Share

Bab 7 Perdebatan

Penulis: La Bianconera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-31 14:55:58

"Jika aku mengatakan yang sejujurnya, apa kamu menerima alasan itu, Ken?" ulang Devano dengan tatapan menuntut jawaban.

Kenanga justru memalingkan wajah dari laki-laki berwajah tampan itu. Menurutnya, apa pun alasan mereka telah menjadikan taruhan adalah sesuatu yang murahan. Dia bukanlah barang yang bisa dijadikan alat taruhan.

Bi Ina yang tidak ingin terlibat pembicaraan dengan kedua anak muda itu, memberi isyarat keluar dari kamar. Kenanga menatap langkah Bi Ina, lalu berpaling pada Devano dengan tatapan sinis.

"Kenapa diam, Ken? Aku melakukan itu karena aku ..."

"Karena kamu dan Dion sama saja, Kak! Aku mengenalmu dari kita sama-sama kecil, tapi setelah kamu berteman dengan Dion, lantas mengabaikan pertemanan kita!"

"Kenangaaaa ... bukan itu alasannya!" Devano menekan suaranya.

"Aku tidak butuh alasan, Kak. Jadi, biarkan aku pergi dari sini. Aku benci kalian berdua!" sentak Kenanga sembari bangkit.

Devano ikut bangkit seraya meletakkan mangkuk ke atas meja. Laki-laki itu segera menghalangi Kenanga yang mengambil paksa kopernya. Devano tidak menyerah. Dengan cepat, dia menutup pintu, lalu menguncinya dan mengantongi kunci itu.

"Devano!" sentak Kenanga dengan tatapan tajam. "Buka pintunya, kamu jangan seenaknya begini!" lanjutnya ketakutan.

Devano tidak menggubris. Dia justru maju selangkah mendekati Kenanga hingga membuat wanita itu semakin takut. Selama lebih dari dua puluh tahun berteman dengan Devano, baru kali ini melihat laki-laki itu berbuat nekad.

"Kak, apa yang kamu lakukan?" tanya Kenanga dengan suara bergetar menahan tangis.

Devano menyeringai senang melihat ketakutan di wajah Kenanga. Kenanga terus mundur menghindari Devano hingga tubuhnya bersandar di dinding. Devano terkekeh penuh kemenangan dan semakin mendekati Kenanga.

Kini, jarak di antara keduanya hanya tinggal beberapa centi saja. Devano yang bertubuh jangkung itu, meluruskan kedua lengan di sisi tubuh Kenanga. Wajahnya menunduk, menatap dalam Kenanga yang mulai menangis.

"Kakak, aku takut. Lepaskan aku!" pinta Kenanga memelas. Matanya terpejam rapat, membuat air matanya mengalir ke pipi.

"Kamu lucu sekali, Ken!" ucap Devano menggoda.

"Lepaskan aku! Ingat, Kak, aku istrinya Dion, temanmu!"

"Aku sudah tahu. Berjanjilah kamu tidak akan keras kepala lagi, maka aku akan melepaskanmu, Ken!" ucap Devano pelan.

"Janji apa?" tanya Kenanga sembari membuka mata. Pandangannya berkabut, penuh ketakutan.

Devano tersenyum dengan tatapan penuh arti pada Kenanga. "Jangan pergi dari rumah ini, setidaknya sebelum kamu dan Dion baikan!" pintanya.

Devano segera beranjak menuju meja dan mengambil kotak tisu, lalu memberikan pada Kenanga. Dengan ragu, Kenanga mengambil benda itu dan mengusap air matanya.

Dia menatap Devano dengan aneh. Devano memang tidak pernah menyentuhnya selama Kenanga resmi menjadi istri Dion.

"Kak ..."

"Pikirkan tawaranku! Tenangkan dirimu di sini sampai Dion datang menjemputmu, bersimpuh di kakimu, Ken!"

"Tapi aku tidak akan kembali padanya, Kak. Pengkhianatan itu tidak bisa aku maafkan."

"Kamu berkata begitu karena masih emosi, Ken!" sahut Devano sembari tersenyum miris.

"Tidak!" Kenanga menggeleng berkali-kali. "Laki-laki yang selingkuh tidak akan sembuh, Kak. Apalagi, Kak Risma hamil. Dia tidak akan selingkuh jika mencintaiku. Aku akan mendaftarkan gugatan cerai padanya."

"Kamu serius? Tidak akan menyesali keputusanmu, Ken?" tanya Devano memastikan.

Kenanga mengangguk lemah. Meskipun hatinya terlalu sakit dikhianati, toh Kenanga tidak munafik jika dia begitu mencintai Dion.

"Dengan jalan itu, aku akan memaafkannya, juga berhenti mencintai dia, Kak."

"Cinta ... " ulang Devano sembari tersenyum masam.

Laki-laki itu mengangguk, kemudian membuka pintu. Dia menoleh pada Kenanga ketika sampai di ambang pintu. Sudut bibir Devano melekuk tipis. Sebaris senyum yang menyimpan sebuah harapan.

Sejenak, Devano tersadar. Harapan itu tidak akan pernah menjadi kenyataan. Devano tidak ingin gegabah dan dibuai oleh harapan. Seketika, senyum di bibir Devano menghilang dan berganti tatapan sendu.

"Baiklah, nanti sore kita jalan-jalan, ya. Kali ini aku tidak mengharapkan penolakan, Ken!"

Kenanga terdiam, lalu mengangguk samar. "Baiklah, tapi ajak Bi Ina sekalian, ya!" pintanya.

"Tentu saja!" jawab Devano kemudian berlalu.

*

Kenanga menyunggingkan senyum dengan pandangan tidak lepas dari anak-anak yang berlarian. Taman flamboyan sore itu memang ramai dengan anak-anak. Dari jarak beberapa meter, Devano ikut tersenyum melihat Kenanga. Rencana Devano berhasil membuat wanita itu menghilangkan sejenak duka hatinya.

Devano mengarahkan lensa kamera digital pada Kenanga dan mengabadikan wajah wanita cantik itu di sana. Sesekali sudut bibir Devano melengkungkan senyum tipis.

"Rupanya kamu mulai jatuh cinta dengan istriku!" sindir sebuah suara di belakang Devano.

Kedua mata Devano terpejam sejenak, lalu mengerutkan bibir geram. Kedatangan Dion sama sekali tidak diharapkan dan justru merusak suasana sore itu.

Devano menoleh dan tersenyum miring pada Dion. "Sayang sekali, kehadiranmu tidak diharapkan, Dion!" sindirnya.

"Ah, tentu saja. Kamu pasti senang, kan, di antara kondisi keluarga kami?"

"Tentu saja!" jawab Devano, lalu menoleh ke arah Kenanga. "Bukankah itu bagian dari kesepakatan kita, Dion?" lanjutnya, lalu terkekeh.

Dion mengepalkan kedua tangan. "Shit!" umpatnya, lalu mendorong dada bidang Devano.

Keributan kecil itu, terdengar hingga ke telinga Kenanga dan Bi Ina. Kenanga segera berdiri dan meninggalkan kedua orang yang masih adu argumen itu.

"Kenanga, tunggu!"

Kenanga tidak menghiraukan panggilan Dion. Wanita itu mempercepat langkah menuju ke mobil Devano. Namun, langkah Kenanga terhenti ketika melihat Risma berdiri di depan pintu mobil Dion. Kakak tirinya itu menyunggingkan senyum satu sudut sembari bersidekap.

Kenanga langsung membuang pandangan dan memegang tangan Bi Ina. Wajah angkuh Risma semakin membuat Kenanga muak.

"Hei, kenapa kamu terburu-buru, Kenanga? Apa kamu tidak kangen denganku?" tanya Risma, lalu mendekat. Bibirnya yang dipoles lipstik bold itu tersungging senyum kemenangan.

"Kangen? Jangan mengejekku, Kak!"

"Mengejek? Tanpa aku ejek pun kamu sudah menyedihkan, Ken?"

Kenanga menghela napas, lalu melirik Bi Ina. Wanita itu mengisyaratkan pada Kenanga untuk tidak meladeni Risma. Mereka lantas melanjutkan langkah menuju mobil Devano.

"Kenanga!" panggil Risma tidak terima Kenanga pergi begitu saja. "Aku yakin kamu pasti tertarik dengan Devano, kenapa tidak dilanjutkan hubungan kalian?"

"Aku bukan kamu yang tega berkhianat, Kak!"

"Aku penghianat? Asal kamu tahu, Ken, kamulah yang pengkhianat! Apa salahnya aku mengambil milikku, hah?" teriak Risma penuh amarah.

"Apa maksudmu, Kak?"

"Ken, kita pergi! Tidak ada gunanya meladeni mereka berdua!" lerai Devano sembari membuka pintu mobil untuk Kenanga.

"Jangan lupa juga, Dev, tanpa campur tanganmu, pernikahan Dion dan Kenanga tidak akan terjadi!"

"Apa maksud kalian?" tanya Kenanga dengan tatapan menuntut jawaban dari keduanya.

****

Bab terkait

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 8 Kenyataan Baru

    "Ya, tanpa campur tangan Devano, Dion tidak mungkin menikahimu, Ken. Kamu tahu, siapa orang yang paling terluka atas pernikahan kalian?" Risma tersenyum mengejek sembari memindai Kenanga dari ujung kaki sampai ujung kepala.Rasanya senang sekali melihat kepanikan di wajah Devano dan Dion. Juga kebingungan di wajah Kenanga. Risma tidak ingin pura-pura baik lagi pada adik tiri yang begitu dibencinya itu.Dion mendekati Risma, lalu membisikkan sesuatu di telinga wanita itu, "Jangan katakan apa pun padanya, Risma! Setidaknya sampai aku tahu siapa ayah dari bayi dalam kandungan Kenanga."Risma melotot mengetahui kehamilan Kenanga. "Apa kamu bilang? Dia hamil, lalu kamu tidak jadi menceraikan dia?" sahutnya dengan tatapan berkaca-kaca."Aku harus bica--""Jangan khawatir, tanpa Dion menceraikanku, aku sendiri yang akan menggugatnya!" sergah Kenanga dengan suara bergetar. "Ha ha ha!" ejek Risma lagi. "Baguslah jika kamu sadar diri, Kenanga! Sudah saatnya kamu kembalikan Dion padaku. Setahun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 9 Kecewa

    "Kenapa pura-pura kaget? Oh, ya, itu kan keahlianmu yang pura-pura polos, Ken!" Risma belum puas melihat Kenanga syok. "Anak pelacur akan menurunkan anak sepertimu!""Diam kamu, Kak!" Air mata Kenanga mengalir tak terbendung. Kenanga masih bisa menerima jika dirinya yang dihina. Namun, bukan orang tuanya. Apalagi ibu Kenanga sudah meninggal beberapa tahun lalu."Kamu jangan keterlaluan, Ris! Bagaimanapun Kenanga adikmu!" lerai Dion sambil mendekati Kenanga. Namun, Kenanga justru mundur menjauhi Dion. "Kalian tidak diundang ke sini. Sebaiknya pergi! Dan untuk hubunganku dengan Kak Devano, itu urusanku. Kurasa tidak perlu persetujuan dari kalian, kan? Bukankah kalian selingkuh juga tidak minta persetujuanku?" Suara Kenanga bergetar karena tangis.Risma justru tertawa mengejek. "Siapa bilang kami selingkuh? Kamu yang merebut Dion dariku, Ken! Dan itu karena ulahnya!" teriaknya sembari menunjuk pada Devano."Ris, kita pulang!" ajak Dion sambil menarik tangan istri keduanya itu. Risma m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 10 Akan Aku Gugurkan Janin Ini

    Bi Ina menatap sedih kepergian Devano. Namun, laki-laki tampan yang diasuhnya dari kecil itu terus bergegas menuju lantai atas dan tanpa menoleh lagi. Bi Ina menunduk, pandangan mata tua itu berganti pada botol kecil di tangannya. Rupanya, patah hati yang dialami Devano membuat dia tidak peduli akan kesehatan. Dulu, Devano meminta Dion menjaga Kenanga sebagai wujud cintanya pada wanita itu. Nyatanya, hati Devano tidak sekuat ucapan kala itu. Seiring berjalannya waktu, Devano justru semakin sulit melupakan Kenanga. "Mas Dev, sampai kapan kamu akan seperti ini? Bukankah kamu sendiri yang meminta Kenanga menikah dengan Dion?" Bi Ina bergumam. "Apa perlu kita katakan yang sebenarnya pada Neng Kenanga, Bi?" Tiba-tiba Ayu, ART rekan kerja Bi Ina memberi ide. Pasalnya dia juga tidak tega melihat Devano yang berubah menjadi laki-laki dingin selama dua tahun terakhir. Bi Ina menghela napas panjang, kemudian mendongak begitu mendengar suara pintu ditutup. Tidak berapa lama, muncul Deva

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 11 Aku Benci ...

    "Ken, ralat ucapanmu!" sentak Dion marah.Dion tidak ingin Kenanga berbuat nekad. Meskipun dia telah membuat kesalahan fatal, anak dalam kandungan Kenanga adalah darah dagingnya yang tidak boleh ikut menanggung luka. Mendengar bentakan Dion, Kenanga menyeringai kecil.Wanita itu mengusap air mata yang sialnya terlanjur keluar. Dion hendak kembali memegang tangan Kenanga, tetapi lagi-lagi wanita itu menepisnya. "Ken, aku mohon jangan lakukan itu, Sayang! Anak itu tidak bersalah. Dia berhak hidup dan mendapatkan kasih sayang utuh dari kita!" Dion lantas berlutut di hadapan Kenanga."Ah, kasih sayang utuh? Apa kamu sedang berhalusinasi, Dion? Di luar sana ada anak lain dari rahim wanita yang kamu cintai! Kamu akan mengutamakan mereka. Jadi, untuk apa dia hidup, ha?""Ken, jangan bicara begitu, Sayang!" Dion segera memeluk lutut Kenanga dan menenggelamkan wajah di perut istrinya itu.Kenanga menggigit bibir kuat, berusaha meredam tangisnya. Seharusnya, dia bahagia dengan kehadiran janin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 12 Kembali Terluka

    Devano mengusap bibirnya yang berdarah. Laki-laki itu segera bangkit sembari memijat dahinya. Bukannya kasihan melihat luka di wajah Devano, Dion justru mendorong tubuh sahabatnya itu hingga nyaris membentur tembok."Jangan cari kesempatan, Dev!" sentak Dion hendak kembali melayangkan pukulan."Dion, sudah! Tolong!" teriak Kenanga berusaha bangkit untuk melerai.Devano tidak menggubris rasa pening di kepalanya. Dia segera mendekati Kenanga, tetapi segera dicegah oleh Dion."Jangan dekati Kenanga lagi!" "Dokter! Anda terluka!" Seorang perawat mendekati Devano dan mengulurkan tisu pada laki-laki itu.Devano mengambil selembar tisu untuk mengusap bibirnya. Devano tertegun ketika merasakan darah hangat keluar dari hidungnya."Kak Dev, hidungmu berdarah. Dion kamu keterlaluan!" hardik Kenanga sambil melempar bantal ke arah Dion."Oh, kamu lebih membela dia daripada suamimu, Ken?""Iya, karena aku tidak suka kekerasan. Apalagi sampai membuat orang lain terluka.""Ken, aku tidak apa-apa. Te

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 13 Ciuman

    "Oh, Dion, aku tidak percaya kalau kita bisa melakukannya di sini. Kamu gila," desah Risma di antara deru napasnya.Dion tersenyum dan semakin mempercepat permainannya karena khawatir Kenanga bangun, lalu memergoki aksi mereka. Tentu hal itu akan membuat Kenanga sulit memaafkannya. Dion mencengkeram bahu Risma erat ketika merasakan mencapai puncak. Risma tertunduk lunglai sembari berpegangan erat pada wastafel. "Kita harus menyudahi ini dan kembali ke sofa sebelum Kenanga bangun, Sayang! Kita akan lanjutkan nanti ketika Kenanga sudah pulang dari rumah sakit," bisik Dion lalu mencium tengkuk istri keduanya itu.Risma mengangguk pasrah lalu membalikkan badan menatap Dion yang tengah membetulkan resleting celananya. Dengan kerlingan menggoda, Risma justru memegang area bawah Dion."Jangan lakukan itu lagi, Sayang!" ucap Dion sembari memegang tangan Risma."Aku hanya menggodamu. Ternyata kamu lebih mudah tertarik denganku.""Tentu saja. Aku lebih mengenalmu dari beberapa tahun lalu, kan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 14 Rahasia Devano

    "Ya, Kenanga harus tahu ini," ucap Dion merasa menang melihat wajah panik Devano.. Kenanga langsung mendongak menatap tidak mengerti pada Devano dan Dion yang sedang berdebat. Dia merasa ada hal penting yang disembunyikan oleh mereka. Sedangkan Risma tersenyum mengejek melihat kebingungan di wajah Kenanga. "Tutup mulutmu, Yon. Siapa yang mengizinkanmu jadi pencabut nyawaku?" "Tanpa aku lakukan itu, kamu tidak lebih dari manusia sekarat yang mengemis perhatian istriku!" "Diam!" sentak Devano tidak tahan lagi. "Hentikan omong kosongmu ini!" Dion menyeringai, lalu terkekeh mengejek. "Ha ha ha! Omong kosong kamu bilang? Aku bicara fakta, Dev!" "Diam, stop! Apa yang kalian bicarakan, ha?" lerai Kenanga. "Jangan berlagak bodoh, Kenanga. Apa kamu menyesal sudah kepergok kami? Mana istri dan putri sholeha yang selama ini dibanggakan oleh Papa?" "Masalah ini tidak ada hubungannya dengan Papa. Memangnya aku perlu persetujuan dari kalian, sedangkan kalian sendiri bagaimana? Hh, ja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 15 Melawan Takdir

    Kenanga tidak puas dengan jawaban Devano. Dia yakin laki-laki di depannya itu sengaja menyembunyikan sesuatu. Diperhatikan dengan penuh kecurigaan, Devano terkekeh, lalu menoyor gemas kepala Kenanga."Kamu pikir aku intel yang penuh rahasia, gitu?""Baiklah, kalau Kak Dev tidak mau jujur. Aku yakin, suatu saat pasti mengetahuinya!"Mendengar ucapan itu, lagi-lagi membuat Devano tersenyum. Namun, kali ini justru senyum miris yang dia suguhkan.'Saat kamu mengetahuinya, mungkin aku hanya tinggal kenangan bagimu, Ken. Maafkan aku yang sudah berandil dalam lukamu saat ini, Ken," ucap Devano dalam hati."Ah, aku ...''"Assalamualaikum! Maaf Mas Dev, Neng Kenanga, saya telat datang.""Waalaikumsalam, terima kasih, Yu. Maaf malam ini saya merepotkanmu, Yu!" ucap Devano pada ART-nya itu.Ayu, gadis manis itu tersenyum. "Tidak repot, Mas. Saya justru senang bisa menemani Neng Ken. Oh, ya, saya bawa ini untuk Mas Dev dan Neng!" ucap Ayu sembari mengeluarkan makanan dari dalam paper bag. "Bi Ina

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11

Bab terbaru

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 46 Insiden

    “Iya, betul. Anakku cakep, lulusan luar negeri, berpendidikan. Mau dilamar pilot saja tidak mau, takut diselingkuhi karena sering LDR. Cocoknya ya, dapat dokter atau pengusaha gitu!” cerocos salah satu ibu sambil memperhatikan cincin yang bertebaran di empat jarinya.Ucapan itu diangguki ketiga temannya. Mereka lantas tertawa cekikikan di situ. Devano segera mengajak Kenanga mencari tempat duduk yang masih kosong. Namun, Kenanga justru bergeming.“Memang benar ya, jaman sekarang itu banyak laki-laki maunya dapat janda supaya lebih pengalaman!”Brak! Kenanga tidak tahan lagi, lalu menggebrak meja. Sontak, beberapa orang langsung melihat ke arah Devano dan Kenanga.Devano pun terkejut, lalu meraih kepala Kenanga ke dadanya. Kenanga segera menyingkirkan lengan Devano pelan, lalu berdiri di depan ke-empat ibu tadi.Tanpa basa-basi, Kenanga segera meraih gelas berisi air es teh dan menyiramkan pada keempat ibu rempong itu.Byur!“Dasar perempuan gila!” maki salah satu dari mereka sambil me

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 45 Bullyan

    "Kak, aku takut.”Lingkaran tangan Kenanga semakin kencang saja. Devano membuka mata, lalu berbalik dan memeluk wanita itu.“Apa yang kamu lakukan di sini? Ada masalah?” tanya Devano mulai cemas meskipun tidak meragukan kredibilitas dokter Hendra.Kenanga mendongak karena memang tinggi Kenanga hanya sebatas bahu Devano. Lalu, pandangan Kenanga tertuju pada pakaian yang digunakan Devano. Buru-buru Kenanga melepaskan diri dari pelukan Devano.“Kak Dev habis operasi, ya?” tanyanya.“Bukan, Sayang. Tapi membantu ibu-ibu lahiran!” jawab Devano jujur.Seketika, raut wajah Kenanga menjadi masam. Membayangkan apa yang dilakukan Devano ketika menolong ibu-ibu yang melahirkan. Selanjutnya di benak Kenanga dipenuhi pertanyaan.Mengapa harus menjadi dokter obgyn? Bukankah masih banyak jurusan yang lain? Kenanga lantas menghembuskan napas kasar yang membuat alis Devano naik sebelah.Tak! Kenanga meringis sambil melotot ketika Devano menjentikkan jarinya di kening.“Sakit tahu!”“Lagian dibilang ha

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 44 Jangan Tinggalkan Aku

    “Dokter Hendra, apa maksudnya?” tanya Kenanga pada dirinya sendiri.Bi Sumi yang ada di sebelahnya, hanya terdiam sembari menatap kepergian Dion. Dalam hati wanita itu mengutuk Dion yang selalu saja memanfaatkan situasi demi keinginannya. “Jangan dengarkan, Pak Dion dan Risma akan selalu mencari cara menjatuhkan Mas Dev. Kalau Mas Devano tidak serius denganmu, mana mungkin dia selalu ada untukmu, Neng!” Tampak Kenanga mengangguk kecil meskipun dalam hati penasaran dengan dokter Hendra. Apalagi, Kenanga pernah bertemu dokter senior itu sedang berbicara sesuatu yang aneh pada Devano.“Bi, apakah Kak Devano ada masalah di rumah sakit, ya? Apa dia punya cewek dan …”“Ah, mulai berprasangka buruk, kan? Jangan termakan omongan Pak Dion, Neng!” sergah Bi Sumi tidak suka. “Untuk lebih jelasnya tanya saja sama Mas Devano nanti!” “Iya, Bi, tapi kalau aku tanya nanti Kak Dev akan ngamuk sama Dion.”“Biarkan saja, itu kan harga yang harus dibayar Pak Dion punya mulut lemes. Lagian kalian itu s

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 43 Permintaan Dion

    “Ehm, malah melamun. Tadi Kak Risma datang kasih surat apa, Kak?” tanya Kenanga membuyarkan lamunan Devano.“Ehem, akh!” Devano pura-pura terbatuk. “Kok dingin ya, em itu dia kasih surat …”“Sudahlah, aku sudah trauma berurusan dengannya, Kak. Dendamnya ke aku begitu besar. Bukan gara-gara Dion saja, tapi karena Tante Evi meninggal dikira Mama penyebabnya!”Devano menghembuskan napas lega, lalu bangkit dan memutar kursi roda. “Dia akan mencari gara-gara terus. Makanya aku berharap kamu bisa lawan dia. Kasihan banget sebenarnya, dia lagi hamil, tapi tidak tobat juga! Aku tidak nyangka jika sifatnya akan sebar-bar itu, Ken.”“Kak, apakah aku mampu memimpin Chis Garment?” tanya Kenanga ragu.“Mampu saja dan harus mampu, Ken! Kamu kan punya basic usaha sendiri. Beda dengan aku yang tidak mungkin terjun ke dunia bisnis. Yang ada otakku malah lemot. Aku sudah bahagia menjadi dokter, Ken!”“Dokter malah rumit, harus genius baru bisa jadi dokter.”“Berarti aku genius, ya? Baru sadar!” sahut D

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 42 Khawatir

    "Berapa harga yang harus kubayarkan? Aku yakin, kamu butuh uang banyak karena posisi Dion di Chis Garment tidak aman lagi sekarang!” sahut Devano.Risma mengerutkan bibir marah, refleks dia mengayunkan tangan ke arah Devano. Namun, Devano segera menangkap tangan Risma dan menurunkannya“Jangan paksa aku kasar pada perempuan, Ris. Selama ini aku sabar dengan semua tingkahmu, tapi jika kamu terus mengusik hidup kami, aku tidak akan diam lagi!” Devano menekan suara serendah mungkin, tidak ingin orang lain mendengar perdebatan mereka.Risma menyunggingkan senyum satu sudut. “Kamu tidak tahu apa-apa, Dev. Kenanga memang pantas mendapatkan semua kesengsaraan ini!” desisnya sembari menunjuk ke arah kamar.Devano menaikkan sebelah alis sambil tersenyum mengejek. “Kamu pikir aku akan mengizinkan? Kenanga sekarang tanggung jawabku. Jadi, ketika kalian mengusik dia lagi berarti berhadapan denganku. Sudahlah, lebih baik fokus pada keluargamu, Ris. Bukankah Kenanga sudah mengalah terlalu banyak pa

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 41 Harapan Devano

    “Berapa persen, Mas?” ulang Bi Sumi sedih.Devano menarik napas pelan, lalu mengajak wanita tua itu duduk. Devano menoleh kanan kiri memastikan keadaan di situ aman, tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka.“Saya tidak ingin berhitung, Bi. Perkiraan manusia dan kehendak Allah itu berbeda. Doain saja, umur saya panjang, membahagiakan Kenanga hingga kami menua bersama.”“Mas Dev, kenapa harus Mas Dev yang begini? Kenapa bukan Pak Dion atau perempuan licik itu?”Devano menggeleng tegas. “Ssstt, Bibi tidak boleh bicara seperti itu. Saya ikhlas menerimanya. Yang saya sesalkan saat ada penyakit ini di tubuh saya, Mama meninggal karena syok. Makanya, saya tidak siap jika Kenanga menjauhi saya karena ini, Bi. Bertahun-tahun saya mencintai Kenanga dalam diam, merasakan sakit dan cemburu sendirian. Dan sekarang impian menikahi wanita paling saya cintai hampir terlaksana. Tapi bersamaan dengan ketakutan jika Kenanga pergi, Bi.” Devano mengusap sudut matanya yang memanas, lalu terkekeh pelan

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 40 Mendadak Dilamar

    "Dokter Devano memang jagonya bikin meleleh!” seru seorang perawat pada Devano di ambang pintu.Devano melirik ke arah kamar Kenanga. “Iya, dong. Harus itu! Oke, terima kasih, ya, Sus!”Di dalam sana Kenanga menutup telinga dengan kedua telapak tangan. Memaki dalam hati sikap Devano yang terlalu akrab dengan para wanita. Tidak disangkal, daya tarik Devano memang kuat. Wajar saja banyak yang ingin menjadi kekasih dokter tampan itu. Kenanga mendengus, lalu memejamkan mata berusaha tidak mendengar pembicaraan di depan pintu.Perawat itu tersenyum sekali lagi, lalu mengulurkan paper bag dan bucket pada dokter Devano. Devano mencium bunga mawar merah bercampur lili itu, lalu kembali ke dekat Kenanga.Devano tersenyum jahil saat melihat Kenanga meringkuk dengan mata terpejam. Niatnya membuat Kenanga cemburu tidak sia-sia. “Selamat malam, Bu. Saya tensi dulu, ya!” suara seorang perawat dengan ramah menyentuh lengan Kenanga.Kenanga mengangguk, lalu membetulkan posisi berbaring. Dia sempat m

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 39 Kecemburuan Devano

    Dokter muda yang kebetulan kenal baik dengan Devano itu tersenyum sambil menepuk pelan bahu Devano.“Karena kaget yang membuat Nyonya Devano pingsan. Tulang dekat mata kaki retak, mungkin butuh beberapa hari untuk sembuh total. Beruntung benturan itu tidak keras. Luka di pelipisnya hanya luka ringan. Mungkin itu saja, Dok!”Devano tersenyum lega. “Boleh aku lihat?” tanyanya.“Tentu saja. Makanya, punya pacar itu dijaga, Dok. Jangan sampai terluka!” jawab dokter itu lagi, kemudian berlalu.Devano menatap laki-laki di sebelahnya. “Bapak tidak usah khawatir. Kekasih saya baik-baik saja. Kalau Bapak ingin bertemu, silakan!” ajaknya yang langsung diangguki laki-laki itu.Setelah dipastikan tidak mengalami luka serius, Kenanga dipindahkan ke ruang perawatan. Kenanga tidak berani membalas tatapan tajam Devano yang seolah menghukumnya.Masih dengan raut wajah datar, Devano duduk di samping brankar. Sesekali dia menarik napas lelah hingga membuat Kenanga menatapnya takut.“Siapa yang bawa aku

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 38 Nyaris Putus Asa

    "Mama, mak–maksudnya gimana, Pak?” ulang Kenanga masih bingung. “Saya juga tidak tahu maksudnya, Bu. Hanya itu yang Pak Dion katakan, lalu pergi!” jawab pengacara keluarga Kenanga itu dari seberang sana. Kenanga mengatupkan bibir. Dia masih belum mengerti urusan apa yang dibicarakan oleh Dion. Jika itu mengenai perusahaan, seharusnya Dion berbicara dengannya secara langsung. Kenanga urung memasukkan handphone ke dalam tas ketika benda pipih itu kembali berdering. Kali ini bukan dari pengacara keluarga, tetapi sebuah nomor yang tidak disave. Raut wajah Kenanga mendadak pucat karena ternyata itu dari pihak bank. Mereka memberi waktu jatuh tempo satu minggu lagi. “Saya akan usahakan, Pak. Tolong beri waktu, ya!” pinta Kenanga. Kembali ingatan Kenanga tertuju pada kuasa hukum Devano yang waktu itu memintanya bertemu. Kenanga mendengus lirih karena tidak menemukan nomor yang dimaksud. Maka, dia memberanikan diri menghubungi Devano. Namun, sampai beberapa panggilan ternyata nada hand

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status