“Maaf si Mbok mengganggu.” Mbok Asih telah berdiri di ambang pintu dengan pandangan yang menunduk.Wanita paruh sepuh itu senyum-senyum sendiri ketika melihat Alvaro yang biasanya tegas dan dingin menjadi salah tingkah ketika kepergok dirinya. Biasanya Alvaro tak akan lama berbicara pada wanita yang telah lama mengabdi pada keluarganya tersebut.“Si Mbok hanya ingin memberitahu jika makan malam sudah siap. Saya juga sudah siapkan makanan spesial kesukaan Mbak Nayla,” ujar wanita itu dengan nada sungkan.Nayla memundurkan badannya. Rasanya tidak nyaman berdekatan dengan Alvaro jika ada orang lain yang melihat. Benarkah dia juga sama seperti Alvaro yang merindu, tapi gengsi mengakui?“Saya akan turun sebentar lagi, Mbok.” Nayla tersenyum setelah berkata.“Kalo begitu si Mbok permisi dulu, Mbak.” Mbok Asih akan segera pergi dengan menutup pintu kamar.Namun, sebelum pintu tertutup. Nayla kembali bersuara membuat wanita sepuh itu mengurungkan niatnya.“Mbok, ada yang tertinggal,” cegah Na
“Emm … sebenarnya–”Belum sempat Mbok Asih melanjutkan, ada suara lain yang mengganggu percakapan mereka, seketika membuat dua wanita yang sedari tadi berada di dapur menoleh. Melihat seseorang yang ternyata sudah tidak jauh berdiri dari mereka.Betapa terkejutnya kedua wanita dengan perbedaan usia terpaut jauh itu. Dengan cepat keduanya tertawa ketika melihat satu-satunya majikan pria yang dan di rumah itu.Ya, Alvaro tengah berdiri di ambang pintu dengan santai bersandar pada pintu dapur. Tangannya dilipat di depan dada. Penampilannya yang hanya menggunakan singlet serta boxer Spongebob itu mengundang gelak tawa dari Nayla dan Mbok Asih.“Aden kenapa berpakaian seperti itu? Kayak anak TK kegerahan.” Mbok Asih kembali melanjutkan tawa. Ia bahkan sampai terduduk di atas kursi kayu saking tidak kuatnya.Pun dengan Nayla. Wanita itu sudah membuang wajah agar tidak melihat penampilan Alvaro yang terbuka. Bagian bawahnya yang menyembul membuat Nayla tidak kuat untuk terus menatapnya.Tida
Nayla terbangun. Dia berusaha membuka ketika menyadari ada lengan seseorang memeluknya dari belakang. Telapak tangan besar itu berada di depan perutnya yang buncit.Nayla mengingat kejadian malam tadi. Dia ingat sekarang, dia telah melakukan hubungan itu bersama Alvaro, kakak suaminya. Pipinya merona ketika dia sendiri yang secara terang-terangan memohon agar Alvaro tidak secepat itu menyudahinya. Entah mendapat keberanian dari mana dia mampu bersikap genit seperti itu. Padahal, sebelum dia tak pernah genit seperti itu, apalagi terhadap Alvin.Nayla perlahan menyingkirkan tangan Alvaro. Sinar matahari pagi seolah berdesakkan untuk masuk ke ruangan itu. Nayla bermaksud ingin membantu Mbok Asih membereskan dapur. Dia ingat semalam dia ingin membuat kue, tetapi Alvaro lebih dulu menggodanya di sana, sehingga berakhirlah kondisi dapur yang berantakan. Nayla hanya tidak ingin wanita itu menaruh curiga terhadap dirinya dan Alvaro yang tiba-tiba menghilang.Namun, belum sempat lengan berotot
Matanya yang tajam memicing sembari memastikan jika orang yang dia maksud tidak salah.Seorang wanita yang memiliki tawa khas. Tawa yang membuat wajahnya semakin cantik dengan dua lesung pipi di kanan kirinya.Wanita yang selalu menyambut kepulangannya di depan pintu dengan wajah yang semringah. Setelahnya dia akan merajuk jika pria itu pulang terlalu malam atau bahkan tidak pulang sama sekali karena alasan lembur.Ya, wanita itu adalah Nayla, sang istri. Melihatnya telah kembali ke rumah itu membuat Alvin sedikit menghangat. Jauh di lubuk hatinya dia masih menyimpan rasa rindu untuk wanita yang masih berstatus sebagai istri sahnya.“Sayang, kau ada di sini?” tanya pria itu yang tidak lain adalah Alvin. Ia telah berhasil mengikis jarak.Raut wajahnya berbinar ketika melihat Nayla duduk di sana. Tidak pernah berubah setelah beberapa bulan tidak bertemu. Wajahnya tetap terlihat cantik, tubuhnya sedikit berisi dari sebelumnya.Nayla dan Mbok Asih segera menghentikan obrolan mereka setela
Hening untuk beberapa saat. Nayla enggan untuk menanggapi Alvin. Sungguh ketika bertemu dengannya, sifat pria itu sangat jauh berbeda dari Alvin yang dia kenal. Rasa peduli dan perhatian yang pria itu miliki seolah sudah sirna kepadanya.“Apa masih ada yang perlu dibicarakan lagi? Jika tidak, aku akan menyusul Mbok Asih.”“Bagaimana keadaan kandungan kamu? Apa semuanya sehat? Kau mengalami masalah?”Hati Alvin kembali menghangat ketika mengingat calon anaknya yang ada di dalam kandungan sang istri. Anak yang mereka nantikan kehadirannya.Dengan cepat Nayla menggeleng. Seharusnya dia senang ketika Alvin mulai perhatian terhadap calon anaknya. Tapi, entahlah. Rasa itu telah hambar. Nayla sama sekali tidak membutuhkan perhatian darinya.“Anakku sehat. Dia tidak pernah merepotkan aku.”Mendengar kata ‘anakku’, hati Alvin kembali tercubit. Bukankah dia ayahnya? Anak itu adalah miliknya juga. Kenapa Nayla seolah ingin mengakuinya sendiri?“Aku sama sekali belum pernah melihatnya. Bisakah ki
Alvin terkejut setibanya di rumah. Viona melemparnya dengan majalah yang memang wanita itu gemari. Tatapannya nyalang, menghunus hampir membunuhnya. Wanita dengan lekuk tubuh indah itu berkacak pinggang ketika Alvin membuka pintu rumah mereka.“Apa yang kau lakukan?” tanya Alvin bingung. Baru saja pulang, bukannya disambut dengan mesra penuh senyum, pria itu justru mendapati perilaku sang istri yang cosplay menjadi makhluk lain.“Harusnya aku yang bertanya seperti itu. Apa yang kamu lakukan di luar selain bekerja?” sentak Viona dengan suara meninggi.Alvin mendengkus. Dia melonggarkan dasinya. Rasa lelah di tubuh sudah cukup membuatnya tak bersemangat hari ini. Di tambah kelakuan Viona yang membuatnya semakin pusing.Selalu begitu. Wanita itu akan selalu menuduhnya dan mencecar berbagai pertanyaan. Apalagi jika Alvin terlambat pulang, atau tidak pulang tanpa izin.Tidak ada kehangatan dalam rumah tangganya. Ataupun peran penting dirinya yang sebagai seorang suami yang seharusnya menda
Di rumah Alvaro. Laki-laki itu terus kelimpungan karena Nayla yang terus menerus mengeluarkan isi perutnya setelah kepergian Alvin.Hatinya sangat khawatir ketika melihat kondisi Nayla yang semakin pucat karena sering mual dan muntah. Wanita sangat mencemaskan kondisinya, ditambah hanya sedikit saja makanan yang mau dia makan. Tubuhnya terlihat lemah di atas pembaringan.“Aku akan menghubungi dokter.”Alvaro mengeluarkan ponselnya untuk bersiap menghubungi dokter keluarga. Nayla masih terlibat lemah. Mbok Asih membantunya mengolesi minyak angin agar mual Nayla perlahan hilang.“Aku akan pulang saja,” pinta wanita itu yang langsung mendapat tatapan menghunus dari Alvaro.“Tetaplah di sini. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada anak itu,” tegas Alvaro.Melihat sikap Alvaro, membuat Nayla sedikit tersentuh. Andai saja yang melakukannya adalah Alvin, ayah dari anaknya, tentu saja itu membuat Nayla sangat senang.Ah, andai saja Alvaro ayah dari anaknya. Tentu Nayla akan sangat beruntung. Ta
“Kamu hati-hati, ya, Nay. Inget jangan capek-capek. Jaga juga kandungan kamu.” Nayla hanya tersenyum ketika mendengar peringatan dari Lira yang seolah berubah sangat bawel.“Iya, bawel! Udah sana berangkat. Ntar terlambat, lho.” Mata Nayla melotot, berpura-pura galak terhadap Lira.Pagi itu, setelah mengantar Nayla menggunakan sepeda motornya, Lira kembali menuju tempat kerjanya.Ketika melihat Nayla telah berada d depan pintu, gadis berusia sebaya Nayla itu sangat senang karena ternyata sahabatnya memilih pulang ke rumahnya yang sangat sederhana, bahkan terkesan sangat jauh berbeda dari rumah bak istana mertua Nayla.Meski tidak pernah berkunjung ke tempat itu. Namun, mereka adalah keluarga konglomerat di negeri ini. Siapa yang tidak tahu tentang ketenarannya? Bahkan, saat ini keluarga itu tengah menjadi sorotan publik karena putra bungsu keluarga Rayes diduga memiliki wanita lain. Dia dengan tega mengkhianati istrinya yang tengah hamil.Lira tak banyak menanggapi. Dia tahu siapa wan