“Bos menyebalkaaaaaannnnnnn!” teriaknya tanpa suara. Sebagai akhir dari omelannya. Gadis itu mematikan ponselnya dan segera membenamkan dirinya dibalik selimut.
Jam weker berbunyi berkali-kali. Namun gadis itu masih menggulung diri di dalam selimut. Alarm pada ponsel sudah mulai berdering juga. Namun, seperti ada lem perekat pada matanya. Dia begitu sulit untuk terjaga pagi itu. Sebuah deringan telepon mampu mengumplukan seluruh kesadarannya.
BosGalak
Nada dering special untuk satu kontak itu mampu menarik nyawanya untuk segera berkumpul. Srikandi terperanjat dan langsung meraih ponsel untuk mengangkat panggilan.
“Hall--” Belum sempat dia menuntaskan ucapannya, suara dari seberang telepon sudah menghardiknya dengan cepat.
“Kamu sengaja mau buat saya terlambat? Ini mana toko elektroniknya kok belum buka?” Suaranya betul-betul bagai petir yang menyambar dipagi buta.
“Dasar bos menyebalkan.” Srikandi bergumam penuh penekanan, namun tanpa suara, sambil memandang ponselnya dengan geram.
“Ehmm ... iy—iya, Pak, saya udah WA semalem.” Srikandi segera meloud speakerkan ponselnya. Diaberpindahkelayar chat untuk memeriksa apakah pesannya sudah mendapatkan balasan.
“Aduuhhh,” Srikandi menepuk keningnya. Ternyata chatnya baru dibalas sekitar lima menit yang lalu.
“Emhh ... Bapak bias ke kantor dulu aja, biar nanti saya yang ambilkan, mungkin orang tokonya kesiangan Pak bangunnya,” Srikandi mencoba member penawaran.
“Sekarang sudah jam tujuh, saya butuh mempelajari slide presentasinya.” Komplennya.
“Kan Bapak bias lihat di HP, email Bapak udah terkoneksi ‘kan?” Srikandi kembali memberikan solusi.
Tut TutTut
Sambungan telepon ditutup seketika. Gadis itu berjengkit. Dilemparnya ponsel ke atas tempat tidu rmelampiaskan kekesalannya. Dilihatnya sudah pukul tujuh lewat lima menit. Dia bergegas mengambil handuk yang tergantung di samping lemari. Setengah berlari menuju kamar mandi.
Rutinitas mandi singkatnya selesai. Dicarinya dalam lemari blazer yang sudah dia ambil dari laundry. Masih wangi dan rapi. Setelah selesai berpakaian, memakai make up singkat, minimalis namun tetap manis. Karena akhir-akhir ini dirinya sudah terbiasa kesiangan, sehingga menjadi lebih terlatih dalam melakukan hal-hal yang express. Mandi cepat, sarapan cepat dan berdandan cepat.
Setelah dirasa selesai, dia mematut dirinya di depan cermin sebentar. Memutar, tersenyum, mengibaskan rambut. Ah, terlihat menawan menurutnya. Disambarnya tas di atas meja rias sambil berjalan keluar. Berjalan tergesa-gesa sambil memesan ojek online.
“Ayo Neng,” tukang ojol langgangannya ternyata sudah standby di depan paviliunnya. Srikandi tersenyum sambil menerima helm dari tukang ojol tersebut.
“Di depan mampir bentar ya, mau beli sarapan,” ucap Srikandi setelah duduk diboncengan dengan nyaman. Tukang ojek online itu mengangguk, sudah paham lagi kebiasaan langgangannya.
Kantor dan paviliunnya tidak berjarak terlalu jauh. Dalam waktu lima belas menit dia sudah sampai. Srikandi memberikan satu bungkus sarapan untuk tukang ojol seperti biasa. Kemudian dia berjalan menyapa security, masuk ke lobi menyapa resepsionist yang sudah dating sejak pagi.
Srikandi memilih satu kubikel untuk tamu yang ada di lobi untuk menghabiskan sarapannya sebelum masuk ruangan. Namun, belum sempat dia duduk, suara berat itu terdengar dari belakangnya.
“Laptop saya mana?”
Deg
Hatinya seketika berdebar kencang. Bukan karena kasmaran, tapi karena dia melupakan pesanan bosnya.
“Pagi Pak!” Srikandi berbalik dan memasang wajah ramahnya, menatap bosnya yang berdiri dengan wajah datar.
“Laptop saya?” Dia tak menjawab ucapan sektertarisnya.
“Emhh ... itu Pak, tadi saya udah minta dikirim pakai go online Pak, jadi bentar lagi sampai,” ucapnya berbohong menutupi kesalahannya. Karena kesiangan, dia benar-benar lupa untuk mampir ke took itu.
Lelaki itu terdiam sebentar. Kemudian dia berbalik setelah berkata.
“Kirimkan password laptop kamu, saya pelajari di sana saja,” ucapnya tanpa menunggu jawaban, langsung menuju ruangannya. Srikandi menepuk keningnya sambil merutuki kecerobohannya.
“Untung selamat. Nih, otak masih bagus bisa diajak kerjasama, meski perut meronta,”gumamnya.
Akhirnya sarapannya dikesampingkan. Dia segera menghubungi took elektronik langganannya untuk mengantarkan pesanannya menggunakan go online, seperti yang dia informasikan pada bosnya. Kemudian dia memberikan password laptopnya melalui pesan singkat pada lelaki menyebalkan itu.
[SriCantik.]
[Gak ada kerjaanya muji diri sendiri?] Balasan cepat diterima. Srikandi menghela napas.
[Itu password laptop saya, Pak, tadi Bapak mintakan?] Pesan terkirim. Satu detik, dua detik, satu menit, sepi tak ada balasan lagi.
Dia simpan ponsel ke meja, di samping menu sarapannya. Nasi kuning dengan rendang daging. Baru saja suapan pertama. Tiba-tiba bell masuk terdengar.
“Ya ampun, aku belum finger scan.” Srikandi berjalan tergesa-gesa menuju gate exit di belakang. Sarapannya dia bawa ke pantry, sekalian lewat. Kalau ada record telat, bisa-bisa kena potong gaji. Bos menyebalkan itu tidak akan mengapprove form koreksi kehadiran.
Setelah finger scan, akhirnya dia kembali dengan perasaan tenang. Rencananya akan menyimpan tas, kemudian menghabiskan sarapannya di pantry. Baru saja tiba di pintu pantry, terlihat sesesorang sedang memakan nasi yang tadi disimpannya.
“Mas Bismaaaa, itu nasi aku,” Srikandi cemberut mendapati Bisma tengah asyik menyantap nasinya hingga tinggal setengah.
“Lha, punyamu? Tadi aku pesen bu Irma nasi kuning juga,” Bisma melongo menatap wajah kesal Srikandi.
“Permisi Pak. Maaf, tadi nasi kuning yang jualan di depan sudah habis.” Bu Irma yang merupakan office girl muncul dari balik pintu dan menghampirinya. Dia mengembalikan uang lima puluh ribuan pada Bisma. Bisma menatap Sri yang cemberut. Bagaimanapun, nasi kuningnya sudah habis setengah. Tidak mungkin dia kembalikan.
“Ntar sore, aku ganti deh, kamu pilih mau makan di mana, ntar aku yang traktir, ya.” Janji Bisma sambal melempar senyum, meredakan kekesalan sekretaris bosnya.
Akhirnya untuk hari itu, Srikandi harus cukup mengganjal perutnya, dengan dua lembar roti tawar milik nawacita. Seorang rekan kerjanya yang bekerja pada bagian Design & Development. Kebetulan Nawacita datang ke pantry untuk membuat roti bakar. Memang staff-staff terkadang banyak yang telat sarapan, karena alasan kesiangan. Namun mereka selalu menggantinya dengan loyalitas pulang malam tanpa dibayar. Secara jam kerja memang lunas, tapi secara etika termasuk tidak bisa dimasukan dalam kategori baik.“Makasih ya Cita, aku masuk dulu ke ruangan,” ucap Srikandi sambil mengambil tissue untuk melap bibirnya, kemudian mencuci tangan.“Mas Bisma, ntar aku cari restoran paling mahal, biar kamu gadein KTP buat bayar,” ancam Srikandi sambil tersenyum pada Bisma yang masih menikmati tegukan kopi terakhirnya.“Oke, uang aku banyak Sri, jangankan bayar makan, bayarin restorannya aja sanggup,” kekeh Bisma menggo
Tak berapa lama, Anwar sang IT datang ke ruangan mereka. Srikandi mempersilakan Anwar untuk mengerjakan tugasnya. Dia berdiri tak jauh dari sana. Hanya butuh waktu lima menit buat IT handal itu mereset ulang username dan password komputernya.“Sri, masukin password barunya,” ucap Anwar setelah selesai. Dia bergeser dari tempat duduk Srikandi.“Pak Juna, mari Pak,” Anwar berpamitan pada Arjuna yang tengah duduk tanpa memperhatikan keberadaannya. Namun lelaki itu hanya berdehem tanpa meliriknya.“Makasih ya, Mas, maaf ngerepotin pagi-pagi,” ucap Srikandi sambil tersenyum. Anwar mengangguk.“Besok aku beliin sarapan deh, ya, buat ucapan terima kasihnya,” ucap Srikandi.“Aku yang seperti biasa aja kalo mau beliin,” ucap Anwar menghentikan langkahnya yang sudah hendak meninggalkan ruangan. Kemudian dia merogoh saku dan mengeluarkan dompetnya. Diambilnya uang lima puluh ribuan
Disebuah apartement.Sementara itu, disebuah apartement seorang wanita cantik terlihat gelisah. Beberapa kali dia mengambil ponsel, kemudian meletakkannya kembali. Digesernya layar ponsel mencari nama seseorang yang sudah dua tahun terakhir ini berstatus sebagai kekasihnya, Arjuna.Junaku Itulah tulisan yang terpampang pada layar ponselnya. Wanita itu tidak lain adalah Cantika, seseorang yang baru saja diputuskan oleh kekasih sekaligus pohon uangnya itu. Akhirnya jemarinya mulai merangkai kata, dikirimkannya sebuah pesan, setelah semua panggilannya diabaikan. Mungkin kini lelaki itu benar-benar telah membencinya. Namun setidaknya dia akan berusaha sejauh yang dia bisa.Ridho, baginya hanya selingan ketika bosan dan sendirian karena Arjuna sering sekali sibuk dengan pekerjaannya. Wanita itu mencari pelampiasan karena selama ini Arjuna tidak pernah mau terlalu jauh menjamahnya. Mereka dekat seperti orang berpacaran biasanya,
“Dho, ayo!” wanita itu menarik lengan lelakinya. Lelaki bertubuh tinggi itu mengikuti wanita dengan mini dress marun yang sudah menggelayuti lengannya dengan manja. Mereka memasuki VIP room di seberang ruangan yang Srikandi masuki.Tak berapa lama, Arjuna bersama tiga orang berkewarganegaraan Jepang berjalan dari arah lift. Mereka terlihat mengobrol santai. Arjuna terlihat lebih keren, ketika dasi dan jasnya dia lepas, style lebih terlihat casual. Beruntung dia melihat tamunya mengenakan pakaian casual, ketika baru saja tiba di parkiran. Disimpannya jas miliknya, satu kancing kemeja bagian atas dia buka, lengan kemeja panjangnya dilipat sedikit.Dua jam lebih mereka mengurung diri dalam ruangan karaoke. Pastinya ditemani oleh beberapa singer yang khusus dipesan oleh tamunya. Srikandi tetap stay tune bersama mereka. Sesekali sudut matanya melirik wajah bosnya yang tampak mencoba bersikap ramah.Waktu mereka
Kringgg Kringgg KringggJam weker di atas nakas berbunyi. Tak berapa lama nada alarm dari ponselnya menyusul membangunkannya. Srikandi berusaha membuka matanya yang masih terasa berat. Bagaimanapun dia tidur cukup larut malam tadi. Dia mencoba membujuk kelopak matanya untuk terbuka. Mengingat-ingat sesuatu yang menarik.“Ahh, sarapan Mas Anwar,” gumamnya sambil mencoba mendorong kelopak mata yang begitu lengket.“Aku nggak boleh kesiangan, demi membalas budi baiknya,” gumamnya sambil melempar selimut yang membuatnya enggan bergerak.Diambilnya remote AC dan segera dimatikan. Memeriksa ponsel, melihat pesan namun sepi. Dilihatnnya bayangan dirinya dalam cermin. Bangun tidur, kecantikan natural pikirnya. Gadis itu tersenyum sendiri melihat pantulan dirinya. Mata panda, rambut kusut, dia membayangkan ke kantor dengan tampilan seperti itu. Ah, sudahlah Sri jangan menghayal dipagi buta. Bergegaslah mandi.Bilasan air mem
“Kalau bukan karena ayah menggantikanmu dengannya, mungkin hari ini kita masih berbahagia.” Arjuna bersandar pada kursi kebesarannya. Matanya beralih menatap seisi ruangan. Masih selalu terbayang bagaimana kehangatan yang tercipta setiap hari di ruangan itu. Suasana yang sungguh jauh berbeda dengan sekarang.“Apa lagi rencana gilanya, seenaknya mau menjodohkanku dengan orang yang tidak dikenal, huh!” Arjuna mengacak rambutnya tanpa sadar, mengingat perkataan Tuan Bagaskara tempo hari tentang rencana memperkenalkannya dengan anak kolega bisnisnya.Tuan Bagaskara sebenarnya merasa bersalah, ketika malam itu melihat putranya pulang dengan wajah berantakan. Akhirnya dia menghubungi kolega bisnisnya untuk memperkanalkan putra-putri mereka. Tuan Arnold setuju, begitupun putrinya yang baru saja kembali dari kuliah di luar negeri. Pak Bagaskara pastinya memiliki alasan kuat kenapa dia bersikeras tidak merestui hubungan putra sematawayangnya dengan Canti
Srikandi, Bisma dan Anwar akhirnya sampai di tempat yang mereka pesan. Hari itu sang sekretaris mengurusi reservasi untuk kepentingan dirinya. Tempat makan yang dipilihnya bukan yang tergolong mahal, namun tetap berkelas dan nyaman. Mereka mengambil tempat di lantai dua, di paling pojok, sengaja Srikandi memilih tempat makan outdoor, sehingga mereka bisa menikmati taburan bintang gemintang di langit lepas.Ketiga orang itu sudah melepaskan alas kaki. Balai-balai bambu yang didominasi dengan hiasan tradisional begitu tepat, menjadikan suasana menjadi romantis. Srikandi memilih duduk di pinggir, sehingga bisa bersandar pada dinding anyaman bambu yang menjadi pembatas setiap gazebo.“Sri.” Bisma dan Anwar berbarengan. Keduanya saling menatap dan tertawa.“Lo duluan Mas,” ucap Anwar yang memang usianya lebih muda beberapa bulan daripada Bisma.“Ya, iyalah, gue kan lebih senior daripada elo,” ucap Bisma sambil menepuk dada.
Sementara itu, Srikandi segera menuju resepsionis untuk melakukan reservasi. Dia memilih ruangan tertutup mengingat tamunya ingin karaoke lagi. Kali ini dia sudah memikirkan sebuah lagu jika pada akhirnya harus tetap menyanyi.Beruntung di tempat seperti itu ada juga ruangan premium meskipun tidak sebagus di hotel berbintang. Lagipula salah mereka sendiri, kenapa membuat acara seperti membuat sambel, dadakan. Srikandi memang masih mengenakan pakaian kantor, mengingat tadi langsung berangkat tanpa pulang dulu ke kost paviliunnya.Srikandi tengah duduk dan bersantai di ruangan itu. Dia sengaja memesan ruangan large untuk meminimalisir kesan sumpek, karena dinding ruangan ini didesain tidak terlalu tinggi. Sebuah notifikasi pesan masuk berbunyi.Tring[Ruangan mana?] Pesan dari Arjuna.[Room D75 Pak.] Ucap Srikandi.[Large?] rupanya dia sudah hapal.
BAB 46 –MENIKAH Tidak berapa lama Arjuna dan Tuan Bagaskara beserta Nyonya Arimbi datang kembali ke kamar Srikandi. Gadis itu tampak masih terduduk dan mencoba mencerna semua keadaan yang terjadi. Rasa trauma kejadian semalam belum hilang. Tubuhnya masih luka-luka dan terasa sakit semua. Pagi-pagi sudah ditangkap basah harus menikah. Kepalanya berdenyut hebat dan tidak bisa berpikir jernih lagi. “Saya sudah memutuskan kalian untuk menikah hari ini!” Srikandi masih duduk menunduk. Dia tidak merespon apapun ucapan ayah dari Arjuna itu. “Saya tidak tahu harus berkata apa? Menolak atau menerima? Tapi saya pun tidak tahu apa yang telah terjadi pada kami malam tadi,” ucap Srikandi setelah terdiam beberapa lama. “Ini demi kebaikanmu juga, Sri! Lelaki itu bisa bebas kapan saja dan mencarimu, dia bisa lebih brutal lagi setelah tidak berhasil mendapatkanmu!” ucap Tuan Bagaskara dengan tenang. “Meskipun kita menuntut dan memasukkan
BAB 45 –Tertangkap BasahDi tengah keseruan mereka. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Nyonya Arimbi datang membawakan dua gelas susu cokelat. Dia meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidur yang sedang diduduki bertiga.“Juna, Sri, ini diminum dulu susunya mumpung masih hangat.” Wanita itu menyodorkan satu gelas susu kepada Srikandi.“Makasih, Bu!” Srikandi menerimanya. Gadis itu segera meneguk susu hangat tersebut hingga sisa setengah gelas.Bi Ikah menyimpan kembali gelas dengan susu yang masih setengah sisa. Dia melanjutkan memijit lengan Srikandi.Nyonya Arimbi menghampiri putranya yang baru saja menutup kotak P3K. Lelaki itu masih duduk di ujung dipan tempat Srikandi bersandar.“Sini kotak P3K-nya Jun, ini kamu minum dulu mumpung masih hangat!” Nyonya Arimbi menyodorkan segelas susu lainnya pada Arjuna.“Tumben, biasanya Bi Ikah yang buatin?” Arjuna mencebik
BAB 44 –Pulang Ke Rumah Arjuna Arjuna menghampiri Benny dan menepuk pundaknya. “Saya akan urus kamu setelahnya, ikut dulu saja ke kantor polisi buat kesaksian yang memberatkan dia!” Mata Arjuna memicing ke arah Ridho. Kemudian dia melanjutkan memapah Srikandi yang terpincang-pincang menuju mobilnya. Wanita itu masih terlihat syok. Air mata masih sesekali menggenang di matanya. Arjuna membukakan pintu depan. Srikandi menatapnya merasa sungkan. Bagaimanapun kondisinya kotor dan berantakan. “Nanti mobilnya kotor, Pak!” Arjuna terdiam sebentar. Dia melihat pakaian Srikandi yang basah kuyup. Kemudian lelaki itu membuka pintu belakang mobilnya dan mengambil jas yang menggantung di sana. “Pakailah, nanti kedinginan! Jangan pikirkan mobil saya, pikirkan dirimu sendiri!” Dia menyodorkannya pada Srikandi. Wanita itu masih diam mematung. Arjuna segera melepas hunger dan menyamp
BAB 43 – PENANGKAPANSrikandi perlahan melepas heel-nya. Satu tangannya merogoh ke dalam tasnya dan mengambil sesuatu. Dadanya sudah bergemuruh hebat. Dia sama sekali tidak menyangka lelaki yang akan dijodohkan dengannya akan berbuat senekat ini.“Bang, sadar Bang! Kamu akan merusak hubungan kedua orang tua kita, kalau kamu melakukan ini?” Srikandi mencoba mengulur waktu.Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya. Jemarinya mulai menyentuh pipi Srikandi, tetapi wanita itu menepisnya.“Sri, jangan jual mahal! Nggak ada siapapun yang bisa menolongmu di sini! Pilihannya cuma dua, mau dipaksa atau suka rela?” Matanya menatap penuh hasrat.Wajah Srikandi semakin memerah. Darahnya mengalir berdesir hebat. Ketakutan menyelimuti dirinya. Dia mencoba menarik napas beberapa kali. Matanya mengintip ke dalam tas untuk mencari benda pipih miliknya.Dia mengusap layar ponselnya dan mencari nama sese
BAB 42 – Kau Akan Jadi MilikkuTidak lama, terlihat Srikandi keluar dari gerbang menuju mobilnya. Ridho menyambutnya dengan senyuman ramah ketika gadis itu sudah duduk di sampingnya. Mobil melaju sedang meninggalkan perusahaan Bagaskara Group.Mobil yang mereka tumpangi melesat membelah keramaian. Menuju sebuah kafe yang sudah Ridho booking terlebih dulu.“Sri, akhir-akhir ini kamu jarang banget bales pesan aku? Ada apa, ya?” Lelaki itu menelisik.“Aku sibuk, Bang! Sejak bos aku kecelakaan, banyak banget urusan yang harus aku selesaikan.”“Sekarang bisa ketemu, berarti bos kamu udah sembuh?”“Iya, Bang.”Hanya percakapan-percakapan singkat yang terjadi antara mereka. Srikandi terlihat tidak seperti biasa. Senyum yang indah itu sudah tidak lagi tampak pada raut wajahnya. Ridho benar-benar yakin, jika sudah terjadi sesuatu.Apakah lelaki itu sudah mence
BAB 41 – Bertemu RidhoAkhir pekan yang melelahkan. Begitulah kira-kira kesan yang diperoleh wanita kelahiran Garut itu. Mereka tiba menjelang malam. Minggu malam yang harusnya digunakan untuk istirahat maksimal, menjadi malam yang menyita waktu.Senin pagi akhirnya tiba. Srikandi sedang berdiri di depan gerbang kost paviliunnya menunggu ojek online yang dipesannya. Wanita itu menenteng satu bag besar berisi oleh-oleh untuk rekan-rekan kantornya.Baru saja ojol datang. Sebuah Chevrolet menepi. Mobilnya diparkirkan di depan tukang ojol yang baru saja menyerahkan helm pada Srikandi.Arjuna turun dari Chevrolet miliknya. Lelaki itu berjalan menghampiri Srikandi yang tengah mengenakan helm."Pagi, Pak! Ngapain ke sini dulu, semalem ada yang ketinggalan?" Akhirnya dia berhasil mengunci helmnya. Menoleh ke arah Arjuna yang mendekat ke arahnya."Iya, ada! Ayo berangkat!"Arjuna mengambil alih tentengan dari tangannya.
BAB 40 - Ke Makam Ayah"Ah, akhirnya bisa kubuka,” gumamnya sambil tiduran kembali. Dia membaca halaman demi halaman buku catatan harian sekretarisnya tanpa permisi.Arjuna segera merapikan kembali semua keadaan kamar yang sudah dibuatnya berantakan. Meskipun demikian, jika dilihat dengan seksama maka akan bisa di pastikan ada perbedaan sebelum dan sesudah dibereskan.Lembar demi lembar buku harian itu dia baca. Lancang memang, tapi karena penasaran akhirnya lelaki itu mengabaikan tata krama. Toh, semua kondisi sudah dirapikan seperti semula. Tidak akan ketahuan, pikirnya.Waktu sudah semakin malam, namun masih banyak lembaran yang belum dia selesaikan. Kantuk menyerang tanpa kompromi, sehingga Arjuna terlelap dengan buku masih dalam genggaman.Subuh akhirnya menjelang.Gedoran pada pintu tidak lekas membuat mata Arjuna terbuka. Lelaki itu benar-benar terlelap. Setelah menyetir untuk perjalanan panjang
BAB 39 – Lampu HijauArjuna menarik koper Srikandi dan meletakkannya di dekat TV. Kemudian dia duduk di sofa yang tersedia di sana. Tidak lama Srikandi datang dengan secangkir kopi hitam kesukaannya. Arjuna menatap lekat gadis itu, rona bahagia terlihat begitu terpancar menambah aura kecantikannya.“Bapak, kenapa lihatin saya seperti itu? Naksir?”Srikandi melirik sekilas, kemudian meletakkan secangkir kopi pada meja di depan lelaki itu. Arjuna baru sadar jika dia sedang menatap sekretarisnya itu dengan tidak berkedip. Dia memalingkan wajah. Beruntung Bu Sartika datang. Wanita itu memilih duduk lesehan pada gelaran karpet yang tidak jauh dari sofa.Srikandi ikut duduk lesehan sambil menggelendoti tangan ibunya. Sementara wanita paruh baya itu tak henti mengusap pucuk kepala putrinya.“Nak Juna, maaf ya, sekalinya berkunjung ke sini nggak ada apa-apa, habisnya ini nih, ngasih taunya dadakan,” ucap bu Sarti
BAB 38 – Ketemu Calon Mertua“Ayo cepetan ganti baju, malah diem, nanti kemaleman di jalan!” tukas Arjuna. Sudut matanya melirik ke arah Srikandi yang masih mematung sambil mengerucutkan bibirnya.“Mana bisa, Pak! Emang saya cewek apaan maen ganti baju aja di depan lelaki sembarangan,” jawab Srikandi.“Eh, apa kamu bilang, saya lelaki sembarangan?”“B-Bukan duh ... maksudnya sembarangan ganti bajunya.”“Ayo cepetan, mumpung saya berbaik hati mau nganterin Kamu!” perintahnya.“B-Bapak keluar dulu lah! Ayo Pak ... ih ... cepetan!”Srikandi kembali menggoyang-goyangkan kaki Arjuna yang terjulur ke lantai. Lelaki itu masih tak bergeming. Akhirnya Srikandi mengambil kemoceng yang tergantung dekat jendela. Tanpa disangka, gadis itu menggunakan bulu-bulu ayam itu untuk menggelitiki pinggang bosnya.“Duh! Apaan Sri, geli! Itu kotor tahu!&r