Bi Ina menatap sedih kepergian Devano. Namun, laki-laki tampan yang diasuhnya dari kecil itu terus bergegas menuju lantai atas dan tanpa menoleh lagi. Bi Ina menunduk, pandangan mata tua itu berganti pada botol kecil di tangannya. Rupanya, patah hati yang dialami Devano membuat dia tidak peduli akan kesehatan. Dulu, Devano meminta Dion menjaga Kenanga sebagai wujud cintanya pada wanita itu. Nyatanya, hati Devano tidak sekuat ucapan kala itu. Seiring berjalannya waktu, Devano justru semakin sulit melupakan Kenanga. "Mas Dev, sampai kapan kamu akan seperti ini? Bukankah kamu sendiri yang meminta Kenanga menikah dengan Dion?" Bi Ina bergumam. "Apa perlu kita katakan yang sebenarnya pada Neng Kenanga, Bi?" Tiba-tiba Ayu, ART rekan kerja Bi Ina memberi ide. Pasalnya dia juga tidak tega melihat Devano yang berubah menjadi laki-laki dingin selama dua tahun terakhir. Bi Ina menghela napas panjang, kemudian mendongak begitu mendengar suara pintu ditutup. Tidak berapa lama, muncul Deva
"Ken, ralat ucapanmu!" sentak Dion marah.Dion tidak ingin Kenanga berbuat nekad. Meskipun dia telah membuat kesalahan fatal, anak dalam kandungan Kenanga adalah darah dagingnya yang tidak boleh ikut menanggung luka. Mendengar bentakan Dion, Kenanga menyeringai kecil.Wanita itu mengusap air mata yang sialnya terlanjur keluar. Dion hendak kembali memegang tangan Kenanga, tetapi lagi-lagi wanita itu menepisnya. "Ken, aku mohon jangan lakukan itu, Sayang! Anak itu tidak bersalah. Dia berhak hidup dan mendapatkan kasih sayang utuh dari kita!" Dion lantas berlutut di hadapan Kenanga."Ah, kasih sayang utuh? Apa kamu sedang berhalusinasi, Dion? Di luar sana ada anak lain dari rahim wanita yang kamu cintai! Kamu akan mengutamakan mereka. Jadi, untuk apa dia hidup, ha?""Ken, jangan bicara begitu, Sayang!" Dion segera memeluk lutut Kenanga dan menenggelamkan wajah di perut istrinya itu.Kenanga menggigit bibir kuat, berusaha meredam tangisnya. Seharusnya, dia bahagia dengan kehadiran janin
Devano mengusap bibirnya yang berdarah. Laki-laki itu segera bangkit sembari memijat dahinya. Bukannya kasihan melihat luka di wajah Devano, Dion justru mendorong tubuh sahabatnya itu hingga nyaris membentur tembok."Jangan cari kesempatan, Dev!" sentak Dion hendak kembali melayangkan pukulan."Dion, sudah! Tolong!" teriak Kenanga berusaha bangkit untuk melerai.Devano tidak menggubris rasa pening di kepalanya. Dia segera mendekati Kenanga, tetapi segera dicegah oleh Dion."Jangan dekati Kenanga lagi!" "Dokter! Anda terluka!" Seorang perawat mendekati Devano dan mengulurkan tisu pada laki-laki itu.Devano mengambil selembar tisu untuk mengusap bibirnya. Devano tertegun ketika merasakan darah hangat keluar dari hidungnya."Kak Dev, hidungmu berdarah. Dion kamu keterlaluan!" hardik Kenanga sambil melempar bantal ke arah Dion."Oh, kamu lebih membela dia daripada suamimu, Ken?""Iya, karena aku tidak suka kekerasan. Apalagi sampai membuat orang lain terluka.""Ken, aku tidak apa-apa. Te
"Oh, Dion, aku tidak percaya kalau kita bisa melakukannya di sini. Kamu gila," desah Risma di antara deru napasnya.Dion tersenyum dan semakin mempercepat permainannya karena khawatir Kenanga bangun, lalu memergoki aksi mereka. Tentu hal itu akan membuat Kenanga sulit memaafkannya. Dion mencengkeram bahu Risma erat ketika merasakan mencapai puncak. Risma tertunduk lunglai sembari berpegangan erat pada wastafel. "Kita harus menyudahi ini dan kembali ke sofa sebelum Kenanga bangun, Sayang! Kita akan lanjutkan nanti ketika Kenanga sudah pulang dari rumah sakit," bisik Dion lalu mencium tengkuk istri keduanya itu.Risma mengangguk pasrah lalu membalikkan badan menatap Dion yang tengah membetulkan resleting celananya. Dengan kerlingan menggoda, Risma justru memegang area bawah Dion."Jangan lakukan itu lagi, Sayang!" ucap Dion sembari memegang tangan Risma."Aku hanya menggodamu. Ternyata kamu lebih mudah tertarik denganku.""Tentu saja. Aku lebih mengenalmu dari beberapa tahun lalu, kan
"Ya, Kenanga harus tahu ini," ucap Dion merasa menang melihat wajah panik Devano.. Kenanga langsung mendongak menatap tidak mengerti pada Devano dan Dion yang sedang berdebat. Dia merasa ada hal penting yang disembunyikan oleh mereka. Sedangkan Risma tersenyum mengejek melihat kebingungan di wajah Kenanga. "Tutup mulutmu, Yon. Siapa yang mengizinkanmu jadi pencabut nyawaku?" "Tanpa aku lakukan itu, kamu tidak lebih dari manusia sekarat yang mengemis perhatian istriku!" "Diam!" sentak Devano tidak tahan lagi. "Hentikan omong kosongmu ini!" Dion menyeringai, lalu terkekeh mengejek. "Ha ha ha! Omong kosong kamu bilang? Aku bicara fakta, Dev!" "Diam, stop! Apa yang kalian bicarakan, ha?" lerai Kenanga. "Jangan berlagak bodoh, Kenanga. Apa kamu menyesal sudah kepergok kami? Mana istri dan putri sholeha yang selama ini dibanggakan oleh Papa?" "Masalah ini tidak ada hubungannya dengan Papa. Memangnya aku perlu persetujuan dari kalian, sedangkan kalian sendiri bagaimana? Hh, ja
Kenanga tidak puas dengan jawaban Devano. Dia yakin laki-laki di depannya itu sengaja menyembunyikan sesuatu. Diperhatikan dengan penuh kecurigaan, Devano terkekeh, lalu menoyor gemas kepala Kenanga."Kamu pikir aku intel yang penuh rahasia, gitu?""Baiklah, kalau Kak Dev tidak mau jujur. Aku yakin, suatu saat pasti mengetahuinya!"Mendengar ucapan itu, lagi-lagi membuat Devano tersenyum. Namun, kali ini justru senyum miris yang dia suguhkan.'Saat kamu mengetahuinya, mungkin aku hanya tinggal kenangan bagimu, Ken. Maafkan aku yang sudah berandil dalam lukamu saat ini, Ken," ucap Devano dalam hati."Ah, aku ...''"Assalamualaikum! Maaf Mas Dev, Neng Kenanga, saya telat datang.""Waalaikumsalam, terima kasih, Yu. Maaf malam ini saya merepotkanmu, Yu!" ucap Devano pada ART-nya itu.Ayu, gadis manis itu tersenyum. "Tidak repot, Mas. Saya justru senang bisa menemani Neng Ken. Oh, ya, saya bawa ini untuk Mas Dev dan Neng!" ucap Ayu sembari mengeluarkan makanan dari dalam paper bag. "Bi Ina
"Apa maksudmu, Dion? Kenanga, apa itu benar?" tanya Setyo tidak percaya. Kenanga terkejut dengan ucapan Dion. Wanita itu tampak begitu kecewa. Tidak pernah disangka jika mulut Dion bisa sejahat itu. Laki-laki yang dulu dikaguminya dan dibanggakan, ternyata tidak lebih dari seekor kalajengking beracun. Rasa marah, kecewa, dan sakit kini menumpuk di hati Kenanga.Tatapan Setyo masih menghujam pada putri dan menantunya bergantian. Kenanga mengerutkan bibir geram, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Faktanya, dia memang tertangkap basah sedang berciuman dengan Devano, meskipun rasa cinta itu masih tetap untuk Dion."Jawab, Kenanga! Apa itu benar?" tuntut Setyo lagi."Tadi malam saya mencari Kenanga di rumah sakit, ternyata dia bersama dengan Devano di lorong tangga. Apa yang kamu lakukan di sana, Sayang? Katakan pada Papa dan aku tidak akan marah!" ucap Dion lalu mendekati Kenanga."Jangan mendekat!" Kenanga segera bangkit dan menunjuk wajah Dion. "Aku tidak melakukan apa pun dengan Kak D
"Talak Risma di depan kami, kalau kamu benar-benar ingin memperbaiki hubungan kita, Dion!" ucap Kenanga tanpa ragu.Dion segera melepaskan pelukannya, lalu menatap tak percaya pada Kenanga. Akhirnya, laki-laki itu mengangguk pelan. Hal itu justru di luar dugaan Kenanga. Kenanga menatap dalam manik hitam Dion, seolah mencari kejujuran di balik sorot mata suaminya itu."Baik, aku memang harus memilih di antara kalian. Meskipun kami ..." Dion menghentikan ucapan saat mengingat kondisi Risma yang tengah berbadan dua."Karena kamu mencintainya melebihi aku, kan?" tanya Kenanga sinis, lalu menyingkirkan tangan Dion dari bahunya."Bukan begitu, Sayang. Aku harus cari waktu yang tepat, Ken. Aku takut jika Risma benar-benar membuktikan ancamannya. Itu yang kutakutkan sehingga semua ini terjadi!""Ancaman? Ancaman apa?" tanya Kenanga ingin tahu.Raut wajah Dion mendadak pucat. Dia pun terlihat salah tingkah setelah menyadari keceplosan bicara. Dion segera memalingkan pandangan dari Kenanga.'Ti
“Apa, mas?” Kening Kenanga berkerut, lalu membaca sebaris kalimat dari teman Devano.Kenanga lantas menatap Devano dan terdiam. Kabar mengenai Dion yang menyerahkan diri ke polisi tidak serta merta membuat Kenanga bahagia. Wanita itu menarik napas pelan.Setahun lalu, Dion masih suaminya. Laki-laki yang baik dan begitu lembut. Namun, semenjak ketahuan berkhianat sifat Dion berubah drastis. Dion tidak hanya sering mencari masalah, tetapi juga berubah kasar. Tiba-tiba Kenanga meneteskan air mata dan diketahui oleh Devano.“Kamu sedih dia bertanggung jawab atas kelakuannya?” selidik Devano.“Kenapa dia berubah begitu kasar setelah kemauannya tidak dituruti?” Devano mengulurkan tangan mengusap pipi Kenanga. “Kita kaum laki-laki itu pada dasarnya egois, Ken,” sahutnya dengan tatapan dalam. “Cuma cara mengendalikan ego kita yang berbeda. Aku sebenarnya juga cemburu lho, saat kalian menikah. Sakit banget rasanya, cuma yang aku pikirkan bagaimana kamu bahagia. Ternyata cara mengalahku itu sa
Tidak hanya memegang wajah sang istri. Devano juga memperhatikan Kenanga dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kenanga melirik takut saat Devano mengusap lengan atasnya. “Ken, kamu bukan orang yang baru belajar naik motor, kan? Jatuh di mana? Aku tanya Bi Sumi kalau gitu!” ucap Devano lalu melepaskan tangannya dari Kenanga. “Em, Mas! Aku sudah selesai!” Kenanga lantas menggigit bibir dan mengikat rambutnya. Rambut hitam Kenanga diikat asal sehingga lehernya terekspose sempurna. Jantung Devano berdegup semakin kencang melihat leher putih itu. Devano segera berdiri di depan wastafel, sedangkan Kenanga sedikit menyingkir. Kenanga kembali menatap cermin dan mulai memakai hijab. Saat bersamaan, Devano juga menatap cermin. “Kamu sangat cantik. Apa kamu akan selalu memakai hijab, Sayang?” tanya Devano. “Apa kalau malam dokter tidak masuk ke sini?” tanya balik Kenanga. “Perawat, tapi mereka juga ada laki-lakinya!” “Kan biar aman, Mas! Dengan aku pakai hijab terus Mas Dev juga
Saran, tentang apa, Dok?” tanya Devano tidak mengerti. Dokter berusia setengah abad itu melirik Kenanga dan berganti menatap Devano. Devano terkekeh pelan, ketika dokter itu menjelaskan tentang kekhawatirannya. Sedangkan Kenanga hanya tersenyum malu dengan wajah merona. “Tidak mungkin kami begitu, Dok!” sahut Devano lirih. “Bagus, lebih baik Anda berdua saling menahan diri sampai kondisi Anda benar-benar pulih.” “Pasti, Dok!” sahut Devano sambil tersenyum. Tidak berapa lama, dokter dan perawat setelah memeriksa kondisi Devano, meninggalkan ruangan. Suasana menjadi canggung sejenak. Kenanga masih berdiri di tempatnya, sampai Devano mengulurkan tangan. “Mendekatlah! Yang dokter tadi sarankan kan, bukan berdekatan, Ken. Tapi berhubungan badan!” Devano justru menjelaskan hingga membuat Kenanga semakin dilema. Kenanga langsung teringat permintaan Andre tadi. Tinggal satu atap hanya dengan Devano, setelah laki-laki itu keluar dari rumah sakit. “Mas, tadi Mas Andre bilang Bi I
Suara mesin kehidupan terdengar nyaring di ruang perawatan kelas VVIP itu. Di atas brankar sosok lemah itu terbaring.Andre dan Kenanga mendekat. Devano masih tidur dan sama sekali tidak terganggu dengan kehadiran mereka. Berhubung hanya satu orang yang diizinkan bersama pasien, dengan perasaan berat Andre memutuskan kembali ke apartemen.Kedua mata Kenanga berkaca-kaca melihat kondisi Devano saat ini.Kenanga menggenggam erat jemari tangan Devano. Wanita cantik itu menatap nanar pada wajah pucat Devano. Lalu, Kenanga mengangkat tubuh dan mendekati wajah tampan itu.“Mas, sudah lama kamu tidur, apa tidak ingin bangun? Bangunlah, aku ingin melihatmu marah seperti ketika aku memasukkan anak kodok ke sepatumu dulu!” Kenanga merasa khawatir karena sudah satu jam di sisi Devano, laki-laki itu masih tidur.Meskipun dokter mengatakan kondisi Devano sudah stabil, tetapi Kenanga tidak akan tenang sebelum Devano membuka mata.Kenanga tertawa sumbang mengingat kejadian beberapa tahun lalu. Dia m
“Masalahnya Bi Ina tidak betah, Ken, di sini! Kalau kamu memang tulus ingin menemani Devano, kenapa tidak?” ucap Andre sembari melirik Bi Ina penuh arti.Wanita tua itu hanya mengangguk saja. Andre kasihan dengan Bi Ina yang harus mondar-mandir apartemen-rumah sakit. Apalagi Bi Ina tidak bisa berbahasa Inggris. Kenanga menggaruk pelipis bingung. Dia dan Devano tidak mungkin berbuat sesuatu di luar batas, apalagi laki-laki itu masih sakit. Namun, terjadi perang batin di lubuk hati Kenanga, ketika harus tinggal satu atap dengan Devano karena mereka belum menikah. “Em, baiklah. Aku bicarakan sama Mas Devano nanti, Mas!” Akhirnya, Kenanga mengangguk samar.Alis Andre naik sebelah mendengar Kenanga merubah panggilan pada Devano. “Maaf ya, aku merepotkanmu, Ken!” ucap Andre tidak enak hati. “Soal kantor jangan khawatir, Tante Dewi sudah komunikasi sama aku! Tante Dewi akan kembali turun ke lapangan!” lanjutnya, lalu terkekeh.Kedua mata bulat Kenanga mendelik. Dia berpikir pasti mamanya
"Lepaskan!” sentak Kenanga geram. Namun, Dion justru memeluk mantan istrinya itu dengan erat. Dion ingin menumpahkan rindu dan penyesalan di situ. Kenanga memberontak hingga pelukan Dion terlepas.“Ken, beri kesempatan aku bicara! Aku minta maaf atas semuanya, Ken. Semuanya! Kita kembali seperti dulu, ya, Ken!” pinta Dion lirih.Kedua mata Dion berkaca-kaca. Melihat wajah tidak ramah di depannya, Dion sadar jika apa yang diberikan pada Kenanga terlalu menyakitkan. Karenanya, Dion ingin menebusnya hingga wanita itu melupakan semua rasa sakit.“Aku tidak bisa, Yon. Maaf, lebih baik kamu kembali sama Kak Risma. Bukankah kalian saling mencintai? Aku sudah ikhlas menerima takdirku.”“Apa ini karena Devano?” tanya Dion tidak suka.Kenanga tidak menjawab. Wanita itu sedikit menyingkir dan menjaga jarak dengan Dion. Dion tersenyum satu sudut melihat aksi diam Kenanga.“Aku sangat berterima kasih karena kamu menyelamatkan Mama. Seharusnya, aku juga melaporkanmu pada polisi, tapi demi Mama, ak
“Apa itu, Mas?” tanya Kenanga.Andre membuka amplop itu dan menyodorkan isinya ke arah Kenanga. Kenanga mendengus kesal sembari melirik tidak peduli, pada beberapa foto Devano dan seorang perempuan yang sedang berpelukan tanpa busana.“Itu, kan, yang kamu maksud?” tanya Andre datar. Kenanga memalingkan wajah dengan hati teramat sakit. Dua kali dikhianati laki-laki yang dicintai, meluluhlantakkan kepercayaan Kenanga. Semua sudah berakhir. Devano dan Dion tidak jauh berbeda. Mereka datang hanya menanamkan luka di hati Kenanga.Sejenak, Andre tampak menelepon seseorang, tetapi tatapannya masih datar pada Kenanga. Beberapa menit kemudian, pintu ruangan Andre diketuk dari luar. Bella segera bangkit dan membuka pintu.Maka, masuklah seorang perempuan yang diapit laki-laki berpakaian serba hitam. Kenanga langsung menoleh ketika mendengar perempuan itu menangis.Kening Kenanga mengernyit, dia seperti tidak asing dengan perempuan itu. Pandangan perempuan itu juga langsung tertuju pada Kenanga
Ya, aku memang pantasnya disakiti, Kak. Aku tidak bisa sepertimu, seandainya aku bisa!” ucap Kenanga parau, lalu duduk di kursi rotan.Aline memberanikan diri mendekat dan mengusap punggung Kenanga. Kenanga menoleh sekilas, lalu kembali menangis. Mendengar kenyataan baru jika Devano pergi ke Kanada dengan orang lain, hati Kenanga semakin hancur.Sebegitu cintakah dia pada teman masa kecilnya itu sehingga tidak bisa menerima kenyataan? Kenanga terlalu dalam menjatuhkan hati pada setiap pria. Rasa sakit dikhianati Dion belum sepenuhnya sembuh. Kini, ditambah luka yang lebih dalam dari Devano.“Mbak, sudah sore, ayo makan!” ajak Aline lirih.“Kamu duluan saja, Lin. Aku berkemas dulu, ya!”“Ya sudah, aku nungguin Mbak Ken saja. Aku beli bakso sebentar, ya. Mbak mau bakso apa mie ayam?” tawarnya serius.Kenanga terdiam sejenak. “Bakso boleh, eh mie ayam saja, Lin!” Aline mengangguk kemudian mengambil kunci motor. Kenanga membuntuti karena teringat sesuatu.“Lin, power bank aku di mana, ya
“Mas Devano, bangun! Tolong, Pak, Mas Dev pingsan!” Bi Ina berteriak histeris hingga mengundang Pak Security dan dua orang ART mendekat.Bi Ina terus menangis sambil menghubungi Andre. Setelah itu dia pun memanggil ambulance untuk membawa Devano ke rumah sakit.“Mas Andre, Bibi takut!” Bi Ina tertunduk di ruang tunggu sambil terus menangis. Beberapa tahun lalu dia merasakan kehilangan ketika kedua orang tua Devano meninggal. Bi Ina bekerja di rumah Devano semenjak laki-laki itu masih SD. Lalu, setelah kepergian kedua orang tua Devano, hanya Bi Ina yang dekat dengan Devano di rumah itu. Jadi, wajar saja jika Bi Ina sangat menyayangi Devano seperti anak sendiri. Meskipun Devano sudah mencukupi kebutuhan Bi Ina dan membelikan sawah juga rumah di kampung, tetapi Bi Ina enggan pulang sebelum Devano ada yang mengurusnya.Andre tampak mondar-mandir dengan gelisah. Sedangkan Bella terdiam sambil merangkul bahu Bi Ina.“Beberapa hari ini Mas Dev jarang makan di rumah, Mbak. Biasanya jarang s