Akhirnya untuk hari itu, Srikandi harus cukup mengganjal perutnya, dengan dua lembar roti tawar milik nawacita. Seorang rekan kerjanya yang bekerja pada bagian Design & Development. Kebetulan Nawacita datang ke pantry untuk membuat roti bakar. Memang staff-staff terkadang banyak yang telat sarapan, karena alasan kesiangan. Namun mereka selalu menggantinya dengan loyalitas pulang malam tanpa dibayar. Secara jam kerja memang lunas, tapi secara etika termasuk tidak bisa dimasukan dalam kategori baik.
“Makasih ya Cita, aku masuk dulu ke ruangan,” ucap Srikandi sambil mengambil tissue untuk melap bibirnya, kemudian mencuci tangan.
“Mas Bisma, ntar aku cari restoran paling mahal, biar kamu gadein KTP buat bayar,” ancam Srikandi sambil tersenyum pada Bisma yang masih menikmati tegukan kopi terakhirnya.
“Oke, uang aku banyak Sri, jangankan bayar makan, bayarin restorannya aja sanggup,” kekeh Bisma menggoda Srikandi. Wanita itu hanya mencebik kemudian berlalu meninggalkan Nawacita dengan Bisma di sana.
“Mas Bisma suka ya, sama Mba Sri?” Tiba-tiba gadis itu melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Bisma terdiam beberapa saat dan berpikir.
“Ya, sukalah, sama kamu aja aku suka,” jawab Bisma santai sambil tersenyum dan melirik gadis cantik yang usianya jauh lebih muda darinya. Nawacita mencebik sambil berlalu.
“Aihh, menyamarkan jawaban itu bukan ciri-ciri orang gentle tau,” ucapnya sambil berlalu meninggalkan Bisma dari pantry.
“Eh, apaan? Siapa yang menyamarkan jawaban Cit, aku emang suka kok sama kamu!” goda Bisma dengan volume maksimal karena wanita itu sudah hampir keluar dari pintu pantry yang memang terbuka.
“Kalo mau pacaran jangan di pantry, nggak malu apa teriak-teriak?” Tiba-tiba Arjuna muncul dari balik pintu. Wajahnya datar, matanya mengedar ke seluruh sudut.
“Bos nyari siapa?” tanya Bisma sambil berdiri dan menyimpan gelas kotor ke wastafel yang akan menjadi pekerjaan bu Irma selanjutnya.
“Srikandi,” ucapnya kemudian pergi setelah ternyata yang bersangkutan tidak ada.
“Deuhh, dasar sepupu kurang etika,” gerutu Bisma sambil mencebik melihat punggung bos nya yang menjauh. Kemudian Bisma keluar dari pantry dan menuju ruangannya, yang bersebelahan dengan ruangan Arjuna. Terlihat Srikandi berjalan dari arah berlawanan.
“Habis dari mana? dicariin kampret tadi?” ucap Bisma asal.
“Hah? Siapa Mas? Kampret bukannya kelewar, ya?” Srikandi menatap penasaran. Bisma menatap laptop baru yang dibawa Srikandi. Bukannya menjawab pertanyaan, namun malah bertanya balik.
“Beli laptop baru?” tanyanya.
“Punya BGS Pak,” ucap Srikandi. Kali ini Bisma yang mengkerutkan dahi.
“BGS itu apa?” tanyanya.
“Bos Ganteng Sendiri, Mas,” ucap Srikandi nyengir kuda, karena dalam hatinya berkata lain. BGS adalah kependekad dari Bos Galak Sekali. Bisma menggeleng kepala kemudian mendorong pintu kaca ruangannya.
Ruangan mereka seperti dua buah akuarium besar. Terdiri dari kaca tebal dan tembus pandang. Jadi dari kedua ruangan itu bisa saling memperhatikan, kecuali jika tirai ditutup. Hanya itulah satu-satunya pembatas yang memisahkan.
“Ini Pak, laptopnya.” Sri memberikan laptop baru pada bosnya. Arjuna memicing, dia masih sedang mempelajari slide pada laptop miliknya.
“Saya taruh di sini ya, Pak,” ucap Srikandi dengan sopan dan menyimpan laptop itu diarea kosong lainnya di meja Arjuna.
“Udah disetting semua?” tanyanya memastikan. Srikandi mengangguk, hendak berjalan ke mejanya.
“Ini laptop kamu, bawa! Enak banget mau saya anterin?” ketus Arjuna yang membuat langkah Srikandi terhenti. Dia menghela napas. Kemudian berbalik badan dan tersenyum yang dibuat, terlihat senatural mungkin.
“Ya, kirain kan Bapak belum selesai?” bela Srikandi menghampiri meja Arjuna dan mengambil laptopnya yang ternyata sudah dia matikan.
Lelaki itu sudah beralih fokus pada laptop barunya dan tidak menjawab komplenan sekretarisnya. Srikandi melangkah kembali ke mejanya. Dicolokannya charger laptop, kemudian dia nyalakan.
SriCantik, ditulisnya password untuk masuk, namun gagal. Password tidak sesuai.
SriCantik, ditulisnya password untuk kedua kalinya, namun gagal lagi. Password masih tidak sesuai.
Dia terhenti dan mengambil catatan dari dalam tasnya. Dia lihat list password. Namun benar, passwordnya adalah SriCantik. Diliriknya Arjuna, mana mungkin lelaki itu dengan tidak sopan mengganti password-nya.
SriCantik, ditulisnya sekali lagi dengan penuh kesadaran dan kehati-hatian. Namun gagal lagi. Akhirnya dia terblokir tidak bisa login. Diambil nya gagang telepon dan langsung menekan nomor 007 untuk ruangan IT.
“Halo, Mas Anwar, bisa ke ruangan aku?” ucapnya, jeda sebentar. Arjuna mengerutkan dahi, mendengar Srikandi memanggil IT.
“Iya, laptop aku ke lock, tadi salah masukin password,” ucapnya menjeda lagi.
“Ok, makasih Mas, ditunggu ya, mau meeting hari ini soalnya, Bye.” Srikandi menutup gagang teleponnya.
“Kenapa kamu manggil IT?” Arjuna menatapnya dingin.
“Password aku salah terus Pak, jadinya ke lock,” ucap Srikandi sambil merengut.
“Emang kamu masukin apa?” tanya Arjuna.
“SriCantik,” jawab Srikandi singkat.
“Passwordnya udah saya ganti, EnggaCantik,” ucapnya tetap menatap layar laptop yang menampilkan presentasinya.
“Bapak kenapa nggak bilang?” Srikandi protes.
“Kamu sendiri yang nggak nanya,” jawab Arjuna tidak mau kalah.
“Tapi, itu kan password saya, laptop saya, kenapa seenaknya Bapak, ganti?” Srikandi menatap lelaki yang tidak memperhatikan ke arahnya itu.
“Saya terganggu dengan password kamu yang tidak sesuai kenyataan,” ucapnya kekanak-kanakan.
Srikandi cemberut. Malas untuknya memperpanjang perdebaatan. Kali ini dia sudah menyiapkan satu password yang sesuai kenyataan. BGS atau BosGalakSekali.
Tak berapa lama, Anwar sang IT datang ke ruangan mereka. Srikandi mempersilakan Anwar untuk mengerjakan tugasnya. Dia berdiri tak jauh dari sana. Hanya butuh waktu lima menit buat IT handal itu mereset ulang username dan password komputernya.“Sri, masukin password barunya,” ucap Anwar setelah selesai. Dia bergeser dari tempat duduk Srikandi.“Pak Juna, mari Pak,” Anwar berpamitan pada Arjuna yang tengah duduk tanpa memperhatikan keberadaannya. Namun lelaki itu hanya berdehem tanpa meliriknya.“Makasih ya, Mas, maaf ngerepotin pagi-pagi,” ucap Srikandi sambil tersenyum. Anwar mengangguk.“Besok aku beliin sarapan deh, ya, buat ucapan terima kasihnya,” ucap Srikandi.“Aku yang seperti biasa aja kalo mau beliin,” ucap Anwar menghentikan langkahnya yang sudah hendak meninggalkan ruangan. Kemudian dia merogoh saku dan mengeluarkan dompetnya. Diambilnya uang lima puluh ribuan
Disebuah apartement.Sementara itu, disebuah apartement seorang wanita cantik terlihat gelisah. Beberapa kali dia mengambil ponsel, kemudian meletakkannya kembali. Digesernya layar ponsel mencari nama seseorang yang sudah dua tahun terakhir ini berstatus sebagai kekasihnya, Arjuna.Junaku Itulah tulisan yang terpampang pada layar ponselnya. Wanita itu tidak lain adalah Cantika, seseorang yang baru saja diputuskan oleh kekasih sekaligus pohon uangnya itu. Akhirnya jemarinya mulai merangkai kata, dikirimkannya sebuah pesan, setelah semua panggilannya diabaikan. Mungkin kini lelaki itu benar-benar telah membencinya. Namun setidaknya dia akan berusaha sejauh yang dia bisa.Ridho, baginya hanya selingan ketika bosan dan sendirian karena Arjuna sering sekali sibuk dengan pekerjaannya. Wanita itu mencari pelampiasan karena selama ini Arjuna tidak pernah mau terlalu jauh menjamahnya. Mereka dekat seperti orang berpacaran biasanya,
“Dho, ayo!” wanita itu menarik lengan lelakinya. Lelaki bertubuh tinggi itu mengikuti wanita dengan mini dress marun yang sudah menggelayuti lengannya dengan manja. Mereka memasuki VIP room di seberang ruangan yang Srikandi masuki.Tak berapa lama, Arjuna bersama tiga orang berkewarganegaraan Jepang berjalan dari arah lift. Mereka terlihat mengobrol santai. Arjuna terlihat lebih keren, ketika dasi dan jasnya dia lepas, style lebih terlihat casual. Beruntung dia melihat tamunya mengenakan pakaian casual, ketika baru saja tiba di parkiran. Disimpannya jas miliknya, satu kancing kemeja bagian atas dia buka, lengan kemeja panjangnya dilipat sedikit.Dua jam lebih mereka mengurung diri dalam ruangan karaoke. Pastinya ditemani oleh beberapa singer yang khusus dipesan oleh tamunya. Srikandi tetap stay tune bersama mereka. Sesekali sudut matanya melirik wajah bosnya yang tampak mencoba bersikap ramah.Waktu mereka
Kringgg Kringgg KringggJam weker di atas nakas berbunyi. Tak berapa lama nada alarm dari ponselnya menyusul membangunkannya. Srikandi berusaha membuka matanya yang masih terasa berat. Bagaimanapun dia tidur cukup larut malam tadi. Dia mencoba membujuk kelopak matanya untuk terbuka. Mengingat-ingat sesuatu yang menarik.“Ahh, sarapan Mas Anwar,” gumamnya sambil mencoba mendorong kelopak mata yang begitu lengket.“Aku nggak boleh kesiangan, demi membalas budi baiknya,” gumamnya sambil melempar selimut yang membuatnya enggan bergerak.Diambilnya remote AC dan segera dimatikan. Memeriksa ponsel, melihat pesan namun sepi. Dilihatnnya bayangan dirinya dalam cermin. Bangun tidur, kecantikan natural pikirnya. Gadis itu tersenyum sendiri melihat pantulan dirinya. Mata panda, rambut kusut, dia membayangkan ke kantor dengan tampilan seperti itu. Ah, sudahlah Sri jangan menghayal dipagi buta. Bergegaslah mandi.Bilasan air mem
“Kalau bukan karena ayah menggantikanmu dengannya, mungkin hari ini kita masih berbahagia.” Arjuna bersandar pada kursi kebesarannya. Matanya beralih menatap seisi ruangan. Masih selalu terbayang bagaimana kehangatan yang tercipta setiap hari di ruangan itu. Suasana yang sungguh jauh berbeda dengan sekarang.“Apa lagi rencana gilanya, seenaknya mau menjodohkanku dengan orang yang tidak dikenal, huh!” Arjuna mengacak rambutnya tanpa sadar, mengingat perkataan Tuan Bagaskara tempo hari tentang rencana memperkenalkannya dengan anak kolega bisnisnya.Tuan Bagaskara sebenarnya merasa bersalah, ketika malam itu melihat putranya pulang dengan wajah berantakan. Akhirnya dia menghubungi kolega bisnisnya untuk memperkanalkan putra-putri mereka. Tuan Arnold setuju, begitupun putrinya yang baru saja kembali dari kuliah di luar negeri. Pak Bagaskara pastinya memiliki alasan kuat kenapa dia bersikeras tidak merestui hubungan putra sematawayangnya dengan Canti
Srikandi, Bisma dan Anwar akhirnya sampai di tempat yang mereka pesan. Hari itu sang sekretaris mengurusi reservasi untuk kepentingan dirinya. Tempat makan yang dipilihnya bukan yang tergolong mahal, namun tetap berkelas dan nyaman. Mereka mengambil tempat di lantai dua, di paling pojok, sengaja Srikandi memilih tempat makan outdoor, sehingga mereka bisa menikmati taburan bintang gemintang di langit lepas.Ketiga orang itu sudah melepaskan alas kaki. Balai-balai bambu yang didominasi dengan hiasan tradisional begitu tepat, menjadikan suasana menjadi romantis. Srikandi memilih duduk di pinggir, sehingga bisa bersandar pada dinding anyaman bambu yang menjadi pembatas setiap gazebo.“Sri.” Bisma dan Anwar berbarengan. Keduanya saling menatap dan tertawa.“Lo duluan Mas,” ucap Anwar yang memang usianya lebih muda beberapa bulan daripada Bisma.“Ya, iyalah, gue kan lebih senior daripada elo,” ucap Bisma sambil menepuk dada.
Sementara itu, Srikandi segera menuju resepsionis untuk melakukan reservasi. Dia memilih ruangan tertutup mengingat tamunya ingin karaoke lagi. Kali ini dia sudah memikirkan sebuah lagu jika pada akhirnya harus tetap menyanyi.Beruntung di tempat seperti itu ada juga ruangan premium meskipun tidak sebagus di hotel berbintang. Lagipula salah mereka sendiri, kenapa membuat acara seperti membuat sambel, dadakan. Srikandi memang masih mengenakan pakaian kantor, mengingat tadi langsung berangkat tanpa pulang dulu ke kost paviliunnya.Srikandi tengah duduk dan bersantai di ruangan itu. Dia sengaja memesan ruangan large untuk meminimalisir kesan sumpek, karena dinding ruangan ini didesain tidak terlalu tinggi. Sebuah notifikasi pesan masuk berbunyi.Tring[Ruangan mana?] Pesan dari Arjuna.[Room D75 Pak.] Ucap Srikandi.[Large?] rupanya dia sudah hapal.
Mobil yang dikendarai Bisma membelah keramaian. Waktu belum terlalu malam, jalanan masih ramai lancar. Lelaki itu memutar lagu untuk menemani perjalanan mereka. Lampu jalanan yang terang berbaris, berpendar menyala menambah hangatnya rasa. Perasaan lelaki itu menghangat setiap dia melihat raut bahagia wanita yang tengah asyik sendiri dengan pemikirannya. Srikandi duduk nyaman pada kursi di sebelahnya, pandangannya terlempar keluar jendela.“Sri.” Bisma memulai kembali obrolan yang terhenti begitu saja.“Ya, Mas.” Wanita itu menoleh sekilas ke arahnya. Kemudian berpaling kembali menatap dunia luar yang terlihat indah.Namun belum sempat obrolan berlanjut, ponsel milik wanita itu berdering. Srikandi melihatnya sekilas kemudian mengabaikannya. Berdering lagi, didiamkan lagi. Berulang kali, hingga pada deringan kelima akhirnya Srikandi mengangkat telepon itu.“Hallo!” Akhirnya wanita itu menjawab telepon dengan malas.
BAB 46 –MENIKAH Tidak berapa lama Arjuna dan Tuan Bagaskara beserta Nyonya Arimbi datang kembali ke kamar Srikandi. Gadis itu tampak masih terduduk dan mencoba mencerna semua keadaan yang terjadi. Rasa trauma kejadian semalam belum hilang. Tubuhnya masih luka-luka dan terasa sakit semua. Pagi-pagi sudah ditangkap basah harus menikah. Kepalanya berdenyut hebat dan tidak bisa berpikir jernih lagi. “Saya sudah memutuskan kalian untuk menikah hari ini!” Srikandi masih duduk menunduk. Dia tidak merespon apapun ucapan ayah dari Arjuna itu. “Saya tidak tahu harus berkata apa? Menolak atau menerima? Tapi saya pun tidak tahu apa yang telah terjadi pada kami malam tadi,” ucap Srikandi setelah terdiam beberapa lama. “Ini demi kebaikanmu juga, Sri! Lelaki itu bisa bebas kapan saja dan mencarimu, dia bisa lebih brutal lagi setelah tidak berhasil mendapatkanmu!” ucap Tuan Bagaskara dengan tenang. “Meskipun kita menuntut dan memasukkan
BAB 45 –Tertangkap BasahDi tengah keseruan mereka. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Nyonya Arimbi datang membawakan dua gelas susu cokelat. Dia meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidur yang sedang diduduki bertiga.“Juna, Sri, ini diminum dulu susunya mumpung masih hangat.” Wanita itu menyodorkan satu gelas susu kepada Srikandi.“Makasih, Bu!” Srikandi menerimanya. Gadis itu segera meneguk susu hangat tersebut hingga sisa setengah gelas.Bi Ikah menyimpan kembali gelas dengan susu yang masih setengah sisa. Dia melanjutkan memijit lengan Srikandi.Nyonya Arimbi menghampiri putranya yang baru saja menutup kotak P3K. Lelaki itu masih duduk di ujung dipan tempat Srikandi bersandar.“Sini kotak P3K-nya Jun, ini kamu minum dulu mumpung masih hangat!” Nyonya Arimbi menyodorkan segelas susu lainnya pada Arjuna.“Tumben, biasanya Bi Ikah yang buatin?” Arjuna mencebik
BAB 44 –Pulang Ke Rumah Arjuna Arjuna menghampiri Benny dan menepuk pundaknya. “Saya akan urus kamu setelahnya, ikut dulu saja ke kantor polisi buat kesaksian yang memberatkan dia!” Mata Arjuna memicing ke arah Ridho. Kemudian dia melanjutkan memapah Srikandi yang terpincang-pincang menuju mobilnya. Wanita itu masih terlihat syok. Air mata masih sesekali menggenang di matanya. Arjuna membukakan pintu depan. Srikandi menatapnya merasa sungkan. Bagaimanapun kondisinya kotor dan berantakan. “Nanti mobilnya kotor, Pak!” Arjuna terdiam sebentar. Dia melihat pakaian Srikandi yang basah kuyup. Kemudian lelaki itu membuka pintu belakang mobilnya dan mengambil jas yang menggantung di sana. “Pakailah, nanti kedinginan! Jangan pikirkan mobil saya, pikirkan dirimu sendiri!” Dia menyodorkannya pada Srikandi. Wanita itu masih diam mematung. Arjuna segera melepas hunger dan menyamp
BAB 43 – PENANGKAPANSrikandi perlahan melepas heel-nya. Satu tangannya merogoh ke dalam tasnya dan mengambil sesuatu. Dadanya sudah bergemuruh hebat. Dia sama sekali tidak menyangka lelaki yang akan dijodohkan dengannya akan berbuat senekat ini.“Bang, sadar Bang! Kamu akan merusak hubungan kedua orang tua kita, kalau kamu melakukan ini?” Srikandi mencoba mengulur waktu.Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya. Jemarinya mulai menyentuh pipi Srikandi, tetapi wanita itu menepisnya.“Sri, jangan jual mahal! Nggak ada siapapun yang bisa menolongmu di sini! Pilihannya cuma dua, mau dipaksa atau suka rela?” Matanya menatap penuh hasrat.Wajah Srikandi semakin memerah. Darahnya mengalir berdesir hebat. Ketakutan menyelimuti dirinya. Dia mencoba menarik napas beberapa kali. Matanya mengintip ke dalam tas untuk mencari benda pipih miliknya.Dia mengusap layar ponselnya dan mencari nama sese
BAB 42 – Kau Akan Jadi MilikkuTidak lama, terlihat Srikandi keluar dari gerbang menuju mobilnya. Ridho menyambutnya dengan senyuman ramah ketika gadis itu sudah duduk di sampingnya. Mobil melaju sedang meninggalkan perusahaan Bagaskara Group.Mobil yang mereka tumpangi melesat membelah keramaian. Menuju sebuah kafe yang sudah Ridho booking terlebih dulu.“Sri, akhir-akhir ini kamu jarang banget bales pesan aku? Ada apa, ya?” Lelaki itu menelisik.“Aku sibuk, Bang! Sejak bos aku kecelakaan, banyak banget urusan yang harus aku selesaikan.”“Sekarang bisa ketemu, berarti bos kamu udah sembuh?”“Iya, Bang.”Hanya percakapan-percakapan singkat yang terjadi antara mereka. Srikandi terlihat tidak seperti biasa. Senyum yang indah itu sudah tidak lagi tampak pada raut wajahnya. Ridho benar-benar yakin, jika sudah terjadi sesuatu.Apakah lelaki itu sudah mence
BAB 41 – Bertemu RidhoAkhir pekan yang melelahkan. Begitulah kira-kira kesan yang diperoleh wanita kelahiran Garut itu. Mereka tiba menjelang malam. Minggu malam yang harusnya digunakan untuk istirahat maksimal, menjadi malam yang menyita waktu.Senin pagi akhirnya tiba. Srikandi sedang berdiri di depan gerbang kost paviliunnya menunggu ojek online yang dipesannya. Wanita itu menenteng satu bag besar berisi oleh-oleh untuk rekan-rekan kantornya.Baru saja ojol datang. Sebuah Chevrolet menepi. Mobilnya diparkirkan di depan tukang ojol yang baru saja menyerahkan helm pada Srikandi.Arjuna turun dari Chevrolet miliknya. Lelaki itu berjalan menghampiri Srikandi yang tengah mengenakan helm."Pagi, Pak! Ngapain ke sini dulu, semalem ada yang ketinggalan?" Akhirnya dia berhasil mengunci helmnya. Menoleh ke arah Arjuna yang mendekat ke arahnya."Iya, ada! Ayo berangkat!"Arjuna mengambil alih tentengan dari tangannya.
BAB 40 - Ke Makam Ayah"Ah, akhirnya bisa kubuka,” gumamnya sambil tiduran kembali. Dia membaca halaman demi halaman buku catatan harian sekretarisnya tanpa permisi.Arjuna segera merapikan kembali semua keadaan kamar yang sudah dibuatnya berantakan. Meskipun demikian, jika dilihat dengan seksama maka akan bisa di pastikan ada perbedaan sebelum dan sesudah dibereskan.Lembar demi lembar buku harian itu dia baca. Lancang memang, tapi karena penasaran akhirnya lelaki itu mengabaikan tata krama. Toh, semua kondisi sudah dirapikan seperti semula. Tidak akan ketahuan, pikirnya.Waktu sudah semakin malam, namun masih banyak lembaran yang belum dia selesaikan. Kantuk menyerang tanpa kompromi, sehingga Arjuna terlelap dengan buku masih dalam genggaman.Subuh akhirnya menjelang.Gedoran pada pintu tidak lekas membuat mata Arjuna terbuka. Lelaki itu benar-benar terlelap. Setelah menyetir untuk perjalanan panjang
BAB 39 – Lampu HijauArjuna menarik koper Srikandi dan meletakkannya di dekat TV. Kemudian dia duduk di sofa yang tersedia di sana. Tidak lama Srikandi datang dengan secangkir kopi hitam kesukaannya. Arjuna menatap lekat gadis itu, rona bahagia terlihat begitu terpancar menambah aura kecantikannya.“Bapak, kenapa lihatin saya seperti itu? Naksir?”Srikandi melirik sekilas, kemudian meletakkan secangkir kopi pada meja di depan lelaki itu. Arjuna baru sadar jika dia sedang menatap sekretarisnya itu dengan tidak berkedip. Dia memalingkan wajah. Beruntung Bu Sartika datang. Wanita itu memilih duduk lesehan pada gelaran karpet yang tidak jauh dari sofa.Srikandi ikut duduk lesehan sambil menggelendoti tangan ibunya. Sementara wanita paruh baya itu tak henti mengusap pucuk kepala putrinya.“Nak Juna, maaf ya, sekalinya berkunjung ke sini nggak ada apa-apa, habisnya ini nih, ngasih taunya dadakan,” ucap bu Sarti
BAB 38 – Ketemu Calon Mertua“Ayo cepetan ganti baju, malah diem, nanti kemaleman di jalan!” tukas Arjuna. Sudut matanya melirik ke arah Srikandi yang masih mematung sambil mengerucutkan bibirnya.“Mana bisa, Pak! Emang saya cewek apaan maen ganti baju aja di depan lelaki sembarangan,” jawab Srikandi.“Eh, apa kamu bilang, saya lelaki sembarangan?”“B-Bukan duh ... maksudnya sembarangan ganti bajunya.”“Ayo cepetan, mumpung saya berbaik hati mau nganterin Kamu!” perintahnya.“B-Bapak keluar dulu lah! Ayo Pak ... ih ... cepetan!”Srikandi kembali menggoyang-goyangkan kaki Arjuna yang terjulur ke lantai. Lelaki itu masih tak bergeming. Akhirnya Srikandi mengambil kemoceng yang tergantung dekat jendela. Tanpa disangka, gadis itu menggunakan bulu-bulu ayam itu untuk menggelitiki pinggang bosnya.“Duh! Apaan Sri, geli! Itu kotor tahu!&r