"Hai, Juwi" Roney menggoda wanita yang sedang berjalan melewatinya.
Tangan wanita itu dua-duanya penuh karena membawa semangkuk soto dan minuman dingin.
"Ciihhh.." Elang berdecih jijik.
Elang heran dengan hidup Roney yang seperti tidak memikirkan masa depan. Hidupnya seolah tidak ada kesedihan yang menempel secuil pun.
Padahal, Elang sendiri mengetahui bagaimana kondisi keluarga Roney. Bisa dibilang, Roney adalah pria broken home tapi gagal. Hidupnya terlihat adem ayem ditengah-tengah puing kehancuran.
"Apa si Lang? Tuhkan, Juwi nya pergi. Yahhhh..." Roney mendesah lesu.
Elang tidak menggubris ucapan Roney.
"Woii, Bon! Sini lo!" teriak Roney pada teman sekelasnya. Bono-pria dengan bobot badan dua kali lipat badan Roney. Namun, lumayan tamvan.
"Sekalian, ambilin gue sprite, Bon!" lanjut Roney.
Bon
Lang gw pergi duluGw udh bikinin bekel diatas kulalkas*kulkasBuahmya udh dipotongn didlmkulkasDimakan abjsin, gak mw tw gw05.58ReadMaya memanyunkan bibirnya. Sudah panjang lebar Maya mengetikkan pesan untuk Elang. Namun, Elang yang tidak berperasaan mengabaikan pesan Maya."Padahal online" gerutu Maya sebal.Selama Maya dirumah Elang, kontrakannya ditempati Rere. Sesekali Maya ke kontrakannya hanya untuk sekedar menyapu dan mengepel lantai. Terlihat sekali, bahwa Rere tidak pernah beres-beres. Maya bisa memaklumi, Rere sibuk. Jarang sekali Rere berada di dalam rumah berlama-lama."Kemana aja lo May?" tanya Rere sembari menjatuhkan badannya ke kasur yang baru saja dirapikan Maya.
"Gue mau resign" ucap Maya tanpa ekspresi.Rere memandang Maya lama tanpa berkedip."Resign?"Maya mengangguk."Emang elo udah dapet penggantinya?" tanya Rere dengan senyum mengejek.Maya bungkam."Elo tau kan, aturan di Cambria?" tanya Rere sambil menyesap rokoknya.Maya diam.Maya tahu."Elo kalo mau keluar dari bisnis bunda Merri. Siapkan pengganti atau siap ganti rugi" jelas Rere mantap.Maya sudah tidak bisa apa-apa. Tidak mungkin Maya mengorbankan wanita lain hanya untuk menguntungkan dirinya.Cambria memang punya aturan khusus. Tidak sembarangan keluar masuk. Kalau ingin keluar, harus siap wanita sebagai pengganti. Agar Cambria tidak kekurangan wanita penghibur nantinya.Untuk ganti rugi, Maya juga tidak bisa. Uang untuk bayar kontrakan pun Maya ha
Sejak aksi percobaan pemerkosaan yang dilakukan Doni pada Maya, Maya sudah tidak pernah lagi datang ke Alfaapril dekat kontrakannya. Rasa takut menghantui dirinya setiap hari. Namun, lebih khawatir dengan keselamatan Elang. Si kasir Alfaapril tersebut, tidak berhenti mengirimi Maya pesan teror dan pesan basa-basi ingin menyewa Maya. Tidak ada satupun pesan Doni yang Maya balas. Maya membiarkannya sampai Doni bosan, kemudian berhenti mengganggunya.Niat hati Maya ingin mengganti nomer ponselnya. Tapi, apalah daya, ribet sekali urusannya. Nomor ponsel Maya, adalah nomor yang dipakainya untuk bekerja. Jika Maya mengganti nomor, maka Maya juga harus berhadapan dengan Bunda Merri. Telinganya harus disumpel headset full bass agar tahan dengan ocehan aesthetic Bunda Merri, pengasuh para Ladies of Cambria.Lama sekali Maya melamunkan kisah hidupnya yang sudah ia jalani selama 22 tahun. Hingga tak terasa semburat
"Rambut lo kok basah?" tanya Elang saat melihat Maya menyisiri rambutnya yang kusut dan lepek karena basah. Handuk pink-nya menyampir indah dibahu Maya."Karena gak kering" jawab Maya singkat."Belom juga masuk ke dalem. Udah nanya-nanya aja. Mau sensus penduduk lo?" lanjut Maya sambil berjalan keruang tamu setelah membukakan pintu untuk Elang."Etdahh, ngga kebayang gue kalo jadi petugas kecamatan" Elang terkekeh pelan."Ya bagus dong. Jadi, gue bisa minta ajuin dana bansos ke lo" otak Maya memang selalu cemerlang kalau menyangkut uang."Dana bansos buat bayar utang ke gue?""Kalo bisa" jawab Maya sekenanya.Elang menatap punggung Maya "Ya gak bisalah, enak aja"Elang tidak rela Maya lepas begitu saja walaupun Maya bisa melunasi hutang atas kehilangan ATMnya tersebut. Kebersamaannya dengan Maya selama ini, membuat Elang sedikit bergantung
Udara semakin dingin dimalam yang sudah menunjukan pukul 11 malam. Ditambah lagi hujan yang lumayan deras tanpa diiringi petir menambah suasana semakin uenak bergelung dikasur. Apalagi kalau ditemani selimut bernyawa.Elang melirik kamar Maya yang sudah dimatikan lampunya. Sudah kesekian kalinya Elang menggerakkan kepalanya untuk melihat ruangan yang didalamnya terdapat sosok mungil berponi.Elang menggeleng-gelengkan kepalanya sambil bergumam "Gila lo Lang. Hadeuhh"Televisi yang kini sedang menyala diabaikan oleh Elang tanpa dinikmati.Elang sengaja menyalakan televisi bukan untuk mencari hiburan. Hanya sekedar mengisi keheningan yang menemani dirinya selain suara air hujan.Elang tidak bisa tidur setelah hampir saja dia mencium satu-satunya wanita yang ada diruangan ini. Entah apa yang akan terjadi jika dirinya tidak bisa mengendalikan diri dan membiarkan setan-setan biadab disekelilingnya
Dua insan yang masih segar matanya sama-sama terdiam dalam pikirannya masing-masing. Waktu sudah berganti hari. Diantara mereka sepertinya tidak ada yang mau memutuskan untuk tidur.Hati Maya bergemuruh."Lang""May"Ucap Elang dan Maya bersamaan. Mereka saling menatap kemudian Maya memalingkan wajahnya. Tidak kuat melihat wajah Elang. Maya terbakar cemburu."Ehem.. Lo duluan" ucap Elang mengalah. Entah kenapa menurut Elang suasana semakin canggung."Ngga, lo aja" ketus Maya tanpa memandang Elang."Ko jutek gitu?"Maya melirik Elang sekilas."Ngga ah, B aja" jawab Maya singkat dan datar."Gausah ngajak ribut di pagi buta gini. Kasian, Rere juga lagi tidur" Elang memelankan suaranya sambil menempelkan jari telunjuknya dibibir Elang.Maya mencelos mendengar penuturan Elang. Belum juga Maya b
Suasana meja makan yang seharusnya hangat berbalik menjadi dingin mencekam. Hanya dentingan piring dan sendok yang mengisi keheningan tersebut.Melan belum menyentuh makanannya. Ia asyik memandangi ayahnya-Jordan dan abangnya-Roney. Dalam hatinya Melan tersenyum.Dua malaikat MelanAndai Ayah sama abang saling merangkul buat jagain Melan, gak masing-masing giniMelan memandang Roney yang sedang melahap paha ayam goreng buatannya. Seperti biasa, kaki Roney terangkat satu dengan tangan yang dua-duanya kotor. Tidak ada coolnya sama sekali. Tidak pantas jikalau seandainya dinobatkan sebagai Baginda Raja yang terhormat.Kasian Bang Roney. Harus biayain Melan. Sementara abang semua fasilitasnya di block sama ayah"Melan, kok gak dimakan ayamnya? Gak suka? Sini buat abang" Roney mengambil dada ayam yang masih utuh dipiring Melan.
Suasana kantin Rajo's Home Design terlihat sepi dari biasanya. Tinggal tersisa beberapa orang yang sedang menikmati rintikan hujan sisa tadi sore. Salah duanya Nadya dan Roney. Mereka berdua sedang duduk berhadapan yang dibatasi dengan meja kotak. Nadya dengan coklat panasnya. Sedangkan Roney dengan minuman bersodanya.Nadya dan Roney baru saja menyelesaikan project yang membutuhkan waktu cukup lama. Butuh waktu seminggu mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. Namun, usaha tidak mengkhianati hasil. Elang sangat puas dengan hasil kerjasama mereka berdua. Skill mereka tidak mengecewakan."Pusing banget pala gue astaga" keluh Roney sambil memijit pelipisnya.Nadya hanya memperhatikan. Bingung mau menjawab apa. Nadya memang wanita yang cenderung tidak banyak bicara. Walaupun Nadya berkacamata, namun tidak terlihat cupu. Pembawaannya sangat kalem. Mungkin hanya mata Roney saja yang terlalu berlebihan. Wanita de
Lelaki berperawakan tinggi, atletis dan berambut cepak tengah berlari mencari tempat berteduh. Hujan tidak terlalu lebat, namun cukup membasahi kaos oblongnya.Setelah berada didepan toko roti, pria itu mengibas-ngibaskan tangannya karena terkena tetesan hujan. Lumayan dingin karena tidak memakai jaket."Oon Lang Lang!" umpatnya pada dirinya sendiri."Gue kan pake mobil, ngapain gue turun buat neduh"Elang mendesah kesal merutuki kebodohannya. Namun, sepertinya tidak sia-sia Elang melipir mencari tempat teduh. Kebetulan perutnya juga sangat lapar. Jadi Elang memutuskan untuk makan dulu sebelum menjemput Rere disalon.Akhirnya Elang pun memasuki kedai makanan khas Jepang. Karena hanya itu yang ada didepan mata Elang. Ia malas muter-muter mencari makanan lain. Takut keburu lemas cacing-cacing diperutnya.Setelah masuk kedalam resto, ia langsung memesan beberapa menu."Mas, soba satu. Aoijiru sama air mineralnya satu" pesan Elang pada pelayan resto tersebut."Ada lagi mas?"Elang menggel
"Lo niat kerja apa ngga si nyet?" tegur Elang pada Roney.Sedangkan Roney sedang asyik bersama ponsel ditelinganya. Entah apa yang Roney bicarakan, tapi sesekali Roney tertawa disela pembicaraannya."Oke, siap! Bisa diatur Don. Time and place lo yang atur deh" ucap Roney tanpa mempedulikan Elang.Elang melengos jengah. Kemudian berjalan cepat diremang-remangnya malam. Elang menyusuri bangunan yang sedang dalam tahap pembangunan.Terjun langsung ke lapangan di malam hari memang tidak efektif.Sulit.Tapi apadaya Elang yang berstatus pelajar hanya bisa menggunakan sisa waktunya yang sudah gelap. Namun, disela kegiatan sekolah, Elang tetap terhubung dengan bawahannya yang sedang dilapangan agar tidak ada yang teledor pada saat pengerjaan.Bau rokok menggelitik Indra penciuman Elang. Untung saja bukan rokok lintingan yang bercampur menyan. Bau-baunya sudah lama tidak Elang hirup namun tidak asing di hidungnya."Kumat lagi Lo?" tanya Elang pada orang yang kini sedang menghisap rokoknya.Ro
Maya sangat mengeluhkan kenapa di dunia ini ada hari Senin? Hari Senin terlalu zombie baginya. Bahkan malam Jumat kliwon pun kalah dengan yang namanya hari Senin.Seperti Senin sore kali ini."Jagain adek gue ya, May!" titah Roney dari balik kemudinya.Maya tidak menjawab. Hanya menyuguhkan wajah yang tertekuk berlipat-lipat. Roney terkekeh saat melihat Maya yang manyun sambil melihat jalanan."Nyampe kontrakan lo setrika tuh muka lo. Kusut amat" ucap Roney sambil tertawa.Maya tidak menjawab lagi.Roney kemudian terdiam karena hanya dirinya yang tertawa,"Euh, gak lucu ya?" ucap Roney kikuk.Maya tidak keberatan kalau saja hubungan antara dirinya dan adik Roney dalam kondisi baik. Maya masih menyimpan sedikit kesal dengan Melan yang cantik dan tidak sopan itu. Setelah kejadian salahpaham di rumah Elang dulu tentunya.Padahal sudah sangat lama. Tapi, Maya masih sulit berdamai."Dari tadi lo belom ada ngomong loh May. Gak gatel tu mulut dari tadi ham hem ham hem doang kek Nissa Sabyan?"
"Emhhh.."Tubuh Elang yang menggiurkan menggeliat di sela tidurnya. Tidak lama kemudian ia menguap dan perlahan membuka matanya yang terasa berat.Cahaya matahari yang begitu hangat menelisik masuk melalui jendela yang tertutup tirai putih. Rupanya hari sudah pagi. Ah, ataukah sudah siang?Elang tidak tahu."Pagi sayang" sapa seorang wanita dengan suara serak.Mata Elang menyipit mengadaptasikan dengan cahaya yang memenuhi ruangan bernuansa putih itu. Agar terlihat jelas siapa kini wanita yang ada disampingnya.Wanita cantik dengan badan yang tertutupi selimut tebal. Pundaknya yang putih terlihat menggoda dengan hiasan rambut yang jatuh terurai.Elang terpana sebentar. Lalu akhirnya...Sadar.Elang tidak memakai celana kolor. Ia coba raba-raba sekali lagi memastikan memang tidak ada sehelai kainpun yang menempel diselangkangannya."Sial!"Elang memejamkan matanya sambil mengepal tanda menyesal."Re, pake baju kamu!" Ucap Elang tegas.Raut wajah Rere pucat pasi. Tidak menyangka sambuta
Tangan Elang yang terkepal ia pukul-pukulkan ke pahanya. Hatinya terasa panas. Nafasnya pun memburu. Apa yang tadi ia lihat sungguh diluar dugaan. Elang tidak rela Maya berpenampilan seperti itu. Elang juga tidak suka ketika Maya bermanja pada orang lain.Semua tentang Maya, Elang tidak suka."Ck... Sebenci ini gue sama dia" batin Elang.Elang masih tidak mengerti ini perasaan apa. Seperti benci namun tidak berkepanjangan. Elang benci hanya pada saat tertentu saja. Selebihnya...Nyaman."Door!!"Seorang wanita cantik menepuk pundak Elang lumayan keras dengan suara yang nyaring. Wanita itu kemudian memeluk leher Elang dan mencium pipi Elang dengan gemas."Kaget gak yang?" tanya Rere disertai tawa renyah."Jantung aku kaya mau turun ke usus tau Rere.." jujur Elang sambil berusaha melepaskan pelukan Rere."Haha... Lagian ngelamun aja si. Ngelamunin aku yah yang?" Rere mencium pipi Elang lagi.Elang mulai risih,"Udah ya Re. Malu diliat orang-orang" tegur Elang dengan lembut.Elang tidak b
"Apa jangan-jangan lo udah dimasukin sama dia Tan?"Maya melotot kaget,"Ngawur lo setan!"Jantung Maya hampir copot saat ditembak pertanyaan seperti itu. Bukan "udah" tapi "hampir". Setelah pengakuan malam itu...Maya dan Elang saling menikmati manisnya bibir-bibir mereka yang polos.Mereka awam dan belum pernah melakukan deep kissing.Sayang sekali.Maya menggeleng-gelengkan kepalanya berharap momen itu tersapu dari otaknya.Ngeri-ngeri sedepNgeri hamilNgeri ngeliat badan bugil laki-lakiMaya begidig sendiri membayangkannya."Lah kok mukanya merah?" skak Toro dengan tawa renyah."Ahhh.. udah sih ini mah anjir. Si Elang beruntung banget bangke" Toro tertawa lagi.Plak!"Apaan si Tor!" Maya memukul lengan Toro."Gue ga pernah anu sama Elang ya. So tau aja lo!" Maya kemudian mencubit lengan Toro karena merasa tidak puas kalau hanya memukulnya saja."Aaaa... deuh deuhh deuh! Sakit woy!""Ngapain kalian nyebut-nyebut pacar gue?"Toro dan Maya menoleh dengan terkejut. Rere sudah ada disa
"Eh, boss! Ketemu di sini" Toro terkekeh melihat Elang yang sedang duduk santai di depan bar Cambria. Tepatnya sebuah cafe berornamen ala Eropa yang sangat ramai pembeli. Elang menggerling sedetik. Kemudian fokus kembali ke ponselnya,"Musibah gue ketemu lo" tutur Elang.Tanpa beban Toro ikut duduk diseberang meja yang Elang duduki."Sensi amat boy. PMS lo ya?""Gak usah sok akrab gitu. Jijik gue""Yaudah, mari kenalan. Biar makin sayang" Toro tersenyum sambil menyodorkan tangannya."Najis!"Toro menarik kembali tangannya sambil terkekeh,"Gue Riantoro. Satu angkatan sama elo""Gak nanya!""Ya Tuhan. Jutek amat" Elang diam."Nunggu siapa lo?" tanya Toro dengan ramah."Bukan urusan lo"Toro mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Kemudian berdehem,"Gue mau ketemu my baby Maya nih"Elang mendelik sesaat dan bertingkah seolah tak peduli."Bodoamat!""Gak cemburu?""Gak!""Oh!"Toro kemudian ikut memainkan ponsel yang menganggur di dalam sakunya. Toro melirik sekilas Elang lagi sebelum menata
Maya tidak bisa memejamkan matanya sejak kejadian memeluk Elang. Bibirnya tidak berhenti tersenyum malu. Untung saja kini dia berada di dalam kamar yang dulu ia tempati. Jikalau tidak, entahlah seperti apa bentuk muka Maya saat ini. Bak tomat busuk mungkin.Ada rasa hangat yang berbeda. Bukan berasal dari teh panas yang baru saja diseduh. Ini sejenis hangat yang mampu membuncahkan rasa bahagia yang tidak Maya kira. Lebih dari yang Maya harapkan.Luar biasa."Gila sih! Gue cablak banget" gumam Maya pada langit-langit kamar.Untung saja Elang menganggap ungkapan Maya itu hanya candaan saja. Sehingga tidak membuat Maya merasa rendah sekali. Walaupun dalam hati Maya sedikit sedih karena Elang menganggapnya sedang mabuk komik gopek-an.Tringgg...Maya terperanjat."Siapa sih jam segini nelpon-nelpon segala. Kan gue udah close orderan" Maya mengumpat kesal karena dering ponselnya membuyarkan khayalannya.Maya kemudian mencebikkan bibirnya setelah melihat siapa yang menelponnya."Apa?" tanya
Untung saja Elang menggunakan kacamata minusnya. Sehingga dari jarak jauh pun Elang bisa melihat Melan yang sedang berdiri menghadapnya.Elang melambaikan tangannya agar Melan mengetahui keberadaan dirinya. Detik ini Elang sangat terburu-buru ingin mengejar Maya. Jadi Elang memutuskan untuk tidak menghampiri Melan.Dalam genggaman Elang terdapat kunci mobil yang siap ia luncurkan lewat lantai agar bisa tiba di hadapan Melan tanpa harus dilempar."Kunci" gumam Elang tanpa suara.Slurrr...Kunci mobil tersebut meluncur dengan sempurna.Setelah itu Elang kembali berbalik berlari dengan cepat. Elang harus bisa mengejar Maya. Dan Elang memastikan Maya akan segera pergi dari mall ini."Udah kek belut aja dia, licin bet susah dipegang" batin Elang seraya berlari.Elang berlari menuju toilet wanita yang mana tempat tersebut adalah temp