Home / Romansa / BETVIEL / 04. Dunia Ini Bukan Untukmu

Share

04. Dunia Ini Bukan Untukmu

Author: Tans N
last update Last Updated: 2021-09-30 18:39:08

Setiap menitnya dalam menjalani kehidupan, sejak kemunculan seorang gadis tak dikenal yang berani memandang menantang kepadanya, lelaki itu jadi menyimpan rasa kesal serta dendam. Seperti tak ada rasa takut, ia mampu melawan Rezvan di saat murid lain hanya bisa terdiam kaku.

Ini begitu memalukan. Harga diri Rezvan jatuh setelah seorang perempuan berhasil mengalahkannya.

Dalam waktu 4 hari, Rezvan berhasil menyimpan beberapa informasi mengenai orang itu, yang didapat dari orang kepercayaannya. Maksudnya orang yang sudah dia ancam jika tidak memberitahunya mengenai sosok itu. Anatari adalah nama panjangnya. Sedangkan dia sering dipanggil Ana.

Dari raut wajahnya menjelaskan bahwa Ana merupakan seorang gadis bertingkah laku tenang, namun bisa menjadi menyeramkan jika situasi sudah membuatnya marah. Ada beberapa saksi yang mengatakan hal yang hampir sama. Rezvan bisa melihat setenang apa Ana jika dirinya tidak ada.

Ketika mereka berpapasan, Ana akan menggenggam tangannya sendiri dengan sangat kuat seakan-akan dia siap untuk melayangkannya ke arah tubuh Rezvan. Pandangannya pun sangat tajam.

Segi ekonomi? Sejauh ini, tak ada yang mengetahui soal kondisi keluarga Ana. Sepertinya ia sangat tertutup mengenai kehidupannya di luar sekolah. Pernah sekali Rezvan menyuruh seseorang untuk mengikuti Ana. Akan tetapi, entah apakah Ana memiliki tingkat kepekaan serta kewaspadaan yang tinggi atau tidak, karena orang itu kehilangan jejak Ana.

Ini membuat Rezvan murka, membuat gelas kaca yang sebelumnya dia pegang beberapa detik yang lalu, terbanting ke atas meja hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Tak ada Karina di sekelilingnya. Dia tidak perlu susah-susah menyembunyikan jati dirinya untuk saat ini.

"Oh, sepertinya Rezvan menemukan mangsa baru," ujar temannya yang terkesan meledek Rezvan.

"Diam kau!" seru Rezvan yang memberikan lirikan mata yang mematikan.

Temannya Rezvan yang lain berkata, "Aku ingin tahu orang seperti apa yang akan dihadapi Rezvan."

Salah satunya ikut menggoda Rezvan juga. "Hei, kawan, apakah dia perempuan yang pernah 'melukai' mu?"

Segera Rezvan menarik kerah baju orang yang ada di sampingnya itu, yang sempat menyenggol lengannya dan memprovokasinya. Namun, tak ada perlawanan apapun dari keempat temannya. Seperti sudah biasa dengan perilaku Rezvan yang satu ini.

"Tenanglah, kawan. Kami hanya ingin tahu saja, siapa yang akan menjadi lawan mainmu untuk kali ini."

Rezvan membalas dengan nada yang dingin, "Apa urusannya denganmu?"

"Karena kami jarang melihatmu semarah ini hingga mencari tahu tentang kehidupan pribadinya."

Rezvan yang tersadar pun langsung melepaskan temannya dan duduk kembali seolah tak terjadi apapun. Dia tidak ingin teman-temannya tahu soal keberadaan Ana secara mendalam. Di mana dia akan menaruh muka jika hal itu sampai terjadi?

Kalah oleh seorang wanita? Diam-diam pemuda itu berdecak kesal.

***

Cuaca hari ini menjadi hal yang tidak terduga. Sejak dini hari, langit diselimuti awan hitam yang setia berada di tempat bahkan setelah matahari memunculkan wujudnya dari arah timur. Saat pukul 5 pagi, hujan baru berhenti, namun entah berapa lama akan terus seperti itu mengingat langit masih nampak mendung. Sangat tidak mendukung Ana yang berangkat sekolah.

Jalanan yang becek membuat Ana terpaksa membungkus sepatunya memakai plastik khusus. Alih-alih membawa payung, Ana memilih mengambil jas hujan dari rak "anti hujan" miliknya.

Dia memperhatikan orang-orang yang sama kerepotan seperti dirinya ketika masuk ke dalam lingkungan sekolah dan mendapati lantai yang belum di pel sepenuhnya. Sudah dapat dipastikan kalau semua murid akan membersihkan seluruh sekolah, berhubung ini sudah hari Jum'at.

Ana yang baru muncul di kelas, sudah diserang oleh antusiasme Kinanti dengan mata berbinarmya, menatap dalam Ana setelah mencapai kursi.

"Ana, ada kabar baik!"

"Apa itu?" Ana menanggapinya dengan santai.

"Sekolah kita mengikuti program pertukaran pelajar. Akan ada siswa yang terpilih untuk pergi ke sekolah di luar negeri." Kinanti yang terdengar sedang bergembira, bertepuk tangan penuh semangat sampai-sampai Ana mengkhawatirkan telapak tangan Kinanti akan berbekas merah dan perih.

Ana menanyakannya, "Kau mau ikut?"

"Sejujurnya ... Iya." Kinanti menunduk, namun senyuman manis tidak hilang begitu saja di wajahnya. "Setidaknya di sekolah yang memperbolehkan siswi muslim untuk berhijab. Bagaimana denganmu?"

Ana terdiam beberapa saat. Mungkin yang ada dalam pandangan Kinanti adalah Ana melamun sebentar kemudian membalasnya. Tetapi, kenyataannya tidak sesederhana itu.

Belajar di luar negeri? Itu adalah impian terbsesarnya! Sesekali Ana ingin menyombongkan kepintarannya dan menunjukkan bahwa dia pantas mengikuti program tersebut.

Namun, ada satu fakta harus selalu Ana ingat di manapun, kapanpun, dan apapun yang terjadi. Yang awalnya ingin menyenangkan diri, harus berakhir mendatarkan kembali perasaannya.

"Aku tidak akan ikut."

"Eh?! Kenapa?!" Kinanti refleks memekik hingga mengakibatkan teman-teman sekelas mereka berdua menoleh kepada gadis berhijab itu.

Ana mendesah berat. Dia berkata, "Aku memiliki terlalu banyak urusan di sini. Ditinggalkan selama beberapa bulan hanya akan memperburuk keadaan."

"J-jadi, kita tidak bisa pergi bersama?"

Baru kali ini Ana mengetahui salah satu impian Kinanti. Dia tidak bisa menyangkal kalau peringkat gadis itu berada di atasnya. Tetapi, Ana juga tak ingin membebankan Kinanti. Mungkin ia ingin Ana ikut supaya dirinya ada teman?

"Ini jalan hidupmu. Jangan jadikan aku sebagai patokan mimpimu. Dan ingat, kita belum lama berteman dekat. Belum saling mengenal satu sama lain. Aku hanya tidak mau menghambatmu meraih apa yang kau inginkan, Kinan. Jadi, selama kau mampu, ikut saja."

Kalau Kinanti ikut, maka Ana akan duduk sendirian. Selain gadis itu, tak ada yang bisa dia ajak mengobrol. Semua memandang Ana sebagai sosok yang dingin. Akan tetapi untuk Kinanti, Ana hanya terkadang kesulitan untuk berkomunikasi.

"Terima kasih sudah peduli padaku, Ana," tutur Kinanti yang kembali berani menatap teman sebangkunya tersebut.

Netra Ana melirik ke sudut tempatnya, memperhatikan seseorang yang menarik perhatiannya. "Aku harus pergi. Kurasa seseorang menungguku."

"Apa? Siapa? Mengapa aku tidak mendengar apapun?"

Akan tetapi, Ana memutuskan untuk menjauh dari Kinanti dan menghadapi orang itu. Ana tidak mengenalnya, dan sepertinya Kinanti juga, karena dia dapat merasakan sorot mata kebingungan khas Kinanti.

Seperti habis melihat hantu, kaki dari sosok itu bergetar. Ana hanya melihatnya dan sama sekali tidak mengganggu. Justru sekarang, Ana lah yang merasa terganggu.

"Ada apa? Kau tahu kalau kehadiranmu bisa mengundang banyak pertanyaan dari teman-temanku," jelas Ana menegaskan. Dia benar-benar memperlihatkan sisinya yang menakutkan karena ia berpikir sisi itu lah yang ingin dilihat orang itu.

"R-Rezvan memintamu datang ke belakang sekolah."

Ana mengernyitkan dahi. Dia tidak salah dengar, kan? Orang itu baru saja menyebut nama lelaki pengecut yang senangnya menindas orang lain?

"Jika tidak?"

"J-jika tidak ...," Ana menunggu ucapan selanjutnya keluar dari mulut pemuda tersebut, "Rezvan a-akan menghabisiku!"

Untuk ketiga kalinya, Ana menemukan laki-laki pengecut. Apa yang Rezvan punya hingga berhasil membuat orang-orang takut kepadanya?

"Anak itu benar-benar minta aku hajar. Aku akan pergi sekarang juga. Kuharap kau langsung kembali ke kelasmu. Kita tidak tahu apa yang laki-laki itu akan lakukan ketika marah. Karena setelah ini, aku akan membuatnya menghancurkan dunia."

Ana membenturkan kedua kepalan tangannya, membiarkan orang di hadapannya itu menjadi takut kepada Ana. Dia tidak ambil pusing soal itu. Ana mengabaikannya.

"B-bagaimana denganmu? Aku tidak mungkin membiarkan perempuan menyelesaikan itu."

Ana menarik satu sudut bibir hingga pipinya terlihat sedikit mengembang. "Sebelum mengkhawatirkan orang lain, urus dirimu sendiri. Apa kau sudah layak melindungi perempuan atau belum."

***

Bagi Ana, rasanya sangat mengasyikkan melihat Rezvan yang melemparkan batu ke dinding secara terus-menerus, kesal karena si gadis tak kunjung datang juga. Padahal Ana sedari tadi sudah tiba, hanya ingin melihat lelaki itu kembali marah. Tetapi, lama kelamaan Ana juga lelah. Akhirnya dia mau menampakkan diri di depan Rezvan.

"Kau memanggilku?" 

Meskipun lemparan batu Rezvan nyaris melukai muka Ana, akan tetapi si gadis tak menunjukkan sedikitpun rasa takut kepada Rezvan. Ana malah bersikap santai dengan tangan yang menyilang ditempatkan di depan perut.

"Rupanya kau punya nyali untuk datang ke sini."

Ana mengangkat kedua bahu. "Kau yang meminta, kan. Kalau aku tidak melakukannya, pasti kau akan melampiaskan kekesalanmu pada orang itu. Sungguh, itu adalah tindakan dari seorang pengecut sepertimu."

Rezvan menggeram marah. Namun, sebisa mungkin dia mengatur perasaannya agar situasi tetap berjalan di bawah kendalinya.

Lelaki itu berkata, "Jangan banyak bicara! Aku memerintahkanmu untuk berlutut meminta maaf kepadaku sekarang! Kau sudah mempermalukan harga diriku!"

Gadis itu memandang rendah Rezvan. "Siapa kau hingga berani menyuruhku? Orang yang membuat harga dirimu itu jatuh tidak lain dan tidak bukan adalah kau sendiri. Aku cuma membantu mempermudah saja."

"Kau benar-benar kurang ajar!" Rezvan menyeru.

Baru saja akan mengangkat tangannya untuk memukuli wajah Ana yang bersih tanpa sedikitpun luka, si empunya sudah berbicara hingga membuat Rezvan terhenti atas tindakannya.

"Silahkan pukul aku," kata Ana. "Tapi, jangan harap bisa kabur hanya karena orang tuamu merupakan keluarga pengusaha yang kaya. Aku mempunyai banyak cara untuk mengalahkanmu, Rezvan. Tak ada tempat untukmu selama kau bersikap buruk pada orang lain."

Kepribadian Ana mulai menarik perhatian Rezvan. Dia menghampiri Ana hingga jarak mereka hanya kurang dari 1 meter, lalu menatapnya yang memiliki pandangan berada lebih bawah dari Rezvan. Dia tersenyum miring.

Rezvan menjelaskan, "Aku baru saja memikirkan sesuatu. Seluruh sistem yang ada di dunia ini kejam. Kau memusnahkan satu orang jahat, maka akan muncul orang jahat lain. Begitulah siklusnya. Mau membunuhku? Maka kau harus pikirkan siapa yang nanti akan membunuhmu untuk membalaskan dendam atas kematianku. Membela atas dasar kebaikan? Jangan bercanda. Kau tahu atau tidak, bahwa orang yang bersikap sok pahlawan, tidak memiliki tempat di dunia yang sekejam ini?

"Kau tidak akan bisa menghapus semua sikap jahat dari diri seseorang, karena kau begini pun sudah menunjukkan kepadaku apa sisi jahatmu. Sisi gelap dari seorang 'pahlawan'."

Ana mengeratkan kepalan tangannya. Bukankah ini menandakan kalau Rezvan akan selamanya menjadi orang yang terus-menerus menindas yang lemah? Itukah yang ia maksud?

"Aku berbeda darimu." 

"Sangat optimis. Tapi, dengan keadaan yang seperti ini," Rezvan mendekatkan mulutnya hingga berada di samping telinga Ana, "tak ada tempat bagi orang yang bersikap sok pahlawan sepertimu di dunia ini."

Ana menengok hingga bibir mereka nyaris bersentuhan. Tetapi, memikirkannya saja dia sudah tidak sudi.

"Akan aku buktikan padamu bahwa aku layak untuk hidup. Dan kau, suatu hari aku pastikan kau menderita hingga menangis tak ingin lagi ada di dunia ini.

Related chapters

  • BETVIEL   05. Pertarungan

    Ana tak ingat kapan tepatnya dia melawan penindasan yang dilakukan orang-orang. Tetapi sejak SD, Ana kecil sudah berani melaporkan perilaku teman-teman sekelasnya hingga membuat seseorang menangis. Saat itu, Ana sudah berpikir bahwa candaan yang bisa menimbulkan rasa sedih di hati orang lain itu sangatlah salah, dan Ana akan membenci para pelaku ini. Mungkin orang dewasa berpikir itu cuma permainan anak kecil. Bagi Ana, ini sama sekali tidak lucu. Dia tak mau orang itu menjadi tak ingin masuk sekolah. Setidaknya jika orang itu bersekolah, ia akan diberi uang jajan. Mohon dimaklumi. Bukankah anak kecil memang senang jajan? Masuk SMP, Ana mulai mengerti soal pengelompokan manusia yang entah siapa yang membuatnya. Sekali lagi, Ana membencinya. Seperti menunjukkan bahwa orang lain tidak pantas berada dalam kelompok itu. Ana lebih suka menyendiri, atau menemani seseorang yang sedang dikucilkan oleh orang lain. Kesendirian yang Ana dapatkan merupakan pilihannya, te

    Last Updated : 2021-10-07
  • BETVIEL   06. Sebuah Ambisi

    Sesuai tantangan yang Ana berikan, Rezvan benar-benar mendatangi gadis itu ke tempat yang telah diarahkan. Ia tersenyum miring. Meskipun pertengkaran tadi memperlihatkan bahwa dirinya yang menjadi seorang pelaku, tetapi itu sudah cukup membuktikan kepadanya bahwa Ana juga akan merasa tidak nyaman ketika ada yang membicarakan soal keluarganya.Ya, pada akhirnya Rezvan tahu akan apa yang terjadi mengenai keluarga Ana. Tidak sia-sia dirinya mencari informasi dari sana sini, meskipun harus ada ancaman dulu terhadap seseorang yang pernah satu sekolah dengan Ana ketika masih SMP.Inilah akibatnya melawan seorang Rezvan Adhitama, apalagi membawa nama keluarga. Dia takkan segan-segan menyakiti orang yang telah mencemari nama baik keluarganya.Dia bisa melihat seorang gadis berjaket sedang menyilangkan tangan sembari memperhatikan dirinya, berada di tengah-tengah taman. Ternyata Ana sudah lebih dulu sampai ke tempat itu dan bersiap-siap mengenai apa yang akan terjadi di

    Last Updated : 2021-10-10
  • BETVIEL   07. Bawahan Dan Atasan

    Seumur hidup, ada 2 hal yang sangat Ana sesali. Pertama, dia tidak menggigit lengan sang ayah sebelum menghilang dan memberikan tanggung jawab pelunasan hutangnya kepada anak dan istri. Kedua, memiliki atasan yang kini menjadi salah satu teman dekatnya.Damar Mahendra, laki-laki menyebalkan yang dulu merupakan seorang remaja pengecut yang takut dengan keberadaan orang bertubuh lebih pendek darinya. Mendapat kabar Ana sedang kesulitan mencari pekerjaan di wilayah ibukota, Damar menawari Ana posisi sekretaris dengan iming-iming gaji yang sangat tinggi bahkan mampu membelikannya sebuah rumah yang besar. Sombong sekali.Ah, Ana tidak mau munafik. Dia suka kesombongan itu. Maksudnya mengenai uang.Damar tampan? Lumayan.Damar baik hati? Lupakan saja.Di lingkungan pekerjaan, pria itu bukan orang yang mudah membiarkan kesalahan orang lain. Entah bagaimana Damar tumbuh menjadi laki-laki yang disegani para karyawannya. Tak ada Damar yang memiliki pandangan

    Last Updated : 2021-10-12
  • BETVIEL   08. Perubahan Dunianya

    "Dengan ini, rapat telah selesai. Terima kasih atas kehadiran anda sekalian." Pria tersebut sedikit membungkuk guna memberikan sopan santun kepada orang-orang dari berbagai jabatan yang hadir dalam pertemuan tersebut. Akan tetapi, tak satupun dari orang-orang itu meninggalkan ruang rapat. Mereka hanya melihat ke sebuah laptop hitam yang selalu setia hadir di setiap perkumpulan tersebut. Lelaki itu paham mengenai penatapan mata yang mereka perlihatkan. Sebenarnya tidak sekali ataupun dua kali hal ini terjadi. Tetapi, tak ada yang mau membicarakannya. Mereka membiarkan ini terus terjadi dan mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk dibahas. "Saya minta maaf jika sudah berkata tidak sopan. Tapi, bukankah seharusnya direktur diharuskan datang ke rapat? Mengapa anda memilih berkomunikasi dengan kami lewat layar kecil ini, Pak Rezvan?" Di tempat lain yang menghubungkan ia dengan laptop di ruang rapat, seorang lelaki hanya memandang serta tersenyum miri

    Last Updated : 2021-10-17
  • BETVIEL   09. Kerja Sama

    "K-Kau!" "B-bagaimana bisa?!" Dua insan saling melihat. Namun, bukan sebuah pandangan biasa yang mereka berikan terhadap satu sama lain, melainkan rasa terkejut hingga kembali timbul amarah dan dendam di antara mereka yang sudah lama terkubur. Mereka tak pernah dapat membayangkan bahwa Tuhan mempertemukan kedua orang tersebut kembali tanpa tahu alasan-Nya melakukan itu. Terlebih ... Bagaimana ceritanya Ana menjadi sekretaris direktur dan Rezvan menjadi direktur dari perusahaan masing-masing? Dan yang akan mereka lakukan adalah kerja sama demi keuntungan dua perusahaan? Tidak. Jelas Ana ingin sekali mengabarkan kehadiran Rezvan di perusahaan kepada Damar, sebelum orang itu datang dan membuat situasi lebih parah. Di sisi lain, Rezvan pun menyesal karena dia malah mengiyakan ajakan Kenan untuk melakukan pertemuan tatap muka dengan pemilik perusahaan High-tech. Mengapa ayahnya–direktur ut

    Last Updated : 2021-10-21
  • BETVIEL   10. Pertemuan

    "B-b-bagaimana bisa?!" Rezvan langsung bangkit dari tempat duduknya. Sangat terkejut mendapati si gadis berada di hadapannya. "Apa yang kau lakukan di sini?!" "Ini perusahaan tempatku bekerja!" kata Ana menyeru. "Kau sendiri, bagaimana bisa ada di sini?!" Kenan yang merasa penasaran, memotong perbincangan keduanya. "Kalian saling mengenal?" Rezvan tersenyum meremehkan Ana. "Oh, benar. Kenan, perkenalkan. Dia perempuan j**ang yang sering melawanku ketika kami bermain semasa masih sekolah. Berpura-pura kuat padahal sebenarnya suka menangis." "J**ang? Apa aku tidak salah dengar? Apakah seseorang yang dulunya selalu dikalahkan oleh perempuan, pengecut yang bersembunyi di bawah ketiak orang tuanya, menyebutku begitu?" Rezvan memperhatikan baju yang dikenakan Ana. Bahkan dia juga melihat ke arah berkas-berkas yang dibawa Ana. "Wah, lihat! Sekretaris? Rendah sekali posisimu," cibirnya. Ana tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Rezva

    Last Updated : 2021-10-28
  • BETVIEL   11. Prioritas

    Gadis itu sedang menggigit jarinya berulang kali dan sudah sedari tadi dia melakukan ini. Dalam pikirannya, dia tidak tahu harus membantu temannya atau tidak. Damar sendiri yang tidak ingin tugas tersebut kembali dipegang oleh ayah dari lelaki itu, sang direktur utama. Pun ini akan menjadi pertama kali untuknya jika benar hal itu akan terjadi, menjalin ikatan kerja sama dengan posisi sebagai sekretaris. Ana cukup tahu diri. Tidak mungkin sekretaris melakukan hal itu. Akan tetapi, ini akan menjadi mungkin jika Ana mau melakukannya. Selain itu, ada sesuatu yang sudah Ana coba simpulkan, tetapi tetap saja membuatnya tidak mengerti. Wanita itu mengetahui soal masa lalu di antara Damar dan Rezvan. Kejadiannya setelah upacara kelulusan. Ana menyaksikan Rezvan tengah memukuli Damar secara terus-menerus. Bahkan ia memanfaatkan ketakutan Damar untuk menjalankan aksinya. Jujur, Ana takut. Untuk pertama kali selama dia terikat konflik dengan Rezvan, lelaki itu m

    Last Updated : 2021-11-13
  • BETVIEL   12. Pertemuan Yang Tak Diharapkan

    "Aku bilang ... Ayo kita bertemu, membicarakan hubungan kita."Rezvan ingin sekali membawa korek kupingnya jika tau akan terjadi hal ini. Serius ... Ana mengucapkan kalimat aneh seperti itu? Bertemu? Membicarakan hubungan? Maksudnya apa? Sudah jelas mereka bermusuhan. Tidak dekat pula.Tunggu. Rezvan menyadari arah perbincangan ini. Hubungan mereka di masa lalu berbeda dengan di masa sekarang. Jikalau Ana bukan sekretaris Damar atau Rezvan tidak mengambil posisi sekretaris atau kedua perusahaan tersebut tak menjalin kerja sama, maka mereka akan tetap sama seperti sebelumnya ketika kembali bertemu.Tetapi, jelas kehidupan mereka seperti tengah dipermainkan lewat pertemuan kemarin. Apa yang harus Rezvan lakukan meskipun melihat Ana saja sudah membuatnya kesal?"Hei, Pak Bos, kau masih di sana?"Dengan terpaksa Rezvan menjawab, "Aku mengerti apa katamu. Kau melakukan ini untuk apa?""Aku tidak ingin hubungan kita di masa lalu merusak semuanya y

    Last Updated : 2021-11-14

Latest chapter

  • BETVIEL   13. Sebuah Luka

    Hari ini, Damar telah diizinkan pulang oleh dokter yang merawatnya, dengan catatan Damar masih perlu menemui psikiater guna mengembalikan kesehatan mentalnya lagi. Ana lah yang jadi orang pertama untuk mendengar kabar kepulangan Damar.Namun, mendadak dia teringat ucapan Rezvan kemarin. Jika benar orang yang Rezvan usik merupakan anak-anak dari orang yang hendak menghancurkan keluarganya, bukankah ini berarti keberadaan keluarga Damar merupakan salah satu dari alasan Rezvan melampiaskan kemarahannya pada pria di hadapannya sekarang?Jadi, sebenarnya siapa yang benar-benar salah? Jujur, Ana tak ingin membela orang yang sebenarnya salah namun pura-pura menjadi korban. Tetapi, Damar tidak menunjukkan pengetahuannya terkait permasalahan ini. Semakin dalam, ini membuat Ana stres.Menyadari perubahan tingkah Ana, Damar menghampirinya. "Kau baik-baik saja, Ana?""Aku baik. Tak perlu khawatirkan aku. Sepertinya aku cuma kelelahan saja," sahutnya lirih.Dam

  • BETVIEL   12. Pertemuan Yang Tak Diharapkan

    "Aku bilang ... Ayo kita bertemu, membicarakan hubungan kita."Rezvan ingin sekali membawa korek kupingnya jika tau akan terjadi hal ini. Serius ... Ana mengucapkan kalimat aneh seperti itu? Bertemu? Membicarakan hubungan? Maksudnya apa? Sudah jelas mereka bermusuhan. Tidak dekat pula.Tunggu. Rezvan menyadari arah perbincangan ini. Hubungan mereka di masa lalu berbeda dengan di masa sekarang. Jikalau Ana bukan sekretaris Damar atau Rezvan tidak mengambil posisi sekretaris atau kedua perusahaan tersebut tak menjalin kerja sama, maka mereka akan tetap sama seperti sebelumnya ketika kembali bertemu.Tetapi, jelas kehidupan mereka seperti tengah dipermainkan lewat pertemuan kemarin. Apa yang harus Rezvan lakukan meskipun melihat Ana saja sudah membuatnya kesal?"Hei, Pak Bos, kau masih di sana?"Dengan terpaksa Rezvan menjawab, "Aku mengerti apa katamu. Kau melakukan ini untuk apa?""Aku tidak ingin hubungan kita di masa lalu merusak semuanya y

  • BETVIEL   11. Prioritas

    Gadis itu sedang menggigit jarinya berulang kali dan sudah sedari tadi dia melakukan ini. Dalam pikirannya, dia tidak tahu harus membantu temannya atau tidak. Damar sendiri yang tidak ingin tugas tersebut kembali dipegang oleh ayah dari lelaki itu, sang direktur utama. Pun ini akan menjadi pertama kali untuknya jika benar hal itu akan terjadi, menjalin ikatan kerja sama dengan posisi sebagai sekretaris. Ana cukup tahu diri. Tidak mungkin sekretaris melakukan hal itu. Akan tetapi, ini akan menjadi mungkin jika Ana mau melakukannya. Selain itu, ada sesuatu yang sudah Ana coba simpulkan, tetapi tetap saja membuatnya tidak mengerti. Wanita itu mengetahui soal masa lalu di antara Damar dan Rezvan. Kejadiannya setelah upacara kelulusan. Ana menyaksikan Rezvan tengah memukuli Damar secara terus-menerus. Bahkan ia memanfaatkan ketakutan Damar untuk menjalankan aksinya. Jujur, Ana takut. Untuk pertama kali selama dia terikat konflik dengan Rezvan, lelaki itu m

  • BETVIEL   10. Pertemuan

    "B-b-bagaimana bisa?!" Rezvan langsung bangkit dari tempat duduknya. Sangat terkejut mendapati si gadis berada di hadapannya. "Apa yang kau lakukan di sini?!" "Ini perusahaan tempatku bekerja!" kata Ana menyeru. "Kau sendiri, bagaimana bisa ada di sini?!" Kenan yang merasa penasaran, memotong perbincangan keduanya. "Kalian saling mengenal?" Rezvan tersenyum meremehkan Ana. "Oh, benar. Kenan, perkenalkan. Dia perempuan j**ang yang sering melawanku ketika kami bermain semasa masih sekolah. Berpura-pura kuat padahal sebenarnya suka menangis." "J**ang? Apa aku tidak salah dengar? Apakah seseorang yang dulunya selalu dikalahkan oleh perempuan, pengecut yang bersembunyi di bawah ketiak orang tuanya, menyebutku begitu?" Rezvan memperhatikan baju yang dikenakan Ana. Bahkan dia juga melihat ke arah berkas-berkas yang dibawa Ana. "Wah, lihat! Sekretaris? Rendah sekali posisimu," cibirnya. Ana tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Rezva

  • BETVIEL   09. Kerja Sama

    "K-Kau!" "B-bagaimana bisa?!" Dua insan saling melihat. Namun, bukan sebuah pandangan biasa yang mereka berikan terhadap satu sama lain, melainkan rasa terkejut hingga kembali timbul amarah dan dendam di antara mereka yang sudah lama terkubur. Mereka tak pernah dapat membayangkan bahwa Tuhan mempertemukan kedua orang tersebut kembali tanpa tahu alasan-Nya melakukan itu. Terlebih ... Bagaimana ceritanya Ana menjadi sekretaris direktur dan Rezvan menjadi direktur dari perusahaan masing-masing? Dan yang akan mereka lakukan adalah kerja sama demi keuntungan dua perusahaan? Tidak. Jelas Ana ingin sekali mengabarkan kehadiran Rezvan di perusahaan kepada Damar, sebelum orang itu datang dan membuat situasi lebih parah. Di sisi lain, Rezvan pun menyesal karena dia malah mengiyakan ajakan Kenan untuk melakukan pertemuan tatap muka dengan pemilik perusahaan High-tech. Mengapa ayahnya–direktur ut

  • BETVIEL   08. Perubahan Dunianya

    "Dengan ini, rapat telah selesai. Terima kasih atas kehadiran anda sekalian." Pria tersebut sedikit membungkuk guna memberikan sopan santun kepada orang-orang dari berbagai jabatan yang hadir dalam pertemuan tersebut. Akan tetapi, tak satupun dari orang-orang itu meninggalkan ruang rapat. Mereka hanya melihat ke sebuah laptop hitam yang selalu setia hadir di setiap perkumpulan tersebut. Lelaki itu paham mengenai penatapan mata yang mereka perlihatkan. Sebenarnya tidak sekali ataupun dua kali hal ini terjadi. Tetapi, tak ada yang mau membicarakannya. Mereka membiarkan ini terus terjadi dan mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk dibahas. "Saya minta maaf jika sudah berkata tidak sopan. Tapi, bukankah seharusnya direktur diharuskan datang ke rapat? Mengapa anda memilih berkomunikasi dengan kami lewat layar kecil ini, Pak Rezvan?" Di tempat lain yang menghubungkan ia dengan laptop di ruang rapat, seorang lelaki hanya memandang serta tersenyum miri

  • BETVIEL   07. Bawahan Dan Atasan

    Seumur hidup, ada 2 hal yang sangat Ana sesali. Pertama, dia tidak menggigit lengan sang ayah sebelum menghilang dan memberikan tanggung jawab pelunasan hutangnya kepada anak dan istri. Kedua, memiliki atasan yang kini menjadi salah satu teman dekatnya.Damar Mahendra, laki-laki menyebalkan yang dulu merupakan seorang remaja pengecut yang takut dengan keberadaan orang bertubuh lebih pendek darinya. Mendapat kabar Ana sedang kesulitan mencari pekerjaan di wilayah ibukota, Damar menawari Ana posisi sekretaris dengan iming-iming gaji yang sangat tinggi bahkan mampu membelikannya sebuah rumah yang besar. Sombong sekali.Ah, Ana tidak mau munafik. Dia suka kesombongan itu. Maksudnya mengenai uang.Damar tampan? Lumayan.Damar baik hati? Lupakan saja.Di lingkungan pekerjaan, pria itu bukan orang yang mudah membiarkan kesalahan orang lain. Entah bagaimana Damar tumbuh menjadi laki-laki yang disegani para karyawannya. Tak ada Damar yang memiliki pandangan

  • BETVIEL   06. Sebuah Ambisi

    Sesuai tantangan yang Ana berikan, Rezvan benar-benar mendatangi gadis itu ke tempat yang telah diarahkan. Ia tersenyum miring. Meskipun pertengkaran tadi memperlihatkan bahwa dirinya yang menjadi seorang pelaku, tetapi itu sudah cukup membuktikan kepadanya bahwa Ana juga akan merasa tidak nyaman ketika ada yang membicarakan soal keluarganya.Ya, pada akhirnya Rezvan tahu akan apa yang terjadi mengenai keluarga Ana. Tidak sia-sia dirinya mencari informasi dari sana sini, meskipun harus ada ancaman dulu terhadap seseorang yang pernah satu sekolah dengan Ana ketika masih SMP.Inilah akibatnya melawan seorang Rezvan Adhitama, apalagi membawa nama keluarga. Dia takkan segan-segan menyakiti orang yang telah mencemari nama baik keluarganya.Dia bisa melihat seorang gadis berjaket sedang menyilangkan tangan sembari memperhatikan dirinya, berada di tengah-tengah taman. Ternyata Ana sudah lebih dulu sampai ke tempat itu dan bersiap-siap mengenai apa yang akan terjadi di

  • BETVIEL   05. Pertarungan

    Ana tak ingat kapan tepatnya dia melawan penindasan yang dilakukan orang-orang. Tetapi sejak SD, Ana kecil sudah berani melaporkan perilaku teman-teman sekelasnya hingga membuat seseorang menangis. Saat itu, Ana sudah berpikir bahwa candaan yang bisa menimbulkan rasa sedih di hati orang lain itu sangatlah salah, dan Ana akan membenci para pelaku ini. Mungkin orang dewasa berpikir itu cuma permainan anak kecil. Bagi Ana, ini sama sekali tidak lucu. Dia tak mau orang itu menjadi tak ingin masuk sekolah. Setidaknya jika orang itu bersekolah, ia akan diberi uang jajan. Mohon dimaklumi. Bukankah anak kecil memang senang jajan? Masuk SMP, Ana mulai mengerti soal pengelompokan manusia yang entah siapa yang membuatnya. Sekali lagi, Ana membencinya. Seperti menunjukkan bahwa orang lain tidak pantas berada dalam kelompok itu. Ana lebih suka menyendiri, atau menemani seseorang yang sedang dikucilkan oleh orang lain. Kesendirian yang Ana dapatkan merupakan pilihannya, te

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status