Namaku Lily Diana Hanasari. Terlalu panjang menurutku. Aku benci nama panjang. Tidak suka juga jika temanku memanggilku Lily.
Aku suka dipanggil Anna saja. Pendek dan singkat. Menurutku itu manis.
Ibuku memanggilku kadang kadang si Upik. Mungkin itu nama kesayanganku. Sering juga suka menyebutku si burung kutilang.
Karena suaraku katanya nyaring seperti burung kutilang. Meracau ke mana mana. Lebih cocok juga jadi penyanyi. Tapi aku tahu, aku tidak berbakat. Aku tidak suka jadi penyanyi.
Aku pulang memberi tahu ibu seperti bersenandung.
"Aku pula..aang." suaraku bergema dirumah kecil yang cuma punya 2 kamar.
Ibuku melihat keluar.
'"Eh, si Upik sudah pulang! Terlambat lagi, ke mana saja?"
"Pergi bersama si Enny temanku." Jawabku sambil memcomot tempe yang digoreng baru di masak
"Atau si Munaf?"
"Si Munaf itu kakaknya. Aku pergi bersama adiknya."
"Bersama kakaknya tidak apa, anak camat itu ganteng dan sopan. Ibu suka."
"Kenapa ibu suka kepadanya ''? Atau getol sekali menjodohkanku? Mempadan padankan orang?"
"Alah kamu ini, sudah berapa umurmu? 19 tahun. Nanti keburu tua lho?"
"Jadi tua asal kaya." Kataku.
"Apa kau bekerja kau bisa jadi kaya?" Ibu menyindirku karena aku selalu nyinyir ingin kekota. Untuk bekerja.
"Tentu bu, aku lulusan sarjana. Akutansi. Bekerja di perusahaan besar, jadi sekretaris atau apa saja. Tulisanku bagus. Halus dan kasar kata ibu tulisanku menakjubkan. Bos bos suka dengan orang punya tulisan bagus dan orang cantik"
"Jadi kamu cantik?""Iyalah. Bukankah ibu bilang aku cantik, temanku juga mengatakan itu." Aku nyinyir itu tentu saja hanya pada ibu. Bagi semua orang kecuali teman, aku adalah seorang pemalu."Cantik kalau kau rapikan gigimu!"
Ibuku merapikan gigiku pakai behel gigi.Aku berterima kasih kepada ibuku karena memperhatikan aku.Sejak kecil aku membayangkan diriku adalah Cinderella yang kawin dengan pangeran.
Di sebuah pesta aku meninggalkan sepatu kacaku ketika jam berdenting 12 kali.
Sang Pangeran berlari dan berlari sementara aku sudah pergi dengan kereta kuda kencana.
Sang pangeran terus mencariku dengan sepatu kaca ditangan.
Ketika pangeran bertemu aku, akhirnya aku hidup kaya bergelimang kemewahan di istana.
Aku berterima kasih kepada Peri Labu yang merubah kereta kuda kencana pergi ke istana mengikuti pesta. Peri Labu mendandaniku sangat cantik.
Dongeng Cinderela dengan segala pernik perniknya begitu menarik bagiku.
Juga cerita dongeng pangeran tampan yang datang dengan kuda putih.
Pangeran tampan mengulurkan tangan mengajakku pergi kesuatu tempat. Ia mengajak keistana yang indah dan besar.
Hidup bergelimang dengan kemewahan.
Tapi dongeng itu tentu saja tak pernah terjadi. Aku tetap dengan kesendiriannya menjadi wanita yang pemilih. Karena sang Pangeran itu belum datang.
Apakah nanti sang Pangeran datang, berbentuk putra pemilik perusahaan besar dan kaya atau pria dengan mobil mewah yang berkecukupan?
Hartanya tidak pernah habis atau malahan terus bertambah.
Kapankah itu terjadi. Salahkah jika aku memimpikan itu?
Aku cantik dan telah menamatkan pendidikan tinggiku.
Namun pekerjaan tidak kunjung datang. Aku tinggal dikota yang hiruk pikuk dengan segala kemewahannya. Kemewahan tidak menghampiriku. Aku ingin mengecapi kemewahan itu dan aku tidak tahu caranya.
Sekarang itu sudah terjadi. Aku tinggal disebuah apartemen yang cukup megah dengan perlengkapan yang serba lengkap. Pekerjaan yang cukup menjanjikan, dan Pangeran ?
Tidak ada Pangeran. Aku belum pernah jatuh cinta yang sesungguhnya. Aku masih ingin berjumpa seorang Pangeran yang nantinya membawaku ke istana.
***Aku ingat bagaimana dulu aku menjalani hidupku.“Sekarang aku beruntung, memiliki pekerjaan, tempat tinggal, Dan seseorang crazy rich yang menghidupiku dengan caranya sendiri. Itulah aku kini.
Benar, tapi pangeran itu bukanlah pria tampan yang selalu kuidamkannya. Dia hanyalah seorang lelaki baya yang kaya dan peduli padaku.Lelaki itu juga peduli dengan istri dan mungkin juga anaknya, di tempat lain.
Seorang putra dewasa dari pernikahan pertamanya yang mungkin lebih tua dari diriku.
Aku adalah gadis simpanan yang disembunyikan. Aku menjalani hidup seperti itu untuk sebuah kemewahan.Sebelumnya aku telah menerobos semua jenis kantor selama setahun untuk mencari pekerjaan. Aku setuju untuk bekerja apa saja, korektor, sekretaris, dan apapun .
Dan ketika putus asa, aku memohon pada salah satu staf perusahaan untuk menolongnya bekerja apa pun. Lowongan kerja yang sangat ia butuhkan.
Lelaki itu tertawa di depan wajahku dan aku berhasil bekerja sebagai asisten junior di salah satu perusahaan selama sebulan penuh.
Aku bekerja dengan rajin dan mencoba untuk berhasil. Aku bertahan , sebisa mungkin, menghindari perhatian yang terus-menerus. Godaan dan pelecehan.
Alih-alih bekerja, aku diundang ke hotel. Aku bukan gadis seperti itu. aku tidak pernah meladeni lelaki gendut itu.
Aku menjaga kesucianku.
Karierku sebagai asisten Junior segera berakhir. Dengan berbagai alasan dan ancaman aku berhenti bekerja dan harus mulai lagi dari awal.
Meringkuk di pojok sebuah kafe kecil di seberang jalan dari kantor, aku diam-diam menangis. Aku dikatakan cantik, tapi bisa juga aku mengutuk kecantikanku. Lelaki ingin mereguk sesuatu dari diriku. Aku belum akan memberikan.
Direstoran itu, aku hanya memesan minuman kopi dan makanan ringan, karena duduk begitu saja, tanpa memesan apapun di restoran tidak diperbolehkan.
Mulai saat ini, aku harus mencari pekerjaan lagi. Aku tidak dapat mengandalkan ibuku dan uang pensiunnya yang kecil, dan aku tidak akan mendapatkan pekerjaan yang kusukai di desa.
Tanpa kusadari, kenangan tahun-tahun sekolah yang menyenangkan bergulir, ketika aku tampak seperti anak manis dengan hidung mancung dan lutut putih dan muka yang bercahaya bermain tanpa memikirkan apa apa .
Aku tetap saja menarik meski dilengkapi dengan plat gigi, karena kawat gigi terlalu mahal untukku dan ibuku peduli merapikan kecantikan anak gadis kesayangannya.
Suatu hari, aku akan menikah, ibuku suka. Tetapi pada saat itu, tidak ada anak laki-laki yang kusukai.
Ada yang mengajakku dan mengundangku pada kencan pertama. Tapi aku mengabaikan.
Tidak seperti gadis-gadis lain, aku senang dengan keadaan itu, tidak punya pacar dan belum mengenal lelaki diumur 16 tahun.
Sesudahnya aku benar-benar terkejut ketika, pada usia tujuh belas tahun, di salah satu sesi, guru mengelus lututku dan menyarankan pertemuan dalam suasana yang lebih intim.
Kemarahanku sampai ke ubun ubun. Aku tak pernah melayani dan terlalu takut untuk bertemu dengan guru pembimbingku itu.
Itulah pengalaman menakutkan melewati masa gadisku. Aku membayangkan guru pembimbingku yang punya anak dan istri menggodaku.
Menyeka maskara dari pipiku setelah sebagian lagi habis karena menangis, aku tidak langsung memerhatikan bagaimana seorang pria duduk di mejaku.
Ia melangkah dengan sopan dan mulai berbicara."Maaf, boleh berbicara sebentar?" tanyanya pelan dan sopan. Pertama kali aku tidak suka, tapi aku melihat tidak ada pandangan kurang ajar dari matanya. Tidak ada jeleknya juga aku berbincang dengan lelaki itu. Mungkin ada sesuatu yang penting dan bagiku yang penting saat ini pekerjaan.Hatiku berdetak ketika mulai."Adik mencari pekerjaan?" Tanyanya ramah.Tentu aku tidak semudah itu membuka keinginanku."Tidak juga," jawabku sedikit acuh."Oh, maaf. Tadi adik melamar pekerjaan." dia menundukkan kepalanya.Entah dimana dia tahu tentang aku.Penampilan lelaki itu biasa saja, aku tidak yakin dia bisa membantuku.Namun rasa penasaran membuat aku bertanya lagi."Bapak siapa? Apakah bapak menawarkan pekerjaan?" Aku langsung saja bertanya.Dia agak gelagapan."Aku orang kecil," katanya pula."Hanya seorang sopir. Sopir dari seorang Bos perusahaan besar."Pembicaraannya yang terakhir itu menarik hatiku."Dia melihat anda, dan dia sangat tertarik kepada anda.""Dimanakah dia melihatku.".Tanyaku tidak yakin." Aku juga tidak tahu, mungkin nanti anda dapat berbicara dengan dia.""Siapakah dia?""Bisa disebut konglomerat, atau crazy rich."Entah bagaimana sesuatu terjadi dan aku ingin mengenalnya. Kalau lelaki itu tidak bohong. Aku sedang putus asa.Tanpa sentimentalitas yang tidak perlu, lelaki itu menawarkan diriku untuk menjadi wanita simpanan - secara langsung, tanpa keributan.Selain itu, lelaki bos i
Aku tiba-tiba merasa lebih baik begini meski seluruh kejadian itu mulai membuatku takut."Jadi, kita akan bertemu tiga hari lagi, di hotel. Maaf, itu bulan madu kita."Dato Raf menepuk lututnya dan tersenyum. Pada saat itu dia tampak seperti paman yang baik hati."Jangan takut. Semuanya akan baik dan saya tidak akan terlalu sering mampir - sejauh mungkin dan perlu juga. Saya tidak lagi muda, tapi saya sangat tertarik kepada kamu Anna.""Nama saya Diana.""Aku akan memanggilmu Anna saja," putusnya.Pertama kali ternyata menjadi cobaan berat bagiku. Aku tahu itu menyakitkan, tetapi seberapa parah itu akan menyakitiku. Aku tidak tahu. Aku tidak ingin memikirkannya.Mungkin aku bisa mengatasi dengan pengalamanku sendiri, dan aku tidak sepantasnya mengeluh.Aku berusaha untuk tidak memberi alasan ketidakpuasan. Kesepakatan adalah kesepakatan. Dan bukan favoritku untuk menjadi menangis. Karena semuanya sudah terjadi.
Dato Raf membimbingku di tempat tidur setelah acara singkat itu terjadi. Aku lega dan aku berjanji akan menunaikan kewajibanku melayani sang pelindungku sebagai istri. Dimalam pertama aku sangat gugup. Kegugupan sebagai pengantin baru dan perawan yang tiba tiba saja ada lelaki yang akan menyentuhku. Lelaki yang bukan muda lagi. Aku masih membayangkan diriku cinderella dijemput pangeran berkuda. Mungkin ini lebih mudah bagiku menghadapi malam ini dengan Dato Raf. Dato Raf menciumku dengan lembut. Seluruh tubuhku gemetar sebelum ia melakukannya. Dato Raf berlaku sabar ingin menaik-an gairahku. Dia lelaki yang tidak tergesa gesa. "Aku ingin mencium bibirmu dan itu amat menyenangkan." katanya. Aku sangat merasa kikuk ketika bibir Dato Raf yang sedikit kasar menempel di bibirku. Terasa panas dan menegangkan ketika ujung lidahnya yang menyapu. Dato Raf ingin aku mengulurka
Ingin sekali melihat Datin Betty, namun wanita itu jarang muncul. Juga di acaraku kali ini.Ada begitu banyak orang di acara peluncuran produk, sehingga aku mungkin tidak memperhatikan pelindungku yaitu Dato Raf hadir.Tetapi dia datang atau tidak tentunya tidak perlu. Lebih baik tidak, karena aku akan canggung.Dia pimpinan besar yang tidak muncul di acara remeh temeh.Tapi surprise, tiba tiba Dato Raf muncul sendiri. Jangkung, dengan rambut terawat rapi di atas kepala besar, dengan setelan yang pas, dia membuat kesan yang tak terhapuskan, terutama pada mereka yang hadir.Aku secara saja mencatat momen ketika dia melihatku, tetapi pandangan yang meluncur ke arahku dengan tenang beralih ke pura puraan tidak saling kenal.Aku tidak lagi melihat ke arah Dato Raf.Aku mengakui pada diriku saat itu bahwa aku tertarik dan kagum.Sesuai kesepakatan aku harus tidak tahu apa-apa tentang Dato Ra
Mungkin aku tidak hati hati, saat menyeberang jalan. Ketika aku mengambil kacamata hitamku tanpa melihat kekiri dan kanan sebuah sepeda motor gede hampir menabrakku. Moge itu berhenti mendadak, bunyi remnya berderit membuat beberapa orang menoleh. Aku mengangkat kepala dengan marah dan juga sangat terkejut. Sepatu hak tinggi membuat keseimbanganku jatuh. Aku tidak dapat menjaga diri. Dan saat berikutnya dengan sigap pengendara motor itu menangkapku. Aku jatuh - ke dalam pelukan pengendara sepeda motor dengan jaket kulit dan kemeja kotak-kotak, dengan kancing rendah di bagian dada. Mataku sampai tak berkedip beberapa kali untuk menjernihkan mata dan pikiranku. Aku menatap wajah pria yang sedikit cemas. Lelaki itu tampan
Ritual yang lain bagiku adalah salon kecantikkan.Aku biasa membetahkan diri merawat kecantikanku. Jelas ini sangat membantuku dan aku tahu menjadi cantik membuat kepercayaan diriku lebih yakin.Ada seorang ahli kecantikan merapikan rambut yang sangat kusuka. Namanya SandraMerawat kulit dan segala macam perawatan yang mesti kulakoni kupercayakan kepada Sandra disalon itu."Kulit kamu seperti bagus, bersih dan lembut, Senang bisa merawat kulit cantik seperti ini," puji ahli kecantikan itu kepadaku.Ahli kecantikan memuji kulit mulusku. Pujian itu membuat senyumku mengembang.Tentu saja, aku harus menjaga bentuk tubuhku agar tetap kencang karena Dato Raf pasti suka itu. Aku punya uang yang lebih dari cukup untuk melakukannya.Penampilku adalah hal terpenting dalam hidupk
Lelaki itu yang kuingatnya namanya, Ronald Arri Jaya menatapku."Saya ingin memesan yang sama untuk diri saya sendiri," ujarnya.Sementara itu, aku mencoba mengatur napas, pria itu sudah duduk di seberangku. Dia memanggil pramusaji dan sambil tersenyummemesan makanan dan juga kopi tanpa krim dan gula.Setelah itu, pria itu menatapku, seolah olah dia sangat tertarik dengan cara makanku.Aku gelisah di kursi dan memutuskan untuk menunggu sementara pramusaji melayani tetangga didepan mejaku. Aku berpikir bahwa makanan akan diselesaikan secepatnya.Sambil menyeka bibirku dengan serbet, aku melipatnya menjadi dua, lalu menjadi empat. Akhirnya, aku tidak bisa menahan diri berbicara.“Saya tidak mau diganggu," suaraku kaku dan mencoba memperlihatkan sikap tidak se
Sebenarnya aku takut. Kini aku takut bertemu lagi dengan Ronald.Aku takut membuat kesalahan dan Dato Raf marah. Aku takut akan resiko.Aku pergi secepat yang aku bisa dari tempat itu dan berharap untuk tidak melakukan pertemuan lagi dengan Ronald. Dapatkah aku melakukannya? Sialnya aku tidak yakin.Tapi kini aku pulang dengan hati hati dan memastikan tidak ada yang mengikuti perjalananku.Sengaja Aku berhenti disuatu tempat, memarkir mobil dan melihat kalau ada penguntit.Ronald bisa saja mengikuti langkahku atau mengejarku, memaksaku atau diam diam mengikutiku dan pada saat yang sama menginginkan pertemuan dirumahku. Bisa muncul di Apartemen yang kurahasiakan.Itu membahayakan diriku karena aku jelas merahasiakannya dari semua orang. Bahkan orang terdekatku.Per
Dokter berbicara denganku hal hal yang asing bagiku mungkin bahasa medis. Aku tidak dapat mengerti hal itu.Aku cuma bertanya."Apakah mungkin ada kesalahan?" Tanyaku."Maksud anda tidak akurat? Tidak mungkin," ujar dokter.Setelah panjang lebar penjelasan, dokter bertanya. "Apakah Anda punya alternatif?" Tanya dokter."Apa maksud dokter?" Tanyaku."Maaf, mohon jangan tersinggung. Mungkin ada lelaki lain yang bisa kita periksa. Untuk mencocokan DNA itu," kata dokter."Engkau bisa membawanya kesini." Aku tahu, dokter menyarankan agar aku membawa lelaki lain yang mungkin menjadi ayah anakku. Tentu saja ada. Lelaki itu mantan suamiku Dato' Raf. Ayah Brian yang sebenarnya. Tapi aku tidak bodoh untuk menghubungi dokter dan laboratorium itu lagi. Aku akan mulai dari awal. Aku tidak mau Dato' Raf curiga. Aku akan memberitahu Dato' Raf. Apapun yang terjadi.Dato' Raf tentu harus tahu, bahwa
Aku membawa permainan untuk Adiputra. Mungkin ayahnya sudah membelinya, karena dia seorang anak yang memiliki segalanya.Dia senang punya permainan mobil yang kubawa. "Sekarang kamu tidur, bermain besok saja,”kata ayahnya tegas. "'Iya, aku mau tidur," Adiputra melirik ayahnya.Aku meninggalkan anak itu dan sebelum pergi mengusap kepalanya. Bos Dewantara mengajakku ke Kafe terdekat. "Ayo kita minum di Kafe rumah sakit," ajak Bos Dewantara.Perutku memang sudah lapar. Mendapat makanan dan kopi cukup menyenangkan. Aku suka kopi. Dewantara juga.'"Mengapa Erika menggugat cerai?" Tanyaku."Mereka selalu tidak cocok kalau dirumah, anakku dan Erika bertentangan dan aku pusing. Adiputra tidak mau diatur, sementara Erika tidak peduli. ""Sulit juga menghadapi anak yang keras seperti Adiputra," kataku."Erika tidak menyembunyikan ketidak sukaannya, jadi hidupku jadi kacau," ujar Dewantara p
Namun aku tetap memaksa agar Ronald dan anakku memeriksa DNA, aku tidak mau ada kesalahan.Tetapi lelaki itu dan aku tampaknya cukup yakin, itu adalah anakku dan Ronald."Apakah kamu yakin pemeriksaan itu perlu?" Tanya Ronald."Aku sudah punya suami, meski dia mengatakan tidak lagi subur. ""Lelaki mungkin kesulitan kalau sudah berusia diatas 55 tahun," ujar Ronald. "Jadi kita akan memastikannya," ujarku menguatkan."Jangan ada kesalahan lagi.' "Baiklah jika itu mau kamu, aku akan menanyakan dan mencari waktu yang tepat. Aku dan anak kita akan menjalaninya." Ronald kini tertawa cerah. Seolah-olah tidak terjadi apa apa. Dia membesarkan hatiku."Aku akan menelpon kamu," ujarnya lagi. *** Ronald menelponku dua hari sesudahnya."Aku sudah konsultasi dengan dokter, kita dapat melaksanakannya. Aku dan anakku Brian,." Kata Ronald seperti dia sudah yakin itu putranya.
Aku mulai memikirkan Ronald dan kini masanya menuntaskan masalah ini. Aku menelponnya dengan telepon sebelumnya yang kucatat ketelpon baruku. Tak berapa lama telpon itu diangkat. Aku memerlukan menenangkan diri sebelum menjawab teleponnya."Hai, sapaku." Suara ditelpon menjawabnya dengan terkejut."Anna, kamukah itu?" Tanya Ronald seperti berteriak."Iya, " kataku."Aku cuma ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kamu," ujarku dengan suara getir."Apa yang kamu katakan? Kamu memutuskan telepon dan sekarang berbicara tentang selamat, apa yang kamu ketahui tentang aku?" "Kamu mengatakan akan menikah dan akan memberikan undangan.""Jadi karena itu kamu memutuskan telpon dan tidak mau berhubungan denganku?""Iya." Jawabku."Aku yang salah," ujar Ronald pula."Kita perlu bicara, dimana kamu?""Apakah ini perlu?" Tanyaku."Tentu saja perlu, banyak yang aka
Adiputra dan Erika Sintya mulai bercakap cakap dan akrab. Aku membujuknya agar mencintai Erika Sintya. Anak itu tersenyum saja. Tapi ia mulai suka dengan Erika dan tidak menolak atau merajuk . Permainan ditempat wisata itu menggodanya. berdua, Erika dan aku membawa Adiputra ketempat permainan, tapi Adiputra lebih suka menempel padaku. Ayahnya Dewantara hanya melihat saja dari jauh. Sekali sekali dia ikut. Tertawa bersama ayah dan anak. Aku seperti pengasuh diantara mereka.Berjalan kemana saja, bos suka melihat tempat wisata dan perkemahan. Tapi Erika dan Adiputra tidak suka berkemah. Jadi berjalan jalan saja kearah bukit dan tempat tempat yang indah.Di siang itu kami pulang setelah berjalan dikaki bukit.Erika Sintya dan Bos Dewantara berjalan berdampingan. Aku dan Adiputra mengikuti berjalan di dekat sungai. Erika memisahkan diri dari Bos dan mendekatkan diri padaku dan Adiputra.
Adputra terbangun pagi hari dan aku membuatkan sarapan. Ayahnya menelpon dari Singapura pagi itu. Aku mengulurkan telepon ke anak itu dan mengedipkan mata memberi semangat. Dia mengambilnya dan menelponAku sengaja tidak mendengarkan percakapan mereka. Setelah memecahkan beberapa telur dalam wajan, dan menutupinya dengan penutup aku menemui Adiputra. Adiputra baru saja selesai menelpon dan menyerahkan ponsel kepadaku. "Ayah ingin berbicara," ujar Adiputra. "Ya," kataku, meletakkan telepon di telingaku. "Anna, apakah dia mengganggumu'? Pegawaiku akan datang ke sana untuk membawa Adiputra. ""Tidak apa apa, dia anak yang menyenangkan. " jawabku."Aku senang dia disini, tapi tempatku mungkin tidak bagus, aku minta maaf.""Adiputra senang disitu, aku berterima kasih. " Kata Dewantara pula."Syukurlah," ujarku tulus."Aku ingin bertemu, sepulang dari Singapura aku akan kesana." Berkata lagi
Aku mandi dan menyegarkan diri. Aku tertidur sampai pagi hari dan bangun dengan wajah lebih segar. Celakanya aku mengingat anak kecil yang sangat menarik hati itu yang bernama Adiputra. Tapi aku sama sekali tidak menyesal tidak menerima tawaran ayahnya untuk menjadi pengasuh. Jadi pengasuh bukan pekerjaan pavoritku. Antar jemput anak dan bertemu dengan lelaki tampan itu setiap hari. Dia pasti juga tidak suka untuk bertemu seorang janda. Sebelum terlambat, lebih baik aku menolaknya sekarang. Aku keluar dari kamar mandi, mengenakan handuk dengan rambut basah dan mengeringkannya serta pergi tidur. Tidur segera saja menguasai diriku karena aku sangat lelah. Untung ada Metty membantuku. Aku tertidur dan terbangun di pagi hari. Aku harus mencuci rambut lagi, karena kalau tidak rambutku menjadi kusut. Aku tidak mau tampil dengan rambut yang kusut. ***Beberapa saat setelah itu melodi yang b
Seorang anak laki-laki dan ayahnya, yang saya pikir tidak akan pernah saya temui lagi datang lagi. Tuan Dewantara dan anaknya Adiputra.Sebuah mobil segera tiba.Adiputra kecil ada dikursi belakang. Baru sekarang saya perhatikan bahwa Adiputra kecil adalah salinan mirip ayahnya.Bocah itu begitu percaya diri dan keras kepala."Karena semua upaya saya untuk berterima kasih telah gagal, maka izinkan saya mengantarkan anda pulang?"Aku melihat sekilas wajah tampan pria itu."Aku punya mobil terparkir dimall. Cukup sampai disana saja.""Kamu membawa mobil?" Tanyanya."Kamu baru saja mengalami kejadian berat, aku ingin memastikan kamu pulang dengan baik. Dimana kamu tinggal?"" Apartemen Nirwana "sahutku."Aku tahu, ayo ketempat mobil kamu dan saya akan mengiringi kamu pulang dari belakang.""Kami akan menonton film besok," Si kecil itu berbicara."Maukah
Aku mencapai kantor ayahnya dengan mobil online dan masuk ke sebuah kantor besar berupa Apartemen. Sebuah Nama perusahaan besar yang bergerak dalam perdagangan besar. "Apakah kamu sering kesini? "Aku bertanya kepada anak itu. Keindahan ubin marmer, kebersihan dan kilau di sekitarku memenuhi mataku. "Tidak, tetapi terkadang ayah membawaku ke tempat kerja. Aku tidak punya siapa-siapa di rumah." Aku dan anak itu berjalan melewati koridor panjang dan naik lift.Satpam dikantor itu terkejut dan menahanku. " Hai, Adiputra, semuanya mencari kamu. Apa kamu diculik wanita ini?" Satpam berteriak. Kemarahan segera saja muncul dalam diriku."Jangan sembarangan, temukan saja ayahnya. Aku mengantar anak ini." "Kami akan menelponnya dan kamu menunggu di kantor. Semua orang sedang sibuk mencari anak itu. Maaf kalau menuduh," satpam itu mulai ramah. Sekarang aku akan memberi tahu