanya."Baiklah. Kalau begitu Mama mau bicara apa denganku?" tanya Liona serius dan kali ini penasaran juga.Amel mengangguk lalu menjelaskan niatnya, "aku ak