"Kenapa pura-pura kaget? Oh, ya, itu kan keahlianmu yang pura-pura polos, Ken!" Risma belum puas melihat Kenanga syok. "Anak pelacur akan menurunkan anak sepertimu!" "Diam kamu, Kak!" Air mata Kenanga mengalir tak terbendung. Kenanga masih bisa menerima jika dirinya yang dihina. Namun, bukan orang tuanya. Apalagi ibu Kenanga sudah meninggal beberapa bulan lalu. "Kamu jangan keterlaluan, Ris! Bagaimanapun Kenanga adikmu!" lerai Dion sambil mendekati Kenanga. Namun, Kenanga justru mundur menjauhi Dion. "Kalian tidak diundang ke sini. Sebaiknya pergi! Dan untuk hubunganku dengan Kak Devano, itu urusanku. Kurasa tidak perlu persetujuan dari kalian, kan? Bukankah kalian selingkuh juga tidak minta persetujuanku?" Suara Kenanga bergetar karena tangis. Risma justru tertawa mengejek. "Siapa bilang kami selingkuh? Kamu yang merebut Dion dariku, Ken! Dan itu karena ulahnya!" teriaknya sembari menunjuk pada Devano. "Ris, kita pulang!" ajak Dion sambil menarik tangan istri keduanya it
Bi Ina menatap sedih kepergian Devano. Namun, laki-laki tampan yang diasuhnya dari kecil itu terus bergegas menuju lantai atas dan tanpa menoleh lagi. Bi Ina menunduk, pandangan mata tua itu berganti pada botol kecil di tangannya. Rupanya, patah hati yang dialami Devano membuat dia tidak peduli akan kesehatan. Dulu, Devano meminta Dion menjaga Kenanga sebagai wujud cintanya pada wanita itu. Nyatanya, hati Devano tidak sekuat ucapan kala itu. Seiring berjalannya waktu, Devano justru semakin sulit melupakan Kenanga. "Mas Dev, sampai kapan kamu akan seperti ini? Bukankah kamu sendiri yang meminta Kenanga menikah dengan Dion?" Bi Ina bergumam. "Apa perlu kita katakan yang sebenarnya pada Neng Kenanga, Bi?" Tiba-tiba Ayu, ART rekan kerja Bi Ina memberi ide. Pasalnya dia juga tidak tega melihat Devano yang berubah menjadi laki-laki dingin selama dua tahun terakhir. Bi Ina menghela napas panjang, kemudian mendongak begitu mendengar suara pintu ditutup. Tidak berapa lama, muncul Deva
"Ken, ralat ucapanmu!" sentak Dion marah.Dion tidak ingin Kenanga berbuat nekad. Meskipun dia telah membuat kesalahan fatal, anak dalam kandungan Kenanga adalah darah dagingnya yang tidak boleh ikut menanggung luka. Mendengar bentakan Dion, Kenanga menyeringai kecil.Wanita itu mengusap air mata yang sialnya terlanjur keluar. Dion hendak kembali memegang tangan Kenanga, tetapi lagi-lagi wanita itu menepisnya. "Ken, aku mohon jangan lakukan itu, Sayang! Anak itu tidak bersalah. Dia berhak hidup dan mendapatkan kasih sayang utuh dari kita!" Dion lantas berlutut di hadapan Kenanga."Ah, kasih sayang utuh? Apa kamu sedang berhalusinasi, Dion? Di luar sana ada anak lain dari rahim wanita yang kamu cintai! Kamu akan mengutamakan mereka. Jadi, untuk apa dia hidup, ha?""Ken, jangan bicara begitu, Sayang!" Dion segera memeluk lutut Kenanga dan menenggelamkan wajah di perut istrinya itu.Kenanga menggigit bibir kuat, berusaha meredam tangisnya. Seharusnya, dia bahagia dengan kehadiran janin
Devano mengusap bibirnya yang berdarah. Laki-laki itu segera bangkit sembari memijat dahinya. Bukannya kasihan melihat luka di wajah Devano, Dion justru mendorong tubuh sahabatnya itu hingga nyaris membentur tembok."Jangan cari kesempatan, Dev!" sentak Dion hendak kembali melayangkan pukulan."Dion, sudah! Tolong!" teriak Kenanga berusaha bangkit untuk melerai.Devano tidak menggubris rasa pening di kepalanya. Dia segera mendekati Kenanga, tetapi segera dicegah oleh Dion."Jangan dekati Kenanga lagi!" "Dokter! Anda terluka!" Seorang perawat mendekati Devano dan mengulurkan tisu pada laki-laki itu.Devano mengambil selembar tisu untuk mengusap bibirnya. Devano tertegun ketika merasakan darah hangat keluar dari hidungnya."Kak Dev, hidungmu berdarah. Dion kamu keterlaluan!" hardik Kenanga sambil melempar bantal ke arah Dion."Oh, kamu lebih membela dia daripada suamimu, Ken?""Iya, karena aku tidak suka kekerasan. Apalagi sampai membuat orang lain terluka.""Ken, aku tidak apa-apa. Te
"Oh, Dion, aku tidak percaya kalau kita bisa melakukannya di sini. Kamu gila," desah Risma di antara deru napasnya.Dion tersenyum dan semakin mempercepat permainannya karena khawatir Kenanga bangun, lalu memergoki aksi mereka. Tentu hal itu akan membuat Kenanga sulit memaafkannya. Dion mencengkeram bahu Risma erat ketika merasakan mencapai puncak. Risma tertunduk lunglai sembari berpegangan erat pada wastafel. "Kita harus menyudahi ini dan kembali ke sofa sebelum Kenanga bangun, Sayang! Kita akan lanjutkan nanti ketika Kenanga sudah pulang dari rumah sakit," bisik Dion lalu mencium tengkuk istri keduanya itu.Risma mengangguk pasrah lalu membalikkan badan menatap Dion yang tengah membetulkan resleting celananya. Dengan kerlingan menggoda, Risma justru memegang area bawah Dion."Jangan lakukan itu lagi, Sayang!" ucap Dion sembari memegang tangan Risma."Aku hanya menggodamu. Ternyata kamu lebih mudah tertarik denganku.""Tentu saja. Aku lebih mengenalmu dari beberapa tahun lalu, kan
"Ya, Kenanga harus tahu ini," ucap Dion merasa menang melihat wajah panik Devano.. Kenanga langsung mendongak menatap tidak mengerti pada Devano dan Dion yang sedang berdebat. Dia merasa ada hal penting yang disembunyikan oleh mereka. Sedangkan Risma tersenyum mengejek melihat kebingungan di wajah Kenanga. "Tutup mulutmu, Yon. Siapa yang mengizinkanmu jadi pencabut nyawaku?" "Tanpa aku lakukan itu, kamu tidak lebih dari manusia sekarat yang mengemis perhatian istriku!" "Diam!" sentak Devano tidak tahan lagi. "Hentikan omong kosongmu ini!" Dion menyeringai, lalu terkekeh mengejek. "Ha ha ha! Omong kosong kamu bilang? Aku bicara fakta, Dev!" "Diam, stop! Apa yang kalian bicarakan, ha?" lerai Kenanga. "Jangan berlagak bodoh, Kenanga. Apa kamu menyesal sudah kepergok kami? Mana istri dan putri sholeha yang selama ini dibanggakan oleh Papa?" "Masalah ini tidak ada hubungannya dengan Papa. Memangnya aku perlu persetujuan dari kalian, sedangkan kalian sendiri bagaimana? Hh, ja
Kenanga tidak puas dengan jawaban Devano. Dia yakin laki-laki di depannya itu sengaja menyembunyikan sesuatu. Diperhatikan dengan penuh kecurigaan, Devano terkekeh, lalu menoyor gemas kepala Kenanga."Kamu pikir aku intel yang penuh rahasia, gitu?""Baiklah, kalau Kak Dev tidak mau jujur. Aku yakin, suatu saat pasti mengetahuinya!"Mendengar ucapan itu, lagi-lagi membuat Devano tersenyum. Namun, kali ini justru senyum miris yang dia suguhkan.'Saat kamu mengetahuinya, mungkin aku hanya tinggal kenangan bagimu, Ken. Maafkan aku yang sudah berandil dalam lukamu saat ini, Ken," ucap Devano dalam hati."Ah, aku ...''"Assalamualaikum! Maaf Mas Dev, Neng Kenanga, saya telat datang.""Waalaikumsalam, terima kasih, Yu. Maaf malam ini saya merepotkanmu, Yu!" ucap Devano pada ART-nya itu.Ayu, gadis manis itu tersenyum. "Tidak repot, Mas. Saya justru senang bisa menemani Neng Ken. Oh, ya, saya bawa ini untuk Mas Dev dan Neng!" ucap Ayu sembari mengeluarkan makanan dari dalam paper bag. "Bi Ina
"Apa maksudmu, Dion? Kenanga, apa itu benar?" tanya Setyo tidak percaya. Kenanga terkejut dengan ucapan Dion. Wanita itu tampak begitu kecewa. Tidak pernah disangka jika mulut Dion bisa sejahat itu. Laki-laki yang dulu dikaguminya dan dibanggakan, ternyata tidak lebih dari seekor kalajengking beracun. Rasa marah, kecewa, dan sakit kini menumpuk di hati Kenanga.Tatapan Setyo masih menghujam pada putri dan menantunya bergantian. Kenanga mengerutkan bibir geram, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Faktanya, dia memang tertangkap basah sedang berciuman dengan Devano, meskipun rasa cinta itu masih tetap untuk Dion."Jawab, Kenanga! Apa itu benar?" tuntut Setyo lagi."Tadi malam saya mencari Kenanga di rumah sakit, ternyata dia bersama dengan Devano di lorong tangga. Apa yang kamu lakukan di sana, Sayang? Katakan pada Papa dan aku tidak akan marah!" ucap Dion lalu mendekati Kenanga."Jangan mendekat!" Kenanga segera bangkit dan menunjuk wajah Dion. "Aku tidak melakukan apa pun dengan Kak D
Kenanga tersenyum tulus. “Tentu aku ridha dan bahagia, Kak,” jawabnya, lalu mendongak menatap Devano. “Kita lanjutkan hidup ini dengan saling memaafkan dan menjadi keluarga, ya, Sayang!” lanjut Kenanga sambil mengusap lengan Devano dengan lembut. Dion bisa melihat tatapan penuh cinta Kenanga pada Devano. Tidak bisa dipungkiri, ada perasaan cemburu yang masih bercokol di hati menyaksikan kebahagiaan Kenanga dan Devano. Namun, berkali-kali Dion menyadarkan diri jika membiarkan rasa cemburu itu sesuatu yang salah. Kenanga benar, mereka harus melanjutkan hidup dengan pasangan masing-masing. Seketika, Devano mengangguk menyetujui ucapan istrinya. “Tentu saja. Tidak mungkin kita musuhan terus, apalagi ada Carla di antara keluarga ini, kan? Katakan padaku, Yon, kapan kalian menikah. Kami yang siapkan tempat resepsinya.” “Em, biar Risma yang menentukan, Dev,” jawab Dion sembari menatap Risma. “Aku tidak ingin pesta mewah, lebih baik uangnya untuk keperluan Carla nanti,” ucap Risma sadar
Tiba-tiba perasaan takut itu memenuhi relung hati Kenanga. Dia menunduk, menatap Dzevad yang masih menyusu. Sedangkan Mbak Ayu masih berdiri di ambang pintu menunggu perintah dari bosnya. Dia juga ikut sedih jika Carla dibawa pergi oleh orang tua kandungnya.Pasalnya, kehadiran Carla di dalam keluarga kecil Devano, menjadi hiburan tersendiri. Terlebih ketika Dzevad belum lahir. Merawat Carla dari usia bayi, tentu menimbulkan kedekatan batin pada Devano dan Kenanga. Itu juga yang dirasakan para ART.Mereka juga menganggap Carla seperti anak sendiri, tanpa memandang masa lalu orang tua bocah itu. Bahkan, Devano dan Kenanga dengan bangga memajang foto keluarga bersama Carla di dalamnya.“Apa yang harus kulakukan, Mbak?” tanya Kenanga lirih.Momen ini cepat atau lambat pasti terjadi. Namun, Kenanga tidak menyangka jika mereka datang begitu cepat. Rasanya Kenanga belum siap kehilangan Carla. Dan mungkin tidak pernah siap.“Bu, mungkin mereka hanya ingin melihat baby Dzevad. Rasanya tidak m
"Carla pas ulang tahun nanti minta kado apa, Sayang?” tanya Kenanga sambil mengusap rambut putri cantiknya.Beberapa hari lagi, usia Carla tepat tiga tahun. Bocah berwajah cantik itu menatap polos pada Kenanga, lalu jari telunjuknya mengetuk dagu dengan gerakan ala orang dewasa yang sedang berpikir.Melihat tingkah lucu Carla, Kenanga tertawa kecil, kemudian memeluk bocah itu. Seperti biasa, Carla selalu menghadiahi ciuman gemas di pipi setiap mendapat pelukan dari mamanya.Sejenak, senyum Kenanga memudar ketika teringat sesuatu. Hari ini Risma mendapat kebebasan bersyarat dari tahanan. Sedangkan Dion justru sudah bebas beberapa Minggu yang lalu. Itu artinya? Kenanga menggeleng tanpa sadar jika mengingat keberadaan Carla. Ya, sesuai perjanjian dulu, Dion dan Risma bisa mengambil Carla kapan pun setelah mereka bebas.Namun, hari ini menjelang ulang tahun yang ke-3 Carla, Kenanga akan kehilangan anak asuhnya itu. Ada rasa takut dan tidak rela Carla pergi dari kehidupan mereka. Kenanga
“Tunggu, Sayang!” pinta Devano ketika melihat Kenanga bersiap kembali turun.Devano meraih tangan Kenanga dan memintanya duduk di sisi tempat tidur. Laki-laki itu mengambil sesuatu dari dalam laci nakas sebelah kiri ranjang. Lantas dia ikut duduk di samping Kenanga.Pandangan Kenanga tertuju pada kotak berwarna biru navy di pangkuan Devano. Tidak ingin istrinya penasaran terlalu lama, Devano membuka kotak itu.Ternyata isinya satu set perhiasan emas putih dan sebuah display key mobil mewah. Devano meraih tangan Kenanga dan meletakkan kotak perhiasan itu di sana.“Ini hadiah pernikahan dariku, kamu yang simpan. Kamu nyonya rumah ini, jadi, mulai sekarang jangan canggung lagi!”Kedua mata Kenanga berkaca-kaca. Tidak hanya diperlakukan seperti ratu, tetapi dimanjakan dengan berbagai kemewahan dari Devano.“Aku akan mengikuti semua aturan kepala keluarga di rumah ini, selagi itu benar. Kuharap ini adalah pernikahan terakhir kita, Mas,” ucap Kenanga, lalu memeluk erat Devano.Di bahu Kenan
Langkah Risma diikuti oleh tatapan sendu Kenanga. Wanita itu mengusap matanya yang memanas. Devano merangkul bahu sang istri dengan perasaan bersalah.“Maafkan aku, Sayang,” ucap laki-laki itu lirih.“Aku tidak mempermasalahkan itu, Mas. Cuma merasa aneh saja, kenapa dia langsung menganggapmu special someone?” tanya Kenanga bingung.Memang aneh, jika Risma tidak mengenali Kenanga. Namun, justru merasa begitu dekat dengan Devano. Padahal, dulu Risma sangat membenci Kenanga dan selalu membuat ulah dengan Devano.“Aku juga merasa aneh.” Devano melirik sekitar, kemudian mengajak Kenanga memasuki mobil.Dia tidak ingin Risma kembali melihatnya dan membuat ulah. Sesampai di dalam mobil, Devano tidak juga menjalankan mobilnya. Namun, dia justru menatap ke arah bangunan rumah sakit jiwa itu.“Aku harus mencari cara supaya mendapatkan informasi detail mengenai Risma.”Kenanga langsung menoleh pada suaminya. “Maksud Mas apa?” tanya wanita itu heran.“Sayang, apakah kamu tidak melihat kejanggala
Deburan ombak di laut lepas sana yang tanpa henti, seolah ikut mengiringi kebahagiaan dua orang di atas tempat tidur itu. Seperti biasa, Devano selalu memuja setiap inci tubuh Kenanga dengan hati-hati. Dia perlakukan Kenanga begitu lembut. Itulah janji Devano, dia memang ingin memperlakukan Kenanga layaknya ratu hingga wanita itu melupakan semua rasa sakit yang pernah ada. Kenanga tersenyum dan sesekali memejamkan mata, ketika ciuman Devano menghujani wajah lembabnya. Udara di sekitar pantai memang dingin kala malam hari. Namun, tidak bagi pasangan suami istri itu. Tubuh mereka justru basah oleh keringat. Devano menyingkirkan anak rambut Kenanga yang terjuntai ke pelipis, lalu mencium kening wanita itu. “Terima kasih, ya, Mas,” ucap Kenanga dengan tatapan dalam. Sebelah tangan Kenanga memeluk bahu tegap Devano. Keduanya saling pandang penuh cinta dan sesekali balas tersenyum. Devano sedikit menoleh, melirik jam digital di atas nakas. Laki-laki itu terkekeh pelan menyadari waktu s
Kening Devano mengernyit menatap gadis yang hanya senyum-senyum itu. Bila diperhatikan secara seksama, gadis itu memiliki kemiripan dengan Kenanga. Melihat kebingungan di wajah Devano, Kenanga justru tertawa kecil.“Dia Aline, anaknya Tante. Kalian pernah bertemu di kampus, Mas. Aku pernah lihat foto kalian!”Mungkin terlalu sering memberi penyuluhan di beberapa kampus berbeda, membuat Devano tidak bisa mengingat satu persatu. “Oh, ya? Maaf aku tidak bisa mengingatnya, tapi memang seperti pernah bertemu,” ungkap Devano jujur.“Iya, tahun lalu ketika Pak Dokter ke Jogja!” timpal Aline.“Oh, iya. Ternyata kalian bersaudara, ya!”“Kan pas kalian ada masalah, Mbak Ken pulang kampung, Pak. Niatnya menenangkan diri malah nangis melulu!”Kenanga melotot mendengar kejujuran Aline yang tidak bisa menjaga rahasia. Melihat kekesalan kakaknya, Aline nyengir kecil, kemudian meninggalkan pasangan suami istri itu. Sepeninggal Aline, Devano menatap tidak berkedip pada Kenanga. Dia ingin mencari kej
“Akan aku pikirkan, demi Carla.” Dion menepuk pelan lengan Devano. “Selamat ya, Dev. Akhirnya, kamulah yang menang. Jangan bodoh sepertiku!” ucapnya dengan suara parau.Devano mengangguk pelan. “Dulu aku titipkan dia padamu karena aku sakit. Sekarang sudah sembuh, maka aku ambil kembali apa yang kutitipkan. Hari Minggu kami akan mengadakan resepsi, jika diizinkan kamu datanglah!” ucapnya lalu bangkit dan merangkul bahu Dion.Kenanga mematung menatap interaksi kedua lelaki yang sama-sama menorehkan cinta di hati itu. Dion terkekeh pelan menutupi rasa sesak di dadanya.Lalu, pandangan Dion berhenti pada Kenanga. “Selamat atas pernikahanmu, Ken. Kamu memang pantas bahagia. Maafkan aku yang gagal total menjadi suamimu!” ucapnya kemudian beranjak dari tempat duduk. Sekali lagi, Dion menatap Devano penuh arti. “Kamu benar-benar hanya menitipkan dia padaku, Dev. Jaga Kenanga kita!” Lantas, Dion mendekati penjaga lapas dan memintanya membawa kembali ke tahanan, tanpa menunggu jawaban Devano.
“Kenanga benar, Yon. Risma mengalami drop mental. Dia membenci anaknya sendiri. Aku tidak yakin jika pihak lapas belum mengabarimu mengenai nasib Carla!” “Carla? Katakan yang jelas, Dev!” Dion tidak sabar lagi.Devano lantas melirik Kenanga di sampingnya. Tampak wanita itu mengangguk, dengan tatapan nanar. Membayangkan bayi mungil yang seharusnya mendapat dekapan dan ASI dari Risma, bernasib tidak beruntung. Memang, luka yang ditorehkan Dion dan Risma begitu dalam di hati Kenanga. Namun, sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan calon anak, Kenanga tidak tega melihat bayi itu menderita.“Apa kamu rela jika anakmu dititipkan di panti sosial? Atau mungkin kamu memilih dirawat Bapak dan Ibu di kampung? Apa kamu tidak kasihan dengan Bapak dan Ibu, jika tahu apa yang terjadi sebenarnya?”Tampak raut sedih di wajah Kenanga. Ini kali pertama Kenanga bicara dengan nada ramah dan panjang semenjak mereka bercerai. Kenanga tidak bisa membayangkan betapa sedihnya orang tua Dion jika mengeta