Home / Romansa / BETVIEL / 02. Perempuan Penyelamat

Share

02. Perempuan Penyelamat

Author: Tans N
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ana tidak tahu mengenai apa yang terjadi di dalam kerumunan murid tersebut, begitu pula dengan Kinanti. Mereka cuma bisa mengandalkan pendengaran yang tajam untuk mencari informasi terkait kerumunan itu. Juga sayang sekali, keduanya tidak dianugerahi dengan tubuh yang tinggi, sehingga mereka terlihat seperti anak SMP kelas 1 di antara murid-murid satu sekolah mereka.

Dia masih merasa penasaran dengan orang-orang itu. Belum lagi Ana dapat mendengar suara seseorang di antara obrolan para murid di kantin. Karakter suaranya sangat berbeda dengan murid-murid di sekitar. Ada rasa marah, cemburu, bahkan tingkat kebenciannya sangat tinggi. Karakter suara yang paling dibenci Ana.

"Ana, lihat ke sana!" Kinanti menunjuk ke sebuah tangga di gedung terdekat kantin. Ana melihat ke lantai dua. Menonton dari sana akan membuat dirinya lebih mudah menyaksikan tontonan murid-murid itu.

Segera gadis berbando itu menarik lengan Kinanti dan membawanya pergi ke tempat tujuan mereka, yakni tangga yang ditunjuk Kinanti. Keduanya pun bersembunyi begitu sudah sampai di atas. Ini dimaksudkan agar diri mereka tidak terlalu tampak di hadapan banyak orang. Namun, alasan yang konyol hingga mengendap-endap hanya karena ingin mencari tahu akar permasalahan yang ada.

Sontak Kinanti terkejut dengan mulut yang menganga, diikuti oleh Ana yang memiliki respon lebih santai dari teman barunya tersebut. Mereka melihat seseorang yang badannya tengah dibenturkan ke dinding oleh murid lain. Diam-diam Ana mengepalkan tangan. Dugaannya terbukti benar.

"Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja."

"Kau pikir hanya dengan meminta maaf, maka kau bisa bebas begitu saja?"

Tubuh sang penindas memang sedikit lebih rendah, namun itu bukan menjadi alasan kalau emosinya lebih rendah dari lawan yang tengah ia dihadapi. Tidak. Sosok seperti itu takkan pernah menerima kekalahan, pun akan melakukan segala cara jika berhasil dikalahkan oleh orang yangcupu seperti si korban. Ana sudah sangat hafal kondisi ini.

Berbeda dengan sang penindas, lawan mainnya memandang ia yang tidak berdaya. Ketakutan, cemas, ragu-ragu, dan masih banyak sisi negatif yang ia perlihatkan kepada semua orang. Di samping Ana, Kinanti tengah berbisik kepadanya.

"Namanya Rezvan, dan jangan pernah kau berurusan dengannya! Dia anak dari salah satu pengusaha besar. Sudah sering dilaporkan soal penindasan dan kekerasan ke polisi, tapi tak satupun bisa membuatnya jera. Bahkan dia bisa bebas dari penjara dan berbuat jahat lagi. Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi beredar kabar kalau orang tua Rezvan menyuap polisi untuk tutup mulut," ungkapnya.

Ana menoleh, menginginkan informasi yang lebih banyak. "Apa alasan dia melakukan itu, maksudku penindasan itu?"

Kinanti menggeleng-gelengkan kepala. "Entahlah. Dia bisa tiba-tiba marah hanya karena seseorang memandangnya. Temperamen menjadi kata yang cocok sekali untuk Rezvan," balasnya.

Ana kembali memusatkan perhatiannya pada Rezvan yang masih mendorong-dorong dada orang di hadapannya. Dia sudah tidak bisa membiarkan ini lebih jauh. Tiba-tiba Ana turun dari lantai dua dan mengabaikan pekikan pelan Kinanti di belakang.

Di bawah sana, Rezvan masih ingin membuat mental korbannya jatuh. Seringai yang bibirnya perlihatkan cukup menyeramkan. Laki-laki itu melihat ke arah tag nama siswa tersebut.

Dia berkata, "Damar, berapa kali lagi kau akan bertindak begitu, hah? Kau belum tahu ajaran mengenai sopan santun, ya? Baiklah, kau harus mengetahui apa itu pelajaran sopan santun."

Rezvan pun melayangkan tinju menuju wajah Damar dengan kepalan tangan yang sangat keras. Semua murid berteriak, namun tidak dengan seorang gadis yang melemparkan sebuah buku tepat di muka Rezvan, disusul datangnya tendangan yang mengarah ke perut Rezvan. Si pemuda bergerak mundur, dan setelah itu menatap tajam ke arah si gadis yang menyerangnya secara terang-terangan.

Rezvan melihat seorang perempuan yang kini mengubah rambutnya menjadi rambut dikuncir poni, sedang berkacak pinggang sambil menatap remeh kepadanya. Anatari, tertulis itu di tag namanya. Kini semua orang bernapas lega, tetapi tidak dengan Kinanti.

"Tendangan itu aku sebut sebagai pelajaran sopan santun," ucapnya santai.

"Apa-apaan ini?!" Rezvan berteriak kesal.

Ana menaikkan kedua bahunya. "Bukankah kau yang mengatakan ingin memberi pelajaran tentang sopan santun? Aku sudah mengajarimu dengan cara yang sama sepertimu. Adil, bukan?"

Rezvan tertawa sinis. Ana bilang itu adil, meskipun tinjunya belum sampai dan dia sudah menendang perutnya. Rezvan tidak terima. Jelas-jelas ini tidak adil!

Dia menghadap Ana dan mendorong kepala gadis itu memakai jari telunjuknya, seakan-akan tengah menghina sangbgadis. Akan tetapi, segera Ana meraih tangan Rezvan dan agak meremasnya. Mencoba balik mengintimidasi.

Ana berujar, "Tak ada alasan bagiku untuk takut padamu, Rezvan."

Ana dapat menangkap sorot mata kebencian Rezvan yang ditujukan kepada dirinya. Dia melanjutkan, "Kuharap kau menghormati harga dirimu itu. Aku ingin tahu, apakah perempuan sepertiku akan kau perlakukan 'lebih lembut' atau menganggapku sebagai jenis yang sama sepertimu. Aku berharap kau mengambil pilihan kedua."

"Jangan menyesal setelah mengatakan itu!"

Kemudian, Rezvan menahan lengan Ana dan tangannya yang terbebas akan memberi pukulan di muka Ana, sebelum seseorang datang memeluk Rezvan dari belakang dan berusaha keras menenangkannya.

"Rezvan, aku mohon hentikan semua ini!"

Lelaki itu terkejut, begitu juga dengan Ana yang terlalu memperhatikan Rezvan hingga seseorang datang di tengah pertengkaran mereka berdua.

"Karina!?" ucap Rezvan.

Tubuhnya jadi tak bisa bergerak. Sentuhan lembut siswi itu berhasil melumpuhkannya. Cepat-cepat Ana melepaskan diri dan memberi jarak antara dirinya dengan Rezvan. Melihat momen itu rasanya sangat menyebalkan.

"Jangan bertengkar, Rezvan! Aku tidak ingin kau terkena masalah yang lebih besar!" seru gadis itu, yang sedang gelisah terhadap suatu hal belum tentu terjadi.

Memperhatikan mereka mendatangkan rasa kecewa bercampur jengkel bagi Ana. Yang menimbulkan keheranan dalam diri Ana adalah sosok perempuan yang Rezvan panggil Karina, tidak datang ketika laki-laki itu sedang mengganggu Damar. Tetapi, dia malah menghentikan perkelahian yang terjadi antara dirinya dengan Rezvan.

Secara mendadak, muncul sebuah pemikiran jahat dalam pikiran Ana. Kini, orang-orang memperhatikan dirinya sebagai lawan yang tangguh bagi Rezvan. Akan tetapi, bagaimana jika beberapa detik ke depan dia menjadi korban dari perbuatan Rezvan yang menyebabkan dirinya cedera?

"Oh, ayolah! Setelah kau menyebabkan keributan ini, kau ingin berhenti begitu saja? Apa kau tidak punya rasa tanggung jawab? Ah, benar juga. Aku dengar orang tuamu menyuap polisi untuk membebaskanmu dari penjara. Apa aku salah dengar? Mungkinkah mereka menyuap karena kau anak yang tidak berguna hingga membebankan mereka?"

Rezvan dan Karina melihat dengan memalingkan muka mereka ke arah Ana. Sesuai perkiraan Ana, Rezvan terpancing oleh ucapannya. Bahkan wajah orang itu sangat memerah akibat tindakan yang Ana lakukan. Namun, lagi-lagi Karina menghentikannya.

"Kau benar-benar–"

"Ikut aku!" titah Karina yang telah membawa Rezvan pergi menjauh dari kantin, ke tempat sepi yang hanya mereka berdua yang tahu.

Suasana sedikit demi sedikit mulai membaik. Akhirnya Kinanti mau turun dari lantai atas. Para murid satu per satu meninggalkan kerumunan dan menyisakan Ana serta Damar yang masih terdiam di tempat mereka.

Damar menundukkan kepala dan menggaruk-garuk lehernya. "Terima kasih sudah menolongku. Tapi, sebenarnya kau tidak perlu membantuku. Aku tidak ingin kau jatuh ke dalam masalah yang sama sepertiku."

"Apa aku terlihat membantumu?" Pertanyaan Ana menyebbkan Damar menengok ke atas menuju Ana. "Aku hanya ingin membuatmu terlihat lebih seperti pecundang," katanya.

Seketika dagu Damar nampak mengeras. "A-apa maksudmu?! Aku bukan pecundang!"

Ana berdiri tepat di depan wajah Damar. Meski tinggi Damar melebihi Ana, namun tak ada rasa ragu yang ditunjukkan perempuan itu kepada Damar. Sebaliknya, Ana memperlihatkan seringainya.

" 'Bukan,' katamu? Kau takut dengan lelaki yang lebih pendek darimu itu, yang terlihat menggemaskan? Kalau begitu, apa itu kalau sebutannya bukan pecundang?" Ana memberikan tatapan meremehkan untuk Damar, berhasil menyulut emosi anak Adam itu.

"Jaga bicaramu!"

Ana berbicara dengan suara yang pelan yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua. "Apa kau mau buktikan kalau dirimu bukan pecundang seperti yang aku bicarakan? Kau baru saja tersulut oleh perkataanku. Lantas, mengapa kau tidak bisa melakukan itu padanya? Apa karena aku adalah perempuan yang mudah kau tindas sebagai lelaki? Kita lihat saja. Kau atau aku yang ucapannya benar."

Kinanti di belakang Ana cuma menyaksikan Ana yang mendekat pada Damar, mengatakan beberapa hal, lalu pergi menjauh. Kata-katanya seperti disengaja untuk membuat Damar mulai memberontak atas penindasan yang dilakukan Rezvan, meski harus berawal lewat kebencian Damar kepada Ana.

***

Kinanti menghentikan bahu Ana yang mana tubuh itu masih ingin melangkah lebih jauh ke depan. Tidak. Dia tak ingin membiarkan sesuatu yang buruk terjadi kepada Ana, terlebih gadis itu sudah menjadi temannya juga. Kinanti amat khawatir kepada Ana.

"Apa kau sudah gila, Na?! Bagaimana jika Rezvan melakukan sesuatu yang buruk kepadamu?" Ana memiringkan kepalanya, tertarik oleh ucapan Kinanti. "Padahal aku sudah memperingatkanmu soal Rezvan, tapi kau malah membuang muka dariku dan pergi menghadapi orang itu," tuturnya meneruskan.

Ana menghela napasnya, kemudian memijat-mijat pelipisnya. "Jika aku memiliki kemampuan untuk memusnahkan penindasan di muka bumi ini, maka aku akan memutuskan untuk mengambil pilihan itu."

"Tapi, kau tidak memperhatikan dirimu sendiri! Bagaimana kau akan melindungi orang lain saat kau sendiri malah terluka? Apa yang bisa kau lakukan saat hal itu terjadi?"

Sebagai teman baru, Kinanti sudah menjadi sosok yang tergolong melindungi orang lain. Memiliki prinsip yang hampir sama dengan Ana, hanya gadis itu mengambil langkah yang aman alih-alih bar-bar seperti dirinya. Begitulah kesimpulan yang Ana dapatkan setelah mengamati Kinanti.

Lalu, Ana berucap, "Kau benar. Aku perlu memikirkan hal ini baik-baik. Maafkan aku, Kinan."

Pipi Kinanti langsung berubah menjadi merah malu. Untuk pertama kalinya dia mendengar panggilan seperti itu, terlebih lagi datang dari mulut Ana yang merupakan teman barunya. Ada sepercik kegembiraan dalam hati Kinanti.

"Terlepas dari hal itu, sejujurnya aku menyukai sifatmu ini. Kebanyakan orang takut untuk ikut campur, termasuk aku. Tapi, kau berbeda dengan mereka." Dan akhirnya Kinanti mengungkapkan isi pikirannya mengenai Ana sedari tadi. Inilah yang Ana tunggu.

Ana pun tersenyum lebar. "Itulah alasan mengapa kau mau berteman denganku."

"Percaya diri sekali."

Keduanya tertawa bersama. Jika memiliki buku diari, Ana ingin menuliskan kalau di hari pertamanya pindah sekolah merupakan hari yang cukup baik. Diberikan teman sebaik Kinanti, mendapat masalah yang setidaknya dia harap dapat menyadarkan seseorang mengenai betapa berharganya diri sendiri.

Related chapters

  • BETVIEL   03. Pertemuan Kedua

    Ana melangkah menuju meja makan yang terdapat berbagai macam jenis masakan buatan sang ibu. Harum dari masakan tersebut mampu menggugah selera Ana. Dia menghampiri ibunya yang masih menyiapkan piring untuk makan keduanya. Akan tetapi, Ana perlu berangkat pagi-pagi ke sekolah. Hanya saja dia tidak enak mengatakannya. "Mengapa diam saja, Na? Ayo makan! Nanti kamu akan terlambat ke sekolah." Ana menghela napas. Dia tak kunjung duduk meski ibunya sudah menyiapkan alat makan untuk dirinya dan anaknya, Anatari. "Ibu, sepertinya aku akan membawa bekal saja. Aku sudah memiliki janji dengan teman sebangkuku kalau kami akan berkeliling sekolah lagi sebelum bel berbunyi," jelasnya. Sang ibu terkejut. Alih-alih merasa kecewa karena Ana yang tidak makan bersama dengannya, justru dia terlihat menyunggingkan senyum manis atas ucapan anaknya itu. "Kamu sudah punya teman, Na? Ibu senang karena anak Ibu memiliki teman baru. Ya sudah, Ibu akan siapkan bekalnya.

  • BETVIEL   04. Dunia Ini Bukan Untukmu

    Setiap menitnya dalam menjalani kehidupan, sejak kemunculan seorang gadis tak dikenal yang berani memandang menantang kepadanya, lelaki itu jadi menyimpan rasa kesal serta dendam. Seperti tak ada rasa takut, ia mampu melawan Rezvan di saat murid lain hanya bisa terdiam kaku. Ini begitu memalukan. Harga diri Rezvan jatuh setelah seorang perempuan berhasil mengalahkannya. Dalam waktu 4 hari, Rezvan berhasil menyimpan beberapa informasi mengenai orang itu, yang didapat dari orang kepercayaannya. Maksudnya orang yang sudah dia ancam jika tidak memberitahunya mengenai sosok itu. Anatari adalah nama panjangnya. Sedangkan dia sering dipanggil Ana. Dari raut wajahnya menjelaskan bahwa Ana merupakan seorang gadis bertingkah laku tenang, namun bisa menjadi menyeramkan jika situasi sudah membuatnya marah. Ada beberapa saksi yang mengatakan hal yang hampir sama. Rezvan bisa melihat setenang apa Ana jika dirinya tidak ada. Ketika mereka berpapasan, Ana akan mengge

  • BETVIEL   05. Pertarungan

    Ana tak ingat kapan tepatnya dia melawan penindasan yang dilakukan orang-orang. Tetapi sejak SD, Ana kecil sudah berani melaporkan perilaku teman-teman sekelasnya hingga membuat seseorang menangis. Saat itu, Ana sudah berpikir bahwa candaan yang bisa menimbulkan rasa sedih di hati orang lain itu sangatlah salah, dan Ana akan membenci para pelaku ini. Mungkin orang dewasa berpikir itu cuma permainan anak kecil. Bagi Ana, ini sama sekali tidak lucu. Dia tak mau orang itu menjadi tak ingin masuk sekolah. Setidaknya jika orang itu bersekolah, ia akan diberi uang jajan. Mohon dimaklumi. Bukankah anak kecil memang senang jajan? Masuk SMP, Ana mulai mengerti soal pengelompokan manusia yang entah siapa yang membuatnya. Sekali lagi, Ana membencinya. Seperti menunjukkan bahwa orang lain tidak pantas berada dalam kelompok itu. Ana lebih suka menyendiri, atau menemani seseorang yang sedang dikucilkan oleh orang lain. Kesendirian yang Ana dapatkan merupakan pilihannya, te

  • BETVIEL   06. Sebuah Ambisi

    Sesuai tantangan yang Ana berikan, Rezvan benar-benar mendatangi gadis itu ke tempat yang telah diarahkan. Ia tersenyum miring. Meskipun pertengkaran tadi memperlihatkan bahwa dirinya yang menjadi seorang pelaku, tetapi itu sudah cukup membuktikan kepadanya bahwa Ana juga akan merasa tidak nyaman ketika ada yang membicarakan soal keluarganya.Ya, pada akhirnya Rezvan tahu akan apa yang terjadi mengenai keluarga Ana. Tidak sia-sia dirinya mencari informasi dari sana sini, meskipun harus ada ancaman dulu terhadap seseorang yang pernah satu sekolah dengan Ana ketika masih SMP.Inilah akibatnya melawan seorang Rezvan Adhitama, apalagi membawa nama keluarga. Dia takkan segan-segan menyakiti orang yang telah mencemari nama baik keluarganya.Dia bisa melihat seorang gadis berjaket sedang menyilangkan tangan sembari memperhatikan dirinya, berada di tengah-tengah taman. Ternyata Ana sudah lebih dulu sampai ke tempat itu dan bersiap-siap mengenai apa yang akan terjadi di

  • BETVIEL   07. Bawahan Dan Atasan

    Seumur hidup, ada 2 hal yang sangat Ana sesali. Pertama, dia tidak menggigit lengan sang ayah sebelum menghilang dan memberikan tanggung jawab pelunasan hutangnya kepada anak dan istri. Kedua, memiliki atasan yang kini menjadi salah satu teman dekatnya.Damar Mahendra, laki-laki menyebalkan yang dulu merupakan seorang remaja pengecut yang takut dengan keberadaan orang bertubuh lebih pendek darinya. Mendapat kabar Ana sedang kesulitan mencari pekerjaan di wilayah ibukota, Damar menawari Ana posisi sekretaris dengan iming-iming gaji yang sangat tinggi bahkan mampu membelikannya sebuah rumah yang besar. Sombong sekali.Ah, Ana tidak mau munafik. Dia suka kesombongan itu. Maksudnya mengenai uang.Damar tampan? Lumayan.Damar baik hati? Lupakan saja.Di lingkungan pekerjaan, pria itu bukan orang yang mudah membiarkan kesalahan orang lain. Entah bagaimana Damar tumbuh menjadi laki-laki yang disegani para karyawannya. Tak ada Damar yang memiliki pandangan

  • BETVIEL   08. Perubahan Dunianya

    "Dengan ini, rapat telah selesai. Terima kasih atas kehadiran anda sekalian." Pria tersebut sedikit membungkuk guna memberikan sopan santun kepada orang-orang dari berbagai jabatan yang hadir dalam pertemuan tersebut. Akan tetapi, tak satupun dari orang-orang itu meninggalkan ruang rapat. Mereka hanya melihat ke sebuah laptop hitam yang selalu setia hadir di setiap perkumpulan tersebut. Lelaki itu paham mengenai penatapan mata yang mereka perlihatkan. Sebenarnya tidak sekali ataupun dua kali hal ini terjadi. Tetapi, tak ada yang mau membicarakannya. Mereka membiarkan ini terus terjadi dan mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk dibahas. "Saya minta maaf jika sudah berkata tidak sopan. Tapi, bukankah seharusnya direktur diharuskan datang ke rapat? Mengapa anda memilih berkomunikasi dengan kami lewat layar kecil ini, Pak Rezvan?" Di tempat lain yang menghubungkan ia dengan laptop di ruang rapat, seorang lelaki hanya memandang serta tersenyum miri

  • BETVIEL   09. Kerja Sama

    "K-Kau!" "B-bagaimana bisa?!" Dua insan saling melihat. Namun, bukan sebuah pandangan biasa yang mereka berikan terhadap satu sama lain, melainkan rasa terkejut hingga kembali timbul amarah dan dendam di antara mereka yang sudah lama terkubur. Mereka tak pernah dapat membayangkan bahwa Tuhan mempertemukan kedua orang tersebut kembali tanpa tahu alasan-Nya melakukan itu. Terlebih ... Bagaimana ceritanya Ana menjadi sekretaris direktur dan Rezvan menjadi direktur dari perusahaan masing-masing? Dan yang akan mereka lakukan adalah kerja sama demi keuntungan dua perusahaan? Tidak. Jelas Ana ingin sekali mengabarkan kehadiran Rezvan di perusahaan kepada Damar, sebelum orang itu datang dan membuat situasi lebih parah. Di sisi lain, Rezvan pun menyesal karena dia malah mengiyakan ajakan Kenan untuk melakukan pertemuan tatap muka dengan pemilik perusahaan High-tech. Mengapa ayahnya–direktur ut

  • BETVIEL   10. Pertemuan

    "B-b-bagaimana bisa?!" Rezvan langsung bangkit dari tempat duduknya. Sangat terkejut mendapati si gadis berada di hadapannya. "Apa yang kau lakukan di sini?!" "Ini perusahaan tempatku bekerja!" kata Ana menyeru. "Kau sendiri, bagaimana bisa ada di sini?!" Kenan yang merasa penasaran, memotong perbincangan keduanya. "Kalian saling mengenal?" Rezvan tersenyum meremehkan Ana. "Oh, benar. Kenan, perkenalkan. Dia perempuan j**ang yang sering melawanku ketika kami bermain semasa masih sekolah. Berpura-pura kuat padahal sebenarnya suka menangis." "J**ang? Apa aku tidak salah dengar? Apakah seseorang yang dulunya selalu dikalahkan oleh perempuan, pengecut yang bersembunyi di bawah ketiak orang tuanya, menyebutku begitu?" Rezvan memperhatikan baju yang dikenakan Ana. Bahkan dia juga melihat ke arah berkas-berkas yang dibawa Ana. "Wah, lihat! Sekretaris? Rendah sekali posisimu," cibirnya. Ana tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Rezva

Latest chapter

  • BETVIEL   13. Sebuah Luka

    Hari ini, Damar telah diizinkan pulang oleh dokter yang merawatnya, dengan catatan Damar masih perlu menemui psikiater guna mengembalikan kesehatan mentalnya lagi. Ana lah yang jadi orang pertama untuk mendengar kabar kepulangan Damar.Namun, mendadak dia teringat ucapan Rezvan kemarin. Jika benar orang yang Rezvan usik merupakan anak-anak dari orang yang hendak menghancurkan keluarganya, bukankah ini berarti keberadaan keluarga Damar merupakan salah satu dari alasan Rezvan melampiaskan kemarahannya pada pria di hadapannya sekarang?Jadi, sebenarnya siapa yang benar-benar salah? Jujur, Ana tak ingin membela orang yang sebenarnya salah namun pura-pura menjadi korban. Tetapi, Damar tidak menunjukkan pengetahuannya terkait permasalahan ini. Semakin dalam, ini membuat Ana stres.Menyadari perubahan tingkah Ana, Damar menghampirinya. "Kau baik-baik saja, Ana?""Aku baik. Tak perlu khawatirkan aku. Sepertinya aku cuma kelelahan saja," sahutnya lirih.Dam

  • BETVIEL   12. Pertemuan Yang Tak Diharapkan

    "Aku bilang ... Ayo kita bertemu, membicarakan hubungan kita."Rezvan ingin sekali membawa korek kupingnya jika tau akan terjadi hal ini. Serius ... Ana mengucapkan kalimat aneh seperti itu? Bertemu? Membicarakan hubungan? Maksudnya apa? Sudah jelas mereka bermusuhan. Tidak dekat pula.Tunggu. Rezvan menyadari arah perbincangan ini. Hubungan mereka di masa lalu berbeda dengan di masa sekarang. Jikalau Ana bukan sekretaris Damar atau Rezvan tidak mengambil posisi sekretaris atau kedua perusahaan tersebut tak menjalin kerja sama, maka mereka akan tetap sama seperti sebelumnya ketika kembali bertemu.Tetapi, jelas kehidupan mereka seperti tengah dipermainkan lewat pertemuan kemarin. Apa yang harus Rezvan lakukan meskipun melihat Ana saja sudah membuatnya kesal?"Hei, Pak Bos, kau masih di sana?"Dengan terpaksa Rezvan menjawab, "Aku mengerti apa katamu. Kau melakukan ini untuk apa?""Aku tidak ingin hubungan kita di masa lalu merusak semuanya y

  • BETVIEL   11. Prioritas

    Gadis itu sedang menggigit jarinya berulang kali dan sudah sedari tadi dia melakukan ini. Dalam pikirannya, dia tidak tahu harus membantu temannya atau tidak. Damar sendiri yang tidak ingin tugas tersebut kembali dipegang oleh ayah dari lelaki itu, sang direktur utama. Pun ini akan menjadi pertama kali untuknya jika benar hal itu akan terjadi, menjalin ikatan kerja sama dengan posisi sebagai sekretaris. Ana cukup tahu diri. Tidak mungkin sekretaris melakukan hal itu. Akan tetapi, ini akan menjadi mungkin jika Ana mau melakukannya. Selain itu, ada sesuatu yang sudah Ana coba simpulkan, tetapi tetap saja membuatnya tidak mengerti. Wanita itu mengetahui soal masa lalu di antara Damar dan Rezvan. Kejadiannya setelah upacara kelulusan. Ana menyaksikan Rezvan tengah memukuli Damar secara terus-menerus. Bahkan ia memanfaatkan ketakutan Damar untuk menjalankan aksinya. Jujur, Ana takut. Untuk pertama kali selama dia terikat konflik dengan Rezvan, lelaki itu m

  • BETVIEL   10. Pertemuan

    "B-b-bagaimana bisa?!" Rezvan langsung bangkit dari tempat duduknya. Sangat terkejut mendapati si gadis berada di hadapannya. "Apa yang kau lakukan di sini?!" "Ini perusahaan tempatku bekerja!" kata Ana menyeru. "Kau sendiri, bagaimana bisa ada di sini?!" Kenan yang merasa penasaran, memotong perbincangan keduanya. "Kalian saling mengenal?" Rezvan tersenyum meremehkan Ana. "Oh, benar. Kenan, perkenalkan. Dia perempuan j**ang yang sering melawanku ketika kami bermain semasa masih sekolah. Berpura-pura kuat padahal sebenarnya suka menangis." "J**ang? Apa aku tidak salah dengar? Apakah seseorang yang dulunya selalu dikalahkan oleh perempuan, pengecut yang bersembunyi di bawah ketiak orang tuanya, menyebutku begitu?" Rezvan memperhatikan baju yang dikenakan Ana. Bahkan dia juga melihat ke arah berkas-berkas yang dibawa Ana. "Wah, lihat! Sekretaris? Rendah sekali posisimu," cibirnya. Ana tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Rezva

  • BETVIEL   09. Kerja Sama

    "K-Kau!" "B-bagaimana bisa?!" Dua insan saling melihat. Namun, bukan sebuah pandangan biasa yang mereka berikan terhadap satu sama lain, melainkan rasa terkejut hingga kembali timbul amarah dan dendam di antara mereka yang sudah lama terkubur. Mereka tak pernah dapat membayangkan bahwa Tuhan mempertemukan kedua orang tersebut kembali tanpa tahu alasan-Nya melakukan itu. Terlebih ... Bagaimana ceritanya Ana menjadi sekretaris direktur dan Rezvan menjadi direktur dari perusahaan masing-masing? Dan yang akan mereka lakukan adalah kerja sama demi keuntungan dua perusahaan? Tidak. Jelas Ana ingin sekali mengabarkan kehadiran Rezvan di perusahaan kepada Damar, sebelum orang itu datang dan membuat situasi lebih parah. Di sisi lain, Rezvan pun menyesal karena dia malah mengiyakan ajakan Kenan untuk melakukan pertemuan tatap muka dengan pemilik perusahaan High-tech. Mengapa ayahnya–direktur ut

  • BETVIEL   08. Perubahan Dunianya

    "Dengan ini, rapat telah selesai. Terima kasih atas kehadiran anda sekalian." Pria tersebut sedikit membungkuk guna memberikan sopan santun kepada orang-orang dari berbagai jabatan yang hadir dalam pertemuan tersebut. Akan tetapi, tak satupun dari orang-orang itu meninggalkan ruang rapat. Mereka hanya melihat ke sebuah laptop hitam yang selalu setia hadir di setiap perkumpulan tersebut. Lelaki itu paham mengenai penatapan mata yang mereka perlihatkan. Sebenarnya tidak sekali ataupun dua kali hal ini terjadi. Tetapi, tak ada yang mau membicarakannya. Mereka membiarkan ini terus terjadi dan mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk dibahas. "Saya minta maaf jika sudah berkata tidak sopan. Tapi, bukankah seharusnya direktur diharuskan datang ke rapat? Mengapa anda memilih berkomunikasi dengan kami lewat layar kecil ini, Pak Rezvan?" Di tempat lain yang menghubungkan ia dengan laptop di ruang rapat, seorang lelaki hanya memandang serta tersenyum miri

  • BETVIEL   07. Bawahan Dan Atasan

    Seumur hidup, ada 2 hal yang sangat Ana sesali. Pertama, dia tidak menggigit lengan sang ayah sebelum menghilang dan memberikan tanggung jawab pelunasan hutangnya kepada anak dan istri. Kedua, memiliki atasan yang kini menjadi salah satu teman dekatnya.Damar Mahendra, laki-laki menyebalkan yang dulu merupakan seorang remaja pengecut yang takut dengan keberadaan orang bertubuh lebih pendek darinya. Mendapat kabar Ana sedang kesulitan mencari pekerjaan di wilayah ibukota, Damar menawari Ana posisi sekretaris dengan iming-iming gaji yang sangat tinggi bahkan mampu membelikannya sebuah rumah yang besar. Sombong sekali.Ah, Ana tidak mau munafik. Dia suka kesombongan itu. Maksudnya mengenai uang.Damar tampan? Lumayan.Damar baik hati? Lupakan saja.Di lingkungan pekerjaan, pria itu bukan orang yang mudah membiarkan kesalahan orang lain. Entah bagaimana Damar tumbuh menjadi laki-laki yang disegani para karyawannya. Tak ada Damar yang memiliki pandangan

  • BETVIEL   06. Sebuah Ambisi

    Sesuai tantangan yang Ana berikan, Rezvan benar-benar mendatangi gadis itu ke tempat yang telah diarahkan. Ia tersenyum miring. Meskipun pertengkaran tadi memperlihatkan bahwa dirinya yang menjadi seorang pelaku, tetapi itu sudah cukup membuktikan kepadanya bahwa Ana juga akan merasa tidak nyaman ketika ada yang membicarakan soal keluarganya.Ya, pada akhirnya Rezvan tahu akan apa yang terjadi mengenai keluarga Ana. Tidak sia-sia dirinya mencari informasi dari sana sini, meskipun harus ada ancaman dulu terhadap seseorang yang pernah satu sekolah dengan Ana ketika masih SMP.Inilah akibatnya melawan seorang Rezvan Adhitama, apalagi membawa nama keluarga. Dia takkan segan-segan menyakiti orang yang telah mencemari nama baik keluarganya.Dia bisa melihat seorang gadis berjaket sedang menyilangkan tangan sembari memperhatikan dirinya, berada di tengah-tengah taman. Ternyata Ana sudah lebih dulu sampai ke tempat itu dan bersiap-siap mengenai apa yang akan terjadi di

  • BETVIEL   05. Pertarungan

    Ana tak ingat kapan tepatnya dia melawan penindasan yang dilakukan orang-orang. Tetapi sejak SD, Ana kecil sudah berani melaporkan perilaku teman-teman sekelasnya hingga membuat seseorang menangis. Saat itu, Ana sudah berpikir bahwa candaan yang bisa menimbulkan rasa sedih di hati orang lain itu sangatlah salah, dan Ana akan membenci para pelaku ini. Mungkin orang dewasa berpikir itu cuma permainan anak kecil. Bagi Ana, ini sama sekali tidak lucu. Dia tak mau orang itu menjadi tak ingin masuk sekolah. Setidaknya jika orang itu bersekolah, ia akan diberi uang jajan. Mohon dimaklumi. Bukankah anak kecil memang senang jajan? Masuk SMP, Ana mulai mengerti soal pengelompokan manusia yang entah siapa yang membuatnya. Sekali lagi, Ana membencinya. Seperti menunjukkan bahwa orang lain tidak pantas berada dalam kelompok itu. Ana lebih suka menyendiri, atau menemani seseorang yang sedang dikucilkan oleh orang lain. Kesendirian yang Ana dapatkan merupakan pilihannya, te

DMCA.com Protection Status