Tidur lelap melirik jam dinding. Jam dua pagi. Ada empat jam lagi sebelum alarm berbunyi untuk bangun.Aku membandingkan dua lelaki Ronald dan Dato Raf dalam hidupku. Dato Rafki yang memberikan harta dan kemewahan, Ronald adalah pangeran tampan impian.Malam itu aku bermimpi. Semua ini mungkin sebagai kelanjutan dari pertarungan hati dan cintaku. Seperti ada perasaan yang aneh tercipta antara aku dan dua lelaki itu.Sambil mendesah, aku mengganti piyama basahku yang berkeringat dari mimpi erotis."Aku bermimpi, Ronald dan aku bertemu di sebuah taman bunga. Ia menerima bunga sebelum menciumku dengan lembut.Tubuh kekarnya itu tiba tiba saja tanpa baju . Aku mengagumi otot otot lelaki itu, dan tanpa diminta aku juga melepas pakaianku.Tak ada yang tersisa, ketika lelaki itu nenggumuliku, rasanya seperti malam pertama ketika aku masih perawan.Aku tidak keberatan ketika lelaki itu terus bermain d
Selesai dengan pekerjaan, aku mulai melamun. Teringat hidup yang kujalani, tidak semuanya berjalan mulus. Aku teringat istri Dato Raf yang pertama kali kulihat di salon. Aku merasa ada jejak cinta antara aku dan Dato Raf yang tidur denganku. Jejak yang.mulai terasa. Aku telah merebut Dato Raf dari istri syahnya. Bagaimana kalau wanita itu tahu?Tiba tiba aku merasa dunia ini tidak adil kepada wanita. Aku merasa kasihan kepada istrinya Dato Raf. Apakah aku cukup menanggapinya saja dengan maaf dan ucapan ringan atas perbuatan itu? Aku tersenyum, yang sangat jarang kulakukan, dan sesaat wajahku maka aku mengingatkan pada sesuatu yang lain. Aku memikirkannya, sampai Dato Raf mengejutkan dengan teleponnya yang berdering . "Sabtu siang aku akan mengunjungi kamu," lalu dia menutup telepon setelah berbasa basi sedikit. "Aku tidak kemana mana," jawabku.
Aku mengikuti Ronald. Mengikuti langkahnya. "Kau tidak suka naik motor ? Rasakan sensasinya. Inilah kebebasan.""Aku tidak mau naik motor," aku menolak."Betul tidak?" Tanyanya."Tidak, duduk mengangkang lagi?""Sayang sekali, kau rasakan sensasinya ketika duduk diatas motor. " Motor gede dan helm di parkiran dan penjagaan satpam yang hormat.Dia menawariku naik motor gede itu lagi. Aku tetap menggeleng."Baiklah, naik mobil lagi." Aku melupakan Dato Raf. Melupakan duniaku. Perasaannya dan entah apa lagi sampai ke sebuah apartemen. "Pergi ke apartementku ?: "Tidak," kataku. "Atau ketempat kamu?" "Aku harus kekantor." "Baikkah.Terima kasih atas waktunya." Mobil itu pergi dan melaju sampai ke kantorku. "Direktur yang eksentrik." kataku. "Aku punya hobbi. Kau tahu? Kalau diatas motor ini seolah olah kebebasan tidak terbatas. Aku suka kebebas
Tidak lama setelah aku duduk, pramusaji telah membawakan pesanan.Ayam yang digoreng dua jenis saus, berbagai makanan menungguku di atas meja yang lebar. Terasa nikmat karena perutku sudah lapar."Lupakan diet hanya untuk satu hari," kata Ronald, seolah olah mengajakku makan sepuasnya.Aku menyukai semua hidangan itu. Aku mengambil sendoknya dan makan dengan cukup lahap.Aku meninggalkan tempat wisata itu setelah bersantai cukup lama.Berjalan di semak mawar, kedalaman hutan Ronald mengambil sekuntum bunga dan meletakkannya di belakang telingaku.Aku merasa seolah-olah terpesona, mengikuti gerakan lengan berotot yang lambat dan pada saat yang sama percaya diri.Suatu ketika, ditempat sepi, Ronald menciumku - dengan lembut .Aku tidak menolak, mungkin karena aku juga mengharapkannya. Aku terhanyut.Ronald berhasil menemukan momen tepat ketika dalam diriku yang
Makan malam diselesaikan dihotel itu tanpa banyak pembicaraan.Tak ada canda, Ronald pasti merasakan itu."Kamu sepertinya pendiam." Katanya.Dia mencoba mrmbuat lelucon, namun tidak lucu bagiku, karena aku tetap saja diam.Aku berpikir untuk tidak hanyut dalam Sebuah petualangan bersama Ronald meski terasa sensual dan menyenangkan."Jadi kita sudah setuju, kita tak akan saling menganggu. Tidak ada kesalahan," kataku meminta jaminan."Kau tidur diatas dan aku di sofa saja," tambahnya.Ronald mengangkat dua jarinya."Kita saling berjanji," Ronald pasrah dan aku juga mengangkat dua hariku."Tidak, aku yang disofa dan kau di ranjang.""Lelaki harus mengalah, wanita lebih dahulu."Aku dan dia saling berbantahan dan berakhir ketika Ronald meringkuk di Sofa kamar itu.Ronald tidur di sofa. Apakah dia masih berpikir? Sementara hatiku sudah berdebar debar.Malam itu hasrat cinta
Pagi itu aku dan Ronald tidak banyak bicara. Ronald bersikap seperti tidak terjadi apa apa."Kita pulang!' Ajakku. Ronald memperlihatkan wajah herannya. " Libur masih lama. Tidakkah kamu ingin lebih lama ? Saya sudah memboking bungalow dengan dua kamar; kau boleh pakai salah satunya."Ia terlihat tenang."Aku ingin liburan ini terkesan.""Apakah itu bagus? Kamu suka?" Tanyaku"Tentu saja aku suka," jawabnya bagiku mengambang. Semula kupikir dia juga mau pulang setelah tahu aku tidak suci lagi. Apakah pangeranku tidak peduli? "Maaf, aku telah membayarnya dan kukira kau pasti setuju, ayo lah mau bukan?" Suaranya seperti permohonan yang membuat aku canggung. "Baiklah," sahutku."Tapi kamu jangan nakal.""Tidak," sahutnya . Aku senang ketika kulihat kegembiraan diwajahnya. Iya, akhirnya aku menyerah dan tidak peduli. Aku sudah lama menginginkan lib
Melihat indahnya bunga sakura disebuah kebun dan taman yang cukup luas.Ini adalah suatu impian melihat langsung kecantikan bunga sakura seperti aslinya.Bunga berwarna pink yang sudah ditanam sejak lama dengan ratusan bunga didalamnya.Panorama Gunung Gede-Pangrango yang mengagumkan."Kau tahu? kalau di Jepang bunga sakura hanya bermekaran sekali setahun. Hanya dimusim semi. Kalau di sini , keindahan bunga sakura bisa dua kali setahun."Lagi lagi Ronald seperti guide.Aku hanya tersenyum,Kebun Raya kawasan Puncak, menikmati padang rumput yang luas juga.Pohon-pohon raksasa berusia tua, yang langka, taman lumut yang unik, kolam, sungai, air terjun, air mancur, dan rumah kaca dan banyak lagi yang kulihat.Malam hari aku mengigil sendirian. Dikamar itu tanpa Ronald disampingku membuat diriku seperti ada yang hilang dari kehidupan.Dingin , suhunya mungkin dibawa
Besoknya aku menerima telpon dari Ronald. Aku tidak menjawabnya. Berkali kali dan karena tidak juga menjawab', Ronald mengirim pesan melalui telpon genggam. "Jangan diam, aku ingin bicara." Lalu Ronald janjian untuk makan disebuah Restoran denganku. Tapi aku tidak menyetujuinya. Aku juga tidak muncul di cafe pavoritku. Apakah ia kecewa? Entahlah. *** Kedatangan Dato Raf tidak membawa pengaruh apa apa bagiku. Lelaki itu menuntut bagian dari persyaratan yang telah kubuat. Semula aku tidak bergairah dan banyak melamun. " Engkau kurang bergairah," desis Dato Raf. " Tidak, aku bergairah!" Sahutku. " Kau kira kamu capek . Apa pekerjaan kantor terlalu sibuk?" tanya Dato Rafki. " Tidak," bisikku sambil mencium bibir Dato Raf. Ia pasti suka dengan favoritnya. Ia tidak boleh curiga, pergi sekian lama pasti dia tidak tahan ingin menggauliku. Untuk selanjutnya, aku har
Dokter berbicara denganku hal hal yang asing bagiku mungkin bahasa medis. Aku tidak dapat mengerti hal itu.Aku cuma bertanya."Apakah mungkin ada kesalahan?" Tanyaku."Maksud anda tidak akurat? Tidak mungkin," ujar dokter.Setelah panjang lebar penjelasan, dokter bertanya. "Apakah Anda punya alternatif?" Tanya dokter."Apa maksud dokter?" Tanyaku."Maaf, mohon jangan tersinggung. Mungkin ada lelaki lain yang bisa kita periksa. Untuk mencocokan DNA itu," kata dokter."Engkau bisa membawanya kesini." Aku tahu, dokter menyarankan agar aku membawa lelaki lain yang mungkin menjadi ayah anakku. Tentu saja ada. Lelaki itu mantan suamiku Dato' Raf. Ayah Brian yang sebenarnya. Tapi aku tidak bodoh untuk menghubungi dokter dan laboratorium itu lagi. Aku akan mulai dari awal. Aku tidak mau Dato' Raf curiga. Aku akan memberitahu Dato' Raf. Apapun yang terjadi.Dato' Raf tentu harus tahu, bahwa
Aku membawa permainan untuk Adiputra. Mungkin ayahnya sudah membelinya, karena dia seorang anak yang memiliki segalanya.Dia senang punya permainan mobil yang kubawa. "Sekarang kamu tidur, bermain besok saja,”kata ayahnya tegas. "'Iya, aku mau tidur," Adiputra melirik ayahnya.Aku meninggalkan anak itu dan sebelum pergi mengusap kepalanya. Bos Dewantara mengajakku ke Kafe terdekat. "Ayo kita minum di Kafe rumah sakit," ajak Bos Dewantara.Perutku memang sudah lapar. Mendapat makanan dan kopi cukup menyenangkan. Aku suka kopi. Dewantara juga.'"Mengapa Erika menggugat cerai?" Tanyaku."Mereka selalu tidak cocok kalau dirumah, anakku dan Erika bertentangan dan aku pusing. Adiputra tidak mau diatur, sementara Erika tidak peduli. ""Sulit juga menghadapi anak yang keras seperti Adiputra," kataku."Erika tidak menyembunyikan ketidak sukaannya, jadi hidupku jadi kacau," ujar Dewantara p
Namun aku tetap memaksa agar Ronald dan anakku memeriksa DNA, aku tidak mau ada kesalahan.Tetapi lelaki itu dan aku tampaknya cukup yakin, itu adalah anakku dan Ronald."Apakah kamu yakin pemeriksaan itu perlu?" Tanya Ronald."Aku sudah punya suami, meski dia mengatakan tidak lagi subur. ""Lelaki mungkin kesulitan kalau sudah berusia diatas 55 tahun," ujar Ronald. "Jadi kita akan memastikannya," ujarku menguatkan."Jangan ada kesalahan lagi.' "Baiklah jika itu mau kamu, aku akan menanyakan dan mencari waktu yang tepat. Aku dan anak kita akan menjalaninya." Ronald kini tertawa cerah. Seolah-olah tidak terjadi apa apa. Dia membesarkan hatiku."Aku akan menelpon kamu," ujarnya lagi. *** Ronald menelponku dua hari sesudahnya."Aku sudah konsultasi dengan dokter, kita dapat melaksanakannya. Aku dan anakku Brian,." Kata Ronald seperti dia sudah yakin itu putranya.
Aku mulai memikirkan Ronald dan kini masanya menuntaskan masalah ini. Aku menelponnya dengan telepon sebelumnya yang kucatat ketelpon baruku. Tak berapa lama telpon itu diangkat. Aku memerlukan menenangkan diri sebelum menjawab teleponnya."Hai, sapaku." Suara ditelpon menjawabnya dengan terkejut."Anna, kamukah itu?" Tanya Ronald seperti berteriak."Iya, " kataku."Aku cuma ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kamu," ujarku dengan suara getir."Apa yang kamu katakan? Kamu memutuskan telepon dan sekarang berbicara tentang selamat, apa yang kamu ketahui tentang aku?" "Kamu mengatakan akan menikah dan akan memberikan undangan.""Jadi karena itu kamu memutuskan telpon dan tidak mau berhubungan denganku?""Iya." Jawabku."Aku yang salah," ujar Ronald pula."Kita perlu bicara, dimana kamu?""Apakah ini perlu?" Tanyaku."Tentu saja perlu, banyak yang aka
Adiputra dan Erika Sintya mulai bercakap cakap dan akrab. Aku membujuknya agar mencintai Erika Sintya. Anak itu tersenyum saja. Tapi ia mulai suka dengan Erika dan tidak menolak atau merajuk . Permainan ditempat wisata itu menggodanya. berdua, Erika dan aku membawa Adiputra ketempat permainan, tapi Adiputra lebih suka menempel padaku. Ayahnya Dewantara hanya melihat saja dari jauh. Sekali sekali dia ikut. Tertawa bersama ayah dan anak. Aku seperti pengasuh diantara mereka.Berjalan kemana saja, bos suka melihat tempat wisata dan perkemahan. Tapi Erika dan Adiputra tidak suka berkemah. Jadi berjalan jalan saja kearah bukit dan tempat tempat yang indah.Di siang itu kami pulang setelah berjalan dikaki bukit.Erika Sintya dan Bos Dewantara berjalan berdampingan. Aku dan Adiputra mengikuti berjalan di dekat sungai. Erika memisahkan diri dari Bos dan mendekatkan diri padaku dan Adiputra.
Adputra terbangun pagi hari dan aku membuatkan sarapan. Ayahnya menelpon dari Singapura pagi itu. Aku mengulurkan telepon ke anak itu dan mengedipkan mata memberi semangat. Dia mengambilnya dan menelponAku sengaja tidak mendengarkan percakapan mereka. Setelah memecahkan beberapa telur dalam wajan, dan menutupinya dengan penutup aku menemui Adiputra. Adiputra baru saja selesai menelpon dan menyerahkan ponsel kepadaku. "Ayah ingin berbicara," ujar Adiputra. "Ya," kataku, meletakkan telepon di telingaku. "Anna, apakah dia mengganggumu'? Pegawaiku akan datang ke sana untuk membawa Adiputra. ""Tidak apa apa, dia anak yang menyenangkan. " jawabku."Aku senang dia disini, tapi tempatku mungkin tidak bagus, aku minta maaf.""Adiputra senang disitu, aku berterima kasih. " Kata Dewantara pula."Syukurlah," ujarku tulus."Aku ingin bertemu, sepulang dari Singapura aku akan kesana." Berkata lagi
Aku mandi dan menyegarkan diri. Aku tertidur sampai pagi hari dan bangun dengan wajah lebih segar. Celakanya aku mengingat anak kecil yang sangat menarik hati itu yang bernama Adiputra. Tapi aku sama sekali tidak menyesal tidak menerima tawaran ayahnya untuk menjadi pengasuh. Jadi pengasuh bukan pekerjaan pavoritku. Antar jemput anak dan bertemu dengan lelaki tampan itu setiap hari. Dia pasti juga tidak suka untuk bertemu seorang janda. Sebelum terlambat, lebih baik aku menolaknya sekarang. Aku keluar dari kamar mandi, mengenakan handuk dengan rambut basah dan mengeringkannya serta pergi tidur. Tidur segera saja menguasai diriku karena aku sangat lelah. Untung ada Metty membantuku. Aku tertidur dan terbangun di pagi hari. Aku harus mencuci rambut lagi, karena kalau tidak rambutku menjadi kusut. Aku tidak mau tampil dengan rambut yang kusut. ***Beberapa saat setelah itu melodi yang b
Seorang anak laki-laki dan ayahnya, yang saya pikir tidak akan pernah saya temui lagi datang lagi. Tuan Dewantara dan anaknya Adiputra.Sebuah mobil segera tiba.Adiputra kecil ada dikursi belakang. Baru sekarang saya perhatikan bahwa Adiputra kecil adalah salinan mirip ayahnya.Bocah itu begitu percaya diri dan keras kepala."Karena semua upaya saya untuk berterima kasih telah gagal, maka izinkan saya mengantarkan anda pulang?"Aku melihat sekilas wajah tampan pria itu."Aku punya mobil terparkir dimall. Cukup sampai disana saja.""Kamu membawa mobil?" Tanyanya."Kamu baru saja mengalami kejadian berat, aku ingin memastikan kamu pulang dengan baik. Dimana kamu tinggal?"" Apartemen Nirwana "sahutku."Aku tahu, ayo ketempat mobil kamu dan saya akan mengiringi kamu pulang dari belakang.""Kami akan menonton film besok," Si kecil itu berbicara."Maukah
Aku mencapai kantor ayahnya dengan mobil online dan masuk ke sebuah kantor besar berupa Apartemen. Sebuah Nama perusahaan besar yang bergerak dalam perdagangan besar. "Apakah kamu sering kesini? "Aku bertanya kepada anak itu. Keindahan ubin marmer, kebersihan dan kilau di sekitarku memenuhi mataku. "Tidak, tetapi terkadang ayah membawaku ke tempat kerja. Aku tidak punya siapa-siapa di rumah." Aku dan anak itu berjalan melewati koridor panjang dan naik lift.Satpam dikantor itu terkejut dan menahanku. " Hai, Adiputra, semuanya mencari kamu. Apa kamu diculik wanita ini?" Satpam berteriak. Kemarahan segera saja muncul dalam diriku."Jangan sembarangan, temukan saja ayahnya. Aku mengantar anak ini." "Kami akan menelponnya dan kamu menunggu di kantor. Semua orang sedang sibuk mencari anak itu. Maaf kalau menuduh," satpam itu mulai ramah. Sekarang aku akan memberi tahu