“Kok tumben udah rapi?”Lira terkejut saat dirinya yang baru saja keluar dari kamar melihat Nayla tengah menata meja makan. Bukan soal kebiasaan Nayla yang selalu mengurus keperluannya di pagi hari meski Lira telah melarang lantaran ada perasaan tidak enak, tetapi penampilan Nayla yang membuat gadis dengan rambut sebahu itu sedikit terkejut.Nayla melihat Lira sekilas lalu mengulum senyum simpul. “Kau sudah bangun?”“Ya, hari ini rasanya males sekali. Ingin rasanya setiap hari hari libur saja,” keluh wanita yang telah lengkap dengan seragam kerjanya. Lira mengambil salah satu kursi lalu duduk di sana.Nayla menggelengkan kepalanya, kembali tersenyum melihat tingkah sahabatnya. Dia pernah mengalami bekerja, dia tahu rasanya harus kembali melakukan rutinitas itu setelah terjeda waktu libur. Dulu, dia akan bermalas-malasan pada hari itu, apalagi jika Alvin di rumah, wanita dengan paras cantik itu akan memanjakan diri dengan selalu berdekatan pada sang suami. Rasanya waktu ingin dia berhe
Di sebuah butik ternama kota Bogor, seorang wanita dengan penampilan elegan memasuki ruangan ber-AC itu.Dres yang terbuat dari wol, tas dengan brand ternama yang tersampir di bahunya, rambut hitam lurus serta kacamata hitam yang menutupi mata indahnya, tidak lupa sepatu heels merah marun sebagai pelengkap penampilannya.Begitu wanita itu membuka pintu kaca, semua karyawan langsung berbaris untuk menyambut kedatangan, bak seorang artis idol.Semua karyawan butik itu menunduk memberi hormat. Tetapi, tidak untuk Lira. Wanita dengan seragam kemeja hitam itu tampak tak melakukan seperti apa yang karyawan lain lakukan.Menyadari hal itu, langsung membuka kacamata kemudian menatap Lira dengan tatapan tajam.Saat itu Lira sedang mengamati sebuah gaun yang dipesan khusus seseorang sebelumnya. Dia mendapat tugas untuk menulis kekurangan dan kelebihan gaun berwarna biru menyala.“Hei, kamu!” Sentak wanita yang tidak lain adalah Viona. Tatapannya menghunus seperti akan menikam Lira.Menyadari ad
Mendengar keluhan dari Lira sontak membuat Nayla tak percaya. Lira mendapat perlakuan buruk dari salah satu pengunjungnya, sungguh sangat keterlaluan sekali. Apa dia tidak memiliki belas kasih sedikitpun?“Selain menampar, dia juga memakiku di depan karyawan yang lain. Kalo saja dia bukan tamu penting di butik itu, aku akan meramu mulutnya dengan cabe pedas, rambutnya akan aku acak-acak, gaun yang katanya mahal itu akan aku cakar sampai sobek.” Lira merasa geram sambil mempraktekkan setiap ucapannya.“Apa kamu tidak akan melaporkan hal itu pada atasanmu? Tindakan seperti itu tidak dapat dibiarkan.” Nayla ikut tertular geram Lira.“Sudah aku katakan. Mereka itu berteman, mana mau dengerin omongan dari karyawan seperti aku. Wanita jahat, istri dari seorang pengusaha ternama bernama Vi–”Perhatian Nayla tiba-tiba teralihkan ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar.“Sebentar, sepertinya ada yang bertamu.” Gegas Nayla menuju pintu utama rumah yang terbilang sederhana itu.Seorang wa
Viona menepati janjinya setelah Alvin keluar dari kamar mandi menggunakan kimono mandinya. Wajahnya terlihat lebih segar dengan butiran air yang menetes melewati pipi serta jambang pria itu.Viona yang telah berganti pakaian menggunakan lingerie putih kini membuka kimononya, menampilkan lekuk tubuh sempurna yang memang sangat dia jaga.Alvin mendekati pemilik tubuh sintal itu, kemudian merengkuhnya ke dalam pelukan. Bibir mereka menyatu menimbulkan bunyi kecipak akibat saliva yang saling tertukar.Viona berjalan mundur. Kedua tangannya telah melingkari leher Alvin. Pria itu mendorong tubuh wanitanya ke atas sofa kamasutra kamar berkelas presiden itu.Adegan itu kembali terulang. Viona sempat melenguh ketika Alvin berhasil memainkan dua kepunyaannya. Lidah Alvin yang sedari tadi telah mengabsen deretan gigi putih serta mengecap rasa lip glow Viona, kini beralih ke daerah sekitar bawah.Tubuh Viona telah menjadi candu baginya. Pelayanan yang wanita itu berikan mampu menghalangi pesona w
Ada binar bahagia yang menghinggapi hati Alvaro. Tatapannya sendu kepada wanita yang selama ini dicarinya, kini telah berada di depan mata.Pria berusia 30 tahunan itu menjadi lega hatinya ketika melihat Nayla dalam kondisi baik-baik saja paska penculikan beberapa waktu lalu.Bukan hanya Alvaro yang terkejut. Nayla justru merasa takut ketika melihat pria itu. Kembali rasa sakit atas pengkhianatan darinya muncul ke permukaan hatinya. Napasnya memburu, dadanya naik turun menahan amarah, matanya yang terbelalak seolah tak siap untuk bertemu keluarga Rayes.“Dia ini pria yang waktu itu aku temui saat beli makan. Tapi aku tak ingat namanya,” bisik Lira tepat di samping telinga Nayla.“Nay–”“Untuk apa Kakak datang ke sini? Tau dari mana aku ada di sini? Apa kurang puas mempermainkan kehidupanku?” cecar Nayla marah. Ekspresi wajahnya tak ada sedikit pun kesan ramah untuk sang kakak ipar.“Aku ke sini hanya untuk memastikan keadaanmu. Aku senang kau baik-baik saja setelah bisa lepas dari par
Nayla merasa semua masalah ini perlahan harus dia selesaikan. Percuma juga dirinya akan pergi meninggalkan keluarga itu, tetapi kenyataannya ia masih terikat dengannya.Hari ini juga Nayla memutuskan untuk ikut bersama Alvaro. Nayla meminta izin sejenak untuk meninggalkan segala aktifitas di daerah tersebut, termasuk untuk tidak bekerja hari ini.“Hati-hati, Nay, aku pasti akan merindukan kamu.” Lira memeluk sahabatnya itu sangat erat.Nayla membalas memeluknya sembari mengusap punggung wanita yang kini telah rapi dengan seragam kerjanya.“Aku pasti kembali. Kamu tenang saja. Aku tidak akan lama di sana. Begitu aku selesai, aku akan tinggal kembali bersamamu”Nayla melambaikan tangan setibanya ia di dalam mobil Alvaro. Tak berselang lama mobil hitam metalik itu segera melaju meninggalkan pelataran rumah milik Lira.Tidak ada sapaan, ataupun obrolin di antara ketika orang itu. Anjar sibuk dengan laju mobil dan jalan di depannya. Nayla yang merasa tidak nyaman harus berada di saling Alv
Mbok Asih terlihat sangat senang melihat kedatangan Nayla kembali ke dalam rumah majikannya. Wanita yang memasuki usia sepuh itu telah menganggap Nayla seperti putrinya sendiri.Sikap Nayla yang sopan serta cantik parasnya mengingatkan pada sang putri yang sudah menikah dan ikut sang suami ke luar kota.Tangan renta Mbok Asih terus mengusap lembut perut Nayla yang semakin membesar. Ia yakin bayi dalam perutnya dalam keadaan sehat dan tumbuh berkembang.Senyumnya sedari tadi mengembang. Angannya terus berkelana, tantang bayi yang sebentar lagi lahir dan akan membuat rumah besar majikannya menjadi ramai.“Apa ayah anak ini pernah datang ke sini, Mbok?”Tangan renta Mbok Asih seketika mengendur. Matanya menatap Nayla terkejut, kemudian beralih menatap Alvaro yang masih di lantai bawah. Tatapannya pun sama, terlihat terkejut mendengar pertanyaan Nayla.“Kenapa Mbok Asih diam saja?” Nayla mengerutkan kening ketika tak wanita itu tak segera menjawab.“A-anu, Non. Ehmm ….”Mbok Asih tampak b
“Maaf si Mbok mengganggu.” Mbok Asih telah berdiri di ambang pintu dengan pandangan yang menunduk.Wanita paruh sepuh itu senyum-senyum sendiri ketika melihat Alvaro yang biasanya tegas dan dingin menjadi salah tingkah ketika kepergok dirinya. Biasanya Alvaro tak akan lama berbicara pada wanita yang telah lama mengabdi pada keluarganya tersebut.“Si Mbok hanya ingin memberitahu jika makan malam sudah siap. Saya juga sudah siapkan makanan spesial kesukaan Mbak Nayla,” ujar wanita itu dengan nada sungkan.Nayla memundurkan badannya. Rasanya tidak nyaman berdekatan dengan Alvaro jika ada orang lain yang melihat. Benarkah dia juga sama seperti Alvaro yang merindu, tapi gengsi mengakui?“Saya akan turun sebentar lagi, Mbok.” Nayla tersenyum setelah berkata.“Kalo begitu si Mbok permisi dulu, Mbak.” Mbok Asih akan segera pergi dengan menutup pintu kamar.Namun, sebelum pintu tertutup. Nayla kembali bersuara membuat wanita sepuh itu mengurungkan niatnya.“Mbok, ada yang tertinggal,” cegah Na