(POV Jamie)"Kalian lagi ngapain?" Mata Sandrina menyipit. Refleks tangan ini lekas kuturunkan dari pipi Shakira. Kami berdua sama-sama salah tingkah."Bunda, aku kebelet pipis." Kimie mendekati ibunya."Oh ya udah bareng bunda sini!" Shakira langsung menggandeng tangan anaknya. Wanita itu terselamatkan dengan kehadiran Kimie. Kini keduanya masuk ke toilet perempuan."Kenapa Mas Jamie ada di toilet perempuan?" tanya Sandrina lagi.Aku tercekat. Sialnya otak ini tidak bisa langsung merespon untuk membuat jawaban palsu."Eum ... aku ... aku tadi--""Kenapa salah tingkah gitu sih?" Kini kening Sandrina berkerut, lalu tersenyum kecil. "Suka ya sama Mbak Kira?" Tebakan mendadak dari Sandrina kian membuatku tidak berkutik. Lagi-lagi wanita dua puluh lima tahun itu tersenyum. "Kok tambah tegang gitu? Ya ampun! Aku cuma bercanda doang kok, Mas." Kini Sandrina benar-benar tergelak. "Akutu kenal sama kamu, Mas. Gak bakalan kamu tertarik sama Mbak Kira. Dulu aja waktu kuliah banyak yang kamu cue
Acara makan selesai. Shakira mengajak pulang. Padahal Kimie masih ingin bersenang-senang di mal ini. Ketika anak itu merajuk, Shakira cukup menatap tajam dan Kimie menunduk takut. Bocah itu salim padaku dan Sandrina dengan wajah muram."Terima kasih banyak untuk hadiahnya, Om." Gadis itu kembali terima kasih saat pamit. "Kalo ada waktu main ke rumah aku bareng Tante Nina, ya?""Oh ... tentu, Sayang," sahut Sandrina hangat. Tunanganku memeluk anak kecil yang terlihat cemberut itu."Ayo, Kimie! Udah malam ini." Shakira menarik lengan Kimie dengan agak keras. Membuat gadis itu terseok-seok mengikuti langkah ibunya. Aldi sendiri sudah jauh melangkah.Andai punya kuasa sudah kutegur Shakira untuk tidak setegas itu pada Kimie.Tapi, bukankah Kimie putri kandungku? Aku berhak atas dia. Sekarang yang membuat aku lemah adalah keberadaan Sandrina.Karena memang sudah lelah, Sandrina pun meminta balik. Wajah nelangsa Kimie membuat aku tidak fokus mengendara. Anak itu masih ingin bersenang-senang
(POV Shakira)"Bunda aku masih ingin jalan-jalan di sini," rajuk Kimie ketika aku memintanya untuk pulang. "Masih mau lihat-lihat lagi," imbuhnya terdengar merengek.Kimie bukan bocah yang manja. Namun, dia tetaplah anak kecil yang akan merajuk jika permintaannya tidak dipenuhi. Apalagi selalu ada Aldi yang siap membelanya."Kimie, ini udah malem. Besok kamu harus sekolah kan?" Aku mengingatkan dengan tenang.Tetapi, pancaran mata ini sengaja aku bulatkan. Membuat Kimie langsung menunduk karenanya. Anak itu begitu memang begitu patuh padaku."Sekarang salim sama mereka!" suruhku sambil menunjuk Sandrina dan Jamie.Kimie menurut. Dengan bermuram durja ia mencium punggung tangan Sandrina dan Jamie secara bergantian dan hormat."Makasih banyak atas hadiahnya ya, Om," ucap Kimie pada ayahnya. Jamie menanggapi dengan senyuman kecil. "Kalo ada waktu main ke rumah aku bareng Tante Nina, ya."Aku tercekat mendengar ajakan anak kecil itu. Kenapa Kimie cepat tumbuh dewasa seperti itu? Di sisi l
Weekdays. Saatnya kembali ke rutinitas. Seperti biasa Aldi selalu datang ke rumah untuk mengantar Kimie ke sekolah, aku bekerja, dan Salwa ke kampus jika gadis itu ada kuliah pagi."Aku akan seminggu ke pelabuhan Ratu. Ada syuting di sana," pamit Aldi suatu pagi. Kami sedang dalam perjalanan menuju tempatku bekerja. "Lumayan walau bukan peran utama, tapi aku dapat banyak scene." Dia bercerita dengan bibir yang melukis senyum."Bagus itu," tanggapku ikut berbahagia."Kamu gak papa kan aku tinggal?" tanya Aldi lembut."Gak papa dong."Aldi melengkungkan bibir. "Aku akan kerja keras ngumpulin duit banyak. Biar bisa mewujudkan impian pernikahanmu," janjinya syahdu.Aku menggeleng. "Aku gak ada impian pernikahan. Yang penting nanti keluargamu menerimaku dengan baik itu sudah cukup.""Ya ... setidaknya aku bisa memberimu mahar dibanding Jamie yang bahkan cincin perkawinan pun dia tidak sanggup memberikannya. Mahar pun dia sampai harus pinjam uang--""Al, please jangan bahas dia!" pintaku te
(POV Shakira)"Apa kabar, Kira?"Mulutku cukup lama ternganga. Bagai melihat hantu di siang hari mendapati Jamie hadir di rumah ini. Seharusnya sebagai seorang wanita, aku merasa senang didatangi seorang pria tampan. Namun, hati ini justru dilanda takut."Nak Jamie?!" Aku berpaling. Sosok Ibu sudah berdiri tegak di belakangku. Wajah wanita itu tidak kalah terkesimanya melihat kedatangan sang mantan menantu. "Benarkah kamu, Nak Jamie? Mantan suaminya Kira?" tanya Ibu mendekati Jamie."Betul, saya Jamie, Bu." Jamie menyahut dengan senyum mengembang. Penuh kesopanan ayah dari anakku itu meraih tangan Ibu. Menciumnya takzim."Ya Allah ... Nak! Ke mana perginya kamu selama ini?" tanya Ibu sambil mengelus rambut tebal Jamie yang sedikit membungkuk saat salim. Wanita itu masih memperlakukan Jamie putra kandungnya sendiri. "Kamu tahu? Kira hamil begitu kalian bercerai. Kamu punya anak perempuan, Jamie. Cantik sekali, Nak," terang Ibu begitu menggebu. Air mata haru lolos dari kedua manik hitam
Dua hari kemudian, kondisi Kimie kian membaik. Anak itu minta dihubungkan dengan nomor Jamie. Karena terus merengek terpaksa kupenuhi."Assalamualaikum, Om Jamie. Ini Kimie," sapanya riang gembira.[ ... ]Kimie tidak menyalakan loud speaker, sehingga aku tidak bisa mendengar suara Jamie di seberang sana."Iya, Kimie sudah sembuh. Beneran deh." Gadis kecil itu mengacungkan jari tengah dan telunjuk. Aku tergeli. Di sana Jamie mana melihat tanda swear-nya.[ ... ]"Asyik! Kimie tunggu besok, ya."[ ... ]"Walaikum salam!" Kimie menutup sambungan. "Yeayy ... Besok jadi jalan-jalan dengan Om Jamie!" serunya gembira. Usai menyerahkan ponsel padaku, gadis itu meloncat-loncat kegirangan. Bibirku berkedut senang menyaksikan kebahagiaan Kimie.Karena besok akan pergi jalan-jalan, kusuruh Kimie untuk tidur lebih awal. Anak itu menurut tanpa banyak bicara.Besok paginya, selepas menunaikan ibadah shalat subuh, Kimie sudah heboh. Anak itu mandi cepat. Sarapan pagi dengan lahap tanpa disuruh, lal
(POV Jamie)Inilah hari yang paling ditunggu selama beberapa hari terakhir. Aku akan pergi bersama Shakira dan Kimie. Dua perempuan yang sangat berarti untukku saat ini.Rasa tidak sabar membuatku bangun terlalu pagi. Usai beribadah pagi, aku latihan treadmill. Tidak lama cukup empat puluh lima menit saja. Asal keringat sudah membasahi badan.Duduk seharian dari pagi sampai petang, bahkan hingga malam membuat tubuh kurang bergerak. Makanya sebisa mungkin aku menyempatkan diri berolah raga di rumah sebelum berangkat kerja.Tidak heran jika banyak yang memuji jika tubuhku kini mulai berisi. Lebih tegap dan berdada lumayan bidang. Bahkan otot-otot di perut dan lengan juga sudah terlihat. Padahal dulunya aku tipe pemuda kerempeng.Setelah melihat waktu gegas aku membersihkan diri. Tidak boleh terlambat ke rumah Shakira. Aku tidak mau membuat Kimie kecewa.Usai mandi aku dibuat pusing saat memilih baju. Bingung harus mengenakan pakaian apa? Aku tergeli sendiri.Kenapa rasanya excited bange
Berhasil!" Aku dan Shakira refleks menoleh. Cahaya lampu membuat mata kami silau. Tiga orang teknisi dengan helm kuning terkesiap menatap kami.Aku dan Shakira lekas memisahkan diri. Wanita itu lekas bangkit, lalu mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. Sulit juga bangun dengan menggendong Kimie."Wahhh ... rupanya ada keluarga kecil yang hendak bermalam di lift ini," ujar seorang teknisi begitu kami keluar.Shakira terlihat jengah, sementara aku cuek saja. Kami berjalan cepat menuju mobil. Kimie yang terlelap kubaringkan di jok belakang."Terima kasih ya, untuk hari ini," ucap Shakira saat dalam perjalanan pulang. Suaranya lirih. Namun, aku tahu dia bahagia."Aku yang berterima kasih karena kamu mengizinkannya.""Kimie anakmu tentu saja aku mengizinkannya, Jam.""Kalo gitu akan ada jalan-jalan bersama season dua, tiga dan seterusnya kan?" tanyaku sambil menatapnya serius. "Jalan-jalan hanya kita bertiga saja," imbuhku sambil menaikkan alis. Shakira kikuk dan itu sungguh terlih